Anda di halaman 1dari 19

KARYA TULIS (MAKALAH)

PENERAPAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK TERHADAP


STRATEGI PEMBELAJARAN GURU DI MI

Oleh :
AHYARUDIN, S.Pd.I
NIP. 19780405 200710 1 003

KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI (MIN) 2 MUARA ENIM
2012

PENERAPAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK TERHADAP STRATEGI


PEMBELAJARAN GURU DI MI
Oleh : Ahyarudin, S.Pd.I (Guru MIN 2 Muara Enim)

A. Latar Belakang
Secara kodrati di dunia ini tidak terlepas dari dunia pendidikan. Pendidikan ini
berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, melalui pendidikan
ini seorang dapat memperoleh berbagai kemudahan dalam rangka mengembangkan
potensi-potensinya itu.
Salah-satu bentuk usaha pendidikan yang sangat efektif adalah melalui jalur
proses belajar. Oleh karena itu, hingga dewasa ini hampir semua tempat didirikan
lembaga-lembaga pendidikan (sekolah). Kali ini tidak lain karena di sekolah dapat
dilakukan proses pembelajaran secara terprogram dan juga teratur.
Di dalam proses belajar mengajar guru menggunakan strategi belajar mengajar
yang inovatif. Strategi merupakan upaya untuk mencapai tujuan, jadi strategi
pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Rendahnya pendidikan nasional karena
tenaga pengajar yang tidak sepenuh hati menjadi guru. Kesadaran untuk memajukan
pendidikan amat rendah akibatnya guru menggunakan strategi belajar mengajar yang
buruk seperti (CBSA) catat buku sampai habis, atau sistem KTGP (kasih tugas guru
pulang ).
Guru yang baik adalah melihat anak didik sebagai individu yang harus
dihormati dan dihargai. Selaku insan manusia ia patut untuk dididik dengan
semestinya, maka dari itu hargai dia dengan membebaskan anak didik untuk berbicara
atau berpendapat sesuai dengan tingkat pola pikinya, bebaskan ia dari kursi dan meja
yang memborgolnya dengan mengatur tata kelas yang membuatnya bebas dalam
mengeluarkan potensinya serta memberikan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh
anak didik.
Guru menyadari bahwa setiap anak didik berbeda-beda dan unik maka strategi
belajar mengajar (SBM) harus bertuju kepada anak didik. Sangat sulit untuk

menerapkan SBM yang tepat untuk setiap anak pada kelas. Karena itu guru harus
mempelajari proses perkembangan dan pertumbuhan fisik dan psikis anak didik secara
umum khususnya di Madrasah Ibtidaiyah. Anak usia sekolah dasar menuntut guru
untuk dapat memahami karakteristik masing-masing anak dalam proses pembelajaran.
Maka guru harus berpedoman pada psikologi perkembangan anak dalam menyusun
kegiatan belajar mengajar.
Psikologi memberikan landasan dan kontribusi yang signifkan

dalam

memahami perkembangan peserta didik baik secara individu maupun secara


kelompok, dan memahami serta menerapkan gagasan pokok dari berbagai teori. Piaget
dalam Natawidjaja(2007) berasumsi bahwa cara berfikir anak berbeda-beda sesuai
tingkat umurnya. Perubahan dalam perkembangan kognitif anak berlangsung menurut
tahapan yang jelas.
Dalam realitasnya, pembelajaran di sekolah dasar masih ada yang
menggunakan strategi pembelajaran yang hanya berupaya untuk menghabiskan materi
pembelajaran semata sehingga kurang memberi makna bagi peserta didik.

Oleh

karena itu, agar aktivitas pembelajaran mampu memberikan makna bagi peserta didik
yang belajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu
mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan peserta didik sehari-hari. Ciri utama
pembelajaran yang bermakna adalah ketika peserta didik dapat merasakan manfaat
dari materi pelajaran yang dipelajarinya di sekolah dalam kehidupan sehari-hari
(Dryden dan Jeannette Vos dalam Achmad(2009)).
Aspek lain bagaimana supaya belajar dapat membangkitkan semangat siswa
dalam belajar adalah menjelaskan tujuan, dengan penjelasan ini anak dibebaskan
menentukan pilihan dengan cara apa dia mencapai tujuan tersebut. Selain itu anak
dapat mengetahui manfaat pembelajaran dan proses belajar mengajar lebih terfokus.
Beberapa aspek lain juga yang harus dipikirkan dalam memilih strategi belajar
mengajar yakni berpusat pada anak untuk aktif, keadaan anak didik ( mood, kondisi,
kesehatan, usia anak didik, bakat, minat, dan lain-lain), materi (materi ajar, bobot
materi), serta standar kompetensi dan kompetensi dasar.
B. Pembahasan
I.

Psikologi Pendidikan Anak


Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu
3

sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi
oleh alam sekitar. Selanjutnya menurut Heryawan(2009), Psikologi berasal dari kata
psyche yang artinya jiwa dan logos ilmu pengetahuan. Mengingat jiwa seseorang
dapat diketahui,diselidiki melalui prilakunya,maka psikologi sering dikatakan Ilmu
yang mempelajari prilaku manusia. Karena prilaku seseorang adalah hasil interaksi
antara dirinya dengan lingkungan maka prilaku harus dipelajari dalam hubungan
dengan lingkungannya.
Psikologi

pendidikan

anak

adalah

suatu

disiplin

psikologi

yang

berhubungan dengan masalah-masalah kependidikan anak didik, terutama


mencakup masalah belajar dan belajar-mengajar. Dengan guru memahami
psikologi pendidikan anak merupakan modal dasar dalam strategi belajar mengajar
siswa. Tugas guru tidak pernah lepas dari aspek-aspek strategi belajar mengajar siswa.
Tugas guru tidak pernah lepas dari aspek-aspek psikologis yang melatarbelakangi anak
didiknya dalam proses belajar-mengajar karena itu penting sekali guru memahami dan
dibekali dengan prinsip-prinsip dasar psikologis untuk mendukung peran guru yang
harus mempersiapkan , melaksanakan , mengevaluasi dan membimbing proses belajarmengajar. (Nurfitria,2009)
II. Perkembangan dan Proses Belajar Anak
Psikologi memberikan landasan dan kontribusi yang signifkan

dalam

memahami perkembangan peserta didik baik secara individu maupun secara


kelompok, dan memahami serta menerapkan gagasan pokok dari berbagai teori.
Beberapa teori psikologi yang penting dan sangat berperan dalam memahami
perkembangan peserta didik dan proses pembelajaran antara lain sebagai berikut
(Natawidjaja dkk, 2007) :
a. Teori kognitif (cognitive Theory)
Menurut psikologi kognitif, manusia memiliki cara tersendiri untuk membuat
kemajuan intelektual. Menurut Piaget, kemajuan atau perkembangan intelektual
didasarkan pada dua fungsi pada aktivitas kognitif manusia yaitu, organisasi dan
adaptasi. Organisasi memberi kemampuan pada organisme untuk mensistematikkan
atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistemsistem yang teratur dan berhubungan. Dengan organisasi struktur fisik dan struktur
psikologis diintegrasikan menjadi struktur intelektual tingkat tinggi.

Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk beradaptasi. Arti adaptasi


disini adalah adaptasi terhadap informasi yang datang dari "luar" ke dalam kognisi.
Adaptasi ini dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses
asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk
menanggapi masalah yang datang dari luar. Asimilasi dapat diartikan sebagai
penyerapan dan pengintegrasian pengalaman-pengalaman baru kepada stuktur
intelektual yang sudah ada. Dalam istilah perkembangan intelektual, Anak telah
mengalami proses belajar. Karena disini anak telah dapat menentukan hubungan antara
pengalaman yang telah ia miliki dengan masalah yang datang dari luar (stimulus) dan
merespon stimulus tersebut sehingga anak menjadi paham. Skema Piaget digambarkan
sebagai berikut.
Skema Piaget
SKEMA
ASIMILASI

AKOMODASI

Melalui skema di atas, pemahaman kognitif yang terbentuk dalam diri anak
terorganisasi membangun satu kelompok pemikiran dan tindakan yang sama.
Proses asimilasi dan akomodasi dapat diterapkan pada kegiatan belajar di kelas.
Adakalanya perkembangan kognitif siswa sebagian tergantung pada akomodasi.
Berdasarkan hasil studi Piaget , terdapat lima faktor yang mempengaruhi
seseorang pindah tahap perkembangan intelektualnya. Kelima faktor itu adalah:
kematangan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), pengalaman logika
matematika (logico-methematical experience), transmisi sosial (social transmission),
dan ekuilibrasi (equlibration).
b.

Teori behaviourisme
Ada sejumlah konsep belajar yang dikembangkan oleh kaum behavioris untuk

mengefektifkan pengaruh lingkungan terhadap hasil belajar. Metode yang paling


primitif adalah metode pelaziman klasik (classical conditioning). Operan kondisioning
yang dikembangkan oleh Skinner adalah suatu bentuk belajar dimana suatu respon
5

meningkat frekuensinya sebagai hasil penguatan (reinforcement) yang mengikutinya.


Jika perilaku diikuti oleh akibat yang diinginkan, maka frekuensi perilaku itu akan
cenderung meningkat. Jika perilaku tidak memberikan hasil, frekuensi perilaku itu
berkurang dan mungkin akan lenyap.
Operant conditioning berkaitan dengan proses memperteguh respon yang baru
dengan mengasosiasikannya pada stimuli tertentu berkali-kali. Oleh karenanya
pelaziman operant sering menggunakan peneguhan (reinforcement) untuk memperkuat
hasil belajar yang diharapkan. Pada operant conditioning inilah dikenal prinsip
ganjaran (reward) dan hukuman (punishment). Jika setiap kelompok yang paling tertib
dalam melakukan praktikum selalu dipuji guru, maka kelompok tersebut akan
cenderung mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerjanya. Jika setiap seorang
siswa tiba-tiba mengajukan pertanyaan pada saat guru mendemonstrasikan alat atau
menjelaskan konsep, kemudian guru meng-abaikannya atau bahkan menghardiknya,
maka keengganan siswa untuk bertanya akan makin kuat menjadi perilaku siswa.
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman.
Teori belajar sosial memiliki beberapa konsep dasar. Konsep-konsep tersebut adalah:
a. Pemodelan (modelling), seseorang belajar dengan cara meniru perilaku orang lain
dan pengalaman vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain;
b. Fase Belajar, terdiri dari fase perhatian terhadap model (attentional phase), fase
mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention
phase), fase menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction
phase) dan fase motivasi (motivation phase) ketika siswa berkeinginan mengulangulang perilaku model yang mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif dari
lingkungan;
c.

Belajar Vicarious, seseorang belajar dengan melihat apakah orang lain diberi
ganjaran atau hukuman waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu;

d. Pengaturan-sendiri (self-regulation), manusia mengamati, mempertimbangkan,


memberi

ganjaran

atau

hukuman

terhadap

perilakunya

sendiri.

III. Karakteristik Anak di Madrasah Ibtidaiyah


a. Memahami Karakteristik Anak di Madrasah Ibtidaiyah
Masa usia MI (sekitar 6 - 12) ini merupakan tahapan perkembangan penting

dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Karena itu, guru
tidaklah mungkin mengabaikan kehadiran dan kepentingan mereka. Ia akan selalu
dituntut

untuk

memahami

betul

karakteristik

anak

di

MI.

Karakteristik anak usia sekolah dasar secara umum sebagaimana dikemukakan Bassett,
Jacka, dan Logan dalam Achmad berikut ini :
a.

Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia
sekitar yang mengelilingi mereka sendiri.

b.

Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira / riang

c.

Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi


suatu

d.

situasi dan mencobakan usaha-usaha baru.

Mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi


sebagaimanamereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalankegagalan

e.

Mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang
terjadi

f.

Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif dan mengajar


anak-anaklainnya.
Masa usia MI ada yang mengatakannya sebagai masa kanak-kanak akhir yang

berlangsung dari usia 6 tahun hingga kira-kira usia sebelas atau dua belas tahun. Usia
ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar,dan mulailah sejarah baru
dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para
pendidik mengenal masa ini sebagai Masa Sekolah, oleh karena itu pada usia inilah
anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal.
Seorang ahli berpendapat lagi bahwa masa usia sekolah adalah masa matang
untuk belajar, maupun masa matang untuk sekolah. Di sebut masa anak sekolah,
karena sudah menamatkan taman kanak-kanak. Disebut masa matang untuk belajar,
karena mereka sudah berusaha untuk mencapai sesuatu tetapi perkembangan aktivitas
bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan
aktifitasnya itu sendiri. Disebut masa matang untuk bersekolah, karena mereka sudah
menginginkan kecakapan-kecakapan baru yang dapat diberikan oleh sekolah.
Ada yang berpendapat bahwa masa usia sekolah sering pula disebut sebagai masa
intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini
7

secara relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelumnya dan
sesudahnya. Menurut pendapat ini, masa keserasian bersekolah ini dapat diperinci
menjadi dua fase, yaitu :
a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai umur 9 atau
10. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain :
1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan
jasmani dan prestasi sekolah.
2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan
yang tradisional.
3) Ada kecenderungan memuji sendiri.
4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu dirasanya
menguntungkan untuk meremehkan anak lain
5) Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak
penting.Pada masa ini (terutama pada umur 6 -8) anak menghendaki nilai (angka
rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi
nilai baik atau tidak.
b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, yaitu kira-kira umur 9 atau 10 sampai kirakira umur 12 atau 13. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai
berikut :
1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit; hal ini
menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaanpekerjaan yang praktis.
2) Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran
khusus, yang oleh ahli-ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai
menonjolnya faktor-faktor.
4) Sampai kira-kira umur 11 anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa
lainnya, untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya; setelah
kira-kira umur 11 pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan
bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.
5) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat
(sebaik-baiknya)mengenai prestasi sekolah.
6) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk

dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi
terikat kepada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat peraturan
sendiri.
Dengan memperhatikan segi individualitas dan karakteristik anak usia
sekolah dasar serta berbagai dimensi perkembangannya, maka seorang guru tidak
asal suka begitu saja mengembangkan pengajaran di sekolah / di kelasnya. Ia
dituntut dalam mengembangkan sistem pengajarannya, tidak menyimpang dari
prinsip-prinsip psikologis yang ada. Kenyataan ini, menjadi alasan kuat mengapa
sistem pengajaran yang dikembangkan guru diharapkan akan semakin dapat
melayani kebutuhan peserta didik individual (individually guided education) dan
pengajaran itu benar-benar menjadi menarik dan bermakna bagi anak.
b. Aspek-aspek Psikologis dan Fisik dalam Memahami Karakteristik Anak di MI
Dalam memahami karakteristik anak di MI maka aspek-aspek psikologis
dan fisik yang penting dalam perkembangan pada masa anak sekolah diuraikan
antara lain beberapa cirinya seperti faktor intelektual, faktor kognitif, faktor verbal
dan faktor emosi.
1. Faktor Intelektual
Faktor intelektual dari murid ialah kemampuan untuk berhubungan dengan
lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya
konsep dan berbagai lambang / simbol (huruf, angka, kata, gambar).
Intelektualisme bisa diartikan sebagai akal atau pikiran. Pikiran mempunyai
kedudukan yang boleh dikata menentukan. Karena itulah kewajiban kita para
pendidik, disamping mengembangkan aspek-aspek lain dari anak-anak didik kita
untuk memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi perkembangan pikiran itu.
Berfikir dan bahasa adalah demikian erat hubungannya, karena itu perkembangan
bahasa yang baik adalah syarat yang harus dipenuhi untuk perkembangan pikiran
yang baik.
Berpikir merupakan suatu proses pengenalan dan pengingatan fakta-fakta,
pemahaman hubungan, persamaan, perbedaan, dan sebab akibat. Anak-anak pada
usia MI cepat sekali mengenal dan menghafal nama orang, benda, binatang,

tanaman dan sebagainya, apalagi kalau disertai dengan peragaan.

Penguasaan

kosakata dimulai pada usia enam tahun dan secara berangsur semakin cepat pada
usia MI. Perkembangan kemampuan berbahasa pada usia ini dapat dipercepat
dengan penggunaan media komunikasi, baik dalam pembelajaran di kelas maupun
dalam kehidupan sehari-hari. (Natawidjaja dkk, 2007)
Menurut Gagne dalam Achmad (2009) Kemahiran intelektual seseorang
semakin meningkat, dengan semakin menguasai cara berfikir yang tidak berperaga.
Dalam berfikir tidak berperaga sangat menonjolkan manfaat dari apa yang disebut
Kemahiran

Intelektual,

dimana

orang

memperoleh

pemahaman

dan

menggunakan konsep, kaidah dan prinsip. Di sini pula terdapat Berfikir


Intelektual yaitu berfikir dengan mencari dan menggunakan pemahaman melalui
penguasaan konsep dan relasi-relasi antara konsep itu. Demikian juga pemahaman
semacam itu disebut Pemahaman Intelektual.
2. Faktor Kognitif
Ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentukbentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, entah objek itu
orang, benda atau kejadian / peristiwa. Oleh karena itu kemampuan kognitif ini,
murid dapat menghadirkan realitas dunia di dalam dirinya sendiri, dari hal-hal yang
bersifat material dan berperaga seperti perabot rumah tangga, kendaraan, bangunan
dan orang, sampai hal-hal yang tidak bersifat material dan berperaga seperti ide
Keadilan, Kejujuran dan lain sebagainya. Jelaslah kiranya, bahwa semakin
banyak pikiran dan gagasan dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam
pikiran kognitif orang itu.
Dalam perkembangan berfikir, pada usia MI awal (6-7) kemampuan berfikir
anak berada pada tahap pemikiran intuitif atau berpikir khayal. Anak sangat kaya
dengan fantasi dan setiap benda dapat diperankan sebagai apa saja. Pada usia
selanjutnya (7-12) kemampuan anak lebih tinggi, tetapi terbatas pada berpikir
konkret. Anak belum mampu berpikir abstrak (Piaget, dalam Natawidjaja dkk
2007).

Desain strategi dan Penggunaan media pembelajaran sangat dibutuhkan

dalam proses pembelajaran pada masa ini.


Adapun termasuk dalam aktivitas kognitif ini yaitu :

1). Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa
pengetahuannya berasal dari masa lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang
diperoleh dimasa lampau. Ada dua bentuk mengingat yaitu : mengenal kembali
dan mengingat kembali. Murid dapat belajar untuk mengingat kembali dengan
lebih baik, terutama dengan memperlihatkan dan mempelajari materi yang harus
diingat kelak dengan sungguh-sungguh.
2). Berfikir, siswa berhadapan dengan objek-objek yang diwakili dalam kesadaran.
Jadi, orang tidak langsung menghadapi objek secara fisik seperti terjadi dalam
mengamati sesuatu bila melihat, mendengar dan meraba. Dalam berfikir, objek
hadir dalam bentuk representasi. Bentuk-bentuk representasi yang paling pokok
adalah tanggapan pengertian atau konsep dan lambang verbal.
3. Faktor Verbal
Yang dimaksudkan faktor verbal pada masa usia sekolah adalah
pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bahasa. Oleh
karenanya masa pra sekolah merupakan periode yang kritis dalam pola
pengembangan bahasa anak. Masa pra sekolah atau masa kanak-kanak akhir
merupakan usia yang ideal untuk belajar keterampilan-keterampilan yang tidak
hanya berguna baginya pada masa itu akan tetapi juga merupakan pondasi bagi
keterampilan-keterampilan tinggi yang terkoordinasi yang diperlukan di kemudian
hari. Anak merasa senang mengulang-ulang sesuatu kegiatan sampai benar-benar
menguasainya. Ia suka berpetualang, tidak merasa takut terhadap ancamanancaman bahaya ataupun cemoohan teman-teman.
4. Faktor Emosional
Masa pra sekolah merupakan periode memuncaknya emosi yang ditandai
dengan munculnya Tantramus rasa takut yang kuat, dan meledaknya cemburu
yang tidak beralasan. Pada masa ini telah terlihat perbedaan-perbedaan dalam
emosi dan pola ekspresinya dapat ditafsirkan dengan segera. Ketegangan emosi
pada anak-anak ini sebagian disebabkan oleh kelelahan karena terlalu lama
bermain, kurang tidur siang, dan terlalu sedikit makan sehingga tidak sesuai dengan
kebutuhan jasmaniah.
Menginjak masa sekolah, anak segera menyadari bahwa pengungkapan
11

emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Dengan demikian ia


mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar mengendalikan, dan mengungkapkan
emosinya.Stagner dalam Achmad (2009) menunjukkan bahwa jika guru selalu
dalam ketegangan psikologis maka murid-muridnya pun mengalami ketegangan
psikologis seperti yang dialami gurunya. Guru yang pemarah, pengomel dan
cerewet, menyebabkan muridnya meniru tingkah laku gurunya itu, dan hal ini
menimbulkan gangguan perkembangan emosi anak. Semakin bertambah umur
anak, ia akan memperlihatkan pengulangan respon emosionalnya yang semakin
meningkat yang dikenal oleh orang dewasa sebagai gembira, marah, takut,
cemburu, bahagia, ingin tahu, iri dan benci.

IV. Strategi Pembelajaran Guru di Madrasah Ibtidaiyah


a. Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan
oleh seorang

guru untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan

memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang


pada akhir tujuan pembelajaran dapat dikuasainya diakhir kegiatan belajar (Uno,
2007:2).
Disisi

lain,

strategi

pembelajaran

adalah

pendekatan

menyeluruh

pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran yang berupa pedoman umum dan
kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan
dari pandangan falsafah dan atau teori belajar tertentu (Miarso, 2004:530)
Jadi strategi pembelajaran

adalah keputusan guru dalam menetapkan

berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan, sarana dan prasarana yang akan
digunakan, termasuk jenis media yang digunakan, materi yang diberikan, dan
metodologi yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.Dengan
kata lain, strategi pembelajaran adalah suatu kondisi yng diciptakan oleh guru
dengan sengaja (seperti metode, sarana dan prasarana, materi, media, dan
sebagainya) agar peserta didik difasilitasi dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang ditetapkan.

b. Komponen-komponen Strategi Pembelajaran


Komponen-komponen strategi pembelajaran adalah:
1. Tujuan pengajaran
Tujuan pengajaran merupakan acuan yang dipertimbangkan untuk memilih
strategi belajar mengajar.
2. Guru
Masing-masing guru berbeda dalam pengalaman, pengetahuan, kemampuan
menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan hidup dan wawasan.
Perbedaan ini mengakibatkan adanya perbedaan dalam pemilihan strategi belajar
mengajar yang digunakan dalam program pengajaran.
3. Peserta didik
Dalam kegiatan belajar mengajar peserta didik mempunyai latarbelakang yang
berbeda-beda, hal ini perlu dipertimbangkan dalam menyusun strategi belajar
mengajar yang tepat
4. Materi pelajaran
Materi pelajaran dapat dibedakan antara materi formal (isi pelajaran dalam buku
teks resmi/buku paket di sekolah) dan materi informal (bahan-bahan pelajaran
yang bersumber dari lingkungan sekolah)
5. Metode pengajaran
Ada berbagai metode pengajaran yang perlu dipertimbangkan dalam strategi
belajar mengajar
6. Media pengajaran
Keberhasilan program belajar mengajar tidak tergantung dari canggih atau
tidaknya media yang digunakan, tetapi dari ketepatan dan keefektifan media
yang digunakan.
7. Faktor administrasi dan finansial
Terdiri dari jadwal pelajaran, kondisi gedung dan ruang belajar.
c. Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran
Konsepsi pembelajaran modern menuntut peserta didik kreatif, responsif,
dan aktif dalam mencari, memilih, menemukan, menganalisis, menyimpulkan dan
melaporkan hasil belajarnya.

Model pembelajaran semacam ini hanya dapat

terlaksana dengan baik apabila guru mampu mengembangkan strategi pembelajaran


yang efektif.

Mengingat terdapat berbagai strategi pembelajaran yang dapat

13

digunakan oleh guru, namun tidak semua sama efektifnya dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Untuk itu, dibutuhkan kreativitas guru dalam mengembangkan dan
memilih strategi pembelajaran yang efektif.

Oleh karena itu perlu diciptakan

proses pembelajaran yang menantang dan merangsang otak (kognitif), menyentuh


dan menggerakkan perasaan (afektif), dan mendorong peserta didik untuk
melakukan

kegiatan

(motorik)

serta

bila

memungkinkan

peserta

didik

mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan dalam suasana konkret (Soedijarto


dalam Warsita, 2008).
Dengan kreativitas, guru diharapkan dapat memilih strategi pembelajaran
yang tepat untuk setiap kegiatan pembelajaran. Pemilihan strategi pembelajaran
dapat berdasarkan pada pertimbangan atau kriteria sebagai berikut : a) tujuan
belajar, yaitu jenis dan jenjangnya;b) materi atau isi pelajaran, yaitu sifat,
kedalaman, dan banyaknya; c) peserta didik, yaitu latar belakang, motivasi, gaya
belajar serta kondisi fisik dan mentalnya; d) tenaga kependidikan yaitu jumlah,
kualifikasi, dan kompetensinya; e) waktu, yaitu lama dan jadwalnya; f) sarana yang
dapat dimanfaatkan; dan g) biaya (Miarso, 2004:532).
Pemilihan strategi pembelajaran hendaknya ditentukan berdasarkan kriteria
berikut: a) orientasi strategi pada tugas pembelajaran; b) relevan dengan isi atau
materi pembelajaran; c) metode dan teknik yang digunakan difokuskan pada tujuan
yang ingin dicapai; d) media pembelajaran yang digunakan dapat merangsang indra
peserta didik secara simultan (Hamzah B. Uno, 2007:9).
Dalam setiap pemilihan strategi pembelajaran, kita perlu mengajukan dua
pertanyaan sebagai berikut: 1) seberapa jauh strategi yang disusun itu didukung
dengan teori-teori psikologi dan teori instruksional yang ada? 2) seberapa jauh
strategi yang disusun itu efektif dalam membuat peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan ? (Suparman, 2004:207).
d. Bentuk strategi pembelajaran Guru di MI
Ada berbagai macam strategi yang dapat dilakukan oleh guru sekolah dasar
untuk dapat meningkatkan performansi dari proses belajar mengajar itu sendiri
yaitu:
1. Tidak memberi perlakuan diskriminatif atas dasar gender. Hal itu ditujukan
untuk menyetarakan antara peran anak perempuan dan laki-laki sehingga

nantinya tidak ada hambatan pada proses pebelajaran di sekolah itu sendiri dan
tidak menghambat interaksi interpersonal dengan teman sebayanya.
2. Memberikan berbagai bentuk permainan. Melalui berbagai bentuk permainan
diharapkan anak-anak memiliki affiliasi yang baik dengan teman sebayanya,
dapat sebagai media melepaskan ketegangan, meningkatkan perkembangan
kognitif, penjelajahan, dan sebagai tempat berlindung yang aman dari kegiatankegitan yang secara potensial berbahaya.
3. Menggunakan bahasa yang tidak terlalu sulit untuk dipahami oleh anak-anak.
Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pemprosesan informasi oleh anakanak dalam menangkap informasi yang diberikan oleh para pengajar.
4. Bersikap tenang, hangat, mudah beradaptasi, fleksibel, dan mengetahui
perbedaan-perbedaan individual. Hal itu memberi pengaruh yang kuat bagi
prestasi untuk para murid-muridnya karena murid-murid akan cenderung
menyukai guru seperti itu
e. Implikasi Strategi pembelajaran pada peningkatan efektifitas pembelajaran di MI
Menurut Panji (2009), Batasan belajar mengajar yang bersifat umum
mempunyai empat dasar strategi, yaitu :
1. Mengindentifikasi serta menetapkan tingkah laku dan kepribadian anak didik
sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan perubahan zaman.
2. Mempertimbangkan dan memilah sistem belajar mengajar yang tepat untuk
mencapai sasaran yang akurat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
4. Menetapkan norma - norma dan batas minimal keberhasian atau kreteria serta
standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam
melakukan evaluasi hasil belajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik
untuk

penyempurnaan

sistem

instruksional

yang

bersangkutan

secara

keseluruhan.
Dari keempat uraian di atas jika di terapkan dalam konteks kegiatan belajar
mengajar maka strategi belajar mengajar pada dasarnya memiliki implikasi sebagai
berikut:

15

a. Proses mengenal karakteristik dasar anak didik yang harus dicapai melalui
pembelajaran.
b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan kultur, aspirasi dan
pandangan filosofi masyarakat.
c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik mengajar.
d. Menetapkan norma - norma atau kreteria - kreteria keberhasilan belajar.
Pembelajaran yang efektif adalah belajar yang bermanfaat dan bertujuan
bagi peserta didik, melalui pemakaian prosedur yang tepat (Miarso, 2004:536).
Menurut Warsita (2008:290) Berbagai strategi belajar dan pembelajaran inovatif,
sebagai bentuk aplikasi konsep teknologi pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1). Resources based learning atau pembelajaran berbasis aneka sumber (BEBAS)
Strategi pembelajaran ini memiliki karakteristik yaitu peserta didik
diberikan atau disediakan berbagai ragam dan jenis sumber belajar baik cetak (buku
teks, modul, LKS dan lain-lain) maupun noncetak (CD/DVD, CD-ROM, bahan ajar
online) atau sumber belajar orang lain (orang, alat, lingkungan dan lain-lain) yang
relevan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Kemudian, peserta didik

diberikan tugas untuk melakukan aktivitas belajar tertentu dan semua sumber
belajar yang mereka butuhkan telah disediakan.
2). Case/problem based learning atau case based learning
Strategi pembelajaran ini memiliki karakteristik yaitu peserta didik
diberikan suatu permasalahan terstruktur untuk dipecahkan.

Dalam case-based

learning solusi pemecahan masalahnya sudah jelas karena skenario sudah dibuat
dengan jelas.

Sedangkan pada problem-based learning kemungkinan solusi

pemecahan masalahnya akan berbeda-beda antara peserta didik yang satu dengan
peserta didik yang lain.
3). Simulation based learning
Strategi pembelajaran ini memiliki karakteristik yaitu peserta didik diminta
untuk mengalami suatu peristiwa yang sedang dipelajari. Sebagai contoh peserta
didik diharapkan dapat membedakan perubahan percampuran warna-warna dasar.
Maka dengan melalui suatu software tertentu (misal virtual lab) peserta didik dapat
melakukan berbagai percampuran warna dan melihat perubahan-perubahan

warnanya. Selanjutnya, peserta didik dapat mencatat laporannya dalam bentuk


tabel dengan menggunakan MS Excell atau MS Word.
4). Colaborative based learning
Strategi pembelajaran ini memiliki karakteristik yaitu peserta didik dibagi ke
dalam beberapa kelompok, dengan kerjasama peserta didik melakukan tugas yang
berbeda untuk menghasilkan satu tujuan yang sama. Sebagai contoh, anak kelas 6A
sekolah dasar dibagi kedalam enam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran
membedakan ciri-ciri khusus hewan dan tumbuhan pada pembelajaran sains.
V. Penerapan Psikologi pendidikan anak terhadap strategi pembelajaran Guru di
Madrasah Ibtidaiyah
Salah satu tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan perilaku peserta
didiknya. Dalam hal ini, Abin Syamsuddin Makmun dalam Sudrajat (2008)
menyebutkan bahwa tugas guru antara lain sebagai pengubah perilaku peserta didik
(behavioral changes). Oleh itu, agar perilaku peserta didik dapat berkembang optimal,
tentu saja seorang guru seyogyanya dapat memahami tentang bagaimana proses dan
mekanisme terbentuknya perilaku para peserta didiknya
Usaha memahami anak didik akan berhasil dengan baik, jika guru memiliki
sifat-sifat, kemampuan, dan keterampilan tertentu yang merupakan faktor pendukung
keberhasilan anak. Guru menyadari bahwa tugas pendidik adalah menjadikan anak
didiknya berkembang optimal, maka ia pun menyadari bahwa salah satu tugasnya
yang penting adalah membantu anak agar dapat mengatasi kesulitan yang dialami
dalam mencapai perkembangan yang optimal.
Dengan guru memahami psikologi pendidikan merupakan modal dasar dalam
strategi belajar mengajar siswa. Tugas guru tidak pernah lepas dari aspek-aspek
strategi belajar mengajar siswa. Tugas guru tidak pernah lepas dari aspek-aspek
psikologis yang melatarbelakangi anak didiknya dalam proses belajar-mengajar karena
itu penting sekali guru memahami dan dibekali dengan prinsip-prinsip dasar psikologis
untuk mendukung peran guru yang harus mempersiapkan , melaksanakan ,
mengevaluasi dan membimbing proses belajar-mengajar.
Sebagai contoh, Strategi pembelajaran yang diterapkan pada Mata pelajaran

17

Sains yang ada di Madrasah Ibtidaiyah. Hal tersebut harus dilakukan berdasarkan
pertimbangan psikologis. Misalnya Usia anak kelas III MI pada umumnya berada pada
rentang usia 8-13 tahun, yang oleh Oswald Kroh dalam Hendri (2008) dimasukkan
pada masa realisme-kritis. Pada periode ini pengamatan anak bersifat realistis dan
kritis. Anak pada usia ini sudah dapat mengadakan sintese-logis, menghubungkan
bagian-bagian dari suatu kejadian menjadi satu kesatuan atau menjadi satu struktur,
memilih dan mengolah informasi untuk digunakan mengambil keputusan (Fensham;
Horsley, et al.; Yager dalam Hendri (2008).
Berdasarkan tinjauan psikologis di atas maka pembelajaran Sains di MI
diutamakan pada cara membangun pengetahuan

dengan strategi pembelajaran

berdasarkan pengamatan pada objek yang dituju, pengalaman, penyusunan gagasan,


pengujian melalui suatu percobaan atau penyelidikan dan pencarian informasi.
C. Penutup
Psikologi memberikan landasan dan kontribusi yang signifikan

dalam

memahami perkembangan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok,
dan memahami serta menerapkan gagasan pokok dari berbagai teori. Dalam memahami
karakteristik anak di MI maka aspek-aspek psikologis dan fisik yang penting dalam
perkembangan pada masa anak sekolah diuraikan antara lain beberapa cirinya seperti
faktor intelektual, faktor kognitif, faktor verbal dan faktor emosi.
Ada berbagai macam strategi yang dapat dilakukan oleh guru sekolah dasar
untuk dapat meningkatkan performansi dari strategi pembelajaran itu sendiri yaitu :
(1) Tidak memberi perlakuan diskriminatif atas dasar gender,
(2) Memberikan berbagai bentuk permainan,
(3) Menggunakan bahasa yang tidak terlalu sulit untuk dipahami oleh anak-anak,
(4) Bersikap tenang, hangat, mudah beradaptasi, fleksibel, dan mengetahui perbedaanperbedaan individual.
Dengan guru memahami psikologi pendidikan merupakan modal dasar dalam
strategi belajar mengajar siswa. Tugas guru tidak pernah lepas dari aspek-aspek strategi
belajar mengajar siswa. Tugas guru tidak pernah lepas dari aspek-aspek psikologis
yang melatarbelakangi anak didiknya dalam proses belajar-mengajar karena itu penting
sekali guru memahami dan dibekali dengan prinsip-prinsip dasar psikologis untuk

mendukung peran guru yang harus mempersiapkan , melaksanakan , mengevaluasi dan


membimbing proses belajar-mengajar.
D. Sumber Referinsi
Hendri, Edi. 2008. Implementasi Psikologi dalam Pembelajaran Sains di SD. Di
undu
pada
tanggal
20
Oktober
2009
dalam
http://researchengines.com/hendri1108.html.
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada
Media.
MK, Achmad. 2009. Memahami Karakteristik Anak Dalam Mengatasi Masalah
Belajar Murid Di SD.
Diundu pada tanggal 30 Oktober 2009 dalam
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/memahamikarakteristik-anak-dalam-mengatasi-masalah-belajar-murid-di-sekolah
Natawidjaja, Rochman dkk. 2008.
Pendidikan. Bandung: UPI Press.

Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu

Nurfitria, Karima. 2009. Psikologi Pendidikan. Diundu pada tanggal 20 Oktober


2009
dalam
http://karimanurfitria.blog.friendster.com/2009/01/psikologi_pendidikan
Sudrajat, Ahkmad. 2008. Memahami Perilaku Individu. Di undu pada tanggal 20
Oktober 2009 dalam http://Memahami Perilaku Individu AKHMAD
SUDRAJAT LET'S TALK ABOUT EDUCATION !.htm
Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar
yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Warsita, Bambang. 2008.
Jakarta: Rineka Cipta.

Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya.

19

Anda mungkin juga menyukai