Anda di halaman 1dari 31

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Metalurgi Material Regulator LPG Metalurgi didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari karakteristik atau perilaku logam, ditinjau dari sifat mekanik (kekuatan, keuletan, kekerasan, ketahanan lelah, dsb.), fisik (konduktivitas panas, listrik, massa jenis, magnetik, optik, dsb.), kimia (ketahanan korosi, dsb.) dan teknologi pengolahannya (Kusharjanto, 2007). Untuk menghasilkan suatu produk berbahan logam tertentu, beberapa aspek penting perlu diperhatikan, antara lain: Komposisi kimia logam (logam apa yang akan dipilih, apakah baja atau aluminum paduan, unsur-unsur apa yang dibutuhkan). Struktur mikro (bagaimana struktur mikro yang ada dikaitkan dengan kekuatan dan bagaimana mengontrol kekuatannya). Proses pembuatan (pemilihan proses pembuatan yang dikaitkan dengan hasil yang akan diperoleh). Penampilan/harga (bagaimana rasio kekuatan terhadap massa jenis, bagaimana sifat mampu bentuknya, berapa ongkos produksinya). Pada tugas akhir ini, beberapa karakteristik bahan yang memberikan kontribusinya secara signifikan terhadap proses produksi regulator, antara lain: sifat mekanik bahan (kekuatan dan keuletan), sifat fisik (massa jenis/densitas dan titik lebur), sifat kimia (ketahanan korosi), dan masalah biaya bahan.

1. Densitas a. Definisi Densitas Densitas adalah massa (m) per unit volume (V). Perubahan temperatur tidak berpengaruh signifikan terhadap densitas material, walaupun material mengembang ketika dipanaskan, perubahan ukurannya relatif sangat kecil

b. Pengukuran dan Satuan Densitas

Massa material sangat mudah dan dengan akurat dapat diukur dalam neraca yang peka, tapi volume lebih sulit untuk diukur. Suatu nilai pendekatan dapat diperoleh melalui bentuk sederhana dari dimensinya. Untuk pengukuran yang lebih akurat dapat dibuat dengan pengukuran jumlah air yang dipindahkan dari suatu kotak air ketika keseluruhan obyek terbenamkan. Densitas dinyatakan dalam kg/m3. Kadang densitas dinyatakan relatif terhadap air, yaitu densitas relatif = densitas/densitas air (densitas air = 1000 kg/m3).

c. Permasalahan Desain Densitas

Bobot suatu produk merupakan faktor yang sangat biasa dalam desain. Dalam sistem tertentu, desain ringan sangat penting, suatu komponen kuat pada bobot rendah, tapi dalam beberapa permasalahan desain densitas tinggi diperlukan. Jadi kuantitas densitas ini tergantung pada keperluan dan tuntutan produk.

2. Titik Lebur

a. Definisi Titik Lebur

Titik lebur suatu padatan merupakan rentang temperatur di mana terjadinya perubahan keadaan dari padat ke cair (Wikipedia, 2007). Pada titik lebur fase padat dan cair berada dalam kesetimbangan, titik lebur relatif tidak sensitif terhadap tekanan karena transisi padat-cair merepresentasikan sedikit perubahan dalam volume.

b. Pengukuran dan Satuan Titik Lebur

Suatu peralatan standard untuk pengukuran titik lebur bahan secara sederhana dengan capillary method: spesimen ditempatkan dalam suatu pemanas (liquid bath atau metal block) dalam tabung kaca tipis, ditempatkan juga termometer, diamati secara visual sampai spesimen mencair. Pada peralatan mutahir, spesimen ditempatkan dalam suatu balok pemanas, dan pendeteksian optikal diotomatiskan. Satuan titik lebur ini bisa oC (sistem metrik) atau oF (sistem Inggris).

c. Permasalahan Desain Titik Lebur

Untuk material bahan yang akan digunakan sebagai peralatan proses produksi yang bekerja pada temperatur tinggi, seperti cetakan (dies) pada proses die casting, titik lebur tinggi sangat diperlukan. Sedang pada material bahan yang akan digunakan sebagai produk

ataupun peralatan proses di mana tidak digunakan/bekerja pada temperatur tinggi, titik lebur rendah lebih diinginkan.

3. Kekuatan a. Definisi Kekuatan

Konsep kekuatan bahan kaitannya dengan metalurgi mekanis, bisa dijelaskan berdasarkan suatu konsep dasar, yaitu kurva regangantegangan (stress-strain).

Tegangan

Regangan Gambar 2. 1. Kurva Regangan ( ) Tegangan ( ). 1. Kekuatan Tarik Maksimum, 2. Kekuatan Luluh, 3. Batas Tegangan Proporsional, 4. Tegangan Tatah, 5. Kekuatan Luluh Offset (e = 0.002).(Sumber: Dieter, 1996 ) Dalam kasus regulator ini, kekuatan bahan yang dijadikan prioritas kajian dalam proses produksi, meliputi: kekuatan luluh (yield strength) dan kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength). Kekuatan

luluh (yield strength) adalah ketahanan suatu bahan tehadap deformasi plastik (Van Vlack, 1986). Suatu material yang kuat diperlukan beban tinggi untuk mengubah bentuk secara permanent (atau patah). Kekuatan luluh ini sebagai representasi dari batas kelinearan hubungan regangan-tegangan, di mana hukum Hooke masih berlaku. Sebelum melewati titik luluh (yield point), perubahan bahan masih bersifat elastik, jadi ketika beban dihilangkan, bahan akan kembali ke bentuk semula. Sementara kekuatan tarik maksimum (ultimate strength) adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji. Kekuatan tarik maksimum ini merepresentasikan tegangan (stress) maksimum yang masih bisa ditahan bahan. Besaran ini jauh lebih praktis untuk menentukan kekuatan bahan (Dieter, 1996).

b. Pengukuran dan Satuan Kekuatan

Nilai besaran kekuatan bahan bisa diperoleh dengan melakukan pengujian, uji tarik dan tekan. Namun yang sering digunakan hasil pengujiannya adalah hasil dari uji tarik. Pada sistem pengujian tarik, material diuji dengan cara ditarik secara gradual hingga patah, material logam uji yang umum berbentuk rod (Gambar. 2.2).

Gambar 2. 2. Bentuk Dasar Spesimen Uji Tarik

10

Adapun spesifikasi teknis uji tarik sesuai dengan SNI 07-1176-1989 (BSN, 1989). Hasil dari sistem uji tarik adalah kurva hubungan

tegangan vs regangan. Tegangan () didefinisikan melalui relasi berikut :

F Ao

(2.1)

F merupakan gaya sesaat yang bekerja pada spesimen, Ao merupakan luas permukaan awal spesimen sebelum mengalami pembebanan. Regangan () didefinisikan sebagai perbandingan antara pertambahan panjang (lf-l0) terhadap panjang awal (l0): l f lo l0 l l0

(2.2)

Pada alat uji tarik yang modern, nilai besaran regangan-tegangan dan hubungannya dengan besaran kekuatan bahan, bisa diketahui secara real time. Kekuatan ditentukan oleh tegangan, yaitu gaya per luasan, sehingga satuannya N/m2 atau Pascal (1 Pascal = N/m2; 1 Mpa = 1 N/mm2).

c. Permasalahan Desain Kekuatan

Banyak komponen engineering didesain untuk menghindari kegagalan (failure) oleh kekuatan luluh sampai terjadinya retak. Pada banyak kasus, kekuatan tinggi diperlukan pada bobot rendah.

11

4. Keuletan a. Definisi Keuletan Keuletan (elongation) adalah suatu ukuran kelenturan (ductility) suatu materialdikaitkan dengan besar regangan permanent sebelum perpatahan (Van Vlack, 1986). Material yang lentur akan mendapat pemanjangan tinggi. Material rapuh menunjukkan pemanjangan sangat rendah sebab mereka tidak secara plastik mengubah bentuk. b. Pengukuran dan Satuan Keuletan Cara untuk memperoleh nilai keuletan dari uji tarik adalah regangan teknik pada saat patah ef dan pengukuran luas penampang pada patahan q. Kedua sifat ini didapat setelah terjadi patah, dengan menaruh benda uji kembali dan mengukur Lf dan Af (Dieter, 1996) ef = L f L0 L0

x 100%

(2.3)

q=

A0 A f A0

x 100%

(2.4)

Karena keuletan sama dengan kegagalan regangan (failure strain), maka tidak punya satuan, tetapi sering disampaikan dalam % elongasi. c. Permasalahan Desain Keuletan Keuletan merupakan komponen penting yang menyerap energi dalam mengubah bentuk secara plastik. Keuletan adalah penting

dalam memproduksi-mengukur berapa banyak pembengkokan dan

12

membentuk suatu material dapat bertahan tanpa terpatahkan.

5. Ketahanan Korosi

a. Definisi Ketahanan Korosi

Ketahanan korosi merupakan sifat kimia bahan berupa indeks yang menyatakan kuantitas kualitas bahan berkaitan dengan resistensinya terhadapap lingkungan yang korosif. Sebelum mengetahui ketahanan korosi bahan, kita wajib terlebih dahulu tahu tentang korosi. Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan (Faraq, 1997)

b. Pengukuran dan Satuan Ketahanan Korosi

Korosi secara umum terjadi karena interaksi dengan lingkungan korosif juga karena retak akibat residual stress atau gabungan

keduanya. Untuk setiap produk yang dibuat melalui proses manufaktur (casting dan assembling), korosi disebabkan oleh lingkungan dan akibat proses produksi yang lebih dikenal dengan istilah Stress Corrosion Cracking (SCC). Pengujian SCC yang dilakukan di Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik-LIPI dengan standard ASTM G44. Spesimen alumunium yang telah dipoles dicelup pada larutan 3.5 % NaCl selama 10 menit. Kemudian spesimen dibiarkan di udara terbuka

13

selama 50 menit. Pengujian diulang kembali dan dilakukan selama 10 hari. Pengamatan dilakukan pada permukaan spesimen dimana setelah pengujian didapatkan beberapa profil defects seperti retak dan micro hole. Analisa kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan spesimen yang memiliki ketahanan terhadap SCC yang paling baik. Ditinjau dari struktur mikronya bahwa persebaran unsur paduanya merata di semua permukaan uji. Semakin merata/melarut unsur paduan dengan aluminium, ketahanan korosi semakin tinggi. Analisa kuantitatif bisa dilakukan dengan cara spesimen ditimbang sebelum dan sesudah pencelupan, nilai selisihnya per satuan waktu pencelupan disebut laju korosi, di mana yang terendah yang terbaik.

b. Permasalahan Desain Ketahanan Korosi

Korosi dapat dicegah (minimal diperlambat) dengan cara pelapisan permukaan logam dengan pengecatan, dengan bahan polimer, maupun dengan logam tahan korosi seperti nikel-krom. Korosi tidak hanya disebabkan oleh kandungan uap air yang tinggi di udara, tetapi juga oleh suhu benda (logam) yang tinggi pada saat operasi atau karena proses asembling. Karena itu, diperlukan bahan pelapisan yang tahan panas sekaligus tahan oksidasi sehingga logam tidak mengalami korosi dan meminimalisasikan pemberian stress berlebihan baik pada proses asembling maupun pada penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

14

7. Biaya Bahan a. Definisi Biaya Bahan Biaya (cost) suatu produk tidak sama dengan harganya (price). Biaya (cost) adalah seberapa banyak pabrikan harus membayar itu, sedang harga (price) adalah produk apa yang untuk dijual, perbedaan/selisihnya adalah laba b. Pengukuran dan Satuan Biaya Bahan Material pada umumnya dijual berdasar berat timbangan atau oleh ukuran. Harga material kemudian dinyatakan sebagai harga per unit berat atau harga per unit volume. Material tersebut pada umunya dibentuk ke dalam stock item standard (misalnya sheet atau tube) sebelum dibeli oleh pabrikan. Biaya dapat ditentukan sebagai biaya per unit massa, dalam Rp/kg, atau biaya per unit volume, dalam Rp/m3. Tentu saja mata uang lain dapat digunakan sebagai ganti rupiah, pasar internasional biasanya menggunakan US$. c. Permasalahan Desain Biaya Bahan Manfaat dari kebanyakan desain adalah meminimasi biaya. Biaya hanya menjadi lebih sedikit penting ketika capaian produk adalah segalanya kepada pelanggan dan mereka siap membayar untuk itu. Untuk industri logam sendiri biaya bahan disesuaikan dengan keperluan desain dan keadaan pasar.

15

B. Multiple Attribute Decision Making (MADM) 1. Multiple Criteria Decision Making (MCDM) a. Definisi dan Komponen MCDM Multiple Criteria Decision Making (MCDM) merupakan teknik pengambilan keputusan dari beberapa pilihan alternatif yang ada. Di dalam MCDM ini ada beberapa komponen umum yang akan digunakan (Janko, 2005): 1) Alternatif, objek-objek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan 2) Atribut, sering juga disebut sebagai karakteristik, komponen, atau kriteria keputusan. Meskipun pada kebanyakan kriteria bersifat satu level, namun tidak menutup kemungkinan adanya sub kriteria yang berhubungan dengan kriteria yang telah diberikan. 3) Konflik antarkriteria. Beberapa kriteria biasanya mempunyai konflik antara satu dengan yang lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan mengalami konflik dengan kriteria biaya. 4) Bobot keputusan. Bobot keputusan menunjukan kepentingan relatif dari setiap kriteria, W = (w1, w2, , wn). pada MCDM akan dicari bobot kepentingan dari setiap kriteria. 5) Matriks keputusan. Suatu matriks keputusan X yang berukuran m x n, berisi elemen xij, yang merepresentasikan rating dari alternatif Ai ( i=1,2,,m) terhadap kriteria Cj(i=1,2,,n).

16

b. Jenis MCDM Berdasar tujuannya, MCDM ada dua model (Zimermann, 1991), yaitu: 1) Multiple Objective Decision Making (MODM) MODM menyangkut masalah perancangan (design), di mana teknik-teknik matematik optimasi digunakan, untuk jumlah alternatif sangat besar (sampai dengan tak berhingga) dan untuk menjawab pertanyaan apa (what) dan berapa banyak (how much). 2) Multiple Attribute Decision Making (MADM) MADM menyangkut masalah pemilihan, di mana analisa matematik tidak terlalu banyak dibutuhkan atau dapat digunakan untuk pemilihan hanya terhadap sejumlah kecil alternatif saja.

2. Konsep Dasar Multiple Attribute Decision Making (MADM) a. Definisi Secara umum model MADM dapat didefinisikan sebagai berikut (Zimermann, 1991): Misalkan A = {ai | i=1, , n} adalah himpunan alternatif-alternatif keputusan dan C = {cj | j=1, , m} adalah himpunan tujuan yang diharapkan, maka akan ditentukan alternatif xo yang memiliki derajat harapan tertinggi terhadap tujuan-tujuan yang relevan cj. b. Tahapan Multiple Attribute Decision Making (MADM) Sebagian besar pendekatan MADM dilakukan melalui dua langkah (Kusumadewi, 2006), yaitu: pertama, melakukan agregasi

17

terhadap keputusan-keputusan yang tanggap terhadap semua tujuan pada setiap alternatif, kedua, melakukan perangkingan alternatifalternatif keputusan tersebut berdasarkan hasil agregasi keputusan Dengan demikian bisa dikatakan bahwa, masalah MADM adalah mengevaluasi m alternatif Ai (i=1 , 2, ., m) terhadap sekumpulan atribut atau kriteria Cj (j=1, 2, , n), di mana setiap atribut saling tidak bergantung satu sama lainya. Matriks keputusan setiap alternatif terhadap setiap atribut, X, diberikan sebagai:

x11 x X = 21 M x m1

x12 x 22 M xm 2

x1n L xn M L x mn L

(2.5)

Di mana xij merupakan rating kinerja alternatif ke-i terhadap atribut ke-j. Nilai bobot yang menunjukan tingkat kepentingan relatif setiap atribut, diberikan sebagai, w: w = {w1, w2, ..., wn} (2.6)

Rating kinerja (X), dan nilai bobot (w) merupakan nilai utama yang merepresentasikan preferensi absolut dari pengambil keputusan. Masalah MADM diakhiri dengan proses perankingan untuk

mendapatkan alternatif terbaik yang diperoleh berdasarkan nilai keseluruhan preferensi yang diberikan (Yeh, 2002).

18

c. Metode Penyelesaian Masalah MADM 1) Simple Additive Weighting Method (SAWM) Metode SAW sering juga dikenal dengan istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Fisburn, 1967). Metode SAW membutuhkan normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Proses normalisasinya adalah sebagai berikut :

xij Max xij rij = i Min x i ij xij

Jika j adalah atribut keuntungan (benefit) (2.7) Jika j adalah atribut biaya (cost)

Di mana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai:

Vi = w j rij
j =1

(2.8)

Nilai Vi yang terbesar mengidikasikan bahwa alternatif Ai terpilih.

2) Weighted Product (WP)


Metode WP menggunakan perkalian untuk

menghubungkan rating atribut, di mana rating setiap atribut harus dipangkatkan dulu dengan bobot atribut yang bersangkutan (Yoon,

19

1999). Proses ini sama halnya dengan proses normalisasi. Preferensi untuk alternatif Ai diberikan sebagai berikut :

S i = xij w j
j =1

(2.9)

dengan i=1,2,...,m. Di mana

= 1 , wj adalah pangkat bernilai positif untuk atribut

keuntungan, dan bernilai negatif untuk atribut biaya. Preferensi relatif dari setiap alternatif, diberikan sebagai:

x
Vi =
j =1

wj ij

(x

(2.10)
* ij

wj

Nilai Vi yang terbesar mengidikasikan bahwa alternatif Ai terpilih.

3) Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) TOPSIS didasarkan pada konsep di mana alternatif terpilih tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif (Hwang, 1981). Konsep ini banyak digunakan pada beberapa model MADM untuk menyelesaikan masalah keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan: konsepnya sederhana dan mudah dipahami; komputasinya efisien; dan memiliki kemampuan untuk

20

mengukur kinerja dari alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk matematis sederhana. TOPSIS membutuhkan rating kinerja setiap alternatif Ai pada setiap kriteria Cj yang ternormalisasi, yaitu:
rij = xij

x
i =1

(2.11)
2 ij

dengan i=1,2,...,m; j=1,2,...,n. Solusi ideal positif A+ dan solusi ideal negatif A- dapat ditentukan berdasarkan rating bobot ternormalisasi (yij) sebagai:
y ij = wi rij ;
+ + A + = ( y1+ , y 2 , ..., y n );

(2.12) (2.13) (2.14)

A = ( y1 , y 2 , ..., y n );

dengan
Max y ij i y = Min y ij
+ 1 i

Jika j adalah atribut keuntungan (benefit) Jika j adalah atribut biaya (cost) Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)

(2.15)

Min y ij i y1 = Max y ij
i

(2.16) Jika j adalah atribut biaya (cost)

Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal positif:

Di+ =

(y
n j =1

+ i

y ij

(2.17)

Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal negatif:

21

Di =

(y
n j =1

ij

y i

(2.18)

Nilia preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai:

Vi =

Di Di + Di+

(.2.19)

Nilai Vi yang terbesar menunjukan bahwa alternatif Ai terpilih.

C. Relasi Preferensi Fuzzy 1. Dasar Logika Fuzzy a. Himpunan Fuzzy (Fuzzy sets) Pada dasarnya, teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori himpunan klasik (crisp). Pada himpunan fuzzy, keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan tertentu, tidak hanya dinyatakan menjadi atau tidak menjadi anggota himpunan, tetapi dinyatakan melalui besarnya nilai derajat keanggotaan. Jadi dalam teori himpunan fuzzy nilai derajat keanggotaan dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga terletak di antaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya bernilai benar atau salah. Nilai 0 menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada nilai-nilai yang terletak antar benar dan salah yang berupa bilangan real pada interval [0 1] (Kusumadewi, 2002).

22

b. Fungsi Keanggotaan (membership function) Fungsi keanggotaan (membership function) adalah kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan, antara lain: representasi linear, representasi kurva segitiga, representasi kurva trapesium, representasi kurva bentuk bahu, representasi kurva-S, dan representasi kurva bentuk lonceng (Kusumadewi, 2006).

2. Relasi Preferensi Fuzzy a. Konsep Dasar Konsep dasar dari sistem pendukung keputusan fuzzy adalah relasi antarelemen dari himpunan-himpunan. Suatu relasi fuzzy

merepresentasikan derajat keanggotaan (hubungan) antara elemen dari dua atau lebih himpunan. Relasi fuzzy antara suatu elemen x
X dan suatu elemen y Y didefinisikan sebagai XXY yang

merupakan cartesisn product dan diwujudkan dalam himpunan pasangan (x,y) (Bourke, 1998). Untuk melakukan agregasi terhadap preferensi para pakar ke dalam grup preferensi, dibutuhkan relasi preferensi. Pada relasi preferensi, setiap pakar menghubungkan nilai preferensi antara setiap alternatif.

23

Relasi preferensi fuzzy biasanya digunakan oleh pengambil keputusan dalam memberikan derajat preferensi alternatif xi terhadap alternatif xj. Relasi preferensi fuzzy, P, pada himpunan alternatif X adalah himpunan fuzzy dalam bentuk XXX, yang dicirikan dengan fungsi keanggotaan: P : XXX [0,1]. Dengan P = (Pij), dan Pij =

P (xi,xj) i,j = {1,2,...,n} adalah derajat preferensi alternatif xi


terhadap alternatif xj. Jika pij = berarti tidak ada perbedaan antara xi dengan xj (xi~xj); jika pij=1 berarti bahwa xi mutlak lebih baik daripada xj; dan jika pij> berarti bahwa xi lebih baik daripada xj (Kusumadewi, 2005). b. Format Preferensi Ada beberapa format preferensi dari para pengambil keputusan untuk beberapa alternatif (Ma,2004), seperti ordered vectors, utility

vectors, linguistic terms, selected subset, fuzzy selected subsed, dan fuzzy freference relation. Format preferensi yang digunakan dalam
tugas akhir ini adalah: 1) Ordered vectors Format preferensi ordered vectors adalah: Ok = (ok(1), ok(2), ..., ok(m)) dengan ok(i) adalah fungsi permutasi pada himpunan indeks {1,2,...,m} dan ok(i) merepresentasikan ranking yang diberikan pengambil keputusan ek dari alternatif Si, i=1,2,...,m. Penulisan ranking dimulai dari yang terbaik sampai terburuk.

24

2) Utility Vectors
Format preferensi adalah: Uk = (uk1, uk2, ..., ukm) dengan ukm [0,1]; dengan 1 i m dan ukm adalah nilai utilitas yang diberikan pengambil keputusan ek dari alternatif Ai, i=1,2,...,m.

3) Fuzzy Preference Relation


Seorang pengambil keputusan memberikan suatu matriks P = {pij | i,j=1,2,...,m}, dengan pij adalah derajat preferensi alternatif Ai terhadap Aj, pij + pji = 1. c. Penyeragaman Format Preferensi Pada dasarnya, format preferensi dapat ditransformasikan ke dalam bentuk relasi preferensi fuzzy. Kegunaan dari transformasi ini adalah untuk proses agregasi preferensi pakar dan untuk melakukan penyeragaman format preferensi, apabila proses pengambilan keputusan dilakukan dalam bentuk group (Group

Decision Making) yang mana setiap pengambil keputusan


memberikan preferensinya dengan format berbeda-beda (Ma, 2004). Transformasi ordered vectors ke relasi preferensi fuzzy antara alternatif Ai dan Aj dirumuskan sebagai (Chiclana, 1998):
k pij =

preferensi yang

1 o k ( j ) o k (i) 1 + ; 1 i j m 2 m 1 m 1

(2.20)

dengan ok(j) adalah posisi ranking alternatif Aj di Ok, j=1,2,...,m.

25

Relasi preferensi fuzzy ini berupa matriks P = { pij | i,j = 1,2,...,m), dengan pij adalah derajat preferensi Si terhadap Sj. Transformasi utility vectors ke relasi preferensi fuzzy antara Ai dan Aj dirumuskan sebagai (Chiclana, 1998):

p =
k ij

(u )

(u )

k 2 i

k 2 i

+ (u k ) 2 j

; 1 i j m

(2.21)

dengan uki adalah preferensi yang diberikan oleh ek terhadap alternatif Si di Uk, i=1,2,...,m.

D. Algoritma Genetika (AG) 1. Definisi Algoritma genetika adalah algoritma pencarian yang berdasarkan pada mekanisme sistem natural yakni genetika dan seleksi alam. Dalam aplikasi algoritma genetika, variabel solusi dikodekan ke dalam struktur string yang merepresentasikan barisan gen, yang merupakan karakteristik dari solusi masalah. Berbeda dengan teknik pencarian konvensional, algoritma genetika berangkat dari himpunan solusi yang dihasilkan secara acak. Himpunan ini disebut populasi. Sedangkan setiap individu dalam populasi disebut kromosom yang merupakan representasi dari solusi. Kromosom-kromosom berevolusi dalam suatu proses iterasi yang berkelanjutan yang disebut generasi. Pada setiap generasi, kromosom dievaluasi berdasarkan suatu fungsi evaluasi (Gen dan Cheng,1997).

26

2. Komponen-komponen Algoritma Genetika (AG) a. Skema Pengkodean Pengkodean adalah suatu teknik untuk menyatakan populasi awal sebagai kandidat solusi suatu masalah ke dalam suatu kromosom. Gen dan Cheng (2000) menjelaskan bahwa berdasarkan jenis simbol yang digunakan sebagai nilai suatu gen maka pengkodean dapat diklasifikasikan sebagai berikut: pengkodean biner, pengkodean bilangan riil, pengkodean bilangan bulat dan pengkodean struktur data. Pada tugas akhir ini pengkodean yang digunakan adalah jenis string biner. Pengkodean biner, yaitu metode pengkodean yang

menggunakan bilangan biner. Metode ini banyak digunakan karena sederhana untuk diciptakan dan mudah dimanipulasi. Pengkodean biner memberikan banyak kemungkinan untuk kromosom walaupun dengan jumlah nilai-nilai yang mungkin terjadi pada suatu gen yang sedikit (0 atau 1). Di pihak lain, pengkodean biner ini sering tidak sesuai untuk banyak masalah dan pengoreksian harus dilakukan setelah operasi crossover dan mutasi (Desiani & Arhami, 2006). b. Prosedur Inisilisasi Ukuran populasi tergantung pada masalah yang akan dipecahkan dan jenis operator genetika yang akan diimplementasikan. Setelah ukuran populasi ditentukan, kemudian harus dilakukan inisialisasi terhadap kromosom yang terdapat pada populasi tersebut.

27

Inisialisasi kromosom dilakukan secara acak, namun demikian harus tetap memperhatikan domain solusi dan permasalahan yang ada. c. Fungsi Evaluasi Fungsi evaluasi merupakan dasar untuk proses seleksi. Langkah-langkahnya yaitu string dikonversi ke parameter fungsi, fungsi objektif h dievaluasi, kemudian mengkonvert fungsi objektif h tersebut ke dalam fitness, di mana untuk masalah maksimasi, fitness sama dengan fungsi objektifnya (Gen dan Cheng, 1997). Output dari fungsi fitness dipergunakan sebagai dasar untuk menyeleksi individu pada generasi berikutnya. Untuk permasalahan minimasi, maka fungsi objektif h tidak bisa digunakan secara langsung, oleh karenanya, nilai

fitness untuk masalah minimasi f = 1/h. Tetapi fungsi ini akan


bermasalah jika h bisa bernilai 0 (nol), sehingga nilai f tak hingga. Maka untuk mengatasinya, h perlu ditambah dengan sebuah bilangan yang dianggap sangat kecil a (Suyanto, 2007), sehingga formula

fitness-nya : f =
1 (h + a) (2.22)

d. Metode Seleksi Seleksi bertujuan untuk memberikan kesempatan reproduksi yang lebih besar bagi anggota populasi yang paling fit. Gen dan Cheng (2000) menjelaskan bahwa selama dua dekade beberapa metode seleksi telah diperkenalkan, dipelajari dan dibandingkan. Beberapa jenis seleksi yang umum dipakai adalah: Roulette wheel selection,

28

Rank-based

selection,

Tournament

selection,

Steady-state

reproduction, Ranking and scaling dan Sharing. Pada tugas akhir ini
metode seleksi yang digunakan adalah Roulette wheel selection. Metode Roulette wheel selection diajukan oleh John Holland. Ide dasarnya adalah untuk menentukan proporsi probabilitas seleksi atau probabilitas survival pada tiap kromosom sesuai dengan nilai fitnessnya. Individu dipetakan dalam suatu segmen garis secara berurutan sedemikian hingga tiap segmen individu memiliki ukuran yang sama dengan ukuran fitness-nya. Sebuah bilangan random dibangkitkan dan individu yang memiliki segmen dalam kawasan bilangan random tersebut akan terseleksi. Proses ini diulang hingga diperoleh sejumlah individu yang diharapkan. e. Operator Algoritma Genetika Operator genetika dipergunakan untuk mengkombinasi

(modifikasi) individu dalam aliran populasi guna mencetak individu pada generasi berikutnya. Ada dua operator genetika yaitu crossover dan mutasi. 1) Crossover

Crossover membangkitkan offspring (generasi/anakan) baru


dengan mengganti sebagian informasi dari parents (orang tua/induk). Operator crossover yang akan dijelaskan di sini one-

cut-point crossover.

29

One- cut-point crossover. Metode ini analog dengan implementasi


binary. Algoritmanya adalah: Memilih site secara random dari parent pertama. Isi di sebelah kanan site pada parent pertama ditukar dengan parent ke dua untuk menghasilkan offspring (Gen dan Cheng, 1997).

Gambar 2.3. Ilustrasi One-Cut-Point Crossover 2) Mutasi Mutasi menciptakan individu baru dengan melakukan modifikasi satu atau lebih gen dalam individu yang sama. Mutasi berfungsi untuk menggantikan gen yang hilang dari populasi selama proses seleksi serta menyediakan gen yang tidak ada dalam populasi awal. Sehingga mutasi akan meningkatkan variasi populasi.

Shif mutation dilakukan dengan cara:


Menentukan dua site secara random

Site pertama ditempatkan ke site ke dua, untuk selanjutnya


digeser ke kiri seperti terlihat pada gambar 2.4 berikut (Gen dan Cheng, 1997).

30

Sebelum mutasi: Sesudah mutasi:

Gambar 2.4. Ilustrasi Shif Mutation f. Penentuan Parameter Kontrol parameter genetika diperlukan untuk mengendalikan operator-operator seleksi. Pemilihan parameter genetika menentukan penampilan kinerja algoritma genetika dalam memecahkan masalah (Desiani & Arhami, 2006). Ada dua parameter dasar dari algoritma genetika, yaitu probabilitas crossover (pc) dan probabilitas mutasi (pm). Probabilitas crossover menyatakan seberapa sering proses

crossover akan terjadi antara dua kromosom orang tua. Jika tidak
terjadi crossover, satu orang tua dipilih secara random dengan probabilitas yang sama dan diduplikasi menjadi anak. Jika terjadi

crossover, keturunan dibuat dari bagian-bagian orang tua. Hasil


penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh praktisi algoritma genetika menunjukkan bahwa angka probabilitas crossover sebaiknya cukup tinggi. pc disarankan antara 0,6 (60 %) sampai dengan 0,95 (95 %) (Kuswadi, 2007). Probabilitas mutasi menyatakan seberapa sering bagian-bagian kromosom akan dimutasikan. Jika tidak ada mutasi, keturunan diambil-disalin langsung setelah crossover tanpa perubahan. Jika mutasi dilakukan, bagian-bagian kromosom diubah. Tujuan dari

31

mutasi adalah menjaga perbedaan kromosom dalam populasi, untuk menghindari terjadinya konvergensi prematur. Probabilitas mutasi dalam algortima genetika seharusnya diberi nilai yang kecil, yang umumnya diset untuk mendapatkan rata-rata satu mutasi per kromom yaitu 1 per panjang kromosom. Hasil yang sudah pernah dicoba menunjukan bahwa angka probabilitas mutasi terbaik antara 0.5% sampai 1% (Desiani & Arhami, 2006). Parameter lain yang juga ikut menentukan efisiensi kinerja algoritma genetika adalah ukuran populasi, yaitu banyaknya kromosom dalam satu populasi. Jika terlalu sedikit, maka kemungkingan crossover sedikit dan hanya sebagian kecil ruang pencarian yang dieksplorasi, jika terlalu besar, maka akan menjadi lambat dalam menemukan solusi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran populasi yang terbaik tergantung dari pengkodean, yaitu ukuran dari barisan yang dienkodekan, artinya ukuran populasi harus sama dengan panjang kromosom. Untuk mengatasi masalah tersebut, Kusumadewi (2005) memberikan solusinya, kromosom v merupakan representasi dari

variabel x yang berbentuk string biner. Kromosom terbagi atas n gen (v1, v2, ..., vn). Sedangkan panjang setiap gen adalah sama. Range yang diijinkan untuk setiap xi adalah [a b], dengan a dan b adalah sembarang bilangan real, dan ketepatan (presisi) misalkan dua angka di belakang koma, maka panjang gen ke-i (Li) dapat dirumuskan: Li = 2 log[(b a )10 2 + 1] (2.23)

32

E. Multiple Person Multiple Attribute Decision Making (MP MADM) Pada beberapa kasus kadang dibutuhkan pemilihan alternatif yang harus diambil dari preferensi beberapa pengambil keputusan yang didasarkan atas beberapa kriteria. Masalah seperti ini sering kali dikenal dengan nama

Multiple Person Multiple Attribute Decision Making (MPMADM). Langkahlangkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut: 1. Indentifikasi Variabel MP MADM Pada MPMADM, ada beberapa variabel yang harus diidentifikasi terlebih dahulu (Ma et al, 2001), yaitu: a. Beberapa pengambil keputusan: E = { e1, e2, ..., ek}, dengan k 2. Setiap pengambil keputusan dapat mengekspresikan preferensinya dalam format berbeda. b. Beberapa alternatif: S = { S1, S2, , Sm}, dengan m 2. c. Beberapa atribut (kriteria): C = { C1, C2, ..., Cn}, dengan n 2.

d. Bobot atribut yang belum diketahui, dinotasikan dengan w = {w1, w2,


..., wn), di mana w j = 1 , wj 0.
j =1 n

e. Matriks keputusannya: A={aij|i=1,2, , m;}, dengan aij 0; i=1,2,...,m; j=1,2,...,n. Sebelumnya pada matriks A dilakukan normalisasi terlebih dahulu, agar aij terletak pada range [0 1]. Misalkan matriks B adalah matrik yang elemen-elemennya adalah elemen-elemen matriks A yang sudah ternormalisasi, dengan menggunakan rumus:

33

bij =

a Max aij j a Max a Min j j

untuk Cj atribut biaya

(2.24)

bij =

aij a Min j a Max a Min j j

untuk Cj atribut keuntungan

(2.25)

dengan: ajMax = max{a1j, a2j, ..., amj} ajMin = max{a1j, a2j, ..., amj} i = 1, 2, , m; j = 1, 2, ..., n. sehingga matriks keputusan A = [aij]mxn yang sudah dinormalisasi dapat dinyatakan dalam B = [bij]mxn 2. Format Preferensi Pada tugas akhir ini format preferensi yang digunakan yaitu berupa (2.26) (2.27)

ordered vectors, utility vectors freference relation).

dan relasi preferensi fuzzy (fuzzy

3. Transformasi Format Preferensi Ke Relasi Preferensi Fuzzy Transformasi ordered vectors dan utility vectors ke relasi preferensi fuzzy antara alternatif Ai dan Aj menggunakan persamaan (2.20) dan (2.21) 4. Agregasi Preferensi Ketika para pengambil keputusan dilibatkan dalam proses seleksi dan evaluasi, setelah preferensi alternatif mereka ditransformasi ke bentuk relasi preferensi fuzzy, tahap berikutnya adalah mengagregasi semua relasi freferensi fuzzy tersebut. Operator agregasi yang digunakan dalam tugas

34

akhir ini adalah operator yang paling umum simple additive weighting

method (Chen & Hwang, 1992), sebagai berikut :


l g ik = hl pik , 1 i j m,

(2.28)

di mana hl merepresentasikan tingkat kepentingan relatif para pengambil keputusan el, l = 1,2,...,K 5. Bobot Atribut Dengan menggunakan simple additive weighting method (Chen & Hwang, 1992), dapat dicari nilai alternatif Sj sebagai berikut

d i = bij w j ; i = 1,2,..., m
j =1

(2.29)

di mana di adalah fungsi eksplisit dari variabel wj (j=1,2,...n). Dengan semua nilai yang ada, ranking tiap alternatif dapat diperoleh. Nilai di terbesar menunjukan nilai alternatif Si adalah yang terbaik. Agar semua informasi konsisten, maka nilai untuk semua alternatif harus ditransformasi dulu ke dalam bentuk relasi preferensi fuzzy yaitu :

di g ik = di + d j

b w
j =1 ij

(b
j =1

, 1 i k m

(2.30)

ij

+ bkj ) w j

Selisih antara g ik dengan gik:


f ik ( w) = g ik g ik =

b w
j =1 ij

(b
j =1

ij

+ bkj ) w j

g ik , 1 i k m

(2.31)

35

f ik ( w) fungsi eksplisit dari wj. Nilai g ik ini akan mendekati gik.


Diharapkan selisih antara keduanya adalah seminimum mungkin, sehingga dengan metode least square (Efunda, 2008), diperoleh model :
n bij w j m m n j =1 : g ik i =1 k =1 k i (bij + bkj ) w j j =1 2

Minimasi

(2.32)

Dengan batasan

w
j =1

=1

(2.33)

w j 0, j = 1,2,..., n. Nilai w dapat dicari dengan algoritma genetika, dengan minimasi fungsi fitness, persamaan (2.31). Untuk mencari nilai bobot (w), sebelumnya digunakan variabel temporer, yaitu variabel x (x1, x2, ..., xn), dengan n adalah jumlah atribut. Kromosom v merupakan representasi dari variabel x yang berbentuk string biner. Kromosom terbagi atas n gen (v1, v2, ..., vn). Sedangkan panjang setiap gen adalah sama. 6. Perankingan Alternatif Proses perankingan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.29 )

36

Anda mungkin juga menyukai