Anda di halaman 1dari 16

KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIL UNTUK MENENTUKAN DASAR PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG (STUDI KASUS

PADA PT XYZ)

OLEH RASTINA, SE., M.Si, AK JURUSAN AKUNTANSI POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian terhadap PT XYZ. Masalah yang terjadi adalah dalam menentukan pajak penghasilannya, perusahaan belum melakukan koreksi fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan. Perusahaan masih

menggunakan laba komersial sebagai dasar ketetapan pajak penghasilan. Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu menghitung laba kena pajak perusahaan berdasarkan peraturan pajak yang berlaku, kemudian membandingkan laba yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Dari hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa laba kena pajak setelah dilakukan koreksi fiskal adalah Rp 401.978.914,00-, dan pajak penghasilan terutang untuk tahun fiskus 2009 adalah Rp 56.277.047,96

Pendahuluan Pergeseran struktur ekonomi dari agraris ke industri mengakibatkan meningkatnya peranan pajak terhadap pembiayaan pembangunan negara. Sehubungan dengan itu, pemungutan pajak di suatu negara dianggap sukses apabila terdapat enam kondisi pendukung, yaitu (1) Sebagian besar aktivitas ekonomi dilaksanakan dalam transaksi uang, (2) Tingkat iliterasi (buta huruf) masyarakat rendah; (3) Adanya praktek pembukuan (administrasi) yang sehat dan dapat di percaya (reliable); (4) Tingkat kepatuhan dan disiplin nasional tinggi; (5) Tersedia jaringan dan akses terhadap informasi serta komunikasi yang efektif dengan sedikit (menghilangkan) kerahasiaan (untuk tujuan perpajakan); (6) Rendahnya tingkat sektor (ekonomi) informal.

Pemungutan pajak yang realistis, mempunyai fungsi selain sebagai penerimaan (budgetory) juga sebagai pengaturan (regulatory). Dalam fungsi budgetnya pajak dimanfaatkan sebagai instrumen pengumpul dana untuk pembiayaan kegiatan (rutin dan pembangunan) pemerintah. Dari pajak diharapkan menghasilkan penerimaan yang pantas dan stabil secara kontinyu. Sebagai instrumen pengatur, pajak dimaksudkan untuk dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, misalnya untuk menuju pertumbuhan ekonomi, retristribusi pendapatan dan stabilitas ekonomi..

Serangkaian perubahan dinamis dunia usaha dan masyarakat secara menyeluruh, menuntut pemerintah untuk melakukan beberapa penyempurnaan dari

pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan. Pada tahun 1983 telah ada UndangUndang Perpajakan Nomor 6 tahun 1983 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1994 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000. Dengan sistem pemungutan pajak yang digunakan yaitu Self assessment system. Di mana sistem ini memberi wewenang pada wajib pajak untuk menghitung besarnya pajak yang terutang yang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri sehingga wajib pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan jumlah pajak yang terutang kepada Kantor Pelayanan Pajak. Dengan demikian Undang-Undang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik.

Untuk dapat melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan sistem self assessment pembukuan mempunyai peranan sentral dalam sistem perpajakan. Hal ini lebih jelas dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan:

1. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan UndangUndangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

4. Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib pajak wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan, berupa neraca dan perhitungan labarugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

26. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir Kemudian dalam sirkulasi No. SE.240/PJ/82/2000 dijelaskan pula arti pentingnya pembukuan, untuk perpajakan, yaitu:

a. Mempermudah wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)nya. b. Mempermudah perhitungan besarnya penghasilan kena pajak (atau dasar pengenaan pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai atau PPN)

c. Penyajian informasi tentang posisi finansial dan hasil usaha (pekerjaan bebas wajib pajak) untuk bahan analisis maupun pengambilan keputusan ekonomi perusahaan. Dengan demikian, wajib pajak (orang pribadi dan badan) yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi akan senantiasa menyelenggarakan pembukuan untuk melengkapi STP Pajak Penghasilan dengan laporan keuangan yang berupa neraca dan perhitungan rugi-laba serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya pajak penghasilan yang terhutang pada setiap tahun pajak terakhir. Meskipun pembukuan yang diselenggarakan telah berdasarkan sistem yang lazim di Indonesia, misalnya: Prinsip Akuntansi Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, namun tidak berarti sistim yang lazim tersebut menjadi acuan akhir untuk menghitung besarnya pajak penghasilan yang terhutang,

sehingga terdapat perbedaan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuanganfiskal.Olehnya itu, laporan keuangan yang disajikan wajib pajak berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (Laporan Keuangan Komersial) bukanlah hasil akhir dalam penentuan besarnya pajak penghasilan yang terhutang. Karena pihak pajak (fiscus) menyajikan laporan keuangan berdasarkan UndangUndang Perpajakan (Laporan Keuangan Fiskal). Dalam hal ini, Undang-Undang perpajakan mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas praktek dan kelaziman akuntansi. Berdasarkan gambaran umum di atas, maka pemerintah (fiskus) dalam menentukan pajak penghasilan yang terutang terhadap laporan keuangan komersial, perlu membuat penyesuaian atau koreksi fiskal. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan konsep pengukuran dan pengakuan penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan Undang-Undang Perpajakan. Permasalahan yang diungkapkan dalam penelitian ini adalahKoreksi Fiskal Atas Laporan Keuangan Komersil untuk Menentukan Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang (Studi Kasus Pada PT XYZ). Metodologi Metode analisis yang digunakan penulis adalah analisis deskriptif kuantitatif, yakni menggambarkan unsur-unsur laporan laba-rugi PT XYZ (yang mengacu pada SAK) dan membandingkannya dengan Undang-undang Perpajakan Nomor 36 tahun 2008.

Hasil dan Pembahasan Koreksi Fiskal Atas Laporan Keuangan Komersil untuk Menentukan Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang (Studi Kasus Pada PT XYZ) Laporan Keuangan Komersil PT. XYZ LAPORAN LABA RUGI Untuk Periode Berakhir 31 Desember 2009 PENJUALAN/PENERIMAAN Penualan HPP: Persediaan awal Pembelian Barang siap dijual Persediaan akhir Harga Pokok Penjualan LABA KOTOR BIAYA OPERASI By Gaji By Administrasi By.Perlengkapan By. Pemasaran By. Transportasi/Akomodasi By. Pemeliharaan aktiva tetap By.listrik/air/telp By Sewa By .Bunga By Kerugian Piutang

4.910.986.108 88.630.250,00 2.107.509.951,00 2.196.140.201,00 145.832.600,00 2.050.307.601,00 2.860.678.507,00 708.488.725,00 70.166.011,00 56.593.800,00 366.824.750,00 1.044.265.450,00 27.015.300,00 68.908.832,00 1.667.000,00 54.356.400,00

By Penyusutan By Lain-lain Total Biaya LABA USAHA

17.246.010,00 70.763.325,00 26.853.497,00 2.513.149.100,00 347.529.407,00

PENDAPATAN & BIAYA DILUAR USAHA: Pendapatan Lain-lain Biaya Lain-lain Laba (Rugi) Setelah Pajak

15.759.899,00 363.289.306,00

Identifikasi Pendapatan dan Biaya a. Pendapatan Operasional Setelah melakukan identifikasi pada pos pendapatan operasional, penulis tidak menemukan jenis pendapatan yang akan koreksi karena sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. b. Biaya Adapun pos-pos yang akan dikoreksi dalam laporan laba rugi perusahaan pada pos biaya operasional yang diakui oleh perusahaan akan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan pajak, yaitu: 1. 2. 3. c. Biaya Transportasi/akomodasi; Biaya Kerugian piutang; Biaya lain-lain;

Pendapatan Non Operasional.

Pada pendapatan non operasional, akun yang akan dikoreksi yaitu bunga jasa giro; . Koreksi Fiskal Atas Laporan Laba Rugi PT XYZ Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan laba komersil dengan laba kena pajak dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu adanya beda tetap dan beda waktu yang kedua-duanya dapat menyebabkan koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif tergantung pengaruhnya terhadap penghasilan kena pajak. Pada kasus PT. XYZ, penulis tidak menemukan adanya koreksi yang menyebabkan beda waktu karena menurut perusahaan perhitungannya sudah sesuai dengan peraturan perpajakan dan penulis tidak dapat membuktikannya karena perusahaan membatasi pengambilan data. Berikut ini akan diberikan masing- masing penjelasan terhadap koreksi tersebut: Biaya Transport dan Akomodasi Pada laporan laba rugi PT. XYZ terdapat biaya transport dan akomodasi sejumlah Rp. 1.044.265.450,00,-. Jumlah tersebut termasuk biaya transport dan akomodasi pribadi direktur utama ke Jakarta sebesar Rp. 10.350.000,00,-. Sesuai dengan Pasal 9 Undang-undang Perpajakan, biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota tidak diperbolehkan sebagai pengurang dengan penghasilan bruto. Oleh karena

itu, perlu dilakukan koreksi fiskal atas biaya transport dan akomodasi pribadi direktur utama. Koreksi fiskal yang dilakukan adalah koreksi fiskal positif, karena biaya tersebut tidak diakui oleh Undang-undang Perpajakan. Adapun koreksi fiskal yang dilakukan adalah sebagai berikut: Biaya Transport dan Akomodasi menurut PT. XYZ Rp 1.044.265.450,00

Biaya Transportasi/akomodasi menurut UU Perpajakan Rp 1.033.915.450,00 Jumlah koreksi fiskal positif Biaya Kerugian Piutang Biaya kerugian piutang adalah biaya yang diderita oleh perusahaan akibat tidak tertagihnya piutang. Undang-undang perpajakan memperbolehkan biaya tersebut diperkurangkan dengan penghasilan bruto dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 6 Undang-undang Perpajakan tentang Pajak Penghasilan. Oleh karena PT XYZ tidak dapat memenuhi syarat-syarat tersebut, maka biaya ini harus di koreksi. Adapun koreksi fiskal yang akan dilakukan adalah koreksi fiskal positif sebagai berikut: Biaya Kerugian Piutang menurut PT XYZ Biaya Kerugian Piutang menurut UU Perpajakan Jumlah koreksi fiskal positif Biaya Lain-lain Rp 17.246.010,00 Rp 17.246.010,00 Rp 10.350.000,00

Seperti halnya biaya transport dan akomodasi, biaya lain-lain juga merupakan salah satu unsur biaya usaha yang diperkurangkan dengan penghasilan bruto yang dilakukan oleh PT XYZ sejumlah Rp 26.853.497,00,-. Jumlah tersebut termasuk sumbangan, pembelian beras ,perayaan idul qurban ,pembelian oleholeh untuk relasi perusahaan dan tunjangan hari raya serta parcel untuk relasi perusahaan. Sesuai dengan Pasal 9 Undang-undang Perpajakan, biaya tersebut diatas tidak dapat diperkurangkan dengan penghasilan bruto karena biaya tersebut tidak diakui biaya oleh Undang-undang Perpajakan. Jadi, koreksi fiskal yang dilakukan adalah koreksi fiskal pofitif. Adapun koreksi fiskalnya sebagai berikut: Biaya Lain-lain menurut PT XYZ Biaya Lain-lain menurut UU Perpajakan Jumlah koreksi fiskal positif Pendapatan Jasa Giro Pendapatan Jasa Giro dan Tabungan oleh perusahaan diakui sebagai penghasilan periode berjalan, hal ini sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Namum, menurut Undang-undang Perpajakan, penerimaan dari jasa giro dan tabungan tidak diperhitungkan sebagai penghasilan. Hal ini disebabkan, karena penghasilan atas jasa giro dan tabungan telah dikenakan biaya pajak penghasilan 20% yang bersifat final dan langsung dipotong oleh bank. Rp 26.853.497,00 Rp 26.853.497,00

Oleh karena itu, perlu dilakukan koreksi fiskal yaitu koreksi fiskal negatif. Adapun koreksi fiskalnya, sebagai berikut: Pendapatan Jasa Giro menurut PT XYZ Pendapatan Jasa Giro menurut UU Perpajakan Jumlah koreksi negatif Rp 15.759.899,00 Rp 15.759.899,00

Perhitungan Laba Kena Pajak dan Pajak Penghasilan Terutang 1. Perhitungan Laba Rugi Fiskal Hasil koreksi atas pendapatan dan biaya laba rugi komersil dapat dilihat pada laba rugi fiskal dibawah ini:

Tabel 2 Perbandingan Laba Rugi Komersil dan Laporan Laba Rugi Fiskal

Laba/Rugi Komersil PENJUALAN/PENERIMAAN Penjualan HARGA POKOK PENJUALAN Harga Pokok Penjualan LABA KOTOR BIAYA OPERASI By Gaji By Administrasi By.Perlengkapan By. Pemasaran By. Transport/Akomodasi By. Pemeliharaan aktiva tetap By.Listrik,air dan telepon By. Sewa By. Bunga By Kerugian Piutang By Penyusutan By Lain-lain Total Biaya 4.910.986.108,00 2.050.307.601,00 2.860.678.507,00 708.488.725,00 70.166.011,00 56.593.800,00 366.824.750,00 1.044.265.450,00 27.015.300,00 68.908.832,00 1.667.000,00 54.356.400,00 17.246.010,00 70.763.325,00 26.853.497,00 2.513.149.100,00

Koreksi Fiskal Positif Negatif

Laba/Rugi Fiskal 4.910.986.108,00 2.050.307.601,00 2.860.678.507,00 708.488.725,00 70.166.011,00 56.593.800,00 366.824.750,00 1.033.915.450 27.015.300,00 68.908.832,00 1.667.000,00 54.356.400,00 70.763.325,00 2.458.699.593,00

10.350.000,00

17.246.010,00 26.853.497,00

LABA USAHA PENDAPATAN & BIAYA NON OPERASIONAL Peendapatan lain-lain Biaya Lain-lain Laba (Rugi) Sebelum Pajak Sumber : PT.XYZ (data diolah)

347.529.407,00 15.759.899,00 363.289.306,00 15.759.899,00

401.978.914,00 401.978.914,00

2. Perhitungan PPh Badan Terhutang Setelah melakukan koreksi terhadap beberapa biaya dan pendapatan maka selanjutnya yang harus dilakukan yaitu menghitung besarnya PPh badan Terhutang menurut Pajak. Laba bersih (menurut akuntansi) Total koreksi fiskal positif Rp. 363.289.306,00 Rp. 54.449.507,00 (+) Rp. 417.738.813,00 Total koreksi fiskal negatif Penghasilan (laba) Kena Pajak (menurut fiskal) Rp. 15.759.899,00 (-) Rp. 401.978.914,00

Setelah besarnya laba kena pajak diperoleh, maka jumlah pajak penghasilan terutang dapat dihitung dengan menerapkan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh no.36 pasal 31 E sebagai berikut: Pajak Penghasilan Terutang 50% X 28% X Rp 401.978.914,00 = Rp 56.277.047,96 Berdasarkan perhitungan diatas, dapat dilihat bahwa besarnya pajak penghasilan PT XYZ yang terutang untuk tahun fiskus 2009 menurut Undang-undang Perpajakan adalah Rp 56.277.047,96.

Kesimpulan Dari pembahasan mengenai Koreksi Fiskal Atas Laporan Keuangan Komersil untuk Menentukan Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa laba kena pajak setelah dilakukan koreksi fiskal adalah Rp 401.978.914,00-, dan pajak penghasilan terutang untuk tahun fiskus 2009 adalah Rp 56.277.047,96 2. Biaya-biaya yang memerlukan koreksi fiskal positif adalah sebagai berikut: Biaya Tranport dan Akomodasi Rp. Biaya Lain-lain Biaya Kerugian Piutang Rp. Rp. 10.350.000,00 26.853.497,00 17.246.010,00 Rp. 54.449.507,00

Total Koreksi Positif 3.

Pendapatan yang memerlukan koreksi fiskal negatif adalah sebagai berikut: Pendapatan lain-lain Rp 15.759.899,00 Rp. 15.759.899,00

Total Koreksi Negatif

Referensi Achmad Tjahyono dan F. Husain, (2001) Perpajakan, UPP AMP YKPN Direktur Jenderal Pajak. 2008. Peraturan Perpajakan. Available from: http://www.pajak.go.id, diakses 3 September 2010. Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan 2007, Salemba Empat, Jakarta. Keputusan Dirjen Pajak.2002. KEP - 220/PJ./2002. Available from: http://www.ortax.org, diakses 22 September 2010. Resmi Siti. 2008. Perpajakan:Teori dan Kasus Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat. Soemarso,1996. Akuntansi Suatu Pengantar. Penerbit FE UI. Jakarta. Soemitro, Rahmat. 1997, Perpajakan, Penerbit PT. Eresco, Bandung. Muljono, Djoko, 2006. Akuntansi Pajak, Andi Offset, Yogyakarta. Suandy, Erly, 2006. Perencanaan Pajak Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta. Waluyo, 2000. Perpajakan Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • 5 Adi
    5 Adi
    Dokumen26 halaman
    5 Adi
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • 5 Adi
    5 Adi
    Dokumen26 halaman
    5 Adi
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • 5 Adi
    5 Adi
    Dokumen26 halaman
    5 Adi
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • 5 Adi
    5 Adi
    Dokumen26 halaman
    5 Adi
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • ASR - Artikel 2 PDF
    ASR - Artikel 2 PDF
    Dokumen17 halaman
    ASR - Artikel 2 PDF
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • AHY - Artikel Hasyim M SI 2013 - 1 PDF
    AHY - Artikel Hasyim M SI 2013 - 1 PDF
    Dokumen16 halaman
    AHY - Artikel Hasyim M SI 2013 - 1 PDF
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Final Test Kelas 4 Dan 2 Tahun 2013
    Jadwal Final Test Kelas 4 Dan 2 Tahun 2013
    Dokumen2 halaman
    Jadwal Final Test Kelas 4 Dan 2 Tahun 2013
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Genap 1213
    Jadwal Genap 1213
    Dokumen15 halaman
    Jadwal Genap 1213
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Asr - Artikel 1 PDF
    Asr - Artikel 1 PDF
    Dokumen14 halaman
    Asr - Artikel 1 PDF
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • 2 Adi
    2 Adi
    Dokumen19 halaman
    2 Adi
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Final Test 2013
    Jadwal Final Test 2013
    Dokumen2 halaman
    Jadwal Final Test 2013
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • 3 Adi
    3 Adi
    Dokumen19 halaman
    3 Adi
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Adi PDF
    Adi PDF
    Dokumen12 halaman
    Adi PDF
    Hasyim Al Ikhsan
    Belum ada peringkat