BAB III
URAIAN PROSES PRODUKSI
Pabrik Gula Kebon Agung menghasilkan produk utama gula kristal putih I
(GKP I) dengan kualitas IA dan hasil sampingnya adalah ampas, tetes, dan
blotong. Proses pemurniannya menggunakan belerang dan kapur untuk pemisahan
dari nira jernihnya. Faktor utama yang menentukan mutu hasil produksi adalah
pada bahan dasar. Dalam hal ini tergantung pada bahan baku dan bahan-bahan
pembantu.
Proses produksi gula terbagi dalam beberapa proses, yaitu : penggilingan,
pemurnian, penguapan, pemasakan/pengkristalan, putaran, pengeringan,
pengemasan, dan penyimpanan. Pada PG Kebon Agung proses tersebut terbagi
dalam stasiun, yaitu: stasiun penerimaan, stasiun timbangan, stasiun gilingan,
stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, stasiun putaran, dan
stasiun pembungkusan.
Setiap truk yang mengangkut tebu harus membawa Surat Perintah Tebang
dan Angkut (SPTA) dari supplier tebu yang telah memiliki kode registrasi.
Pemegang kode registrasi adalah pemilik atau pengirim tebu yang telah terdaftar
di PG Kebon Agung. SPTA merupakan lembar rangkap lima dan berbeda warna.
Lembar I (putih) sebagai arsip PDE, lembar II (hijau) sebagai arsip sopir, lembar
III (biru) sebagai arsip bina wilayah, lembar IV (kuning) sebagai arsip pabrikasi,
dan lembar V (merah) sebagai arsip bagian tebang dan angkut (penerimaan).
Bahan baku yang masuk proses produksi gula harus memiliki kualitas
baik, yaitu tebu layak giling yang memenuhi standar MBS, yaitu:
M (manis) : tebu harus memiliki % Brix yang tinggi atau lebih dari 15%,
hal ini dapat diketahui dari kadar % Brix yang terukur.
B (bersih) : tebu yang masuk tidak mengandung trash, yang terdiri dari
daduk, akar, tanah, pucuk/sogolan, pasir, dan kerikil karena
dapat menurunkan kapasitas gilingan dan akan menyulitkan
proses pemurnian bila terdapat koloid tanah (Al, Si, Fe).
S (segar) : waktu antara tebu ditebang dan digiling tidak lebih dari 1 hari
dan maksimal 4 hari setelah dipanen.
Analisa MBS ini dilakukan di emplacement agar tebu yang masuk ke unit
gilingan adalah tebu yang sudah memenuhi standart MBS PG Kebon Agung.
Progam MBS (Manis, Bersih, Segar) yang diterapkan oleh PG Kebon Agung
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas tebu, membuat para pemasok tebu
harus lebih selektif dalam mengirimkan tebunya. Dalam progam ini, tebu yang
masuk dan mempunyai kualitas lebih rendah dari standar dikenakan
rafraksi/rendemen khusus.
Mengambil gula yang ada di dalam tebu sebanyak mungkin dengan cara
yang efisien, efektif, dan ekonomis dan memisahkan ampas dengan nira untuk
mendapatkan nira sebanyak-banyaknya..
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemerahan nira di stasiun
penggilingan antara lain sebagai berikut :
Kualitas tebu
Persiapan tebu sebelum masuk gilingan
Air imbibisi
Derajat kompresi terhadap ampas
Jumlah roll gilingan
zat lilin (menjadi licin). Namun, dengan suhu tinggi dapat melarutkan nira yang
ada. Sedangkan pada suhu rendah nira yang terkandung dalam ampas tidak larut.
Gilingan yang dipakai di PG Kebon Agung, menggunakan penggerak
turbin. Untuk menggerakannya digunakan steam dengan tekanan 15 – 16 kgf/cm 2
gauge. Sedangkan kecepatan maksimal putaran adalah 5000 rpm. Putaran yang
dihasilkan turbin kemudian direduksi di Primer Gear Box, Secondary Gear Box
dan Final Gear Box yang akan memutar gilingan dengan kecepatan 4 – 6 rpm.
Kinerja gilingan sangat dipengaruhi oleh rate tebu yang masuk, kecepatan putar
dan tekanan hidrolik gigi.
Main
Carrier Nira Mentah
Air Air
imbibisi imbibisi
Ketel
Nira Mentah
Tangki
Nira Mentah
Stasiun
Pemurnian
Besarnya harga pH dapat dilihat dari alat yang disebut pH- controller,
yang langsung dihubungkan dengan tangki penampung susu kapur sehingga
apabila pH nira yang dihasilkan tidak sesuai standar yang diharapkan, maka
secara otomatis susu kapur yang dimasukkan ke Defekator akan ditambah bila pH
lebih kecil dari standar atau akan dikurangi bila pH lebih besar dari standar.
Selain itu, proses di dalam Defekator sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH
(derajat keasaman). Apabila suhu proses > 80°C (suhu tinggi) dan pH-nya asam
(< 7) maka sukrosa yang terkandung dalam nira akan terinversi menjadi fruktosa
dan glukosa, dan gulanya disebut gula reduksi. Semakin tinggi suhu proses maka
rate inversi semakin tinggi, begitu pula pH. Semakin asam kondisi pH nira maka
rate inversi semakin besar. Sehingga perlu dikontrol suhu proses maksimum 80°C
dan pH minimum = 7.
Selanjutnya, nira dialirkan ke Sulphur tower. Tujuannya hanya absorpsi
gas SO2 ke nira sehingga pH-nya menjadi 7–7,2. Dari Shulphur tower, campuran
nira dan gas SO2 dimasukkan ke Reaction tank untuk menyempurnakan reaksi
nira dengan gas SO2. Dalam Reaction tank terjadi reaksi pembentukan endapan
garam calsium sulfite [CaSO3] untuk menyelubungi inti endapan yang terbentuk
dalam proses defekasi sehingga menjadi gumpalan yang lebih besar dan akan
lebih mudah diendapkan.
Suhu operasi berkisar 800C dan bekerja pada pH = 7,2. Di dalam tangki
reaksi ini terjadi reaksi antara gas SO2 dengan sisa susu kapur, dengan mekanisme
sebagai berikut :
I. Ca(OH)2 Ca(OH)+ + OH-
Ca(OH)+ Ca2+ + OH-
II. SO2 + H2O H2SO3
H2SO3 H+ + HSO3-
HSO3- H+ + SO32-
III. Ca2+ + SO32- CaSO3 ↓
Setelah itu, nira dipompa ke heater II (PP II). Pada PP II, suhu dijaga
antara 105 – 1100C. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan reaksi antara nira
mentah, susu kapur dan gas SO 2, mempercepat pengendapan, meningkatkan suhu
nira untuk memudahkan proses pengeluaran gelembung gas dan udara dalam nira
di Flash tank. Jumlah PP II pada Stasiun Pemurnian adalah tiga buah, tetapi hanya
dua buah yang aktif digunakan, sedangkan satu stand by.
Selanjutnya, nira masuk ke Flash tank. Flash tank berfungsi melepaskan
gas–gas sisa reaksi yang tidak diperlukan yang terdapat dalam nira agar gangguan
dalam proses pengendapan kotoran dapat dikurangi. Setelah itu nira keluar dan
ditambahkan flokulan untuk mengikat kotoran – kotoran yang ada dalam nira dan
membentuk flok – flok agar memudahkan proses pengendapan pada Single Tray
Clarifier. Pada dasarnya ada dua jenis flokulan, yaitu flokulan kation yang hasil
floc-nya akan mengambang dan flokulan anion dengan hasil floc-nya mengendap.
Flokulan yang ditambahkan berjenis anion, bermerek dagang Accofloc A 110 -H
dengan dosis 3 ppm. Sebelum ditambahkan, flokulan dilarutkan dalam air dan
diaduk dengan semburan udara pada preparation tank. Pengadukan tidak
dilakukan dengan stirer karena dapat merusak jaringan flokulan sehingga dapat
mengurangi efektifitas flokulan untuk mengikat kotoran–kotoran dalam nira.
Kemudian, nira dialirkan ke Single Tray Clarifier. Tujuannya adalah untuk
memisahkan nira jernih dan nira kotor. Suhu nira dalam Single Tray Clarifier
mencapai 1000C dan pH mendekati 7. Nira kotor akan mengendap di bawah,
sedangkan nira jernih berada di atas. Sekali waktu, operator mengambil nira jernih
dalam sebuah tabung reaksi untuk diamati tingkat kejernihannya.
Nira jernih hasil pemisahan disaring pada saringan, tujuannya untuk
menyaring kotoran – kotoran halus yang masih terkandung dalam nira jernih.
Pada saat penyaringan, juga ditambahkan air panas yang bertujuan untuk mencuci
kotoran agar kehilangan gula dalam kotoran dapat dikurangi. Setelah disaring,
nira jernih dipompa ke heater III (PP III). Suhu operasi PP III berkisar antara
115–1200C. Tujuannya adalah untuk mendekati titik didih nira sehingga dapat
mengurangi beban penguapan pada stasiun penguapan dan mempercepat proses
penguapan.
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
48
Uraian Proses Produksi
Tangki penampung
D III Tekniknira mentah
Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
52
Uraian Proses Produksi
H3PO4
Ca(OH)2 Ca(OH)2 Ca(OH)2
Flokulan
PP II Sulphur
Flash 105 - 110°C Tower
Tank
SO2
Reaction Tank
Single Tray 80 °C
Clarifier
Bagacillo
Nira Penampung
kotor nira Rotary
kotor Mud Vacuum
Mixer Filter
Nira Encer
Nira tapis
Blotong
Saringan Biokompos
nira encer
PP III Stasiun
115 - 120°C Penguapan
adalah 110°C dan 0,5 kgf/cm2. Dari pre-evaporator, nira akan dialirkan ke
rangkaian 5 evaporator (Quintiple effect). Sedangkan uap hasil pemanasan nira
pre-evaporator digunakan untuk pemanas di pan masakan.
Evaporator I
Steam yang digunakan di badan evaporator I berasal dari uap bekas dari turbin
dan gilingan, dengan tekanan 0,8-1 kgf/cm 2. Suhu dan tekanan ruang badan
evaporator I adalah 108-110°C dan 0,4-0,5 kgf/cm2. Selanjutnya uap dan nira
dialirkan ke badan evaporator II dan heater dengan prinsip beda tekanan.
Evaporator II
Uap yang dihasilkan di badan evaporator I, diinputkan ke badan evaporator II
sebagai steam pemanas. Suhu dan tekanan ruang badan evaporator II adalah
100-102°C dan 0,1 kgf/cm2. Selanjutnya uap dan nira dialirkan ke badan
evaporator III dengan prinsip beda tekanan.
Evaporator III
Suhu ruang badan evaporator III adalah 80-95°C dengan tekanan ruang vakum
10 cmHg. Steam yang digunakan di badan evaporator III berasal dari uap
badan evaporator II. Selanjutnya uap dan nira dari evaporator III dialirkan ke
badan evaporator IV dengan prinsip beda tekanan.
Evaporator IV
Suhu ruang badan evaporator III adalah 70-85°C dengan tekanan ruang vakum
30 cmHg. Uap yang dihasilkan di badan evaporator III, diinputkan ke badan
evaporator IV sebagai steam pemanas. Selanjutnya uap dan nira dari
evaporator IV dialirkan ke badan evaporator V dengan prinsip beda tekanan.
Evaporator V
Steam yang digunakan di badan evaporator V berasal dari uap bekas dari
badan evaporator IV. Di evaporator V digunakan 2 badan evaporator yang
disusun secara paralel agar luas perpindahan panasnya lebih besar. Suhu ruang
badan evaporator V adalah 60°C dengan tekanan vakum 60-62 cmHg.
Selanjutnya nira kental dari evaporator V dialirkan ke peti penampung nira
kental yang selanjutnya dialirkan ke bejana sulfitasi untuk diberi gas SO2
kembali dengan tujuan agar kristal gula yang dihasilkan nantinya akan putih
(proses pemucatan/bleaching). Kemudian nira ditampung di peti nira kental
tersulfitasi yang kemudian dimasak di stasiun masakan. Sedangkan uap (steam)
pemanas dari badan evaporator V dialirkan ke Juice catcher, untuk menangkap
nira yang terikut dalam steam. Nira dari uap yang tertangkap Juice catcher
akan ditampung di tangki penampung nira untuk selanjutnya dialirkan ke
tangki leburan. Sedangkan uap nira hasil penguapan dari Juice catcher
dialirkan menuju ke Kondensor. Prinsip kerja Kondensor adalah mengontakkan
air injeksi (± 38°C) dari Cooling pond melalui pipa injeksi dengan uap air yang
keluar dari Juice catcher, sehingga terjadi perubahan uap air menjadi embun
yang kemudian jatuh ke bawah sebagai air jatuhan (54-60°C).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses penguapan antara lain :
1. Tekanan uap nira tiap evaporator harus konstan karena dapat
mempengaruhi kecepatan penguapan.
2. Pengaturan level nira pada setiap evaporator mempengaruhi kecepatan
penguapan. Pengaturan level 30% dari tinggi ruang pemanas.
3. Adanya gas-gas yang tak terembunkan dalam ruang pemanas.
4. Adanya kehilangan panas akibat adanya kebocoran valve.
5. Air embun harus dikeluarkan dengan lancar karena dapat menghambat
perpindahan panas dan memperkecil ruang pemanas.
6. Adanya kerak yang menghambat transfer panas dan mempengaruhi
kecepatan penguapan.
Uap Nira
Kondensor
Nira Kental
Nira kental yang akan masuk stasiun masakan harus memenuhi standar
derajat kekentalan (°Be), yaitu berkisar antara 29-30. Pada proses masakan A,
juga dapat ditambahkan bahan pembantu lain, yaitu Super White Agent yang dapat
memutihkan kristal gula yang dihasilkan. Penambahan ini disebabkan proses
pemurnian yang kurang maksimal. Dalam sistem masakan ACD, ada 5 tahap
masakan, yaitu:
III.7.1 Masakan D2
Masakan D2 merupakan tahap masakan pertama dengan bahan masakan,
yaitu Nira kental, Stroop A, Fondant (bibit inti kristal gula), dan Klare D. Proses
kristalisasi yang terjadi pada stasiun masakan adalah pematangan bibit kristal
(Fondant) dengan melapisi (membesarkan) bibit inti kristal tersebut dengan
bahan-bahan masakan yang ditambahkan di setiap tahap masakan sesuai instruksi
kerja.
Tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan
60-65 cmHg, untuk menurunkan titik didih bahan masakan. Selanjutnya nira
kental dan Stroop A dimasukkan sebanyak ± 200 HL dalam pan masakan.
Kemudian dilakukan pemanasan sampai mencapai titik didih bahan (± 65°C)
dengan menggunakan uap bekas (afblas). Apabila terbentuk kristal palsu (kristal
yang terbentuk bukan dari fondant dan bentuknya tidak beraturan), maka
ditambahkan air sampai kristal palsu larut. Lalu ditambahkan fondant (bibit)
sebanyak ± 200 cc, dilakukan pemasakan selama 10 menit, dan ditambahkan
Stroop A sampai kristal yang terbentuk dari fondant nampak. Setelah kristal
benar-benar baik dan rata, dilakukan masak tua. Setelah masakan tua,
ditambahkan Klare D sampai volume ± 300 HL. Kemudian analisa HK sogokan
D2 untuk menentukan penarikan bahan pada proses berikutnya yang ditentukan
oleh Ahli Gula (chemiker) sampai volume 400 HL. Analisa sogokan sangat
menentukan HK target masakan D2 (60-63). Selanjutnya masakan D2 dioper ke 2
pan masakan D, masing-masing 200 HL.
III.7.2 Masakan D
Bahan yang digunakan untuk masakan D ada 4, yaitu masakan D2, Stroop
A, Stroop C, dan Klare D. Setelah tekanan ruang dalam pan masakan
dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, masakan D2 dimasukkan
sebanyak ± 200 HL, dan dilakukan pemanasan sampai mencapai titik didih bahan
(± 65°C) dengan menggunakan uap bekas (afblas). Apabila masakan sudah cukup
tua, Stroop A dimasukkan sampai volume masakan ± 250 HL serta dilakukan
pemasakan tua dan pengamatan kristal palsu dengan mengkrengseng bahan yang
akan dimasak, dan penarikan bahan dengan teratur. Setelah itu, dilakukan analisa
sogokan untuk mengukur HK masakan dan pemasakan tua. Setelah masakan tua,
ditambahkan Stroop A, Stroop C dan Klare D sampai volume ± 350 HL.
Kemudian masakan dituakan lagi sampai %Brixnya mencapai ± 97. Lalu hasil
masakan D diturunkan menuju palung pendingin D dan dipompa ke Rapid
crystalizer, yang berfungsi untuk mendinginkan masakan D dengan cepat, agar
kristal tidak mudah leleh saat terkena siraman air. Disini dihasilkan massecuite
dengan ukuran kristal 0,1 – 0,3 mm.
III.7.3 Masakan C
Bahan yang digunakan untuk masakan C ada 4, yaitu nira kental, gula D
(babonan D/einwurf D), Stroop A, dan Klare D. Setelah tekanan ruang dalam pan
masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, nira kental dan
Stroop A dimasukkan sebanyak ± 200 HL, dan dilakukan pemanasan suhu ± 65°C
sampai terbentui benangan. Setelah itu gula D dimasukkan sebanyak ± 40 HL dan
dilakukan pemasakan tua (jika jarak kristal rapat dan teratur). Kemudian
ditambahkan lagi Stroop A sampai volume masakan ± 250 HL dan dianalisa
sogokan dengan HK target 69-75%. Lalu 75 HL Stroop A dan 95 HL Klare D
dimasukkan. Setelah ukuran kristal 0,4-0,5 mm, massecuite C diturunkan menuju
palung pendingin C untuk menurunkan suhu massecuite C, sebelum menuju
stasiun putaran.
III.7.4 Masakan A2
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
60
Uraian Proses Produksi
Bahan yang digunakan untuk masakan A2 ada 3, yaitu nira kental, gula C
(babonan C / einwurf C), dan Klare SHS. Setelah tekanan ruang dalam pan
masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, nira kental dan Klare
SHS dimasukkan sebanyak ± 200 HL, dan dilakukan pemasakan tua sampai
terbentuk benangan. Setelah itu ditambahkan gula C sebanyak ± 40 HL dan
dilakukan penuaan. Bila terbentuk kristal palsu, ditambahkan air. Secara bertahap
ditambahkan nira kental dan Klare SHS sampai volume masakan ± 400 HL dan
dituakan sampai ukuran kristalnya mencapai 0,6-0,7 mm. Selanjutnya masakan A2
dioper ke 2 pan masakan A, masing-masing 200 HL.
III.7.5 Masakan A
Bahan yang digunakan untuk masakan A ada 3, yaitu masakan A2, nira
kental, dan Klare SHS. Setelah tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan
vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, masakan A2 dimasukkan sebanyak ± 200
HL, dan dilakukan penuaan. Setelah itu ditambahkan nira kental atau Klare SHS
sampai volume masakan ± 250 HL serta dilakukan penuaan lagi dan pengamatan
ukuran kristal. Apabila ukuran kristal halus, maka ditambah nira kental atau Klare
SHS sampai volume masakan ± 400 HL. Namun bila ukuran kristal sudah cukup
kasar, maka penambahan nira kental atau Klare SHS secara perlahan. Setelah itu
dilakukan pengamatan ada tidaknya kristal palsu, dan dilakukan penambahan air
untuk menghancurkan kristal palsu. Jika ukuran kristal sudah mencapai 0,8-1,2
mm, massecuite A diturunkan menuju palung pendingin A untuk menurunkan
suhu massecuite A, sebelum menuju stasiun putaran.
Klare D
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
61
Uraian Proses Produksi
Nira kental
Fondant
sulfitasi
Stroop A
Klare D
Stroop C
Pan D
Pan A
Pan C
Puteran A Puteran C
Gula C
Magma D
Magma A Einwurf C
Puteran D
Puteran
Gula D2
Stasiun
Pembungkusan
III.8.1 Putaran D
Massecuite D yang sudah diturunkan ke palung pendingin D, dialirkan
menuju Rapid crystalizer yang memiliki bagian pendingin yang dialiri air dingin,
yang berfungsi untuk mempercepat proses pendinginan dan menyempurnakan
proses kristalisasi, sehingga kristal tetap terjaga dan tidak meleleh (hancur) karena
ukuran kristal terlalu kecil (halus) saat pemisahan di stasiun putaran. Setelah
didinginkan suhunya, massecuite D ditampung di tangki distributor D, yang
berfungsi untuk menjaga kontinuitas proses putaran D1. Pada putaran D1,
massecuite D disiram dengan air panas (60°C) secara kontinyu, sehingga
dihasilkan Magma D dan tetes (mollase). Tetes (mollase) merupakan gula inversi
yang sudah tidak dapat mengkristal lagi, sehingga menjadi hasil samping yang
bisa dimanfaatkan melalui proses lebih lanjut. Magma D akan diputar di putaran
D2, sehingga menghasilkan gula D (babonan/einwurf) dan Klare D yang akan
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
63
Uraian Proses Produksi
ditampung di tangki einwurf D dan tangki Klare D. Suhu air siraman pada putaran
D2 adalah 60 – 70 °C. Gula D digunakan sebagai bahan masakan C, sedangkan
klare D digunakan untuk bahan masakan C dan D.
PG. Kebon Agung menggunakan 3 buah putaran D1, dengan kapasitas
masing – masing 25 ton/jam. Sedangkan untuk putaran D2, ada 4 buah dengan
kapasitas 10 ton/jam.
III.8.2 Putaran C
Massecuite C yang sudah diturunkan ke palung pendingin C, ditampung di
tangki distributor C, yang berfungsi untuk menjaga kontinuitas input proses
putaran C. Pada putaran C, massecuite C disiram dengan air panas secara
kontinyu, sehingga dihasilkan gula C (babonan/einwuf) dan stroop C. Stroop C
digunakan untuk bahan masakan D, sedangkan gula C ditampung di tangki
babonan C yang selanjutnya digunakan untuk bahan masakan A2. Suhu air
siraman pada putaran C adalah 60°C. PG. Kebon Agung mempunyai 4 buah
putaran C, dengan kapasitas 3 ton/jam..
III.8.3 Putaran A
Putaran discontue A jenis WS (Western States Machine), merupakan
putaran langsung dimana pengoperasiannya secara digital dengan sistem batch.
Kapasitas putaran ini 1000 kg dan 1200 kg dengan kecepatan putaran 1000 rpm
yang berjumlah 4 buah. Massecuite A dari palung pendingin A, ditampung di
tangki distributor A, kemudian diputar sebanyak ± 1000 kg (sesuai dengan
kapasitas putaran) dan disiram air panas (90-100°C) selama ± 15 detik, sehingga
dari siraman pertama ini dihasilkan Stroop A. Stroop A lalu direcycle kembali
pada masakan C, D dan D2. Setelah 15 detik kemudian, disiram lagi dengan air
panas dan ditunggu ± 25 detik, sehingga dari siraman kedua ini dihasilkan Klare
SHS dan gula SHS. Klare SHS lalu direcyle kembali ke masakan A2, A, dan C.
Sedangkan gula SHS (kristal yang menempel pada dinding puteran) discrub dan
diturunkan ke talang goyang, yang selanjutnya menuju ke stasiun pembungkusan.
Stroop A Stroop C
Puteran A Puteran C Puteran D1 Tetes
Klare D
Puteran D2
Klare SHS
Puteran SHS
Gula D
Gula SHS
D III Teknik Kimia FTI – ITS Kerja Praktek PG Kebon
Agung Malang
66
Uraian Proses Produksi
Saringan 8 mesh
Saringan 28 mesh
penjahitan