Anda di halaman 1dari 4

MURAQABAH DAN MUHASABAH

Oleh : Achmad Hanif, S.Ag. A. PENGERTIAN MURAQABAH DAN MUHASABAH Muraqabah adalah upaya diri untuk senantiasa merasa terawasi oleh Allah (muraqabatullah). Jadi upaya untuk menghadirkan muraqabatullah dalam diri dengan jalan mewaspadai dan mengawasi diri sendiri. Sedangkan muhasabah adalah usaha seorang Muslim untuk menghitung, mengkalkulasi diri seberapa banyak dosa yang telah dilakukan dan mana-mana saja kebaikan yang belum dilakukannya. Jadi Muhasabah adalah sebuah upaya untuk selalu menghadirkan kesadaran bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya tengah dihisab, dicatat oleh Raqib dan Atid sehingga ia pun berusaha aktif menghisab dirinya terlebih dulu agar dapat bergegas memperbaiki diri. B. DAMPAK MURAQABAH DAN MUHASABAH 1. Muraqabah Muraqabah atau perasaan diawasi adalah upaya menghadirkan kesadaran adanya muraqabatullah (pengawasan Allah). Bila hal tersebut tertanam secara baik dalam diri seorang Muslim maka dalam dirinya terdapat 'waskat' (pengawasan melekat atau built in control) yakni sebuah mekanisme yang sudah inheren, dalam dirinya. Artinya ia akan aktif mengawasi dan mengontrol dirinya sendiri karena ia sadar senantiasa berada di bawah pengawasan Allah seperti dalam untaian ayat-ayat Allah berikut ini: ...Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.(QS.57:4) Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.(QS.50:16) Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (LauhMahfuzh)(QS.6:59) (Luqman berkata):Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau dilangit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya) sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.(QS.31:16) Kemudian dalam HR. Ahmad, Nabi SAW bersabda, Jangan engkau mengatakan engkau sendiri, sesungguhnya Allah bersamamu. Dan jangan pula mengatakan tak ada yang mengetahui isi hatimu, sesungguhnya Allah mengetahui. Muraqabatullah atau kesadaran tentang adanya pengawasan Allah akan melahirkan ma'iyatullah (kesertaan Allah) seperti nampak pada keyakinan Rasulullah SAW (QS.9:40) bahwa Sesungguhnya Allah bersama kita ketika Abu Bakar r.a sangat cemas

musuh akan bisa mengetahui keberadaan Nabi dan menangkapnya. Begitu pula pada diri Nabi Musa a.s ketika menghadapi jalan buntu karena di belakang tentara Fir'aun mengepung dan laut merah ada di depan mata. Namun ketika umat pengikutnya panik dan ketakutan, beliau sangat yakin adanya kesertaan Allah. Ia berkata, Sekali-kali tidak (akan tersusul). Rabbku bersamaku, Dia akan menunjukiku jalan. Kemudian akhirnya Nabi Ibrahim a.s juga dapat menjadi contoh agung tentang kesadaran akan kesertaan dan pertolongan Allah. Yakni ketika beliau diseret dan dibakar di api unggun, beliau tetap tenang. Dan benar saja terbukti beliau keluar dari api unggun dalam keadaan sehat wal 'afiat karena Allah telah memerintahkan makhluknya yang bernama api agar menjadi dingin dengan izin dan kehendak-Nya. 2. Muhasabah Muhasabah atau menghisab, menghitung atau mengkalkulasi diri adalah satu upaya bersiap-siaga menghadapi dan mengantisipasi yaumal hisab (hari perhitungan) yang sangat dahsyat di akhirat kelak. Allah SWT: Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri, memperhatikan bekal apa yang dipersiapkannya untuk hari esok (kiamat). Bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.(QS.59:18). Persiapan diri yang dimaksud tentu saja membekali diri dengan taqwa kepada Allah. Karena di sisi Allah bekal manusia yang paling baik dan berharga adalah taqwa. Umar r.a pernah mengucapkan kata-katanya yang sangat terkenal: Haasibu anfusakum qabla antuhaasabu. (Hisablah dirimu sebelum kelak engkau dihisab). Allah SWT juga menyuruh kita bergegas untuk mendapat ampunan-Nya dan syurga-Nya yang seluas langit dan bumi, diperuntukkan-Nya bagi orang-orang yang bertaqwa.(QS.3:133) Begitu pentingnya kita melakukan muhasabah sejak dini secara berkala karena segala perkataan dan perbuatan kita dicatat dengan cermat oleh malaikat Raqib dan Atid dan akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah.(QS.50:17-18). Setiap kebaikan sekecil apapun juga akan dicatat dan diberi ganjaran dan keburukan sekecil apa pun juga akan dicatat dan diberi balasan berupa azab-Nya.(QS.99:7-8) Bila kita mengingat betapa dahsyatnya hari penghisaban, perhitungan dan pembalasan, maka wajar sajalah jika kita harus mengantisipasi dan mempersiapkan diri sesegera, sedini dan sebaik mungkin. Dalam QS.80:34-37, tergambar kedahsyatan hari itu ketika semua orang berlarian dari saudara, kerabat, sahabat, ibu dan bapaknya serta sibuk memikirkan nasibnya sendiri. Hari di mana semua manusia pandangannya membelalak ketakutan, bulan

meredup cahayanya, matahari dan bulan dikumpulkan, manusia berkata: Kemana tempat lari? Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung. Hanya kepada Tuhanmu saja pada hari itu tempat kembali.(QS.75:7-12) Ummul Mu'minin Aisyah r.a bertanya kepada Rasulullah SAW apakah manusia tidak malu dalam keadaan telanjang bulat di padang mahsyar. Rasulullah SAW menjawab bahwa hari itu begitu dahsyat sampaisampai tidak ada yang sempat melihat aurat orang lain. Rasulullah SAW juga pernah bersabda bahwa ada 7 golongan yang akan mendapat naungan/perlindungan Allah di mana di hari tidak ada naungan/perlindungan selain naungan/perlindungan Allah (Yaumul Qiyamah atau Yaumul Hisab). Ketujuh golongan itu adalah Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah SWT, pemuda yang lekat hatinya dengan masjid, orang yang saling mencintai karena Allah; bertemu dan berpisah karena Allah, orang yang digoda wanita cantik lagi bangsawan dia berkata, Sesungguhnya aku takut kepada Allah, orang yang bersedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya (secara senbunyi-sembunyi) dan orang yang berkhalwat dengan Allah ditengah malam dan meneteskan air mata karena takut kepada Allah. Di riwayat lain dikisahkan bahwa orang-orang miskin bergerombol di depan pintu surga. Ketika dikatakan kepada mereka agar antri dihisab dulu, orang-orang miskin yang shaleh ini berkata, Tak ada sesuatu apapun pada kami yang perlu dihisab. Dan memang ada 3 harta yang tak akan kena hisab yakni: 1 rumah yang hanya berupa 1 kamar untuk bernaung, pakaian 1 lembar untuk dipakai dan 1 porsi makanan setiap hariyang sekedar cukup untuk dirinya. Maka orang-orang miskin itu pun dipersilakan masuk ke surga dengan bergerombol seperti kawanan burung. Betapa beruntungnya mereka semua padahal hari penghisaban itu begitu dahsyatnya sampai banyak yang ingin langsung ke neraka saja karena merasa tak sanggup menyaksikan segala aibnya diungkapkan di depan keseluruhan umat manusia. Apalagi tak lama kemudian atas perintah Allah, malaikat Jibril menghadirkan gambaran neraka yang dahsyat ke hadapan mereka semua sampai-sampai para Nabi dan orang-orang shaleh gemetar dan berlutut ketakutan. Apalagi orang-orang yang berlumuran dosa. Yaumul Hisab itu bahkan juga terasa berat bagi para Nabi seperti Nabi Nuh yang ditanya apakah ia sudah menyampaikan risalah-Nya atau Nabi Isa yang ditanya apakah ia menyuruh umatnya menuhankan ia dan ibunya sebagai dua tuhan selain Allah. Pertanyaan yang datang bertubi-tubi itu terlihat menekan dan meresahkan para Nabi. Jika Nabi-nabi saja demikian keadaannya, bagaimana pula kita?. Mudah-

mudahan saja kita tidak termasuk orang yang bangkrut/pailit di hari penghisaban, hari ketika dalih-dalih ditolak dan hal sekecil apapun dimintakan pertanggungjawabannya. Mengapa disebut bangkrut? Karena ternyata amal shaleh yang dilakukan terlalu sedikit untuk menebus dosa-dosa kita yang banyak sehingga kita harus menebusnya di neraka. Na'udzubillah min dzalik 3. Hasil Muraqabah dan Muhasabah Seseorang yang rajin me-muraqabah'i dan me-muhasabah'i dirinya akan mau dan mudah melakukan perbaikan diri. Ia juga akan mau meneliti, mengintrospeksi, mengoreksi dan menganalisis dirinya. Hal-hal apa saja yang menjadi faktor kekuatan dirinya, harus disyukuri dan dioptimalkan. Kemudian hal-hal apa saja yang menjadi faktor kelemahan dirinya, harus diatasi, bahkan kalau mungkin dihilangkan. Lalu bahaya-bahaya apa yang mengancam diri dan aqidahnya, harus diantisipasi, dan akhirnya peluang-peluang kebajikan apa saja yang dimilikinya, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Jika dirinci, paling tidak, ada 3 hasil yang akan diraih orang yang rajin melakukan muraqabah dan muhasabah : a. Mengetahui aib, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan dirinya serta berupaya sekuat tenaga meminimalisir atau bahkan menghilangkannya. b. Istiqamah di atas syari'at Allah. Karena ia mengetahui dan sadar akan konsekuensikonsekuensi keimanan dan pertanggungjawaban di akhirat kelak maka cobaan sebesar apapun tidak akan memalingkannya dari jalan Allah seperti misalnya tokoh Bilal dan Masyitah. Walaupun keistiqamahan adalah hal yang sangat berat sehingga Rasulullah SAW sampai mengatakan, Surat Hud membuatku beruban (ayat 112 berisi perintah untuk istiqamah). c. Insya Allah aman dari berat dan sulitnya penghisaban di hari kiamat nanti (QS. 3:30).

---oooOooo---

Anda mungkin juga menyukai