Anda di halaman 1dari 30

37

Uraian Proses Produksi

BAB III
URAIAN PROSES PRODUKSI

Pabrik Gula Kebon Agung menghasilkan produk utama gula kristal putih I
(GKP I) dengan kualitas IA dan hasil sampingnya adalah ampas, tetes, dan
blotong. Proses pemurniannya menggunakan belerang dan kapur untuk pemisahan
dari nira jernihnya. Faktor utama yang menentukan mutu hasil produksi adalah
pada bahan dasar. Dalam hal ini tergantung pada bahan baku dan bahan-bahan
pembantu.
Proses produksi gula terbagi dalam beberapa proses, yaitu : penggilingan,
pemurnian, penguapan, pemasakan/pengkristalan, putaran, pengeringan,
pengemasan, dan penyimpanan. Pada PG Kebon Agung proses tersebut terbagi
dalam stasiun, yaitu: stasiun penerimaan, stasiun timbangan, stasiun gilingan,
stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, stasiun putaran, dan
stasiun pembungkusan.

III.1 Pengadaan Bahan Baku


Bahan baku PT. PG Kebon Agung yang digunakan adalah tebu yang
berasal dari petani dan dikoordinir oleh Koperasi Unit Desa. Untuk memenuhi
kebutuhan pabrik, tebu didatangkan dari tiga sumber, yaitu tebu rakyat, tebu
pabrik, dan tebu dari luar. Untuk menjaga kuantitas produksi maka selalu
diadakan penyuluhan, kebun-kebun percobaan untuk tebu giling, dan perluasan
penyediaan bibit sehingga kebutuhan tercukupi. Semua kegiatan ini dilakukan
oleh KUD setempat.

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
38
Uraian Proses Produksi

III.2 Uraian Proses Produksi


III.2.1 Stasiun Penerimaan
Tujuan :
 Melakukan analisa awal (% Brix) sampel tebu yang masuk dengan
menggunakan Brix Wragger.
 Mencatat keterangan truk tebu yang masuk (nomer polisi truk dan kode
register) dan hasil analisa awal (% Brix) tebu pada DPT (Daftar Penerimaan
Tebu).
 Membagi nomer antrian dan mengatur jalur masuk truk tebu yang akan
masuk ke stasiun gilingan.
Truk tebu yang masuk PG Kebon Agung harus ditempatkan dulu di
penampungan truk tebu sementara sebelum masuk ke stasiun gilingan yang
disebut emplacement. Emplacement merupakan suatu tempat penimbunan atau
pengaturan tebu yang akan ditimbang dan digiling. Adanya emplacement
diharapkan dapat meningkatkan kelancaran proses penimbangan dan penggilingan
tebu. Pada PG Kebon Agung terdapat tiga emplacement, yaitu :
a. Emplacement dalam, yaitu tempat penampungan lori-lori maupun truk yang
bermuatan tebu yang terletak di areal depan pabrik.
b. Emplacement luar, yaitu tempat penampungan yang terdapat di bagian luar
pabrik tepatnya di area kawasan pabrik bagian depan.
c. Emplacement lapangan, yaitu tempat yang digunakan sebagai cadangan apabila
emplacement bagian dalam dan luar sudah penuh.
Pemasukan tebu dari emplacement menggunakan sistem FIFO (First In
First Out) dimana jadwal masuknya tebu untuk ditimbang dan digiling sesuai
dengan masuknya tebu ke emplacement. Tebu yang terlebih dahulu masuk dalam
emplacement akan lebih dahulu masuk ke penimbangan dan penggilingan.
Diberlakukannya sistem FIFO ini bertujuan untuk menjaga rendemen tebu agar
tetap baik. Selain itu, juga untuk menjaga tebu dari pengaruh sinar matahari yang
dapat menyebabkan inversi sakarosa pada tebu dan air hujan yang dapat
menyebabkan timbulnya tunas tebu sehingga dapat menurunkan kadar sakarosa
dalam tebu.
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
39
Uraian Proses Produksi

Setiap truk yang mengangkut tebu harus membawa Surat Perintah Tebang
dan Angkut (SPTA) dari supplier tebu yang telah memiliki kode registrasi.
Pemegang kode registrasi adalah pemilik atau pengirim tebu yang telah terdaftar
di PG Kebon Agung. SPTA merupakan lembar rangkap lima dan berbeda warna.
Lembar I (putih) sebagai arsip PDE, lembar II (hijau) sebagai arsip sopir, lembar
III (biru) sebagai arsip bina wilayah, lembar IV (kuning) sebagai arsip pabrikasi,
dan lembar V (merah) sebagai arsip bagian tebang dan angkut (penerimaan).
Bahan baku yang masuk proses produksi gula harus memiliki kualitas
baik, yaitu tebu layak giling yang memenuhi standar MBS, yaitu:
M (manis) : tebu harus memiliki % Brix yang tinggi atau lebih dari 15%,
hal ini dapat diketahui dari kadar % Brix yang terukur.
B (bersih) : tebu yang masuk tidak mengandung trash, yang terdiri dari
daduk, akar, tanah, pucuk/sogolan, pasir, dan kerikil karena
dapat menurunkan kapasitas gilingan dan akan menyulitkan
proses pemurnian bila terdapat koloid tanah (Al, Si, Fe).
S (segar) : waktu antara tebu ditebang dan digiling tidak lebih dari 1 hari
dan maksimal 4 hari setelah dipanen.
Analisa MBS ini dilakukan di emplacement agar tebu yang masuk ke unit
gilingan adalah tebu yang sudah memenuhi standart MBS PG Kebon Agung.
Progam MBS (Manis, Bersih, Segar) yang diterapkan oleh PG Kebon Agung
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas tebu, membuat para pemasok tebu
harus lebih selektif dalam mengirimkan tebunya. Dalam progam ini, tebu yang
masuk dan mempunyai kualitas lebih rendah dari standar dikenakan
rafraksi/rendemen khusus.

Tabel III.1 Pengendalian Mutu (Rafraksi) Tebu


Jenis Pelanggaran Rafraksi (%) Sanksi
Tali pucuk 2 -
Daduk 5 -
Akar 5 -
Sogolan 10 -
Pucuk 15 -
Akar dan tanah 15 -
Kocor air 15 -
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
40
Uraian Proses Produksi

Pucuk dan sogolan 20 -


Akar, tanah, pucuk,sogolan, dan daduk 20 -
Campur tanah 20 NGP khusus
Tebu muda 20 NGP khusus
Terbakar - NGP khusus
Lelesan - Ditolak

III.2.2 Stasiun Timbangan


Tujuan :
Untuk mengetahui berat tebu yang masuk PG Kebon Agung, serta bahan-
bahan non tebu yang keluar masuk PG Kebon Agung.
Ada 3 jenis timbangan yang digunakan di PG. Kebon Agung, yaitu:
a. Timbangan truk tebu, berfungsi untuk mengukur berat tebu yang masuk
dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Bruto = berat truk + tebu
Tarra = berat truk
Netto (berat tebu) = Bruto – Tarra
Jumlah truk tebu yang ditimbang dengan menggunakan timbangan truk tebu ±
600 – 700 truk/hari dengan bobot muatan rata-rata 80 kuintal.
b. Timbangan crane, berfungsi untuk mengukur berat tebu langsung (tanpa
mengukur berat truk). Jumlah truk tebu yang ditimbang dengan menggunakan
timbangan crane ± 150 truk/hari.
c. Timbangan truk non-tebu, berfungsi untuk mengukur berat bahan non-tebu
yang keluar masuk PG Kebon Agung. Bahan-bahan itu diantaranya adalah
tetes (mollases), blothong, abu ketel, besi/platik, residu premium solar (minyak
residu), raw sugar, belerang, gamping (kapur tohor), asam phospat, dan bibit
(fondant). Bobot muatan maksimal timbangan ini adalah 40 ton dengan
bilangan terkecil 5 kg. Timbangan ini memakai sistem timbangan dua kali,
yaitu timbangan bruto dan tarra.

III.2.3 Stasiun Penggilingan


Tujuan:

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
41
Uraian Proses Produksi

Mengambil gula yang ada di dalam tebu sebanyak mungkin dengan cara
yang efisien, efektif, dan ekonomis dan memisahkan ampas dengan nira untuk
mendapatkan nira sebanyak-banyaknya..
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemerahan nira di stasiun
penggilingan antara lain sebagai berikut :
 Kualitas tebu
 Persiapan tebu sebelum masuk gilingan
 Air imbibisi
 Derajat kompresi terhadap ampas
 Jumlah roll gilingan

Tahap proses penggilingan


Setelah tebu ditimbang, kemudian tebu dibongkar dan diangkut dengan
crane untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam meja tebu (cane table) untuk diatur
dan diarahkan ke proses. Pabrik memiliki 2 buah crane, yaitu crane 1 untuk truk
gandeng dan crane 2 untuk truk engkel.
Tebu-tebu tersebut diangkut oleh carrier menuju cane leveller untuk
diratakan, kemudian menuju ke cane cutter. Cane cutter merupakan mesin
pencacah tebu dengan kapasitas 300 ton/jam, yang memiliki mata pisau sebanyak
40 buah dengan hasil cacahan ± 10 cm. Proses pencacahan ini ditujukan agar tebu
mudah untuk diperah. Karena sifatnya masih kasar, maka perlu dihaluskan lagi
dengan menggunakan unigrator yang sifatnya sama dengan penumbuk, karena
pada setiap sudutnya terdapat hammer. Putaran pada unigrator berjumlah 14 buah
yang disusun selang seling dimana pada tiap putaran terdapat 4 hammer di sudut-
sudutnya. Unigrator ini bergerak dengan turbin berkekuatan 2000 hp dan
menghasilkan output sebesar 750 rpm.
Setelah tercacah, tebu dibawa ke dalam gilingan oleh main carrier.
Gilingan tersebut memiliki kapasitas 4000 kuintal/jam. Terdapat 5 buah rangkaian
mesin giling. Cacahan tebu pertama kali dimasukkan ke gilingan 1, menghasilkan
nira perahan dan ampas gilingan 1. Nira adalah cairan hasil ekstraksi tebu yang
mengandung gula, sedangkan ampas adalah padatan sisa gilingan tebu yang telah
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
42
Uraian Proses Produksi

kehilangan gula. Lalu ampas tersebut diangkut dengan menggunakan intermediate


carrier dan dibasahi dengan nira hasil gilingan 3, yang kemudian dialirkan ke
gilingan 2. Pada gilingan 2 dihasilkan nira perahan dan ampas gilingan 2. Nira
hasil gilingan 1 dan 2 dilewatkan ke saringan DSM dan dialirkan ke tangki nira
mentah yang selanjutnya dibawa ke stasiun pemurnian untuk diproses. Ampas
dari gilingan 2 masuk ke gilingan 3 yang sebelumnya telah dibasahi dengan nira
hasil perahan gilingan 5. Di gilingan 3 juga dihasilkan ampas dan nira perahan
gilingan 3. Niranya digunakan untuk membasahi ampas gilingan 1, yang
sebelumnya diberikan chemicals berupa susu kapur dan sanitasi gilingan. Susu
kapur berfungsi untuk menaikkan pH nira agar tidak asam, karena jika pH nira
asam maka sucrosa akan terinversi. Sedangkan sanitasi gilingan yang berupa
desinfektan sebanyak 20 kg per 8 jam berfungsi membunuh mikroorganisme atau
bakteri yang ada.
Ampas gilingan 3 ini dibasahi dengan air imbibisi yang kemudian ampas
dari gilingan 3 langsung dibawa ke gilingan 5, dikarenakan gilingan 4 tidak
dioperasikan. Sebelum masuk ke gilingan 5, ampas dibasahi dengan air imbibisi
lagi. Pada gilingan 5 menghasilkan nira perahan dan ampas gilingan 5. Nira
digunakan untuk membasahi ampas gilingan 2. Namun sebelumnya diberi
desinfektan. Penggunaannya adalah dengan melarutkannya terlebih dahulu
dengan air.
Sedangkan ampas hasil gilingan 5, dikirim ke stasiun ketel sebagai bahan
bakar ketel. Setelah dari stasiun ketel, sisa ampas yang ada disaring pada
bagassilo separator untuk mendapatkan ampas halus (baggasilo). Ampas ini
digunakan di stasiun pemurnian untuk membantu penyaringan nira kotor (unit
penapisan) pada rotary vacuum filter.
Air imbibisi yang ditambahkan pada ampas bertujuan untuk
menyempurnakan ekstraksi nira dari cacahan tebu dan juga untuk menekan
kehilangan gula di dalam ampas. Air imbibisi yang digunakan berasal dari air
kondensat yang dihasilkan evaporator dan bersuhu 60 – 70 oC (merupakan suhu
optimum air imbibisi). Bila suhunya terlalu tinggi, maka akan dapat merusak alat
dan dapat melarutkan getah lilin yang terkandung dalam tebu, sehingga terbentuk
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
43
Uraian Proses Produksi

zat lilin (menjadi licin). Namun, dengan suhu tinggi dapat melarutkan nira yang
ada. Sedangkan pada suhu rendah nira yang terkandung dalam ampas tidak larut.
Gilingan yang dipakai di PG Kebon Agung, menggunakan penggerak
turbin. Untuk menggerakannya digunakan steam dengan tekanan 15 – 16 kgf/cm 2
gauge. Sedangkan kecepatan maksimal putaran adalah 5000 rpm. Putaran yang
dihasilkan turbin kemudian direduksi di Primer Gear Box, Secondary Gear Box
dan Final Gear Box yang akan memutar gilingan dengan kecepatan 4 – 6 rpm.
Kinerja gilingan sangat dipengaruhi oleh rate tebu yang masuk, kecepatan putar
dan tekanan hidrolik gigi.

Tebu dari truk

Crane hoist Cane Table auxillary carrier

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
44
Uraian Proses Produksi

Unigrator Cane Cutter leveller auxillary carrier

Main
Carrier Nira Mentah

Air Air
imbibisi imbibisi

Ketel

Gilingan Gilingan Gilingan Gilingan Gilingan


I II III IV V

Nira Mentah

Nira mentah + desinfektan


Saringan
DSM

Tangki
Nira Mentah

Stasiun
Pemurnian

Gambar III.1 Diagram Alir Proses pada Stasiun Gilingan

III.2.4 Stasiun Pemurnian


Tujuan : memisahkan kotoran yang terlarut dalam nira sebanyak-banyaknya
secara singkat dan murah, serta membentuk struktur nira yang lebih
jernih (putih).
Syarat-syarat nira mentah yang masuk ke dalam stasiun pemurnian, antara lain :

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
45
Uraian Proses Produksi

a. pH nira mentah 5 – 5,5


b. Kadar phospat sebesar 250 ppm
c. Kadar susu kapur 1000 ppm
d. Harga kemurnian nira mentah 70 – 72 %
Nira yang telah disaring di DSM Screen kemudian dialirkan ke tangki nira
mentah. Langkah selanjutnya adalah menambahkan H3PO4 secara kontinu sampai
kadarnya dalam nira mentah mencapai 250 ppm. Tujuan penambahan H3PO4
adalah :
 menyerap koloid dan zat warna
 menurunkan kadar susu kapur nira mentah
 melunakkan kerak evaporator
 mempermudah proses pengendapan (pembentukan floc), sehingga nira
yang dihasilkan lebih jernih
Kemudian dipompa ke pemanas I/heater (PP I) dengan suhu 75 oC. Hal ini
selain dapat membunuh bakteri juga menjaga jangan sampai keasaman nira rusak,
serta mempercepat terbentuknya reaksi pembentukan endapan.
Dari PP I, nira dialirkan ke Defekator I. Pada Defekator I dilakukan
penetralan pH dengan penambahan susu kapur (Ca(OH)2) hingga mencapai pH 7.
Setelah itu, nira dipompa ke Defekator II dan ditambahkan susu kapur lagi
sehingga pH-nya naik menjadi 7,2-7,5. Kemudian nira dialirkan ke Defekator III
dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH-nya menjadi 8,5-8,8. Tujuan nira
dimasukkan ke dalam Defekator adalah untuk menaikkan pH nira agar tidak
terjadi inversi sukrosa, membentuk endapan Ca3(PO4)2 yang merupakan inti
endapan dari endapan proses sulfitasi nantinya. Reaksi yang terjadi di dalam
Defekator, yaitu :

I. CaO + H2O Ca(OH)2


Ca(OH)2 Ca2+ + 2 OH-
II. P2O5 + 3 H2O 2 H3PO4
2 H3PO4 6 H+ + 2 PO43-

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
46
Uraian Proses Produksi

III. 3 Ca2+ + 2 PO43- Ca3(PO4)2 ↓

Besarnya harga pH dapat dilihat dari alat yang disebut pH- controller,
yang langsung dihubungkan dengan tangki penampung susu kapur sehingga
apabila pH nira yang dihasilkan tidak sesuai standar yang diharapkan, maka
secara otomatis susu kapur yang dimasukkan ke Defekator akan ditambah bila pH
lebih kecil dari standar atau akan dikurangi bila pH lebih besar dari standar.
Selain itu, proses di dalam Defekator sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH
(derajat keasaman). Apabila suhu proses > 80°C (suhu tinggi) dan pH-nya asam
(< 7) maka sukrosa yang terkandung dalam nira akan terinversi menjadi fruktosa
dan glukosa, dan gulanya disebut gula reduksi. Semakin tinggi suhu proses maka
rate inversi semakin tinggi, begitu pula pH. Semakin asam kondisi pH nira maka
rate inversi semakin besar. Sehingga perlu dikontrol suhu proses maksimum 80°C
dan pH minimum = 7.
Selanjutnya, nira dialirkan ke Sulphur tower. Tujuannya hanya absorpsi
gas SO2 ke nira sehingga pH-nya menjadi 7–7,2. Dari Shulphur tower, campuran
nira dan gas SO2 dimasukkan ke Reaction tank untuk menyempurnakan reaksi
nira dengan gas SO2. Dalam Reaction tank terjadi reaksi pembentukan endapan
garam calsium sulfite [CaSO3] untuk menyelubungi inti endapan yang terbentuk
dalam proses defekasi sehingga menjadi gumpalan yang lebih besar dan akan
lebih mudah diendapkan.
Suhu operasi berkisar 800C dan bekerja pada pH = 7,2. Di dalam tangki
reaksi ini terjadi reaksi antara gas SO2 dengan sisa susu kapur, dengan mekanisme
sebagai berikut :
I. Ca(OH)2 Ca(OH)+ + OH-
Ca(OH)+ Ca2+ + OH-
II. SO2 + H2O H2SO3
H2SO3 H+ + HSO3-
HSO3- H+ + SO32-
III. Ca2+ + SO32- CaSO3 ↓

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
47
Uraian Proses Produksi

Setelah itu, nira dipompa ke heater II (PP II). Pada PP II, suhu dijaga
antara 105 – 1100C. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan reaksi antara nira
mentah, susu kapur dan gas SO 2, mempercepat pengendapan, meningkatkan suhu
nira untuk memudahkan proses pengeluaran gelembung gas dan udara dalam nira
di Flash tank. Jumlah PP II pada Stasiun Pemurnian adalah tiga buah, tetapi hanya
dua buah yang aktif digunakan, sedangkan satu stand by.
Selanjutnya, nira masuk ke Flash tank. Flash tank berfungsi melepaskan
gas–gas sisa reaksi yang tidak diperlukan yang terdapat dalam nira agar gangguan
dalam proses pengendapan kotoran dapat dikurangi. Setelah itu nira keluar dan
ditambahkan flokulan untuk mengikat kotoran – kotoran yang ada dalam nira dan
membentuk flok – flok agar memudahkan proses pengendapan pada Single Tray
Clarifier. Pada dasarnya ada dua jenis flokulan, yaitu flokulan kation yang hasil
floc-nya akan mengambang dan flokulan anion dengan hasil floc-nya mengendap.
Flokulan yang ditambahkan berjenis anion, bermerek dagang Accofloc A 110 -H
dengan dosis 3 ppm. Sebelum ditambahkan, flokulan dilarutkan dalam air dan
diaduk dengan semburan udara pada preparation tank. Pengadukan tidak
dilakukan dengan stirer karena dapat merusak jaringan flokulan sehingga dapat
mengurangi efektifitas flokulan untuk mengikat kotoran–kotoran dalam nira.
Kemudian, nira dialirkan ke Single Tray Clarifier. Tujuannya adalah untuk
memisahkan nira jernih dan nira kotor. Suhu nira dalam Single Tray Clarifier
mencapai 1000C dan pH mendekati 7. Nira kotor akan mengendap di bawah,
sedangkan nira jernih berada di atas. Sekali waktu, operator mengambil nira jernih
dalam sebuah tabung reaksi untuk diamati tingkat kejernihannya.
Nira jernih hasil pemisahan disaring pada saringan, tujuannya untuk
menyaring kotoran – kotoran halus yang masih terkandung dalam nira jernih.
Pada saat penyaringan, juga ditambahkan air panas yang bertujuan untuk mencuci
kotoran agar kehilangan gula dalam kotoran dapat dikurangi. Setelah disaring,
nira jernih dipompa ke heater III (PP III). Suhu operasi PP III berkisar antara
115–1200C. Tujuannya adalah untuk mendekati titik didih nira sehingga dapat
mengurangi beban penguapan pada stasiun penguapan dan mempercepat proses
penguapan.
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
48
Uraian Proses Produksi

Nira kotor yang mengendap pada Clarifier dialirkan ke penampung nira


kotor, kemudian dialirkan lebih lanjut ke mudmixer. Di dalam mixer tank, nira
kotor ditambah dengan ampas halus (bagacillo). Tujuannya adalah untuk
mengentalkan nira kotor, mempertebal blotong dan membentuk pori – pori pada
permukaan vacuum filter agar air siraman mudah masuk ke dalam blotong. Dari
mixer tank, campuran nira kotor dan ampas halus ditapis dengan Rotary Vacuum
Filter yang berjumlah dua buah.

III.5.1. Unit Proses Penapisan (Rotary Vacuum Filter)


Alat untuk unit proses penapisan yaitu Rotary Vacuum Filter dilengkapi
dengan peralatan pembuat hampa yaitu kondensor, pompa injeksi, pompa vacuum,
dan peralatan pembantu seperti bagacillo fan, mixer bagacillo. Proses ini
bertujuan untuk memisahkan antara nira tapis dengan blotong. Nira tapis akan
dialirkan kembali ke tangki penampung nira mentah untuk dimurnikan lagi.
Sedangkan, blotong diolah menjadi biokompos di Sempal Wadak. Bagian utama
alat Rotary Vacuum Filter adalah silinder yang berputar. Pada permukaaan
silinder tersebut, terdapat saringan yang berjumlah 90 buah dan di bagian
dalamnya terdapat peralatan pembuat hampa. Dengan adanya hampa maka larutan
akan tersedot, sedangkan kotoran/blotong akan tertahan di permukaan saringan.
Untuk mengurangi kadar gula dalam blotong (pol ± 2 %), maka ditambahkan air
siraman yang bersuhu 70-800C. Makin banyak air siraman dan makin kecil
kecepatan putar RVF, maka makin kecil kadar gula yang terbuang dalam blotong.

Mekanisme penapisan nira kotor di Rotary Vacuum Filter


Nira kotor yang telah dicampur dengan ampas halus (baggasilo)
dimasukkan ke dalam bak penampung nira kotor yang berada di bawah tromol.
Pemisahan nira tapis dengan blotong berdasarkan pronsip perbedaan tekanan. Ada
3 daerah di Rotary Vacuum Filter dengan tekanan yang berbeda-beda, yaitu:
 Daerah low vacuum, merupakan tempat menempelnya nira kotor pada
permukaan RVF. Daerah ini mempunyai tekanan vakum 20-30 cmHg.

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
49
Uraian Proses Produksi

 Daerah high vacuum, merupakan daerah penyerap filtrat yang masih


terkandung nira kotor, serta daerah pencucian blotong. Daerah ini
mempunyai tekanan vacuum 40-60 cmHg.
 Daerah non vacuum, merupakan daerah pelepasan blotong oleh scrapper.
Daerah ini mempunyai tekanan 1 atm.
Pada saat bagian tromol berada pada daerah low vacuum, terjadi
penempelan nira kotor yang berada dalam bak penampung. Tromol terus berputar
dan sampai pada daerah high vacuum, dimana saat itu kotoran yang menempel
disemprot dengan menggunakan air panas yang bersuhu ± 70 oC, agar gula yang
terkandung di dalam blotong dapat terlarut dan gula yang terpisah itu kemudian
diserap melalui saringan nira tapis. Sedangkan kotoran yang tidak mengandung
gula ini disebut blotong. Nira tapis kemudian ditampung ke bak penampung nira
tapis, untuk selanjutnya dipompa ke tangki nira mentah untuk dicampur dengan
nira mentah untuk dilakukan proses pemurnian lagi. Selanjutnya tromol saringan
sampai pada daerah non vacuum, dimana pada daerah ini terjadi pengikisan
blotong yang menempel pada permukaan tromol dan untuk selanjutnya blotong
dibawa menuju truk penampung untuk dikirim ke unit pengolahan kompos.

Gambar III.2 Geometri Rotary Vacuum Filter

III.5.2 Pembuatan Gas SO2 di Rotary Sulphur Burner

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
50
Uraian Proses Produksi

Bahan baku yang digunakan adalah belerang. Gas SO 2 yang digunakan


terlebih dahulu mengalami proses sebagai berikut :
 Belerang padat dari sulfur bin dimasukkan secara bertahap ke Rotary
Sulphur Burner melalui screw conveyor. Di dalam Rotary Sulphur Burner,
belerang padat dibakar pada suhu ± 1800C sampai lebur dan menghasilkan gas
(asap). Rotary Sulphur Burner berjumlah dua buah yang digunakan secara
bergantian. Belerang padat yang digunakan ada dua jenis, yaitu pastiles
(padatan kecil) dan padatan besar.
Yang lebih sering dipakai adalah jenis pastiles dengan jumlah ± 1 ton tiap 8
jam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
S (s) + panas S (l)
S (l) + panas S (g)
S (g) + O2 (g) SO2 (g) + panas
 Di dalam Rotary Sulphur Burner terbentuk gas SO2, namun ketika gas SO2
keluar dari Rotary Sulphur Burner, kemungkinan masih mengandung sedikit
sulfur padat, karena adanya excess sulfur. Sehingga perlu dilewatkan ke
sublimator. Di dalam sublimator, terdapat dua saringan, berupa batu tahan api,
yang berfungsi untuk menyaring kotoran dan sulfur padat yang terikut dalam
gas SO2 sehingga dapat dihasilkan gas SO2 yang bersih.
 Gas SO2 yang telah disaring kemudian ditarik oleh blower untuk
dimasukkan ke Sulphur tower dan selanjutnya terabsorbsi oleh nira.
 Gas yang terbentuk (SO2) dialirkan melalui suatu pipa pendingin dan
dimasukkan dalam tangki sublimasi untuk mencegah terjadinya gas SO3.

III.5.3.Pembuatan Susu Kapur


Pertama batu kapur atau kapur tohor (CaO) dimasukkan ke dalam molen
dan ditambahkan air panas. Reaksi yang terjadi :
CaO + H2O  Ca (OH)2
Susu kapur kemudian dilewatkan saringan untuk memisahkan kotoran, seperti
batu kerikil. Susu kapur ditampung dalam tangki dan ditambahkan air panas agar
kekentalannya terjaga pada harga 7 oBe. Setelah itu susu kapur dipompa ke
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
51
Uraian Proses Produksi

stasiun-stasiun yang membutuhkannya. Batu kapur yang digunakan adalah


sebanyak 2,1 kg/ton tebu.

Tangki penampung
D III Tekniknira mentah
Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
52
Uraian Proses Produksi

H3PO4
Ca(OH)2 Ca(OH)2 Ca(OH)2

Nira mentah PP I Defekator I Defekator II Defekator III


tersaring 75°C pH 7 pH 7,2-7,5 pH 8,5-8,8

Flokulan
PP II Sulphur
Flash 105 - 110°C Tower
Tank
SO2

Reaction Tank
Single Tray 80 °C
Clarifier

Bagacillo
Nira Penampung
kotor nira Rotary
kotor Mud Vacuum
Mixer Filter
Nira Encer

Nira tapis
Blotong

Saringan Biokompos
nira encer
PP III Stasiun
115 - 120°C Penguapan

Gambar III.3 Diagram Alir Proses Pemurnian Nira


III.6 Stasiun Penguapan
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
53
Uraian Proses Produksi

Proses penguapan berlangsung secara kontinyu. Hal ini bertujuan untuk


memekatkan nira jernih dengan cara menguapkan kandungan airnya, untuk
mempercepat proses kristalisasi dalam stasiun masakan, serta untuk mengurangi
beban evaporator. Kandungan air dalam nira sangat besar, sehingga penguapan
dilakukan sebanyak-banyaknya. Proses penguapan di PG. Kebon Agung
menggunakan uap bekas dari turbin. Kekentalan nira keluar dari stasiun
penguapan adalah 30 oBe. Apabila kekentalannya kurang, maka akan menambah
beban kerja stasiun masakan. Karena akan memperlambat proses pemasakan nira.
Jumlah evaporator yang ada seluruhnya sebanyak 7 buah ditambah 2 buah
pre-evaporator. Dari 9 bejana yang ada, hanya 7 buah yang aktif digunakan
sedangkan 3 buah sebagai cadangan. Proses pembersihan evaporator dengan cara
pemberian chemical (berupa soda kaustik sebanyak + 125 kg/hari) dan skrap
(untuk pembersihan terhadap kerak yang timbul).
Prinsip kerja pre-evaporator dan evaporator adalah menguapkan sebagian
besar kandungan air yang ada dalam nira, dengan menggunakan sistem Quintiple
effect dengan paralel badan akhir, dimana nira dan uap mengalir secara bersama
dari evaporator yang satu ke evaporator berikutnya. Nira dan uap (steam) tidak
berkontak langsung, melainkan keduanya dipisahkan oleh rangkaian pipa nira
yang tersusun seri, sehingga hanya terjadi proses perpindahan (transfer) panas
dari uap ke nira dalam rangkaian pipa. Pre-evaporator dipakai dengan susunan
tunggal (single effect), sedangkan evaporator dengan susunan berangkai (multiple
effect). Proses di stasiun penguapan, yaitu:
 Pre-evaporator
Nira jernih yang telah dipanaskan di Heater III (120°C), dipompa masuk ke
Pre-evaporator. pH nira yang masuk badan pre-evaporator harus mendekati
netral antara 7-7,2, karena jika dalam kondisi basa (pH > 7), akan terjadi reaksi
karamelisasi, sehingga terbentuk caramel yang akan menimbulkan kerak yang
akan menyumbat pipa nira. Sedangkan jika kondisi asam (pH < 7), sukrosa
akan terinversi, sehingga tidak mampu membentuk kristal. Uap (steam) yang
digunakan di pre-evaporator adalah uap (steam) bekas dari turbin dan gilingan,
dengan tekanan 0,8-1 kgf/cm2. Suhu dan tekanan ruang badan pre-evaporator
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
54
Uraian Proses Produksi

adalah 110°C dan 0,5 kgf/cm2. Dari pre-evaporator, nira akan dialirkan ke
rangkaian 5 evaporator (Quintiple effect). Sedangkan uap hasil pemanasan nira
pre-evaporator digunakan untuk pemanas di pan masakan.
 Evaporator I
Steam yang digunakan di badan evaporator I berasal dari uap bekas dari turbin
dan gilingan, dengan tekanan 0,8-1 kgf/cm 2. Suhu dan tekanan ruang badan
evaporator I adalah 108-110°C dan 0,4-0,5 kgf/cm2. Selanjutnya uap dan nira
dialirkan ke badan evaporator II dan heater dengan prinsip beda tekanan.
 Evaporator II
Uap yang dihasilkan di badan evaporator I, diinputkan ke badan evaporator II
sebagai steam pemanas. Suhu dan tekanan ruang badan evaporator II adalah
100-102°C dan 0,1 kgf/cm2. Selanjutnya uap dan nira dialirkan ke badan
evaporator III dengan prinsip beda tekanan.
 Evaporator III
Suhu ruang badan evaporator III adalah 80-95°C dengan tekanan ruang vakum
10 cmHg. Steam yang digunakan di badan evaporator III berasal dari uap
badan evaporator II. Selanjutnya uap dan nira dari evaporator III dialirkan ke
badan evaporator IV dengan prinsip beda tekanan.
 Evaporator IV
Suhu ruang badan evaporator III adalah 70-85°C dengan tekanan ruang vakum
30 cmHg. Uap yang dihasilkan di badan evaporator III, diinputkan ke badan
evaporator IV sebagai steam pemanas. Selanjutnya uap dan nira dari
evaporator IV dialirkan ke badan evaporator V dengan prinsip beda tekanan.
 Evaporator V
Steam yang digunakan di badan evaporator V berasal dari uap bekas dari
badan evaporator IV. Di evaporator V digunakan 2 badan evaporator yang
disusun secara paralel agar luas perpindahan panasnya lebih besar. Suhu ruang
badan evaporator V adalah 60°C dengan tekanan vakum 60-62 cmHg.
Selanjutnya nira kental dari evaporator V dialirkan ke peti penampung nira
kental yang selanjutnya dialirkan ke bejana sulfitasi untuk diberi gas SO2

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
55
Uraian Proses Produksi

kembali dengan tujuan agar kristal gula yang dihasilkan nantinya akan putih
(proses pemucatan/bleaching). Kemudian nira ditampung di peti nira kental
tersulfitasi yang kemudian dimasak di stasiun masakan. Sedangkan uap (steam)
pemanas dari badan evaporator V dialirkan ke Juice catcher, untuk menangkap
nira yang terikut dalam steam. Nira dari uap yang tertangkap Juice catcher
akan ditampung di tangki penampung nira untuk selanjutnya dialirkan ke
tangki leburan. Sedangkan uap nira hasil penguapan dari Juice catcher
dialirkan menuju ke Kondensor. Prinsip kerja Kondensor adalah mengontakkan
air injeksi (± 38°C) dari Cooling pond melalui pipa injeksi dengan uap air yang
keluar dari Juice catcher, sehingga terjadi perubahan uap air menjadi embun
yang kemudian jatuh ke bawah sebagai air jatuhan (54-60°C).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses penguapan antara lain :
1. Tekanan uap nira tiap evaporator harus konstan karena dapat
mempengaruhi kecepatan penguapan.
2. Pengaturan level nira pada setiap evaporator mempengaruhi kecepatan
penguapan. Pengaturan level 30% dari tinggi ruang pemanas.
3. Adanya gas-gas yang tak terembunkan dalam ruang pemanas.
4. Adanya kehilangan panas akibat adanya kebocoran valve.
5. Air embun harus dikeluarkan dengan lancar karena dapat menghambat
perpindahan panas dan memperkecil ruang pemanas.
6. Adanya kerak yang menghambat transfer panas dan mempengaruhi
kecepatan penguapan.

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
56
Uraian Proses Produksi

Uap Nira

Kondensor

Uap Bekas / Steam

Nira Encer Kondensat

Nira Kental

Gambar III.4. Diagram Proses Penguapan

Gambar III.5 Diagram Alir Proses Penguapan

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
57
Uraian Proses Produksi

III.7 Stasiun Masakan


Tujuan : untuk mengkristalkan gula atau mengubah bentuk sukrosa dari zat
terlarut dalam nira menjadi zat padat berbentuk kristal gula gula
dengan ukuran SD (Sugar Diameter) ± 1 mm.
Stasiun masakan merupakan proses penguapan air lebih lanjut dari nira
kental yang dihasilkan pada stasiun penguapan. Stasiun masakan memiliki 12
buah pan masakan, yang masing-masing berkapasitas + 400 HL (termasuk juga
pada bibitan). Stasiun ini memiliki beberapa alat utama, antara lain : vacuum pan
dan palung pendingin.
Proses kristalisasi dalam vacuum pan/pan masakan terjadi dengan cara
penambahan bibit kristal yang disebut fondan. Fondan biasanya ditambahkan
sebanyak 200 cc. Inti kristal ini akan membesar sehingga menjadi kristal yang
diinginkan. Kristal-kristal ini akan diperbesar dengan penambahan nira kental.
Bahan masakan tiap tahap masakan (D2, D, C, A2 dan A) berbeda-beda
berdasarkan Harga Kemurnian (HK) masakan yang diinginkan (HK target). Untuk
masakan D2 dan D, bahan yang masuk memiliki HK yang lebih kecil
dibandingkan bahan masakan C, A2 dan A. Hal ini bertujuan untuk menghindari
tetes (mollase) yang dihasilkan memiliki HK yang tinggi, yang berarti kehilangan
gula yang tinggi pula. HK maksimal tetes (mollase) diharapkan 28-30.
Tabel III.3 Data Ukuran Kristal dan HK tiap Masakan
D2 D C A2 A
Ukuran 0,3 0,4 0,5 0,6-0,7 0,8-1,2
Kristal (mm)
Harga 60-63 56-59 69-72 Tergantung
Kemanisan HK tebu
Sumber: PG. Kebon Agung, Malang (2008)
Pemasukan bahan masakan dilakukan secara bertahap sesuai prosedur
kerja yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terbentuknya
kristal palsu dan penyerapan bahan masakan ke inti kristal (fondant) yang kurang
maksimal. Kristal palsu dapat timbul, dikarenakan jarak antar kristal berjauhan,
pemasukan bahan yang kurang teratur, nira kental terlalu pekat dan masakan
terlalu viscous, yang disebabkan suhu terlalu tinggi.
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
58
Uraian Proses Produksi

Nira kental yang akan masuk stasiun masakan harus memenuhi standar
derajat kekentalan (°Be), yaitu berkisar antara 29-30. Pada proses masakan A,
juga dapat ditambahkan bahan pembantu lain, yaitu Super White Agent yang dapat
memutihkan kristal gula yang dihasilkan. Penambahan ini disebabkan proses
pemurnian yang kurang maksimal. Dalam sistem masakan ACD, ada 5 tahap
masakan, yaitu:
III.7.1 Masakan D2
Masakan D2 merupakan tahap masakan pertama dengan bahan masakan,
yaitu Nira kental, Stroop A, Fondant (bibit inti kristal gula), dan Klare D. Proses
kristalisasi yang terjadi pada stasiun masakan adalah pematangan bibit kristal
(Fondant) dengan melapisi (membesarkan) bibit inti kristal tersebut dengan
bahan-bahan masakan yang ditambahkan di setiap tahap masakan sesuai instruksi
kerja.
Tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan
60-65 cmHg, untuk menurunkan titik didih bahan masakan. Selanjutnya nira
kental dan Stroop A dimasukkan sebanyak ± 200 HL dalam pan masakan.
Kemudian dilakukan pemanasan sampai mencapai titik didih bahan (± 65°C)
dengan menggunakan uap bekas (afblas). Apabila terbentuk kristal palsu (kristal
yang terbentuk bukan dari fondant dan bentuknya tidak beraturan), maka
ditambahkan air sampai kristal palsu larut. Lalu ditambahkan fondant (bibit)
sebanyak ± 200 cc, dilakukan pemasakan selama 10 menit, dan ditambahkan
Stroop A sampai kristal yang terbentuk dari fondant nampak. Setelah kristal
benar-benar baik dan rata, dilakukan masak tua. Setelah masakan tua,
ditambahkan Klare D sampai volume ± 300 HL. Kemudian analisa HK sogokan
D2 untuk menentukan penarikan bahan pada proses berikutnya yang ditentukan
oleh Ahli Gula (chemiker) sampai volume 400 HL. Analisa sogokan sangat
menentukan HK target masakan D2 (60-63). Selanjutnya masakan D2 dioper ke 2
pan masakan D, masing-masing 200 HL.

III.7.2 Masakan D

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
59
Uraian Proses Produksi

Bahan yang digunakan untuk masakan D ada 4, yaitu masakan D2, Stroop
A, Stroop C, dan Klare D. Setelah tekanan ruang dalam pan masakan
dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, masakan D2 dimasukkan
sebanyak ± 200 HL, dan dilakukan pemanasan sampai mencapai titik didih bahan
(± 65°C) dengan menggunakan uap bekas (afblas). Apabila masakan sudah cukup
tua, Stroop A dimasukkan sampai volume masakan ± 250 HL serta dilakukan
pemasakan tua dan pengamatan kristal palsu dengan mengkrengseng bahan yang
akan dimasak, dan penarikan bahan dengan teratur. Setelah itu, dilakukan analisa
sogokan untuk mengukur HK masakan dan pemasakan tua. Setelah masakan tua,
ditambahkan Stroop A, Stroop C dan Klare D sampai volume ± 350 HL.
Kemudian masakan dituakan lagi sampai %Brixnya mencapai ± 97. Lalu hasil
masakan D diturunkan menuju palung pendingin D dan dipompa ke Rapid
crystalizer, yang berfungsi untuk mendinginkan masakan D dengan cepat, agar
kristal tidak mudah leleh saat terkena siraman air. Disini dihasilkan massecuite
dengan ukuran kristal 0,1 – 0,3 mm.

III.7.3 Masakan C
Bahan yang digunakan untuk masakan C ada 4, yaitu nira kental, gula D
(babonan D/einwurf D), Stroop A, dan Klare D. Setelah tekanan ruang dalam pan
masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, nira kental dan
Stroop A dimasukkan sebanyak ± 200 HL, dan dilakukan pemanasan suhu ± 65°C
sampai terbentui benangan. Setelah itu gula D dimasukkan sebanyak ± 40 HL dan
dilakukan pemasakan tua (jika jarak kristal rapat dan teratur). Kemudian
ditambahkan lagi Stroop A sampai volume masakan ± 250 HL dan dianalisa
sogokan dengan HK target 69-75%. Lalu 75 HL Stroop A dan 95 HL Klare D
dimasukkan. Setelah ukuran kristal 0,4-0,5 mm, massecuite C diturunkan menuju
palung pendingin C untuk menurunkan suhu massecuite C, sebelum menuju
stasiun putaran.

III.7.4 Masakan A2
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
60
Uraian Proses Produksi

Bahan yang digunakan untuk masakan A2 ada 3, yaitu nira kental, gula C
(babonan C / einwurf C), dan Klare SHS. Setelah tekanan ruang dalam pan
masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, nira kental dan Klare
SHS dimasukkan sebanyak ± 200 HL, dan dilakukan pemasakan tua sampai
terbentuk benangan. Setelah itu ditambahkan gula C sebanyak ± 40 HL dan
dilakukan penuaan. Bila terbentuk kristal palsu, ditambahkan air. Secara bertahap
ditambahkan nira kental dan Klare SHS sampai volume masakan ± 400 HL dan
dituakan sampai ukuran kristalnya mencapai 0,6-0,7 mm. Selanjutnya masakan A2
dioper ke 2 pan masakan A, masing-masing 200 HL.

III.7.5 Masakan A
Bahan yang digunakan untuk masakan A ada 3, yaitu masakan A2, nira
kental, dan Klare SHS. Setelah tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan
vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, masakan A2 dimasukkan sebanyak ± 200
HL, dan dilakukan penuaan. Setelah itu ditambahkan nira kental atau Klare SHS
sampai volume masakan ± 250 HL serta dilakukan penuaan lagi dan pengamatan
ukuran kristal. Apabila ukuran kristal halus, maka ditambah nira kental atau Klare
SHS sampai volume masakan ± 400 HL. Namun bila ukuran kristal sudah cukup
kasar, maka penambahan nira kental atau Klare SHS secara perlahan. Setelah itu
dilakukan pengamatan ada tidaknya kristal palsu, dan dilakukan penambahan air
untuk menghancurkan kristal palsu. Jika ukuran kristal sudah mencapai 0,8-1,2
mm, massecuite A diturunkan menuju palung pendingin A untuk menurunkan
suhu massecuite A, sebelum menuju stasiun putaran.

Klare D
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
61
Uraian Proses Produksi

Nira kental
Fondant
sulfitasi
Stroop A

Klare D

Stroop C
Pan D
Pan A
Pan C

Klare SHS Puteran D Tetes

Puteran A Puteran C

Gula C
Magma D

Magma A Einwurf C

Puteran D
Puteran
Gula D2

Gula SHS Einwurf D

Stasiun
Pembungkusan

Gambar III.6 Diagram Alir Proses Masakan

III.8 Stasiun Putaran


D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
62
Uraian Proses Produksi

Tujuan : untuk memisahkan kristal gula (babonan/einwuf) dari larutan sirup


(Stroop dan Klare) dalam massecuite dengan cara penyaringan
sentrifugal berdasar perbedaan berat jenis/ massa jenis.
Secara umum, putaran terdiri dari dinding yang berupa saringan dan
dihubungkan dengan sumbu yang berputar, sehingga ketika sumbu berputar dan
terdapat masakan (massecuite) didalamnya, maka larutannya akan terlempar
kesamping karena gaya sentrifugasi. Kristal gula yang memiliki diameter lebih
besar daripada diameter lubang saringan akan tertahan, sedangkan larutan sirup
akan melewati saringan, sehingga akan diperoleh kristal gula yang menempel
pada saringan.
Dalam proses pemutaran dilakukan pencucian dengan air agar seluruh
larutan sirup yang melekat pada kristal dapat dihilangkan. Ada 2 jenis larutan
sirup yang dihasilkan di stasiun putaran, yaitu:
 Stroop, merupakan larutan sirup hasil siraman I pada alat putaran
 Klare, merupakan larutan sirup hasil siraman II pada alat putaran
Ada 2 jenis putaran yang digunakan di PG. Kebon Agung, yaitu putaran
discontinue untuk gula A, dan putaran continue untuk gula C dan D.

III.8.1 Putaran D
Massecuite D yang sudah diturunkan ke palung pendingin D, dialirkan
menuju Rapid crystalizer yang memiliki bagian pendingin yang dialiri air dingin,
yang berfungsi untuk mempercepat proses pendinginan dan menyempurnakan
proses kristalisasi, sehingga kristal tetap terjaga dan tidak meleleh (hancur) karena
ukuran kristal terlalu kecil (halus) saat pemisahan di stasiun putaran. Setelah
didinginkan suhunya, massecuite D ditampung di tangki distributor D, yang
berfungsi untuk menjaga kontinuitas proses putaran D1. Pada putaran D1,
massecuite D disiram dengan air panas (60°C) secara kontinyu, sehingga
dihasilkan Magma D dan tetes (mollase). Tetes (mollase) merupakan gula inversi
yang sudah tidak dapat mengkristal lagi, sehingga menjadi hasil samping yang
bisa dimanfaatkan melalui proses lebih lanjut. Magma D akan diputar di putaran
D2, sehingga menghasilkan gula D (babonan/einwurf) dan Klare D yang akan
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
63
Uraian Proses Produksi

ditampung di tangki einwurf D dan tangki Klare D. Suhu air siraman pada putaran
D2 adalah 60 – 70 °C. Gula D digunakan sebagai bahan masakan C, sedangkan
klare D digunakan untuk bahan masakan C dan D.
PG. Kebon Agung menggunakan 3 buah putaran D1, dengan kapasitas
masing – masing 25 ton/jam. Sedangkan untuk putaran D2, ada 4 buah dengan
kapasitas 10 ton/jam.

III.8.2 Putaran C
Massecuite C yang sudah diturunkan ke palung pendingin C, ditampung di
tangki distributor C, yang berfungsi untuk menjaga kontinuitas input proses
putaran C. Pada putaran C, massecuite C disiram dengan air panas secara
kontinyu, sehingga dihasilkan gula C (babonan/einwuf) dan stroop C. Stroop C
digunakan untuk bahan masakan D, sedangkan gula C ditampung di tangki
babonan C yang selanjutnya digunakan untuk bahan masakan A2. Suhu air
siraman pada putaran C adalah 60°C. PG. Kebon Agung mempunyai 4 buah
putaran C, dengan kapasitas 3 ton/jam..

III.8.3 Putaran A
Putaran discontue A jenis WS (Western States Machine), merupakan
putaran langsung dimana pengoperasiannya secara digital dengan sistem batch.
Kapasitas putaran ini 1000 kg dan 1200 kg dengan kecepatan putaran 1000 rpm
yang berjumlah 4 buah. Massecuite A dari palung pendingin A, ditampung di
tangki distributor A, kemudian diputar sebanyak ± 1000 kg (sesuai dengan
kapasitas putaran) dan disiram air panas (90-100°C) selama ± 15 detik, sehingga
dari siraman pertama ini dihasilkan Stroop A. Stroop A lalu direcycle kembali
pada masakan C, D dan D2. Setelah 15 detik kemudian, disiram lagi dengan air
panas dan ditunggu ± 25 detik, sehingga dari siraman kedua ini dihasilkan Klare
SHS dan gula SHS. Klare SHS lalu direcyle kembali ke masakan A2, A, dan C.
Sedangkan gula SHS (kristal yang menempel pada dinding puteran) discrub dan
diturunkan ke talang goyang, yang selanjutnya menuju ke stasiun pembungkusan.

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang
64
Uraian Proses Produksi

Masakan A Masakan C Masakan D

Stroop A Stroop C
Puteran A Puteran C Puteran D1 Tetes

Magma A Gula C Magma D

Klare D
Puteran D2
Klare SHS
Puteran SHS

Gula D

Gula SHS Stasiun Masakan

Gambar III.7 Diagram Alir Proses Putaran

III.9 Stasiun Pembungkusan


D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
65
Uraian Proses Produksi

Tujuan : untuk memberikan perlakuan terakhir pada gula SHS sebelum


digudangkan.
Produk kristal gula yang diambil hanya berasal dari puteran A atau yang
lebih dikenal dengan gula SHS. Gula SHS dari putaran A disaring untuk
memisahkan kristal gula SHS yang diinginkan dengan kotoran dan bongkahan
gula, yang nantinya akan diangkut ke tangki leburan. Lalu, gula SHS turun ke
talang goyang, yang berfungsi untuk memberikan getaran dan waktu kontak
dengan udara luar pada gula SHS, sehingga gula SHS lebih kering dan dingin.
Selanjutnya diangkut ke sugar dryer dengan wet sugar elevator, yang
berfungsi untuk mengeringkan gula SHS dengan mengalirkan udara dingin dan
kering pada gula SHS. Kemudian gula SHS diangkut menuju saringan getar
dengan menggunakan bucket elevator. Saringan getar berfungsi untuk
memisahkan gula kristal dari kerikilan (bongkahan gula). Di saringan getar,
terdapat 2 macam saringan, yaitu saringan 8 mesh dan saringan 28 mesh. Dari sini
akan dihasilkan gula halus (> 28 mesh), normal (8 – 28 mesh) dan gula kasar (< 8
mesh). Gula yang halus dan kasar dilebur kembali, sedangkan gula normal masuk
ke sillo. Kerikilan yang tersaring akan diangkut ke tangki leburan, sedangkan gula
SHS diangkut ke sillo.
Dari sillo, gula dibungkus menggunakan packer dan ditimbang dalam
pembungkus plastik (pengemas primer) dan karung (pengemas sekunder) dengan
berat 50-50,2 kg. Jika berat melebihi atau kurang dari berat standar, dilakukan
penambahan atau pengurangan gula. Kemudian karung gula dijahit dan diangkut
menggunakan belt conveyor menuju gudang gula SHS.

Gula SHS
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
66
Uraian Proses Produksi

Bongkahan gula Talang goyang

diangkut ke Sugar dryer dengan wet sugar elevator

diangkut ke Saringan getar dengan Bucket elevator

Saringan 8 mesh

Gula Kasar Gula 8 mesh

Saringan 28 mesh

Gula Halus Gula Normal

diangkut ke sillo dengan dry sugar elevator

pengemasan dengan packer

diangkut ke tangki leburan penimbangan (50-50,2 kg)

penjahitan

diangkut ke gudang gula SHS


dengan belt conveyor

Gudang Gula SHS

Gambar III.8 Diagram Alir Stasiun Pembungkusan (Penyelesaian)

D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon


Agung Malang

Anda mungkin juga menyukai