Anda di halaman 1dari 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metamfetamin Methampethamine adalah obat psikostimulant dari golongan phenethylamine dan amfetamine. Obat ini meningkatkan kewaspadaan, konsentrasi, dan stamina, dan jika digunakan dengan dosis yang lebih tinggi lagi dapat mengakibatkan euforia, meningkatkan percaya diri, dan libido. Menurut UU No.5 Tahun 1997, methampethamine termasuk dalam obat psikotropika golongan II yaitu obat psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Methemphetamine bekerja pada sistem saraf pusat dengan mengaktifkan pelepasan neurotransmitter dopamin, norepinefrin, dan serotonin. Farmakodinamik Metamfetamin merupakan obat simpatomimetik yang berarti meniru transmiter endogen di sistem saraf simpatis dengan berinteraksi dengan reseptornya. Neurotransmiter yang dimaksud adalah katekolamine, norephineprine, dopamine, dan epineprine. Metamfetamin merupakan stimulan sistem saraf yang memiliki efek yang dapat mempengaruhi frekuensi nadi, suhu tubuh, tekanan darah, nafsu makan, konsentrasi, suasana hati dan emosi serta berhubungan dengan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar. Efek akut dari senyawa tersebut antara lain dapat meningkatkan tekanan darah dan frekuensi nadi, vasokontriksi pembuluh darah, bronkodilatasi,

hiperglikemia, peningkatan kewaspadaan, konsentrasi dan penurunan nafsu makan.

Metamfetamin menyebabkan

juga merupakan dopaminergik.

neurotoksin

yang poten dan dapat dosis tinggi dapat

degenerasi

Metamfetamin

menimbulkan penurunan beberapa penanda dopamin dan serotonin di otak. Hasil penetilian menyatakan bahwa berkurangnya produksi dopamin atau penurunan pengeluarannya merupakan efek dari metamfetamin. Ketika dopamin menurun, senyawa oksigen reaktif seperti hidrogen peroksida pun diproduksi. Farmakokinetik Konsentrasi puncak penyerapan metamfetamin dicapai pada 3,13-6,3 jam pasca dikonsumsi. Metabolisme puncak dicapai pada 10 sampai 24 jam. Metamfetamin dapat melewati sawar darah otak dan plasenta karena memiliki lipofilisitas yang tinggi. Metamfetamin dimetabolisme di hati dan diekresikan oleh ginjal. Waktu paruh dari metamfetamin bervariasi dengan waktu rata-rata adalah 9 sampai 12 jam. Adapun efek metamfetamin terhadap tubuh antara lain : 1. Efek fisik Efek yang dapat terjadi berupa anoreksia, hiperaktivitas, dilatasi pupil, kemerahan pada kulit, mulut kering, nyeri kepala, takikardi, bradikardi, takipnue, hipertensi, hipotensi, diare, dan pada pengunaan yang lama dan atau dosis yang lebih tinggi dapat mengakibatkan kejang, serangan jantung, stroke, dan kematian.

2. Efek psikologis Dapat berupa euforia, cemas, peningkatan libido, peningkatan kewaspadaan, konsentrasi, kepercayaan diri, sensitif, agresif, halusinasi, obsesif, dan pada penggunaan yang lama dan atau dosis yang lebih tinggi dapat mengakibatkan psikosis amfetamin. 3. Efek dalam jangka panjang Penggunaan methemphetamine dengan jangka waktu panjang sangat erat hubungannya dengan munculnya depresi, keinginan bunuh diri, dan perilaku kasar. Methemphetamine juga mempunyai resiko ketergantungan, selain itu juga merupakan zat neurotoksik yang diyakini meningkatkan resiko penyakit parkinson. Penyalahgunaan methemphetamine diyakini bertanggungjawab untuk mengakibatkan terjadinya penurunan kognitif yang menetap, seperti ingatan, dan gangguan konsentrasi. 4. Efek putus obat Efek yang terjadi akibat putus obat pada penggunaan methamphetamine dapat berupa lemah, depresi, peningkatan nafsu makan. Gejala dapat tetap muncul dalam beberapa hari pada penggunaan jangka pendek, dan dapat tetap muncul hingga beberapa minggu ataupun bulan pada pemakaian jangka panjang. Tingkat beratnya efek putus obat yang timbul tergantung dari lamanya pemakaian dan jumlah methamphetamine yang digunakan.

Pengunaan di bidang medik Methamphetamine telah disetujui oleh badan pengatur makanan dan obatobatan di Amerika Serikat (FDA) untuk penggunaannya di bidang kesehatan dan terapi baik untuk anak-anak maupun dewasa. Methamphetamine dikenal memiliki efek pada sistem saraf pusat seperti golongan stimulan lainnya, tetapi pada dosis yang lebih kecil, didapatkan juga efek yang ringan pada sistem saraf tepi. Sifat methamphetamine yang mudah larut dalam lemak mengakibatkan mudah untuk masuk kedalam sawar darah otak dibandingkan golongan obat stimulant lainnya. Merek dagang Desoxyn digunanakan untuk pengobatan ADHD, narcolepsy, dan depresi yang resistant. 2.2 Metode Pemeriksaan A. Uji penapisan screening test Uji penapisan untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit) dalam sampel. Analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia maupun efek farmakologi yang ditimbulkan. Obat narkotika dan psikotropika secara umum dalam uji penapisan dikelompokkan menjadi golongan opiat, kokain, kanabinoid, turunan amfetamin, turunan benzodiazepin, golongan senyawa anti dipresan tri-siklik, turunan asam barbiturat, turunan metadon. Pengelompokan ini berdasarkan struktur inti molekulnya. Sebagai contoh, disini diambil senyawa golongan opiat, dimana senyawa ini memiliki struktur dasar morfin, beberapa senyawa yang memiliki struktur dasar morfin seperti, heroin, monoasetil morfin, morfin, morfin-3glukuronida, morfin-6-glukuronida, asetilkodein, kodein, kodein-6-glukuronida,

dihidrokodein serta metabolitnya, serta senyawa turunan opiat lainnya yang mempunyai inti morfin. Uji penapisan seharusnya dapat mengidentifikasi golongan analit dengan derajat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, relatif murah dan pelaksanaannya relatif cepat. Terdapat teknik uji penapisan yaitu: a) Thin Layer Chromatography (TLC) / kromatografi lapis tipis (KLT) yang dikombinasikan dengan reaksi warna, b) teknik immunoassay. Teknik immunoassay umumnya memiliki sifat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, serta dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif singkat, namun teknik ini menjadi relatif tidak murah.

a) teknik immunoassay Teknik immunoassay adalah teknik yang sangat umum digunakan dalam analisis obat terlarang dalam materi biologi. Teknik ini menggunakan anti-drug antibody untuk mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi biologik). Jika di dalam matrik terdapat obat dan metabolitnya (antigentarget) maka dia akan berikatan dengan antidrug antibody, namun jika tidak ada antigentarget maka anti-drug antibody akan berikatan dengan antigen-penanda. Terdapat berbagai metode / teknik untuk mendeteksi beberapa ikatan antigen-antibodi ini, seperti enzyme linked immunoassay (ELISA), enzyme multiplied immunoassay technique (EMIT), fluorescence polarization immunoassay (FPIA), cloned enzymedonor immunoassay (CEDIA), dan radio immunoassay (RIA). Pemilihan teknik ini sangat tergantung pada beban kerja (jumlah sampel perhari) yang ditangani oleh laboratorium toksikologi. Misal dipasaran teknik ELISA

atau EMIT terdapat dalam bentuk single test maupun multi test. Untuk laboratorium toksikologi dengan beban kerja yang kecil pemilihan teknik single test immunoassay akan lebih tepat ketimbang teknik multi test, namun biaya analisa akan menjadi lebih mahal. Hasil dari immunoassay test ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena kemungkinan antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang hampir sama. Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu. Obat batuk yang mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi positif palsu terhadap test immunoassay dari anti bodi- metamfetamin. Oleh sebab itu hasil reaksi immunoassay (screening test) harus dilakukan uji pemastian (confirmatori test).

b) Thin Layer Chromatography (TLC)/ Kromatografi Lapis Tipis (KLT) KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah pengerjaannya, namun KLT kurang sensitif. Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan KLT dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan penampak noda yang berbeda. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya (ultraviolet atau fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan meningkatkan derajat sensitifitas dan spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT. Secara simultan kombinasi ini dapat digunakan untuk uji pemastian.

Gambar 1. ...........

B. Uji pemastian confirmatory test Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan kadarnya. Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji penapisan, namun harus lebih spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi yang dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas-

spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dengan diode-array detektor, kromatografi cair spektrofotometri massa (LC-MS), KLTSpektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas analit, sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada.

Uji konfirmasi kromatografi gas spektrometri massa (GC-MS) Prinsip dasar uji konfirmasi dengan menggunakan teknik GC-MS adalah analit dipisahkan menggunakan gas kromatografi kemudian selanjutnya dipastikan identitasnya menggunakan teknik spektrfotometri massa. Sebelumnya analit diisolasi dari matrik biologik, kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan dilewatkan ke kolom GC, dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan metabolitnya, maka dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari senyawa segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan menggunakan GC, indeks retensi dari analit yang terpisah adalah sangat spesifik untuk senyawa tersebut, namun hal ini belum cukup untuk tujuan analisis toksikologi forensik. Analit yang terpisah akan memasuki spektrofotometri massa, di sini bergantung dari metode fragmentasi pada MS, analit akan terfragmentasi menghasilkan pola spektrum massa yang sangat karakteristik untuk setiap senyawa. Pola fragmentasi (spetrum massa) ini merupakan karakteristik molekular dari suatu senyawa. Dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum massanya, maka identitas dari analit dapat dikenali dan dipastikan.

2.3 Aspek Medikolegal Metamfetamin Undang-undang No. 35 Tahun 2009 mengatur secara jelas mengenai narkotika. Menurut UU narkotika ini (pasal 127), menyatakan bahwa penyalahgunaan narkotika golongan I, II, dan III memiliki konsekuensi hukum yang berbeda, sehingga interpretasi temuan analisis toksikologi forensik, khususnya dalam kaitan menjawab pertanyaan narkotika apa yang telah dikonsumsi, adalah sangat mutlak dalam penegakan hukum. Interpretasi temuan analisis toksikologi forensik diperoleh dari

pemeriksaan lengkap yang terdiri dari uji penapisan dan uji konfirmasi agar tidak terjadi interpretasi positif palsu oleh uji penapisan yang dapat menyebabkan sanksi pidana berat bagi tersangka. Pasal 6 UU tersebut membagi narkotika menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. 2. Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. 3. Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Berdasarkan UU tersebut, terdapat legalitas penggunaan narkotika pada golongan II dan golongan III. Akan tetapi perlu pengawasan yang ketat dari pemerintah terhadap segala kegiatan yang terkait dengan narkotika. Menurut pasal 61 pengawasan tersebut meliputi : 1. Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi 2. Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika 3. Evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan

4. Produksi 5. Impor dan ekspor 6. Peredaran 7. Pelabelan 8. Informasi, dan 9. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaan narkotika golongan II dan golongan III untuk pengobatan juga diatur didalam Pasal 53 yang berbunyi : 1. Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 2. Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri 3. Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Berdasarkan UU di atas, telah disebutkan secara jelas pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan narkotika. Undang-undang yang mengatur tentang psikotropika diatur dalam Undangundang No. 5 tahun 1997. Pasal 2 ayat 2 membagi psikotropika menjadi 4 golongan, yaitu : 1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan

2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan 3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan 4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobat-an dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan Berdasarkan uraian tersebut metamfetamin yang merupakan psikotropika golongan II yang dapat digunakan untuk pengobatan. Setiap kegiatan yang terkait dengan psikotropika sama pengaturannya dengan narkotika. Analisis toksikologi forensik narkotika sama dengan analisis toksikologi forensik untuk obat-obatan psikotropika seperti metamfetamin. Pemeriksaan toksikologi forensik psikotropika juga ditegakkan dengan uji yang lengkap, tidak hanya cukup dengan uji penapisan saja. Hal ini berhubungan dengan ketentuan pidana yang akan dijatuhkan kepada tersangka sesuai dengan UU no 5 tahun 1997.

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan Metamfetamin adalah obat psikostimulan dari golongan phenethylamine dan amfetamine. Obat ini meningkatkan kewaspadaan, konsentrasi, dan stamina, dan jika digunakan dengan dosis yang lebih tinggi dapat mengakibatkan euforia,

meningkatkan percaya diri, dan libido. Metamfetamin merupakan golongan psikotropika. Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997 yang mengatur tentang psikotropika Pasal 2 ayat 2 metamfetamin merupakan golongan II.

3.2 Saran Perlu disosialisasikan bahwa interpretasi analisis toksikologi forensik untuk obat-obatan narkotika dan psikotropika diperlukan pemeriksaan yang lengkap yang terdiri dari uji penapisan dan uji konfirmasi. Agar ketentuan pidana yang akan berlaku untuk tersangka sesuai dengan hasil pemeriksaan yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi.

Anda mungkin juga menyukai