1. Struktur Sosial Struktur sosial merujuk kepada pembahasan tentang unsur-unsur sosial yang terdapat dalam suatu masyarakat. Unsur-unsur sosial yang merupakan bagian dari struktur sosial tersebut yaitu: kelompok, kelas sosial, nilai dan norma sosial, serta lembaga sosial. Keseluruhan unsur sosial tersebut membentuk adanya sebuah masyarakat yang kompleks dan kadangkala diselingi dengan konflik. Tentu saja tak akan bisa menyatukan berbagai pandangan dan pemikiran dalam sebuah struktur sosial masyarakat yang begitu beragam. Ada sekelompok masyarakat yang suka ketenangan, namun di satu sisi ada struktur sosial masyarakat yang suka keramaian.
Struktur Sosial Berdasarkan Kategori Kelompok sosial merupakan salah satu bagian dari struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Suatu kelompok sosial itu cenderung statis dan jarang mengalami perubahan besar, kecuali ada perubahan besar pula dalam keseluruhan struktur sosialnya. Ada beberapa sistematik kelompok-kelompok terpenting dalam struktur sosial yaitu: a. Kategori Statistik b. Kategori Sosial c. Kategori Kelompok Sosial d. Kategori Kelompok Tidak Teratur e. Kategori Organisasi Formal
2. Masa Kanak-kanak Maria Montessori (Elizabeth B. Hurlock, 1978 : 13) berpendapat bahwa usia 36 tahun sebagai periode sensitive atau masa peka yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara pada periode ini tidak
4
terlewati maka anak akan mengalami kesukaran dalam kemampuan berbahasa untuk periode selanjutnya. Demikian pula pembinaan karakter anak. Pada periode tersebut karakter anak harus dapat dibangun melalui kegiatan dan pekerjaan. Jika pada periode ini anak tidak didorong aktivitasnya, perkembangan kepribadiannya akan menjadi terhambat. Masa-masa sensitif mencakup sensitivitas terhadap keteraturan ling-kungan, sensitivitas untuk mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, sensitivitas untuk berjalan, sensitivitas terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta sensitivitas terhadap aspek-aspek sosial kehidupan. Erikson, E. H (Helms & Turner, 1994 : 64) memandang periode ini sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan inisiatifnya, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya, maka anak akan mampu engembangkan inisiatif, dan daya kreatifnya, dan hal-hal yang produktif dalam bidang yang disenanginya. Kartini Kartono (1986:113) mengemukakan bahwa ciri khas anak masa kanak- kanak adalah sebagai berikut : (1) bersifat egosentris naif (2) mempunyai relasi sosial dengan benda-benda dan manusia yang sifatnya sederhana dan primitif (3) kesatuan jasmani dan rohani yang hampir-hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas (4) sikap hidup yang fisiognomis. Kartini Kartono menjelaskan bahwa seorang anak yang egosentris memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Sikap egosentris yang naif ini bersifat temporer, dan senantiasa dialami oleh setiap anak dalam proses perkembangannya. Kesatuan jasmani dan rohani yang tidak terpisahkan, maksudnya adalah anak belum dapat membedakan dunia batiniah dengan lahiriah. Isi lahiriah dan batiniah merupakan suatu kesatuan yang bulat, sehingga penghayatan anak diekspresikan secara spontan.
5
Anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak memberikan atribut pada setiap penghayatannya. Anak tidak bisa membedakan benda hidup dengan benda mati. Setiap benda dianggapnya berjiwa seperti dirinya, oleh karena itu anak sering bercakap-cakap dengan bonekanya, dengan kucing, dengan kelinci dan sebagainya. Batasan tentang masa anak cukup bervariasi. Dalam pandangan mutakhir yang lajim dianut di negara maju, istilah anak usia dini (early childhood) adalah anak yang berkisar antara usia 0 - 8 tahun. Bila dilihat dari jenjang pendidikan yang berlaku di Indonesia, maka yang termasuk dalam kelompok anak usia dini adalah anak usia SD kelas rendah (kelas 1-3), TK (kindergarten), kelompok bermain (play group) dan anak masa sebelumnya (masa bayi). Masa anak pra sekolah dalam hal ini dipandang sebagai masa anak usia 46 tahun. Pandangan orang atau para ahli pendidikan tentang anak cenderung berubah dari waktu ke waktu, dan berbeda satu sama lain sesuai dengan landasan teori yang digunakannya. Ada yang memandang anak sebagai makhluk yang sudah terbentuk oleh bawaannya, dan ada pula yang memandang anak sebagai makhluk yang dibentuk oleh lingkungannya, ada pula yang menganggap anak sebagai miniatur orang dewasa, atau yang memandang anak sebagai individu yang berbeda total dari orang dewasa. Pestalozzi (Solehuddin, 1997 : 25) seorang ahli pendidikan Swiss memandang bahwa anak terlahir dengan berpembawaan baik. Ia memandang bahwa eksistensi manusia terjelma dalam suatu evolusi alam. Perkembangan manusia terjadi dalam desain alam dan terbentuk oleh kekuatan-kekuatan luar. Menurutnya, hukum-hukum fungsional menyebabkan terjadinya suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang sinambung dan bertahap. Froebel (Solehuddin, 1997 : 27 ) salah seorang tokoh pendidikan anak usia dini Eropa (Jerman) memandang bahwa anak pada dasarnya berpembawaan baik (innate goodness) dan berpotensi kreatif (creative potential). Hal ini berarti secara bawaan, kecenderungan perkembangan anak itu mengarah kepada suatu kehidupan yang baik, dan pada dasarnya anak memiliki kemampuan untuk mencipta dan berkreasi. Persoalannya terletak pada perlakuan lingkungan, apakah
6
lingkungan cukup memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya atau tidak. Menurut Froebel (Roopnaire, J.L & Johnson, J.E., 1993 : 56) masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting, berharga, merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia (a noble and maleable phase of human life). Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai masa emas bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang. Menurut Froebel, jika orang dewasa mampu menyediakan suatu taman yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan berkembang secara wajar. Masa kanak-kanak sering disebut masa estetika, masa indera, dan masa menentang orang tua. Disebut estetika karena pada masa ini merupakan saat terjadinya perasaan keindahan. Disebut masa indera, karena pada masa ini indera berkembang pesat dan merupakan kelanjutan dari perkembangan selanjutnya. Berkat kepesatan perkembangan itulah, dia senang mengadakan eksplorasi. Kemudian disebut dengan masa menentang. Masa itu disebut juga Masa Raja Kecil atau Masa Trotz Alter dengan sikap egosentris karena merasa dirinya berada di pusat lingkungan, yang ditampilkan anak dengan sikap senang menentang atau menolak sesuatu yang datang dari orang di sekitarnya. Perkembangan seperti itu antara lain disebabkan oleh kesadaran anak, bahwa dirinya mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, yang dapat berbeda dengan orang lain. Kesadaran itu merupakan awal dari usaha untuk mewujudkan diri (self realization) sebagai satu diri (individu), dengan menunjukkan bahwa dirinya tidak sama dengan orang lain. Anak-anak pada masa ini bersifat meniru, banyak bermain dengan lelakon (sandiwara) atau khayalan, yang kadang-kadang dapat membantu dalam mengatasi kekurangan-kekurangannya dalam kenyataan. Ciri-ciri masa kanak-kanak awal Adapun ciri-ciri masa kanak-kanak awal adalah : a. Usia yang mengandung masalah atau usia sulit
7
b. Usia mainan c. Usia prasekolah d. Usia belajar berkelompok e. Usia menjelajah dan bertanya f. Usia meniru dan kreatif Dengan demikian, ciri-ciri masa kanak-kanak awal tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Adapun kekurangan dari salah satu ciri-ciri tersebut merupakan suatu kondisi yang harus diperhatikan sunguh-sungguh oleh orang tua ataupun masyarakat. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarganya. Jika di lingkungan keluarga tercipta suasana yang harmonis, saling memperhatikan, saling membantu (bekerja sama) dalam menyelesaikan tugas- tugas keluarga atau anggota keluarga, dan konsisten dalam melaksanakan aturan, maka anak akan memiliki kemampuan atau penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang lain. Pola perilaku sosial pada anak antara lain ; meniru, persaingan, kerja sama, simpati, empati (mengerti perasaan dan emosi orang lain dan membayangkan dirinya pada kondisi orang lain tersebut), dukungan sosial, membagi/berbagi, perilaku akrab. Sedangkan perilaku tidak sosial antara lain ; negativisme, agresif, perilaku berkuasa, mementingkan diri sendiri, merusak, pertentangan seks (sering kali laki-laki berperilaku agresif melawan anak perempuan), prasangka.
Morality As The Adoption Of Societal Norms Terdapat dua perspektif yang akan dibahas di sini, yaitu teori psikoanalitik dan social learning. Terdapat perbedaan pandangan mengenai bagaimana seorang anak menjadi mahluk bermoral (moral being). Namun demikian terdapat kesamaan pandangan diantara kedua pendekatan tersebut, bahwa perkembangan moral merupakan masalah internalisasi (tergantung pada proses internalisasi), yaitu mengadopsi standar sosial yang sudah ada sebagai standar dari kebenaran tindakannya sendiri. Kedua pandangan ini juga memfokuskan perhatiannya pada bagaimana moralitas bergerak dari lingkungan sosial kepada individu, yaitu
8
bagaimana anak menerima norma, petunjuk mengenai perilaku etis yang benar, yang dianut oleh oleh sebagian besar anggota yang ada di dalam kelompok sosial mereka (Gibbs & Schnell, 1985). Beberapa faktor yang mempengaruhi anak dalam mengadopsi standar sosial: Gaya penerapan disiplin dari orang tua Karakteristik anak (misalnya usia dan temperamen) Karakteristik orang tua Pandangan anak terhadap kelakuan buruk dan alasan-alasan dari tuntutan orang tua 3. Struktur Sosial Masa Kanak-kanak Aries mengidentifikasikan dua konsep mengenai masa kanak-kanak. Yang pertama, yang bercirikan memanjakan (codding), cenderung untuk melihat suatu batas yang tajam antara dunia orang dewasa dan dunia kanak-kanak; yang disebut belakangan, begitu ia dapat hidup tanpa perhatian yang terus-menerus lagi dari ibunya, pengasuhnya atau orang dewasa. Selama masa ketergantungannya ia akan dimanjakan. Schnell (1979) yang melanjutkan pembahasan Aries, melihat dalam perubahan konsep mengenai masa kanak-kanak suatu pembenaran bagi diadakannya sekolah rakyat: Dengan melihat masa kanak-kanak sebagai suatu asumsi ideologi kelas menengah yang dominan, kita memperoleh suatu pengertian yang lebih jelas mengenai gerakan untuk melembagakan semua anak-anak ke dalam suatu masa kanak-kanak yang universal. Bagi schnell, pertumbuhan sekolah rakyat (common school) merupakan kuil masyarakat yang paling banyak hiasannya bagi konsep masa kanak-kanak, suatu konsep yang mencakup persyaratan-persyaratan moral perlindungan, pemisahan, ketergantungan dan tanggung jawab yang ditangguhkan. Perlindungan anak-anak di belakang tembok- tembok sekolah rakyat ini nampak jelas dalam pembahasan Platt (1969) mengenai gerakan menyelamatkan anak di Amerika, yang merupakan pendahulu dari program anak-anak nakal (delinquent) masa kini.
9
Platt menulit bahwa, para penyelamat anak itu merupakan kaum phohibisionis 1 , dalam arti umum, yang percaya bahwa kaum remaja memerlukan perlindungan dari kecendrungan-kecendrungan mereka sendiri sekalipun. Model perkembangan manusia merupakan inspirasi bagi gerakan menyelamatkan anak itu didasarkan atas keyakinan bahwa anak-anak menjadi jahat sebagai akibat lingkungan mereka. Oleh sebab itu yang diperlukan adalah kesempatan bagi anak- anak untuk pergi ke ladang-ladang yang hijau, ke bukit-bukit dengan disertai minat petualangan; anak-anak harus dilindungi dari kejahatan-kejahatan masyarakat industri kota. Dengan berubahnya konsep anak sesuai dengan ragam kepentingan golongan-golongan sosial, maka berubah pula makna masa remaja. Menurut Oxford English Dictionary, Oxford English Dictionary, arti remaja (adolescent) adalah tahap masa kanak-kanak dan kedewasaan (maturity) berasal dari bagian akhir abad kedelapan belas. Ada satu pandangan yang melihat masa remaja sebagi waktu di mana si anak suka melawan, satu periode di mana pribadi yang sedang berkembang mempunyai kesadaran akan kebebasannya sendiri tanpa disertai tanggung jawab sedikit pun. Nak-anak remaja mengenakan pakaian yang serupa, mendengarkan musik pop yang sama dan menikmari kebebasan yang relatif besar untuk bergaul dengan anggota-anggota seks lain. Akan tetapi banyak remaja ternyata tidak suka melawan malahan ada yang tidak sama seklai; sebagian, mereka berpakaian seperti orang-orang sepuluh atau dua puluh tahun lebih tua. Ada pula yang tidak menyukai musik pop, atu jika suka tak lebih atau kurang dari kalangan yang bukan remaja, dan akhirnya hubungan dengan lawan seks baru mengambil bentuk selama masa dewasa. Keanekaan bentuk-bentuk perilaku di masa remaja adalah sedemikian rupa sehingga kategori remaja banyak sekali artinya, sehingga sementara orang menyebut-nyebut adanya mitos masa remaja(White, 1977, halaman 117). Paling tidak masa remaja itu nampaknya mengacu kepada masa lebih kurang enam tahun, yang dimulai sekitar masa pubertas dan berlangsung sampai
1 Prohobisionis adalah kelompok pendukung undang-undang larangan membuat dan mengedarkan minuman keras ar A.S
10
dicapainya secara formal status dewasa, yakni pada usia delapan belas tahun jika di Inggris. Bahayanya menggunakan batasan itu adalah bahwa Ia mengarahkan perhatian kepada individu, kepada si remaja, dan melihat setiap masalah sebagai bersumber dari pribadi dengan mengabaikan struktur sosial. Demikianlah maka banyak remaja bersikap suka melawan di sekolah tidak pertama-tama karena sikap suka melawan itu merupakan ciri keremajaan melainkan karena praktek-praktek keorganisasian, sementara sekolah menghalangi pemenuhan kebutuhan individu. Pengakuan terhadap konteks sosial perilaku tidak mengenyampingkan fakta bahwa ada individu-individu yang menimbulkan gangguan-gangguan yang serius sedemikian rupa sehingga tidak ada sekolah konvensional yang mampu mengekang. Kesilitan pada pengakuan seperti itu adalah bahwa pembahasan mudah tergelincir ke dalam kerangka pasif, dimana keadaan menyebabkan perilaku, si anak dipaksa dalam arti yang mekanistik oleh struktur sosial. Pembahasan mengeani sosialisasi telah menunjukkan bahwa sejumlah masalah- masalah timbul dari pandangan pasif dan aktif. Telaah etnografis seperti yang dilakukan Patrick (1972) Parker (1974) dan Wilis (1977) rupanya akan merupakan awal yang penting bagi penyusunan suatu teori sosialisasi kaum muda. Daftar Pustaka Tim Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Phoenix. Robinson, Philip. 1986. Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan; Edisi 1. Jakarta: Rajawali Pers. Nasution, S.. 1983. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Jemmars. Idi, Abdullah. 2010. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.