Sejarah Perjuangan
Ummah
Aceh-Sumatra
Oleh
Al-Ustadz Hilmy Bakar Hasany Almascaty
Pengantar Penulis
Latar Belakang Penulisan & Methodologi
15. Sejarah Kedermawanan Abadi Habib Bugak Asyi : Pewaqaf Baitul Asyi Makkah
al-Mukarramah
16. Jihad Melawan Penjajah Kaphe Sepanjang 500 Tahun Dan Implikasinya Pada
Ummah Aceh-Sumatra
17. Pergolakan dan Perubahan Sosial Ummah Aceh-Sumatra (Peran ”Kaum Muda”
Padang Melalui Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) Dalam Pergolakan
Sosial dan Perpecahan Ummah Aceh-Sumatra)
18. Masa Genting Menjelang Kemerdekaan Indonesia (Merdeka Sendiri atau
Bergabung Dengan Indonesia)
19. Dialog Imajiner Dengan Pemangku Sultan Aceh Darussalam : Jika Aceh Tidak
Bergabung Dengan Indonesia, Mungkin Lebih Hebat Dari Malaysia Dan
Singapura
20. Memahami Dinamika Pergerakan Rakyat Aceh Pasca Kemerdekaan, Dari Jihad
DI-TII, Proklamasi Republik Islam Aceh, Pendirian Aceh Merdeka, Perjuangan
Gerakan Aceh Merdeka Sampai Perdamaian Helsinki
21. Bencana Tsunami Dan Jalan Kemenangan (Salman Bireuen)
22. Aceh Di Persimpangan Jalan : Merdeka Atau Aceh Renaissance
23. Teori ”The Aceh Renaissance” Dan Masa Depan Kegemilangan Ummah Aceh-
Sumatra.
24. Negeri Yang Dinantikan (Baldah al-Muntadzirah)
Wallahu a’lam..............
1
N.J. Kroom, Zaman Hindu, terjemahan Arief Effendi, Jakarta: Pembangunan, 1956, hlm. 10-12. D.G.E.
Hall, A History of South East Asia, London: Macmillan & Co. Ltd., 1960, hlm. 1-5. D.H. Burger dan Prajudi, Se-
jarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1960, hlm. 15. Ma Huan, Ying-yai Sheng-lan,
terjemahan dan edisi J.V.G. Mills, Hakluyt Society, 1970, hlm. 120. W.P. Groeneveldt, Historical Notes on In-
donesia & Malaya Compiled from Chinese Source, Jakarta: Bharata, 1960, hlm. 209. B. Schrieke, Indonesian So-
ciological Studies, Part Two, The Hauge-Bandung: W. Van Hoeve Ltd, 1957, hlm. 17. M.A.P. Meilink-Roelofsz,
Asian Trade and European Influence in the Indonesian Archipelago between 1500 and abaout 1630, The Hague:
Martinus Nijhoff, 1962, hlm. 354.
2
Lebih terinci lihat misalnya : Dr. Subhi Shaleh, Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, Beirut : Dar Ilm li al-
Maliyin, tt. Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘ulum al-Qur’an, Damsyik : Maktabah al-
Ghazaly, Thabaah Tsalist, 1981. Dr. M. Ali al-Hasan, al-Manar fi ‘ulum al-Qur’an, Amman : Matbaah al-
Syuruq, 1983. Dr. Shabir Thayyimah, Hazha al-Qur’an, Bairut : Dar al-Jiil, 1989. Syaikh Muhammad
Rasyid Ridho, al-wahy al-Muhammady, Bairut : Dar al-Fiqr, 1968.
hammad Yamin, Gajah Mada, Jakarta: Balai Pustaka, 1972, hlm. 60. Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad,
Medan: Waspada, 1981. Teuku Iskandar, De Hikayat Atjeh, (S-gravenhage: NV. De Nederlanshe Boek-en Ste-
endrukkerij V. H.L. Smits, 1959). Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia, (Jakarta:
LP3ES, 1996)
5
Husein Djajaningrat, Kesultanan Aceh: Suatu Pembahasan Tentang Sejarah Kesultanan Aceh Berdasar-
kan Bahan-bahan Yang Terdapat Dalam Karya Melayu, Teuku Hamid (terj.) (Banda Aceh: Depdikbud DI Aceh.
1983). Siti Hawa Saleh (edt), Bustanus as-Salatin, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992). Denys
Lombard, Kerajaan Aceh, Jaman Sultan Iskandar Muda 1607-1636, (terj), (Jakarta: Balai Pustaka,1992). C.
Snouck Hurgronje, Een- Mekkaansh Gezantscap Naar Atjeh in 1683”, BKI 65, (1991) hlm. 144. Azyumardi Azra,
Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Bandung: Mizan, 1995), hlm.
196. A. Hasymi, 59 Aceh Merdeka Dibawah Pemerintah Ratu (Jakarta: Bulan Bintang, 1997). Hlm. 32-40.
6
Siddiq Fadhil, Rumpun Melayu Dalam Era Globalisasi, Makalah Seminar Serantau, (Kuala Lumpur:
PEPIAT: 1993). Lihat juga karya beliau, Minda Melayu Baru, (Kuala Lumpur: IKD,1994). Hilmy Bakar Almasca-
ty, Ummah Melayu Kuasa Baru Dunia Abad 21. (Kuala Lumpur: Berita Publishing, 1994)
7
Lihat : Ali Hasymi, Perang Aceh, (Jakarta: Beuna: 1983). Ibrahim Alfian (edt), Perang Kolonial Belan-
da di Aceh, (Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, 1997). Lihat juga, Perang Di Jalan Allah,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987)
8
Lihat misalnya : Edwin M. Luoeb, Sumatra Its History and People, (Kuala Lumpur: Oxford Univ.
Press, 1972). Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad, Medan: Waspada, 1981. Muhammad Ibrahim, Sejarah
Daerah Provinsi DI Aceh, (Jakarta: Depdikbud, 1991). Abdul Hadi Arifin, Malikussaleh, (Lhokseumawe: Univ.
Malikussaleh Press, 2005). Zakaria Ahmad, Sekitar Keradjaan Atjeh Dalam Tahun 1520-1675, (Medan: Monara,
tt). C. Snouck Hurgronje, The Acehnese, (Leiden: AWS. O’Sullivan, 1906). SMN. Al-Attas, The Mysticism of
Hamzah Fansuri, (Kuala Lumpur: UM Press, 1970). C.A.O. van Nieuwenhuize, Samsu’l-Din van Pasai (Leiden,
1945). D.A. Rinkers, Abdurrauf van Singkel, (Leiden: 1909). Ahmad Daudi, Syekh Nuruddin Ar-Raniry, Sejarah
Hidup, Karya dan Pemikiran (Banda Aceh: P3KI IAIN Ar-Raniry, 2006). Ismail Yakkub, Tgk. Tjik Di Tiro,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1952).
10
D.H.Burger dan Prajudi, Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1960, hlm.
15.)
11
M.A.P. Meilink-Roelofsz, Asian Trade and European Influence in the Indonesia Archipelago. The
Hague: Martinus Nijhoff, 1962, hlm. 345 (catatan 122)
12
Husein Djajaningrat, Kesultanan Aceh: Suatu Pembahasan Tentang Sejarah Kesultanan Aceh Ber-
dasarkan Bahan-bahan Yang Terdapat Dalam Karya Melayu, Teuku Hamid (terj.) (Banda Aceh: Depdikbud DI
Aceh. 1983). Siti Hawa Saleh (edt), Bustanus as-Salatin, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992).
Denys Lombard, Kerajaan Aceh, Jaman Sultan Iskandar Muda 1607-1636, (terj), (Jakarta: Balai Pustaka,1992).
C. Snouck Hurgronje, Een- Mekkaansh Gezantscap Naar Atjeh in 1683”, BKI 65, (1991) hlm. 144. Azyumardi
Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Bandung: Mizan, 1995),
hlm. 196. A. Hasymi, 59 Aceh Merdeka Dibawah Pemerintah Ratu (Jakarta: Bulan Bintang, 1997). Hlm. 32-40.
Dari rangkaian syair ini, maka jelaslah bahwa ada hubungan antara bumi
Shahrnawi (Shahr Nawi) dengan Fansur yang menjadi asal muasal kelahiran Syekh
Hamzah Fansuri dan tempat yang terkenal kafur Barus. Sebagaimana disebutkan di
atas, Shahrnawi atau Syahr Nawi adalah anak daripada Pangeran Salman (Sasaniah
Salman) yang lahir di daerah Jeumpa, di Aceh Bireuen saat ini. Syahrnawi adalah salah
satu tokoh yang berpengaruh dalam pengembangan Kerajaan Islam Perlak, bahkan
beliau dianggap arsitek pendiri kota pelabuhan Perlak pada tahun 805 yang
dipimpinnya langsung, dan diserahkan kepada anak saudaranya Maulana Abdul Aziz.
Kerajaan Islam Perlak selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Islam Pasai dan
mendapat kegemilangannya pada masa Kerajaan Aceh Darussalam.
Maka tidak mengherankan jika Syekh Hamzah Fansuri, mengatakan
kelahirannya di bumi Sharhnawi yang merupakan salah seorang generasi pertama
pengasas Kerajaan-Kerajaan Islam Aceh yang dimulai dari Kerajaan Islam Jeumpa.
Menurut beberapa data dan analisis yang akan dikemukakan nanti, bahwa hubungan
antara Kerajaan-Kerajaan Islam di Aceh berkaitan satu dengan lainnya. Pernyataan
Syekh Hamzah Fansuri ini juga menjadi hujjah yang menguatkan teori bahwa Jeumpa,
asal kelahiran Shahrnawi adalah Kerajaan Islam pertama di Nusantara.
21
Lihat juga: Peter Bellwood, Man’s Conquest of the Pacific. The Prehistory of Southeast Asia
and Oceania, New York: Oxford University Press. 1979. Peter Bellwood, Prehistory of the Indo-
Malaysian Archipelago, Orlando, Florida: Academic Press. 1985.
22
D.H.Burger dan Prajudi, Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1960, hlm.
15.)
23
M.A.P. Meilink-Roelofsz, Asian Trade and European Influence in the Indonesia Archipelago. The
Hague: Martinus Nijhoff, 1962, hlm. 345 (catatan 122)
24
Tibbetts; Pre Islamic Arabia and South East Asia, JMBRAS, 19 pt. 3, 1956, hal. 207. Dr. Ismail
Hamid “Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam” .Jakarta: Pustaka Al-Husna cet. 1, 1989, hal. 11).
25
Prof. Dr. HAMKA, Dari Perbendaharaan Lama; Jakrta: Pustaka Panjimas; cet.III; 1996; Hal. 4-5.
26
F. Hirth dan W. W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII Cen-
turies, St.Petersburg: Paragon Book, 1966, hal. 159.
27
Lihat: artikel "Kafur", A. Dietrich, Ensiklopedia Islam (E.I) 2 hal: 435-436.
28
W. Heyd, Histoire du commerce du Levant [Sejarah Pergadangan di Kawasan Syria-Libanon], edisi
Prancis yang disusun kembali oleh Furcy Raynand, Amsterdam: Adolf M, Hakkert, 1967, tambahan I,
hal 590).
29
Ibn Baytar, Traite des Simples par Ibn el-Beithar. Terj. Dr. L. Leclerc, 3 jil. –Paris: 1881-1887.
30
G. Celentano, L.V. Vaglieri, "Trois Epitres d'al-Kindi: textes et traduction avec XIX plaches facsimile
des trois epitres", dalam Annali dell Istituto universitario Orientale di Nipoli, jil 34, buku 3 (1974) hal
523-562.
31
Tibbetts, Arabic Texts, hal. 27-28.
32
Wolters, Early Indonesian Commerce, hal. 178)
33
Tibbetts, Arabic Texts, hal. 30
34
Ibid, hal. 37-38
35
Ibid, hal. 44-45
36
K. A. Nilakanta Sastri, History of Srivijaya (Madras: University of Madras, 1949), hal. 80, 81.
37
Almut Netolitzky, Das Ling-wai Tai-ta von Chou-chu-fei,( Weisbaden: Heiner Verlag, 1977), hal. 40-41)
38
Friedrich Hirth and W. W. Rockhill, Chau Ju-kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the
Twelfth and Thirteenth Centuries, Entitled Chu-fan-chi (St. Petersburg: Imperial Academy of Sciences,
1911), hal. 72).
39
Ibid, hal.114
40
Henry Yule and Henri Cordier, The Book of Ser Marco Polo, 2 vols. (Reprint, Amsterdam: Philo Press,
1975), 2:299)
41
Ibid, hal. 300
42
ibid
43
Th. C. Th. Pigeaud, Jam in the Fourteenth Century, 5 vols. (The Hague: Nyhoff, I960), 1:11
44
Mills, Ma Huan, hal 122-123.
45
Ibid, hal. 123-124
46
ibid
47
T. Iskandar, Hikayat Atjeh, op.cit. hal. 17
48
Lebih terinci lihat misalnya : Dr. Subhi Shaleh, Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, Beirut : Dar Ilm li al-Ma-
liyin, tt. Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘ulum al-Qur’an, Damsyik : Maktabah al-Ghaza-
ly, Thabaah Tsalist, 1981. Dr. M. Ali al-Hasan, al-Manar fi ‘ulum al-Qur’an, Amman : Matbaah al-Syuruq,
1983. Dr. Shabir Thayyimah, Hazha al-Qur’an, Bairut : Dar al-Jiil, 1989. Syaikh Muhammad Rasyid Rid-
ho, al-wahy al-Muhammady, Bairut : Dar al-Fiqr, 1968.
49
Karel Steenbrink, Pondok Pesantren, Jakarta: LP3ES,
50
Azyumardi Azra, op.cit.
51
Wan Huseein Azmi, Islam di Aceh, Kuala Lumpur: UKM. hal.
Setelah dewasa Syahri Nuwi, salah seorang anak Pengeran Salman, Raja
Kerajaan Islam Jeumpa, berhasil mengembangkan sebuah perkampungan pelabuhan
yang dihuni para pedagang keturunan Arab, Parsi, India dan lainnya di sekitar wilayah
Perlak yang pada waktu itu sekitar tahun 805 menjadi sebuah kota pelabuhan yang
sedang berkembang pesat. Dengan bimbingan dari ayahnya, Syahri Nuwi kemudian
berhasil mengembangkan pelabuhan kecil ini menjadi sebuah bandar baru yang banyak
disinggahi para pedagang dari seluruh penjuru dunia, terutama dari Arab, Persia, India
dan Cina. Sejak saat itu, Bandar Perlak menjadi salah satu bandar terpenting di pulau
Sumatra, bahkan menggantikan peranan Bandar Fansur ataupun Barus sebagai tempat
persinggahan para pedagang yang belayar dari Cina menuju Arab maupun Eropa.
Kepemimpinannya yang menonjol telah mengantarkan Syahri Nuwi menjadi penguasa
baru di Kerajaan yang diberikannya nama dengan Kerajaan Peureulak (Perlak) dengan
gelar Meurah Syahri Nuwi.
Di bawah kepemimpinannya masyarakat Muslim di daerah ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat, terutama sekali lantaran banyak terjadinya
perkawinan di antara saudagar Muslim dengan wanita-wanita setempat, sehingga
melahirkan keturunan dari percampuran darah Arab dan Persia dengan putri-putri
Perlak. Keadaan ini membawa pada berdirinya kerajaan Islam Perlak pertama, pada
hari selasa bulan Muharram, 840 M. Sultan pertama kerajaan ini merupakan keturunan
Arab Quraisy bernama Maulana Abdul Azis Syah, bergelar Sultan Alaiddin Sayyid
Maulana Abdul Azis Syah. Menurut Wan Hussein Azmi, pedagang Arab dan Persia
tersebut termasuk dalam golongan Syi'ah.56
Wan Hussein Azmi dalam Islam di Aceh mengaitkan kedatangan mereka dengan
Revolusi Syi'ah yang terjadi di Persia tahun 744-747. Revolusi ini di pimpin
Abdullah bin Mu'awiyah yang masih keturunan Ja'far bin Abi Thalib. Bin Mu'awiyah
telah menguasai kawasan luas selama dua tahun (744-746) dan mendirikan istana di
Istakhrah sekaligus memproklamirkan dirinya sebagai raja Madian, Hilwan, Qamis,
Isfahan, Rai, dan bandar besar lainnya. Akan tetapi ia kemudian dihancurkan pasukan
Muruan di bawah pimpinan Amir bin Dabbarah tahun 746 dalam pertempuran Maru
Sydhan. Kemudian banyak pengikutnya yang melarikan diri ke Timur Jauh. Para ahli
sejarah berpendapat, mereka terpencar di semenanjung Malaysia, Cina, Vietnam, dan
Sumatera, termasuk ke Perlak.
Pendapat Wan Hussein Azmi itu diperkaya dan diperkuat sebuah naskah tua
berjudul Idharul Haqq fi Mamlakatil Ferlah w'l-Fasi, karangan Abu Ishak Makarni al-
Fasy, yang dikemukakan Prof. A. Hasjmi. Dalam naskah itu diceritakan tentang
pergolakan sosial-politik di lingkungan Daulah Umayah dan Abbasiyah yang kerap
56
Wan Huseein Azmi, Islam di Aceh, op.cit.
BERSAMBUNG.....................
Mohon doa agar Allah SWT selalu melapangkan penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini