Anda di halaman 1dari 22

MODEL-MODEL KONSELING

EKSISTENSIAL HUMANISTIK

Oleh:

KELOMPOK 1

Nama Kelompok: 1. Ni Made Ayu Dwi Safitri 2. Pande Kadek Ayu Sugianitri 3. I. D. A. Asti Metayani 4. Ni Luh Gd. Mudiyathi M. S. 5. I Nengah Budhi Saputra (1111011038) (1111011032) (1111011030) (1111011010) (1111011009)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2013

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu, Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya dan juga usaha dari kami akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah sederhana yang berjudul Model Konseling Eksistensial Humanistik. Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Gede Sedanayasa, M.Pd selaku dosen pengajar mata kuliah Modelmodel Konseling yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahannya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa, serta pihak lain yang turut membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi dan penyusunannya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kami dalam hal pengetahuan dan pengalaman. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, Februari 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 Latar Belakang .................................................................................... 1 Rumusan Masalah................................................................................ 2 Tujuan ................................................................................................. 3 Manfaat ............................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN 2.1 2.2 Pandangan tentang sifat manusia.......................................................... 5 Tema-tema dan Dalil-dalil utama Eksistensial dan Penerapan pada praktek terapinya ................................................................................. 6 2.3 2.4 2.5 2.6 Tujuan Eksistensial Humanistik ........................................................... 10 Teknikteknik dan prosedur-prosedur terapi Eksistensial-Humanistik 11 Langkah-langkah konseling Eksistensial Humanistik ........................... 12 Peran Konselor dan Konseli serta Hubungan Konselor dan Konseli ..... 13

BAB III PENUTUP 3.1 3.2 Simpulan ............................................................................................. 17 Saran ................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Psikologi Humanistik berkenaan dengan keunikan, individualitas,

humanitas dari tiap pribadi. Di dalam banyak terminologi manusia, Humanisme didasarkan pada pengamatan yang mendasar, walaupun kita mungkin menyerupai satu sama lain dalam banyak hal, tapi masing-masing dari kita agak berbeda dari yang lain. Keunikan kita adalah diri kita. Dan diri adalah konsep paling utama di dalam Psikologi Humanistik. Psikologi Humanistik: salah satu cabang dari psikologi yang memberi perhatian utama terhadap pengembangan diri dan keunikan individu. Kadang-kadang dikenal sebagai psikologi kekuatan ketiga; selain dua kekuatan lain yaitu Behaviorisme dan Teori Freud. Psikologi Humanistik mempunyai basis di dalam filsafat - khususnya dalam filsafat eksistensial dari para penulis seperti Jean- Paul Sartre. ( Lihat Contat, 1974; Martin Buber, 1958, 1965; dan Karl Jaspers, 1962, 1963.) Para ahli filsafat ini ingin tahu tentang tujuan dan sifat serta eksistensi manusia (eksistensialisme). Mereka sangat memperhatikan apa artinya menjadi manusia dan bagaimana manusia tumbuh dan mengekspresikan dirinya pada setiap individu. Eksistensialisme: Salah satu Perubahan filosofis yang dicirikan oleh suatu kesenangan akan eksistensi. Para ahli filsafat eksistensial sering menguraikan kondisi manusia yang berkenaan dengan penundaan, kesunyian, keputus-asaan, dan pengasingan. Perasaan-perasaan ini diasumsikan untuk bangkit dari ketiadaan pengetahuan tertentu kita tentang asal-asul dan hari akhir kita. Karenanya bernama eksistensialisme, merupakan kenyataan yang dapat dikenal yakni eksistensi. psikologi Eksistensial- Humanistik. Objek kajian psikologi adalah manusia, oleh sebab itu hal yang mendasar dan pertama kali dibicarakan oleh didiplin ilmu ini adalah tentang hakikat manusia. Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi

eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Konseling eksistensial berpijak
1

pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang

melandasikonseling. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuh yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanya dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualka dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfoku pada fakta-fakta utama keberadaan manusia kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.

1.2

Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep tentang manusia menurut teori eksistensial humanistik? 2. Apa saja tema dan dalil konseling Eksistensial Humanistik? 3. Apa tujuan dari model konseling eksistensial humanistik? 4. Apa saja tehnik atau prosedur dalam model konseling eksistensial humanistik? 5. Apa saja langkah-langkah dalam model konseling eksistensial humanistik? 6. Apa peran konselor dan konseli serta hubungan antara konselor dan konseli dalam model konseling eksistensial humanistik?

1.3

Tujuan Tujuan umum :

Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami model konseling eksistensial humanistik.


2

Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep tentang manusia menurut teori eksistensial humanistik. 2. Mahasiswa mengetahui tema dan dalil utama konseling

Eksistensial Humanistik 3. Mahasiswa dapat menjelaskan tujuan dari model konseling eksistensial humanistik. 4. Mahasiswa dapat menjelaskan tehnik atau prosedur dalam model konseling eksistensial humanistik. 5. Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah model konseling eksistensial humanistik. 6. Mahasiswa dapat menjelaskan peran konselor dan konseli serta hubungan antara konselor dan konseli dalam model konseling eksistensial humanistik.

1.4

Manfaat Adapun manfaat yang diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah

makalah ini nantinya dapat dijadikan sumber atau bahan bacaan bagi mahasiswa. Karena sebagai seorang calon konselor kita harus dapat mengetahui model konseling humanistik agar dapat membantu konseli.

BAB II PEMBAHASAN
Model Konseling Eksistensial Humanistik oleh Rolo May
Konsep tentang manusia Kesadaran diri Kebebasan, Tanggung jawab dan Kecemasan Penciptaan makna Tujuan Konseling Eksistensial Humanistik Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang Memikul tanggung jawab untuk memilih

Teknik atau Prosedur Konseling Eksistensial Humanistik - Menggunakan konseling Gestalt - Menggunakan konseling Analisis

Langkah-Langkah Konseling Eksistensial Humanistik Konselor meningkatkan kesadaran konseli Membantu konseli mencari cara menghidari kebebasan diri dan belajar menanggung resiko Membantu konseli untuk membangkitkan keberaniannya, mengakui ketakutannya Menciptakan suatu sistem yang berlandaskan cara hidup yang konsisten Membantu konseli untuk menemukan makna hidupnya Membantu konseli mentoleransi segala bentuk ketakutan dan kecemasan Konselor mendorong atau memotivasi konseli untuk mewujudkan aktualisasi diri

Peran Konselor dan Konseli serta Hubungan Konselor Dengan Konseli Peran konselor: Menghargai konseli apa adanya Membuka pengalaman terhadap konsep diri konseli Menghilangkan kepura-puraan dan bersifat otentik Membuka tanggung jawab konseli Menerima dan memahami diri konseli Peran konseli: Konseli dapat menemukan alternatif tentang pandangan yang riil Konseli bersifat aktif Berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab penuh Hubungan konselor dengan konseli: Hubungan dengan konseli adalah hubungan kemanusiaan. Konseli sebagai subjek bukan obyek yang dianalisis dan didiagnosis. Konselor harus terbuka baik kepribadiannya dan tidak pura pura.

2.1

Pandangan tentang sifat manusia Pendekatan Eksistensial Humanistik berfokus pada kondisi manusia.

Pendekatan konseling eksistensial humanistik bukan merupakan konseling tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup konseling-konseling yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Sasaran dari teori konseling Eksistensial Humanistik adalah orang-orang yang kurang mengeksistensikan diri dalam hidupnya dan tidak merasa eksis dalam hidupnya. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu: a. Kesadaran Diri Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar kebebasan yang ada pada orang itu. Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan umtuk memiliki kemampuan yang berbeda-beda dengan makhluk yang lainnya, dan manusia juga memiliki kesanggupan yang jelas berbeda dari makhluk lainnya, misalnya kesanggupan untuk berpikir. Dan dari berpikir itulah manusia juga akhirnya memiliki kemampuan untuk memutuskan suatu pilihan dari berbagai pilihan yang ada. Semua kemampuan yang ditunjukkan oleh manusia ini akan mencapai sasaran yang positif, jika manusia memiliki kesadaran yang positif juga akan dirinya. Jika manusia sadar bahwa ia adalah mahluk yang berkompeten untuk berpikir, maka sedikit tidaknya manusia juga akan menyadari bahwa ia sanggup untuk mengambil putusan atas pilihan-pilihan yang membuatnya bingung. Maka konselor hendaknya mampu membangkitkan kesadaran diri dari para konseli, utamanya para konseli yang merasa tidak eksis dalam hidupnya, sehingga konseli mampu mengambil keputusan yang tepat yang akan dipilihnya nanti.

b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan Ketiga komponen tersebut baik kebebasan, tanggungjawab, dan

kecemasan memang memiliki hubungan yang erat. Kebebasan muncul


5

karena kesadaran pada diri manusia. Jika manusia memiliki kesadaran yang besar maka manusia akan memiliki kebebasan yang besar pula. Dengan adanya kebebasan manusia berhak memilih keputusan yang dianggap menjadi pilihan yang terbaik bagi dirinya, dan seharusnya dilakukan dengan penuh tanggungjawab. Manusia memiliki kebebasan dan tanggungjawab, jika manusia tidak bisa mewujudkan tanggungjawab karena terbatasnya kemampuan dan atau yang dimiliki, maka bisa menimbulkan kecemasan. Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. c. Penciptaan Makna Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia adaah makhluk rasional. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Manusia adalah pihak yang paling dominan dalam menentukan hidupnya. Jika manusia gagal dalam menciptakan hubungan yang bermakna dalam hidupnya maka bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi, depersonalisasi, keterasingan, dan kesepian. Dalam teori ini manusia berperan sebagai arsitek bagi dirinya sendiri

2.2

Tema-tema dan Dalil-dalil utama Eksistensial dan Penerapan pada praktek konselingnya a. Dalil 1 : Kesadaran diri, Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri, yang menjadikan

dirinya mampu melampui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitasaktivitas berpikir yang khas manusia. Kesadaran diri inilah yang membedakan dari mahlik-mahluk lainnya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka semakin utuhlah diri seseorang itu. Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnyauntuk memilih. Pada inti keberadaan manusia kesadaran menunjukan kepada kita bahwa : 1. Kita memiliki potensi mengambil atau tidak mengambil tindakan.
6

2. Kita pada dasarnya sendirian, tetapi memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Meskipun kita sadar terpisah tetapi juga terkait dengan orang lain. 3. Makna adalah sesuatu yang tidak diperoleh begiti saja, tetapi merupakan hasil dari pencarian dan penciptaan tujuan. 4. Kecemasan timbul dari penerimaan ketidakpastian masa depan. 5. Kita bisa mengalami kondisi kesepian, ketidakbermaknaan,

kekosongan, rasa berdosa, dan isolasi. Dari yang dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran adalah kesanggupan yang mendorong kita untuk mengenal situasi-situasi tersebut. b. Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab, Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam artian bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih diantara pilihan-pilihan yang ada. Karena manusia pada dasarnya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaab manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia, maka ia tidak akan hadir lagi sebagai manusia. Sebab kesanggupan-kesanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya. Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami. Barangkali soal utama dalam konseling dan psikokonseling adalah kebebasan dan tanggung jawab. Tema eksistensial inti adalah bahwa kita menciptakan diri dengan mengambil pilihanpilihan, kita menjadi arsitek masa kini dan masa depan kita sendiri. Tugas konselings dalam hal ini adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara mencapai kebebasannya dan mendorong klien itu untuk belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasanya. c. Dalil 3 : Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain, Setiap individu memiliki kebutuhan untuk menjaga keunikan dan keterpusatannya, akan tetapi pada saat yang sama ia mimiliki kebutuhan untuk
7

keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain dan alam menyebabkan manusia mengalami kesepian, keterasingan,dan depersonalisasi. Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis, ia membutuhkan keberanian. Keberanian untuk ada. Usaha untuk menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari keberadaan kita. Kebutuhan akan diri berkaitan dengan kebutuhan untuk menjalani hubungan yang bermakna dengan orang lain. Jika hidup dalam keadaan tidak memiliki hubungan yang bermakna dan nyata dengan orang lain, maka kita mengalami perasaan

terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan. Salah satu fungsi konseling adalah membantu klien untuk membedakan kebergantungan yang neorotik kepada orang lain dan hubungan konselings dimana hubungan kedua belah pihak ditingkatkan. Kita adalah makhluk relasional, dalam artian bahwa kita bergantung pada hubungan dengan orang lain dengan kemanusian kita. Kita memiliki kebutuhan untuk menjadi orang yang berarti dalam dunia orang lain, dan kita butuh akan perasaan bahwa kehadiran orang lain penting dalam dunia kita. Apabila kita bisa menerima orang lain dalam kehidupan kita maka kita mengalami hubungan yang bermakna. d. Dalil 4 : Pencarian makna, Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangan untuk merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian maknadan identitas pribadi. Konseling eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu klien dalam usahanya mencari makna hidup dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan oleh konselings kepada kliennya adalah : Apakah anda menyukai arah hidup anda?, Apakah anda puas atas apa anda sekarang dan akan menjadi apa anda?, Apakah anda aktif melakukan sesuatu yang akan mendekatkan anda pada ideal diri anda?, Apakah anda mengetahui apa yang anda inginkan?, Jika anda bingung mengenai siapa diri anda mengenai siapa anda dan apa yang anda inginkan, apa yang kan anda
8

lakukan untuk memperoleh kejelasan?. Belajar untuk menemukan makna dalam hidup. Logokonseling, yang dikembangkan oleh Viktor Frankl, dirancang untuk membantu individu dalam menemukan makna dalam hidupnya. Menurutnya, pencarian makna dalam hidup adalah salah satu cirri manusia. Keinginan kepada pencarian makna adalah perjuangan utama manusia. Hidup tidak memiliki makna dengan sendirinya, dan manusialah yang harus menciptakan dan menemukan makna hidup ini. e. Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat hidup, Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan suatu patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih. Kecemasan sebagai sumber pertumbuhan dan bisa menjadi perangsang pertumbuhan, dalam arti bahwa kita mengalami kecemasan dengan meningkatnya kesadaran kita atas kebebasan dan atas konsekuensi-konsekuensi dari penerimaan ataupun penolakan kebebasan kita itu. Sebenarnya, apabila kita membuat suatu putusan yang melibatkan rekontruksi hidup kita, kecemasan yang menyertai pembutan putusan itu bisa menjadi tanda bahwa kita memang telah siap untuk mengalami perubahan pribadi. f. Dalil 6 : Kesadaran atas kematian dan non-ada, Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar yang memberikan makna kepada hidup. Ketakutan terhadap kematian dan ketakutan terhadap kehidupan memiliki korelasi. Ketakutan terhadap kematian

membanyangi mereka yang takut mengulurkan tangan dan benar-benar merangkul kehidupan. Jika kita mengukuhkan hidup dan berusaha hidup pada waktu kini sepenuh-penuhnya, kita tidak akan dihantui oleh berakhirnya kehidupan. Jika kita takut mati, maka kita juga takut hidup, seakan-akan kita mengatakan kita takut mati karena kita belum pernah benar-benar hidup. g. Dalil 7 : Perjuangan untuk aktualisasi diri, Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki dorongan, bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungan kea rah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan
9

perjuangan demi aktualisasi potensi-potensi secara penuh. Jika seseorangg mampu mengaktualkan potensi-potensinya sebagai pribadi maka dia kan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat.

2.3

Tujuan Eksistensial Humanistik Eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik

dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Bugental (1965) menyebut keontetikan sebagai urusan utama psikokonseling dan nilai eksistensial pokok. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik yaitu, 1) Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang, 2) Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan 3) Memikul tanggung jawab untuk memilih. . Meluaskan kesadaran diri konseli, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan kekuatan deterministic di luar dirinya. Selain itu juga tujuan konseling eksistensial humanistic adalah, menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan, menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri, membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri. Tujuan Konseling menurut Akhmad Sudrajat yaitu : 1. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya. 2. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan

meningkatkan self actualization seoptimal mungkin. 3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya.
10

4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya

2.4

Teknikteknik dan prosedur-prosedur Humanistik

konseling

Eksistensial-

Pendekatan konseling eksistensial humanistik mempunyai perbedaan dari kebanyakan pendekatan konseling lainnya. Pendekatan konseling eksistensial humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedurprosedur konseling eksistensial humanistik bisa diambil dari beberapa

pendekatan konseling lainnya. Misalnya saja sering diambil dari konseling Gestalt dan Analisis Transaksional. Pada pembahasan materi ini kami gunakan tehnik Gestalt yang merupakan konseling yang lebih dari sekedar sekumpulan tehnik atau permainan-permainan. Apabila interaksi pribadi antara konselings dank lien merupakan inti merupakan inti dari konseling ini, maka teknik teknik bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh dan mampu menembus jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan yang tidak terselesaikan. Teknik teknik pada konseling gestalt ini

dilakukan sesuai dengan gaya yang dimiliki oleh konselingsnya sendiri. Salah satu contohnya permainan dialog (top dog and under dog ) dan beberapa contoh lainnya. Dan juga sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan kedalam pendekatan eksistensial humanistik. Seperti yang tertulis pada buku The Search for Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokonseling

eksistensial-humanistik yang berlandaskan model psikoanalitik. Dalam buku ini juga ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menjelaskan fase kerja konseling eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neorosis eksistensial. Pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menempati kedudukan sentral dalam konseling adalah : seberapa besar saya menyadari siapa saya ini?, Bisa menjadi apa saya ini?, Bagaimana saya bisa menciptakan kembali identitas diri saya yang sekarang?, Seberapa besar kesanggupan saya untuk menerima kebebasan memilih jalan hidup saya sendiri?, Bagaimana saya mengatasi kecemasan yang ditimbulkan oleh kesadaran atas
11

pilihan-pilihan?, Sejauh mana saya hidup dari dalam pusat diri saya sendiri?, Apa yang saya lakukan untuk menemukan makna hidup ini?, Apa saya menjalani hidup, ataukah saya hanya puas atas keberadaan saya?, Apa yang saya lakukan untuk membentuk identitas pribadi yang saya inginkan?.

2.5

Langkah-langkah konseling Eksistensial Humanistik a. Proses Konseling Eksistensial yaitu : 1. Tahap pendahuluan, Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup. 2. Pada tahap tengah dari konseling eksistensial,

Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas internal mereka. 3. Tahap terakhir dari Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran Konseling adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
12

tentang proses pemberian nilai

Tahap Konseling Eksistensial Terdapat beberapa tahap yang dapat dilakukan oleh Konselor dalam Konseling eksistensial antara lain : 1. Konselor menunjukkan kepada Konseli untuk meningkatkan kesadaran diri atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, dan tujuan-tujuan pribadi. Serta menunjukkan bahwa harus ada pengorbanan untuk mewujudkan hal itu. 2. Konselor membantu Konseli dalam menemukan cara-cara Konseli menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong Konseli belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasannya. 3. Konselor membantu Konseli untuk membangkitkan keberaniannya mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutannya, dan kemudian mengajak Konseli untuk tidak bergantung dengan orang lain secara neurotik. 4. Konselor membantu Konseli dalam menciptakan suatu sistem

berlandaskan cara hidup yang konsisten. 5. Konselor membantu Konseli untuk menemukan makna hidupnya. 6. Konselor membantu Konseli untuk mentoleransi segala bentuk ketakutan dan kecemasan sebagai bentuk pembelajaran yang penting dalam hidup. 7. Konselor mendorong atau memotivasi Konselinya untuk mewujudkan aktualisasi diri.

2.6

Peran Konselor dan Konseli serta Hubungan Konselor dan Konseli a. Peran Konselor pada Pendekatan Eksistensial 1. Konselor hendaknya selalu menghargai dan menghormati konseli apa adanya. 2. Konselor mampu untuk menjadikan dirinya sebagai alat perubah pribadi konseli dengan jalan membuka pengalaman terhadap konsep diri konseli. 3. Menghilangkan kepura puraan, dan bersifat otentik.
13

4. Konselor memegang kunci bahwa pendekatan konseling berpusat pada pribadi yang difokuskan secara bertanggung jawab. 5. Konselor menekankan pada sikap konseli untuk menerima dan memahami dirinya. b. Peran Konseli pada Pendekatan Eksistensial 1. Konseli mulai sadar dan dapat menemukan alternative tentang pandangan yang riil. 2. Konseli aktif untuk mengetahui penyebab dari kecemasan dan ketakutan. 3. Konseli berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab penuh. Model Peran Konselor Model peran konseling sebagai berikut : 1. Memahami dunia konseli dan membantu konseli untuk berfikir dan mengambil keputusan atas pilihannya yang sesuai dengan keadaan sekarang. 2. Mengembangkan kesadaran, keinsafan tentang keberadaannya sekarang agar konseli memahami dirinya bahwa manusia memiliki keputusan diri sendiri. 3. Konselor sebagai fasilitator memberi dorongan dan motivasi agar konseli mampu memahami dirinya dan bertanggung jawab menghadapi reality. 4. Membentuk kesempatan seluas luasnya kepada konseli, bahwa putusan akhir pilihannya terletak ditangan konseli. Dalam buku Gerald Corey, May ( 1961 ) memandang tugas konselor diantaranya adalah membantu konseli agar menyadari keberadaanya dalam dunia : Ini adalah saat ketika konseli melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan sebagai subyek yang memiliki dunia. Frankl ( 1959 ) menjabarkan peran konselor sebagai spesialis mata ketimbang pelukis, yang bertugas memperluas dan memperlebar lapangan visual konseli sehingga secara keseluruhan dari makna dan nilai nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh konseli. Untuk contoh mengenal bagaimana seorang konselor yang berorintasi eksistensial bekerja dalam pertemuan konseling, maka konselor akan bertindak sebagai berikut :

14

1. Memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh konseli 2. Terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh konseli 3. Meminta kepada konseli untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang tak pasti 4. Menantang konseli untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan dan memberikan penilaian terhadap penghindaraan itu 5. Mendorong konseli untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai konseling dengan bertanya Jika anda bisa secara ajaib kembali kepada cara anda ingat kepada diri anda sendiri sebelum konseling, maukah anda melakukannya sekarang ? 6. Beritahukan kepada konseli bahwa ia sedang mempelajari apa yang dialaminya sesungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa dia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa dia akan mengalami kecemasan atau ketidakpastian putusan-putusan yang dibuat, dan bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupannya di dunia yang sering tampak tak bermakna. c. Hubungan antara Konselor dan Konseli (Peran Konselor) Hubungan konseling sangat erat bagi konselor eksistensial. Penekanan diletakkan pada pertemuan antarmanusia dan perjalanan bersama alih-alih pada teknik-teknik yang mempengaruhi konseli. Isi pertemuan konseling adalah pengalaman konseli sekarang bukan masalah konseli. Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada di sini dan sekarang. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung. Pola hubungan : 1. Hubungan konseli adalah hubungan kemanusiaan. Konselor berstatus sebagai partner konseli, setara dengan konseli sehingga hubungannnya berada dalam situasi bebas tanpa tekanan.
15

2. Konseli sebagai subjek bukan obyek yang dianalisis dan didiagnosis. 3. Konselor harus terbuka baik kepribadiannya dan tidak pura pura.

Dalam menulis tentang hubungan konseling, Sidney Jourard (1971) mengimbau agar konselor, melalui tingkah lakunya yang otentik dan terbuka, mengajak kepada keotentikan, Jourard meminta agar konselor membangun hubungan Aku-Kamu, di mana pembukaan diri konselor yang spontan menunjang pertumbuhan dan keotentikan konseli. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Jourard (1971, hlm. 142-150), Manipulasi melahirkan kontramanipulasi. Pembukaan diri melahirkan pembukaan diri pula. Ia juga menekankan bahwa hubungan konseling bisa mengubah konselor sebagaimana ia mengubah konseli. Hal itu berarti bahwa siapa yang menginginkan apa dan pertumbuhannya tidak berubah, tidak perlu menjadi konselor. Jourard adalah salah satu contoh yang baik tentang seorang konselor yang mengembangkan gaya diri yang berorientasi humanistik. Ia menunjukkan bahwa menjadi unik, otentik, dan menggunakan teknik-teknik yang beragam dalam kerangka humanistik adalah suatu hal yang mungkin. Jourard tetap berpendapat bahwa jika konselor menyembunyikan diri dalam pertemuan konseling, maka dia terlibat dalam tingkah laku tidak otentik yang sama dengan yang menimbulkan gejala-gejala pada diri konseli. Menurut Jourard, cara untuk membantu konseli agar menemukan dirinya yang sejati, serta agar tidak menjadi asing dengan dirinya sendiri adalah, konselor secara spontan membukakan pengalaman otentiknya kepada konseli pada saat yang tepat dalam pertemuan konseling. Sidney Jourad (1971) mendesak konselor untuk mengajak konseli mereka benar-benar menunjukkan keotentikan dirinya melalui perilaku yang otentik dan pengungkapan diri. Oleh karena itu konselor mengajak konseli untuk tumbuh dengan mencontoh perilaku otentik. Mereka bisa menjadi transparan apabila dianggap cocok untuk diterapkan dalam hubungan itu, dan sifat kemanusiaannya bisa menjadi stimulus untuk diambil potensi riilnya oleh konseli.

16

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Konseling eksistensial-humanistik berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita
17

lakukan. Yang paling diutamakan dalam konseling eksistensial-humanistik adalah hubunganya dengan klien. Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam situasi konseling merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif. Ada tiga tahap dalam proses konseling eksistensial-humanistik. Dan tidak ada teknik khusus yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik. Kecocokannya untuk diterapkan di Indonesia terletak pada pendapat kalangan eksistensial tentang kebebasan dan control dapat bermanfaat untuk menolong klien menangani nilainilai budaya mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Jadi dapat dikatakan di sini bahwa konselor berperan sebagai cermin pemantul, di mana klien dapat melihat dirinya sendiri dalam proses konseling yang mengakibatkan klien sadar akan kekurangannya, yang selanjutnya klien akan mampu mengidentifikasi

3.2

Saran Sebagai calon konselor, kita harus sangat memahami model-model dalam

konseling secara menyeluruh dan utuh, sehingga dapat membantu klien kita secara tepat, efektif dan pula efisien.

18

DAFTAR PUSTAKA

Buku Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi Gerald Corey Amira Diniati (2009), teori-teori konseling, Pekanbaru : Daulat Riau Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama Gerald, Corey. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung : PT ERESCO

Anda mungkin juga menyukai