Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
Disusun Oleh :
Achmad Syaiful Huda
Muhammad Agusman Jati
Nurhidayatullah
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil
(syari‟ah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat
derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual,
BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan
Harta) - melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong
kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait =
Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Dasar hukum didirikannya BMT adalah Al-qur‟an surat At-Taubah ayat 60 dan103
dimana ayat tersebut menerangkan tentang kewajiban zakat terhadap umat Islam, pada
masa Rasulullah SAW pemengutan Zakat belum tertata dengan rapi serta belum ada
lembaga yang menampung hasil zakat tersebut oleh karena itu Rasulullah membuat
kebijakan untuk membangun lembaga khusus untuk menaruh uang dari hasil zakat tersebut
yang diberi nama Baitul Maal.
Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai
pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan
maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada,
harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta
dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan
ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa
menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai
peruntukannya masing-masing.
Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara‟ (hati-hati) dalam masalah
harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai‟at sebagai Khalifah, beliau tetap
berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan
keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa‟ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh
muslim, bahwa Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa
barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar
untuk menjualnya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar
bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar
berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan
sebagai pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan
memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah
(pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi
menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan (ta‟widh) yang cukup untuk
Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000
dirham setahun yang diambil dan Baitul Mal.
Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-
hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan
mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak
seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta
milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim
dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang
Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.” (Dahlan,
1999).
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena
pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari
umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa‟ad menukilkan ucapan Ibnu
Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam
mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan
keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa
pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang
kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari
penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia
(Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan
oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil
berkata, „Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan
aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.‟
Itulah sebab rakyat memprotesnya.” (Dahlan, 1999).
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali
pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti
disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh
sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi
Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal
dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka
pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah
kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat (Dahlan, 1999).
Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di
Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari‟ah
bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan
yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil
(syari‟ah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat
derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual,
BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan
Harta) - melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong
kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait =
Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan pertaturan dan amanahnya. 1
Visi BMT adalah mewujudkan kualitas masyarakat di sekitar BMT yang selamat,
damai dan sejahtera dengan mengembangkan lembaga dan usaha BMT dan POKUSMA
yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian.
1
http://www.khlafah1924.org
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
Misi BMT adalah mengembangkan POKUSMA dan BMT yang maju berkembang,
terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian sehingga terwujud kualitas
masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera.
BMT bertujuan mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat di sekitar BMT yang
selamat, damai dan sejahtera.Untuk mencapai visi dan pelaksanaan misi dan tujuan BMT,
maka BMT melakukan usaha-usaha yaitu mengembangkan kegiatan simpan pinjam dengan
prinsip bagi hasil/syariah dan mengembangkan lembaga dan bisnis Kelompok Usaha
Muamalah yaitu kelompok simpan pinjam yang khas binaan BMT.
Mengembangkan jaringan kerja dan jaringan bisnis BMT dan sektor riil (BUSRIL)
mitranya sehingga menjadi barisan semut yang tangguh sehingga mampu mendongkrak
kekuatan ekonomi bangsa Indonesia.
Secara umum produk BMT dalam rangka melaksanakan fungsinya tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi empat hal yaitu:
c. Produk jasa
2
Prof.H.A Djazuli dan Drs. Yadi Janwari, M.Ag. lembaga-lembaga Perekonomian Umat. Rajawali Press.
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
Operasional BMT
Sistem bagi hasil adalah pola pembiayaan keuntungan maupun kerugian antara BMT
dengan anggota penyimpan berdasarkan perhitungan yang disepakati bersama. BMT
biasanya berada di lingkungan masjid, Pondok Pesantren, Majelis Taklim, pasar maupun di
lingkungan pendidikan. Biasanya yang mensponsori pendirian BMT adalah para aghniya
(dermawan), pemuka agama, pengurus masjid, pengurus majelis taklim, pimpinan pondok
pesantren, cendekiawan, tokoh masyarakat, dosen dan pendidik. Peran serta kelompok
masyarakat tersebut adalah berupa sumbangan pemikiran, penyediaan modal awal, bantuan
penggunaan tanah dan gedung ataupun kantor. Untuk menunjang permodalan, BMT
membuka kesempatan untuk mendapatkan sumber permodalan yang berasal dari zakat,
infaq, dan shodaqoh dari orang-orang tersebut. Hasil studi Pinbuk (1998) menunjukkan
bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang memiliki kekuatan antara lain:
Tabungan
Tabungan atau simpanan dapat diartikan sebagai titipan murni dari orang atau badan
usaha kepada pihak BMT. Jenis-jenis tabungan/simpanan adalah sebagai berikut:
Pola Pembiayaan
Pola pembiayaan terdiri dari bagi hasil dan jual beli dengan mark up (tambahan atas
modal) serta pembiayaan non profit.
Bagi Hasil
Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan
penyedia dana (penyimpan/penabung). Bagi hasil ini dibedakan atas:
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
Musyarakah, adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu
proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab
atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing.
Mudharabah, adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al
amal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan
usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati bersama
terlebih dahulu di depan. Manakala rugi, shahib al amal akan kehilangan sebagian imbalan
dari kerja keras dan manajerial skill selama proyek berlangsung.
Murabahah, adalah pola jual beli dengan membayar tangguh, sekali bayar.
Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya,
BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang
atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin/mark up.
Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan penyimpan dana. Jenis-
jenisnya adalah:
Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan
secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan
penyerahan barang dilakukan kemudian.
Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan
dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.
Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil
pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan
imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.
Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam
kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga
padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur.
Musyarakah Mutanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah dengan ijarah
(perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi
menyertakan modalnya masing-masing.
Pembiayaan Non Profit
Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial dan
tidak profit oriented. Dalam BMT pembiayaan ini sering dikenal dengan Qard yang
bertujuan untuk kegiatan produktif yang secara aplikatif peminjam dana hanya perlu
mengembalikan modal yang dipinjam dari BMT apabila sudah jatuh tempo, yang tentu
dengan beberapa criteria UMK yang harus dipenuhi.
BMT dapat didirikan dalam bentuk KSM (kelompok Swadaya Masyarakat) atau
Koperasi3. Sebelum menjalankan usahanya, KSM mesti mendapatkan sertifikat operasi dari
PINBUK (Pusat Inkubasi bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri mesti
mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembang Swadaya
Masyarakat (LPSM) yang mendukung Program Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok
3
Karnaen A. Perwaatmadja. Membumikan ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha Kami,1996), hlm.216
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
Swadaya Masyarakat yang dikelola oleh Bank Indonesia (PHBK-BI). Selain dengan badan
hukum kelompok Swadaya Masyarakat, BMT juga bisa didirikan dengan menggunakan
badan hukum koperasi, baik Koperasi Serba Usaha diperkotaan, Koperasi Unit Desa di
pedesaan, maupun Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) di lingkunan pesantren.
Berkenaan dengan Koperasi Unit Desa dapat mendirikan BMT telah diatur dalam
Petunjuk Menteri Koperasi dan PPK tanggal 20 Maret 1995 yang menetapkan bahwa bila
disuatu wilayah dimana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan baik dan
organisasinya telah diatur dengan baik, maka BMT bisa menjadi Unit Usaha Otonom
(U2O) atau Tempat Pelayanaan Koperasi (TPK) dari KUD tersebut. Sedangkan bila KUD
yang telah berdiri itu belum berjalan dengan baik, maka KUD tersebut dapat di operasikan
sebagai BMT.
Penggunaan badan hukum KSM dan Koperasi untuk BMT itu disebabkan karena
BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan UU nomor 7 tahun
1992 dan UU nomor 10 Tahun 1998 tyentang Perbankan, yang dapat diopersikan untuk
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut UU pihak yang berhak
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun syariah atau bagi hasil.
Namun demikian, kalau BMT dengan badan hukum KSM atau Koperasi itu telah
berkembang dan telah memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak menajemen dapat
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
mengusulkan diri kepada Pemerintah agar BMT itu dijadikan sebagia BPRS (Bank
Perkreditan Rakyat Syariah) dengan badan huukum koperasi atau perseroan terbatas.
Selain itu BMT dalam menjalankan dan menggunakan produk-produknya mengacu kepada
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang dijelaskan
dalam uraian berikut:
Implementasi akad bagi hasil dalam produk BMT di bidang penghimpunan dana
sebagaimana disebut di atas dalam bentuk simpanan, sedangkan implementasinya dalam
produk penyaluran dana adalah pada produk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan
Musyarakah. Secara teknis mengenai penerapan akad mudharabah dalam bentuk
pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) dan untuk penerapan akad musyarakah dalam produk
pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Musyarakah.
1) Ijarah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas
suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Secara
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
teknis mengenai penerapan akad ijarah di BMT dapat mengacu pada Fatwa DSN
MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
Bila dibandingkan dengan kekuatan lembaga keuangan mikro lain dalam hal besaran
pembiayaan atau kredit, kekuatan BMT memang belum seberapa, dari total pembiayaan
yang disalurkan kepda UMK.
Namun jika ditinjau dari segi jumlah penerima manfaat, maka kita dapat melihat
jumlah yang dilayani oleh BMT jauh lebih banyak, dan yang lebih menarik lagi jumlah
pembiayaan tiap unit usahapun lebih kecil, sehingga dapatlah disimpulkan bahwa
pembiayaan pada BMT lebih mampu untuk menyentuh pengusaha mikro sebagai unit usaha
terkecil, akan tetapi memiliki jumlah unit usaha paling besar di Indonesia.
Koperasi syariah atau akrab dikenal dengan sebutan Baitulmal wattamwil (BMT)
mengalami perkembangan cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, sebuah
lembaga inkubasi bisnis BMT mengestimasi saat ini terdapat sebanyak 3.200 BMT dengan
nilai aset mencapai Rp 3,2 triliun. Bisnis tersebut hingga akhir tahun ini diproyeksi
mencapai Rp 3,8 triliun. Meski demikian, Chief Secretary Organization (CSO) BMT
Download versi file Ms. Word-nya di:
http://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com
Center, Noor Azis, yakin bahwa BMT di Indonesia masih bisa terus dikembangkan.
Syaratnya, adanya dukungan dan komitmen pemerintah dalam mendorong perkembangan
bisnis lembaga keuangan non bunga tersebut. Salah satu bentuk dukungan itu adalah
melahirkan berbagai regulasi yang melindungi binsis keuangan mikro.
Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep
baitul mal yang sederhana itu pun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan harta
tetapi juga mengelolanya secara lebih produktif untuk memberdayakan perekonomian
masyarakat. Penerimaannya juga tidak terbatas pada zakat, infak dan shodaqoh, juga tidak
mungkin lagi dari berbagai bentuk harta yang diperoleh dari peperangan. Lagi pula peran
pemberdayaan perekonomian tidak hanya dikerjakan oleh negara.
Selain itu, dengan kehadiran BMT di harapkan mampu menjadi sarana dalam
menyalurkan dana untuk usaha bisnis kecil dengan mudah dan bersih, karena didasarkan
pada kemudahan dan bebas riba/bunga, memperbaiki/meningkatkan taraf hidup masyarakat
bawah, Lembaga keuangan alternatif yang mudah diakses oleh masyarakat bawah dan
bebas riba/bunga,Lembaga untuk memberdayakan ekonomi ummat,mengentaskan
kemiskinan,meningkatkan produktivitas.
Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala. Adapun
kendala-kendala tersebut diantaranya:
2. Adanya rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang
baik dibanding BMT.
3. Nasabah bermasalah.
7. SDM kurang.
Daftar Pustaka
Karnaen A. Perwaatmadja. Membumikan ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha Kami,1996), hlm.216
http://www.khlafah1924.org
Prof. Dr. Ir. M. Amin Azis. Tata Cara Pendirian BMT. Jakarta: PKES Publishing, 2008
Ir. H. Saat Suharto. Peranan Permodalan BMT dalam Pemberdayaan Sektor UMK.
www.niriah.com
hendrakholid.net/blog/2009/04/baitul-maal-wa-tamwil/
A. Djazuli dan Yadi Janwari, lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002, hal: 191-192A. Djazuli dan Yadi Janwari, lembaga-
lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002,
hal: 191-192