Anda di halaman 1dari 13

Hadis Tematik Ijtimai (Akhlak) ETIKA TERHADAP PEMBANTU

Fathu Rozi Hasrul Dosen Pembimbing : Ansor Bahari, MA


INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA

Tahun Akademik 2011/2012

Hadis Tematik Ijtimai 1 Ushuluddin III

ETIKA TERHADAP PEMBANTU

Fakultas Ushuluddin Semester III

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA SELATAN

2011-2012

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 2 Ushuluddin III

Pendahuluan
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisa : 1) Manusia adalah makhluk yang hidup secara berdampingan dengan saudara-saudaranya. Hal ini tidak dapat dihindari sebagai kodrat manusia yang merupakan makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri serta tidak bias memenuhi kehidupannya sndiri. Ini dipertegas dalam kitab suci Al-Quran:

Artinya:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Ayat diatas memberikan informasi untuk menjalani hidup secara bersama-sama. Perihal kehidupan penuh tantangan dan rintangan yang perlu penyelesaian secara kerja sama atau dikenal dengan istilah tolong-menolong. Barkaitan dengan kehidupan social, prakatik ini salah satu diantaranya ialah Jasa Pembantu. Tema inilah yang akan kami uraikan dalam pembahasan makalah ini. Penggunaan istilah Pembantu dalam konteks makalah ini disinonimkan dengan Mamluk (Hamba Sahaya/Budak), Jariyah (Pelayan), Khawala (Pelayan), Rakik (Budak), Gulam (Hamba/Budak) dan Khadam (Pembantu) serta istilah lain yang semakna. Mengenai istilah-istilah ini, pemahaman masing-masing maknanya tidaklah pasti. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian istilah diatas haruslah dipahami dari konteks pembicaraannya. Adapun dalam tinjaun bahasa Indonesia, Istilah pembantu dapat disinonimkan dengan kata Tenaga Kerja, Pelayan, Buruh, Satpam dan semacamnya. Islam telah mengatur, memanusiakan dan memuliakan pembantu. Islam juga mengakui hak-hak mereka untuk pertama kalinya dalam sejarah, ketika sejarah umat lain justru dipenuhi dengan perlakukan yang tidak manusiawi. Islam telah mengangkat martabat mereka pada tingkat yang sejajar dengan manusia merdeka lainnya. sesuatu yang belum pernah ada dalam sejarah.
Penulis

Jakarta, 28 Nopember 2011


|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 3 Ushuluddin III A. HAK PENDIDIKAN MORAL KEPADA PEMBANTU

- - - ) . (
Artinya: Telah menceritaka kepada kami Ishaq bin Ibrahim, dia mendengar Muhammad bin Fudhail dari Mutharraf dari Syabi dari Abu Burdah dari Abu Musa r.a. Berkata : Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang memiliki seorang Jariyah, lalu dia mendidiknya dan berbuat baik kepadanya, kemudian memerdekakannya dan menikahinya maka baginnya mendapatkan dua pahala.1 Dalam Hadis diatas menunjukkan adanya tuntutan terhadap seorang majikan untuk memenuhi keperluann pembantunya atau yang semisal dengannya. Termaksuk memberikan pendidikan dan menafkahi keperluan pokok hidupnya. Majikan juga tidak boleh memaksa pembantunya untuk memikul beban kerja yang bisa merusak kesehatannya sehingga dia tidak bisa menunaikan kewajibannya. Nabi SAW pun berpesan kepada para majikan, Beban yang kamu ringankan dari pembantumu kelak akan menjadi pahala bagimu dalam timbangan amal kebaikanmu. (HR Ibn Hibban). Bahkan, Islam pun mengajarkan agar kita tetap hormat kepada pembantu, tidak ada sikap takabur (pada diri seseorang) yang makan bersama pembantunya. Nabi pun memberikan teladan nyata dalam hidup Baginda, Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun memukul dengan tangan Baginda apapun, baik istri maupun pembantu Baginda.. (HR Muslim), demikian penuturan Aisyah. Saat Baginda SAW melihat Abu Masud al-Anshari memukul budaknya, Baginda SAW pun menegurnya:

) (
ketahuilah wahai Abu Masud Sesungguhnya Allah lebih Berkuasa atas dirimu daripada kamu sendiri atas Sahaya itu.2 Rasul SAW pun mengharuskan majikan untuk membayar pembantunya dengan upah yang layak dan memadai. Juga tidak boleh zalim dan menangguh-nangguhkan pembayaran mereka dan juga peringatan terhadap tindakan zalim terhadap mereka. Demikianlah makna dari hadis diatas. Dalam konteks hadis ini, mengarah padah pelayan perempuan karena kaitannya denagan . Sehingga, ketetapan pendidikan, pemenuhan kebutuhan bagi seorang majikan tetap berlaku bagi pelayan seorang laki-laki.
1

Imam Bukhari, Shahih Bukhari (Semarang : CV. Asy-Syifa, 2003), Bab Keutamaan orang yan mendidik dan mengajarkan Jariyahnya, Juz III, hal 560 2 Imam Muslim Abu Husain Al-Qusairy An-Naisabury, Syarah Hadis Muslim (Beirut : Dar Ihya At-Thuraz, 1997), Bab , Juz 8, Hal. 474

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 4 Ushuluddin III

Mengenai keterangan selanjutnya, kemudian memerdekakannya dan menikahinya maka baginnya mendapatkan dua pahala. Pemahaman dua pahala dalam pembahasan ini menunjukkan perbuatan dalam rangka memenuhi dan mematuhi printah Allah serta berbuat baik kepada Makhluknya. Hal ini juga berlaku bagi budak yang shalih dan menasihati Majikannya. Begitulah akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam terhadap pembantu. Tidak hanya itu, Islam pun menetapkan sanksi yang tegas kepada para majikan yang bersikap kasar kepada pembantunya, yaitu seketika dilarang untuk darinya, dan kepadanya dikenakan sanksi yang tegas sebagaimana akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.
B. SANKSI KAFARAT PEMBANTU KEPADA ORANG YANG BERBUAT KEJAM KEPADA

Artinya:

: ) (

Abu Kamil Fudhail Bin Husain Al-Jandary telah menceritakan kepadaku, Abu Uwanah telah menceritakan kepada kami dari Firash dari zakwan Abi Shalih dari dzazan Abi Umar berkata : saya telah mendatangi Ibnu Umar dan ia memerdekakan budak, dia berkata: ambillah dari bumi sebatang kayu atau sesuatu. Maka dia berkata: semua dari Upahku tidak terkecuali ini kecuali diriku, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: (barang siapa yang menampar budaknya atau memukulnya, maka kifaratnya ialah Memerdekakanya).3 Maksud ungkapan barang siapa yang memukul budaknya pada wajahnya maka kifaratnya ialah memerdekakan budak itu ialah jika budak yang ditamparnya itu tidak bersalah. Tetapi, jika budak tersebut bersalah, maka tamparannya tersebut dianggap sebagai untuk mendidiknya karena sesungguhnya hal tersebut diperlukan sesuai dengan keadaanya.4 Satu catatan bahwa dalam memukul budak, maka hindarilah bagian wajah. Penyebutan kata Budak disini bukan sebagai batasan, tetapi merupakan salah satu objek yang masuk dalam cakupan hukum tersebut. Ini artinya, memukul siapapun hendaknya menghindari bagian muka. Imam Nawawi berpendapat, larangan memukul wajah menurut para ulama dikarenakan wajah adalah bagian tubuh yang lembut dan tempat keindahan dan kebanyakan indra manusia terletak di bagian wajah. 5
3

Muslim Abu Husain Al-Qusairy An-Naisabury, Syarah Hadis Muslim (Beirut : Dar Ihya At-Thuraz, 1997), Bab , Juz 8, Hal. 468 4 Syekh Manshur Ali Nashif, Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW (Bandung : Sinar Baru AlGensindo, 1993), Jilid 2, Hal 834 5 Ibnu Hajar Al-asqalani, Fathul Bari (Jakarta Selatan : Pustaka Azzam, 2005), Juz 14, Cet I, Hal 275

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 5 Ushuluddin III C. MEMULIAKAN PEMBANTU DAN MENJADIKANNYA SEBAGAI SAUDARA

: ) . (
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, dia berkata, telah mencerikan kepada kami Syubah dari Washil Al-Ahdab dari Marur berkata : saya bertemu Abu Dzar di Rabadzah dan ia mengenakan Hullah begitu juga budaknya. Kami bertanya kepadanya mengenai hal itu, maka dia berkata : Sesungguhnya Aku mencaci seseorang lalu orang itu mengadukanku kepada Nabi SAW. Maka Nabi SAW bersabda kepadaku : Apakah engkau mencelanya dengan mencaci Ibunya? Kemudian beliau bersabda : sunggguhnya saudarasaudara kamu adalah pelayan kamu. Allah telah menjadikan mereka dibawah kekuasaan kamu. Barang siapa yang saudaranya berada didalam kekuasaanya, maka hendaklah memberinya makan dari apa yang dia makan dan memberinya minum dari apa yang dia minum. Janganlah kamu membebani mereka dengan apa yang mereka tidak mampu mereka lakukan. Apabila kamu membebani mereka dengan apa yang diluar kemampuan mereka, maka bantulah.6 a) Keterangan Sumber Hadis Mengenai hadis diatas, disebutkan di dalam Shahih Bukhari pada kitab Al-Itqu bab sabda Nabi SAW, budak adalah saudara-saudara kamu, maka berilah mereka makan dari apa yang kamu makan. Makna kalimat judul bab ini disebutkan oleh Imam Bukhari dari Hadis Abu Dzar. Kami telah meriwayatkan dalam kitab Al-Iman oleh Ibnu Mandah dengan lafash ) : Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kamu. Barang siapa melayani kamu diantara mereka, maka berilah makan dari apa yang kamu makan dan berilah pakaian dari apa yang kamu pakai).7 Abu daud meriwayatkan dari jalur Muwarriq dari Abu Dzar dengan lafash ) : Barang siapa melayani kamu diantara budak baudak kamu, maka berilah mereka makan dari apa yang kamu makan dan berilah mereka pakaian dari apa yang kamu pakai).8
6

Imam Bukhari, Shahih Bukhari (Semarang : CV. Asy-Syifa, 2003), Bab Sabda Nabi SAW para budak itu adalah saudara-saudaramu maka berikanlah mereka makan seperti kamu yang kamu makan, Juz III, hal 561 7 Ibnu Hajar Al-asqalani, Fathul Bari (Jakarta Selatan : Pustaka Azzam, 2005), Bab sabda Nabi SAW, budak adalah saudara-saudara kamu, maka berilah mereka makan dari apa yang kamu makan., Juz 14, Cet I, Hal 245 8 Ibid, Hal. 245

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 6 Ushuluddin III

Imam Bukhari meriwaytkan dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad dari jalur Salam bin Amr dari seorang laki-laki dari kalangan Sahabat dari Nabi SAW, beliau bersabda : : Budak-budak kamu adalah saudara-saudara kamu. Dan dari Hadis Abu Al-Yasr (yakni Kaab bin Amr Al-Anshari dari Nabi SAW : berilah mereka makan dari apa yang kamu makan dan berilah mereka pakaian dari apa yang kamu pakai. Kemudian riwayat ini dikutif oleh Imam Muslim. 9 b) Keterangan Hadis Mengenai Penyebutan Saudara Lafas / Khawal adalah pelayan. Dinamakan demikian karena sifat mereka adalah memperbaiki urusan. Dari sinilah sehingga perawat kebun dinamakan Al-Khauli. Ada pula yang mengatakan bahwa Khaul adalah bentuk jamak dari kata Khail yang artinya penggembala. Pendapat lain mengatakan bahwa takhwil adalah kepemilikan seperti ungkapan ) : Allah menjadikanmu memiliki hal ini).10 Firman Allah SWT:

:
Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh , teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. Maksud penyebutan ayat diatas terdapat pada firmannya ( : dan hamban sahayamu). Hal ini menunjukkan bahwa hamba sahaya serta istilah lain yang sinonim dengannya adalah orang-orang yang diperintahkan untuk diperlakukan dengan baik sebagaimana saudara dan orang-orang yang dekat dalam hidup kita sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas.11 Mengenai hadis di atas, diriwayatkan juga Oleh Imam Muslim di dalam Kitab Shahihnya:

.
9

Ibnu Hajar Al-asqalani, Fathul Bari (Jakarta Selatan : Pustaka Azzam, 2005), Bab sabda Nabi SAW, budak adalah saudara-saudara kamu, maka berilah mereka makan dari apa yang kamu makan., Juz 14, Cet I, Hal 245 10 Ibid, Hal. 246-247 11 Ibid, Hal. 247

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 7 Ushuluddin III

- - - . . ) . (
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu bakar Bin Abi Syabah, telah mencerikan kepada kami Waki, Telah menceritakan kepada kami Amsyu bin Maqruri Bin Suwaid, dia berkata : kami melewati Abu Dzar di Rabadzah dan ia mengenakan Burdun begitu juga budaknya. Abu Dzar ra berkata : pernah terjadi kata-kata kasar antara saya dan saudara saya yang Ibunya bukan bangsa Arab (Sahaya), saya hinakan ia dari segi Ibunya. Lalu dia mengadu kepada Rasulullah SAW. Maka setelah saya bberjumpa Rasulullah SAW, Beliau berkata : Kamu ini orang yang memilliki sifat Jahiliyah, hai Abu Dzarr. Kata Saya: Barang siapa yang memaki-maki orang tentu bapak dan ibunya akan dimaki-maki pula.12 Berkata Beliau : Sesungguhnya kamu ini orang yang mamiliki sifat jahiliyah, sahaya-sahaya itu adalah saudara kamu pula yang kebetulan dibawah tangan kamu. Maka berilah makan seperti kamu makan, berilah pakian seperti kamu pakai, dan janganlah mereka dipaksa bekerja lebih dari tenaga mereka, jika akan dipaksaka juga mereka harus kamu bantu.13 Matan hadis diatas (H.R. Muslim) memuliki kesamaan makna dengan hadis sebelumnya (H.R. Bukhari). Oleh karena itu, mengenai beberapa penjelasannya dapat merujuk pada uraian sebelumnya. Hanya saja, pada matan H.R. Shahih Muslim disertai tambahan ) : Sesungguhhnya engkau seseorang yang memiliki sifat jahiliyah). Peringkasan pada H.R. Bukhari berasal dari Adam (Guru Imam Bukhari), sebab Al-Baihaqi telah meriwayatkan dari jalur lain dari adam sama seperti itu. c) Keterangan Beberapa Istilah Berikut beberapa istilah penting dalam hadis diatas:14 1) 2) 3) 4) Rabadzah : Suatu tempat dekat dari Madinah Hullah : Pakaian yang menutup semua badan Gulam : Hamba atau Budak Rajulan : Bilal Al-Habsyi

12 13

Abu Dzar terlabih dahulu dimaki-maki saudaranya itu. Imam Muslim Abu Husain Al-Qusairy An-Naisabury, Syarah Hadis Muslim (: Beirut : Dar Ihya At-Thuraz, 1997), Juz 3, Hal. 1282 14 Ibid, Hal. 1282

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 8 Ushuluddin III

d) Ibrah kandungan Hadis Berdasarkan uraian hadis diatas, terdapat beberapa Ibrah atau pelajaran yang terkandung di dalamnya, diantaranya sebagai berikut: 1) Larangan mencaci-maki budak dan mencela mereka dengan mengungkit siapa yang melahirkan mereka, 2) Dorongan untuk berbuat baik dan lemah lembut kepada mereka, 3) Termasuk dalam hukum budak ini adalah yang semakna dengannya, seperti orang sewaan dan lainnya, 4) Tidak boleh merasa lebih tinggi dan melemahkan sesama muslim, 5) Senantiasa memelihara amar maruf nahi munkar, 6) Menggunakan kata saudara kepada budak. Apabila yang dimaksud dengan kata ini adalah kekerabatan, maka ia berada dalam konteks majas karena semuanya berasal dari Adam.
D. DOSA BAGI ORANG YANG MENAHAN GAJI PEMBANTU

Artinya:

: ) . (

Telah menceritakan kepada kami Said bin Muhammad Al-Jarmiy, telah mencerikan kepada kami Abdul Rahman bi Abdul Malik bin Abjar Al-Kinany dari Bapaknya dari Thalhah bin Musharrif dari Khaisamah, dia berkata : kami duduk bersam Abdullah bin Amr dan ia didatangi penjaga gudangnya. Penjaga gudang itu kemudian masuk dan Abdullah bin Amr berkat kepadanya : apakah engkau telah memberi makan kepada para budak ? Ia menjawab : Belum. Ia berkata lagi : berangkatlah dan berilah mereka makan, karena sesungguhnya rasulullah SAW telah bersabda (cukuplah seseorang berdosa karena menahan makanan dari orang yang seharusnya ia beri makan.15 Pensyarah Rahimahullah Taala mengatakan: Hadits di atas menunjukkan wajibnya memberi nafkah kepada budak yang dimiliki dan ini merupakan ijma ulama. Konteks hadits Abdullah bin Amr bahwa tuan pemilik budak tidak mesti memberi makan budaknya dengan dengan makanan seperti yang dimakannya, akan tetapi yang wajib adalah mencukupi kebutuhan makannya dengan baik.16

15

Imam Muslim Abu Husain Al-Qusairy An-Naisabury, Syarah Hadis Muslim (Beirut : Dar Ihya At-Thuraz, 1997), Bab , Juz 5, Hal. 161 16 Faishal bin Abdul Azis Al-Mubarak, Nailul Uathar (Jakarta Selatan : Pustaka Azzam, 2006), Bab Nafkah Hambah Sahaya dan Bersikap Baik Terhadapnya, Cet. I, Hal 700

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 9 Ushuluddin III

Pada keterangan hadits lain, terdapat sebuah dalil haramnya menahan (mengurung) kucing dan binatang lainnya tanpa diberi makan dan minum, karena hal itu berrti menyiksa makhluk Allah (Muttafaq Alaih). Pemahaman konteks hadits ini berhubungan dengan larangan bagi seorang tuan yang tidak memberi makan pada budaknya.17 Penjelasan lain mengenai larangan menahan gaji atau upah pembantu disebutkan dalam sebuah hadis Qudsi Berikut:

- - . )(
Keterangan hadis diatas bahwa salah satu golongan yang menjadi musuh Allah pada hari kiamat ialah orang yang tidak memberikan upah kepada orang yang dipekerjakannya. Pensyarah Rahimahullah Taala mengatakan: Firman Allah dalam hadits Qudsi di atas (tetapi ia tidk memberikan upahnya), arti ini semakna dengan seseorang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasil penjualannya karena ia telah mengambil manfaatnya tanpa memberikan upahnya. Jadi seolah-olah ia memakannya dan karena ia telah memepekerjakannya tanpa upah, maka seolah-olah ia telah memperbudaknya. Sabda beliau (akan tetapi, pekerja berhak menerima upah setelah ia menyelesaikan pekerjaanya), menunjukkan bahwa upah itu berhak diterima karena selesainya suatu pekerjaan yang telah dilakukan oleh seseorang. 18
E. ANCAMAN BAGI ORANG YANG BERLAKU BURUK KEPADA PEMBANTU

Artinya:

: ) . (

Dan telah menceritakan kepada kami Abu KuraibMuhammad bin Alai, telah menceritakan kepada kamiAbu Muawiyah, telah menceritakan kepada kami Amasyu dari Ibrahi at-Thaimiy dari bapaknya dari Abu Masud al-Anshary, dia berkata : Saya telah memukul sahaya kami lalu saya mendengar suara dari belakang (ketahuilah wahai Abu
17

Faishal bin Abdul Azis Al-Mubarak, Nailul Uathar (Jakarta Selatan : Pustaka Azzam, 2006), Bab Nafkah untuk Binatang, Cet. I, Hal 700-702 18 Ibid, Hal. 208-209

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 10 Ushuluddin III

Masud Sesungguhnya Allah lebih Berkuasa atas dirimu daripada kamu sendiri atas Sahaya itu). Maka saya pun menoleh, kiranya itu suara Rasulullah SAW, Saya lalu berkata: dia bebas Lillahi. Maka Rasulullah SAW Pun berkata : jika Kamu tidak berbuat demikian niscaya api neraka akan membakarmu.19 Berdasarkan hadis diatas, memberikan isyarat yang jelas tentang larangan berbuat semena-mena kepada pembantu atau pihak lain yang semisal dengannya. Mengenai konsep kekuasaan, secara fundamental Islam berbeda dari semua sistem lainnya. Kekuasaan dalam Islam Mutlak ada pada Allah. Kekuasaan bukan milik Kerajaan, Negara, Majikan atau bahkan Presiden sekalipun. 20 Islam mengajarkan kesetaraan semua gender tampa ada perbedaanya kecuali kualitas takwa yang membedakannya. Oleh sebab itu, islam memberikan perhatian besar untuk berlaku baik terhadap semua makhluk dumuka bumi ini.

Artinya:

:...

Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Pada sebuah riwayat, bahwa seorang laki-laki mendudukkan budak perempuannya di atas tungku sehingga membakar pantatnya, maka Umar memerdekakannya dan memukul laki-laki tersebut. Riwayat ini dikemukakn oleh Ahmad dalam riwayat Abu Mansur. Pristiwa ini menunjukkan bahwa perlakuan buruk terhadap budak (merusak bagian anggota badan pada budak) memiliki konsekuensi perubahan status budak tersebut menjadi Merdeka.21 Mengenai perusakan pada anggota badan seorang Budak terdapat perbedaan pendapat. Apakah kemerdekaan itu langsung terjadi karena perusakan itu? disebutkan dalam al-Bahri dari Ali, Al-Hadi, Al-Muayyid Billah dan para ulama Irak, bahwa kemerdekaan itu tidak langsung terjadi, akan tetapi tuannya diperintahkan untuk memerdekakan. Apabila ia menolak maka diberlakukan oleh hakim. Malik, al-Laits, Daud dan al-Auzai mengatakan, Langsung merdeka karena perusakan itu. Disebutkan di dalam al-Bahr juga, bahwa budak itu merdeka (yang dibayar oleh pelakunya) dan harganya diberikan diberikan kepada pemiliknya. Juga, disebutkan di dalam al-Ikhtiyarat: bila pemilik memaksa budaknya melakukan perbuatan keji, maka budak itu merdeka karena pemaksaannya itu. Ini salah satu pendapat di dalam madzhab kami (Pensyarah). 22

19

Imam Muslim Abu Husain Al-Qusairy An-Naisabury, Syarah Hadis Muslim (Beirut : Dar Ihya At-Thuraz, 1997), Bab , Juz 3, Hal. 1280 20 Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), Hal. 344 21 Faishal bin Abdul Azis Al-Mubarak, Nailul Uathar (Jakarta Selatan : Pustaka Azzam, 2006), Bab Orang yang Merusak Tubuh Budaknya, maka Budaknya Merdeka, Cet. I, Hal 382 22 Ibid, Hal. 384

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 11 Ushuluddin III F. ANALISIS TUAN DAN BUDAK ZAMAN MODERN

Alangkah indahnya ungkapan Al-quran tentang hamba sahaya dalam ayat berikut:

Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui. Adakah mereka itu sama? Tentu tidak. Tidak akan sama orang merdeka yang bias bebas membelanjakan hartanya dengan budak lemah yang tidak mampu melakukan sesuatu karena tidak memiliki apa-apa. Tidak ada perbedaan antara hamba-hamba Negara masa kini dengan hamba-hamba sahaya masa lampau. Dahulu hamba sahaya dibawah pemeliharaan tuannya. Merekalah yang menjamin sandang, pangan dan papanya tetapi budak tersebut tidak memiliki apa pun.

Samakah abdi Negara pada masa kini dengan dengan tuan-tuan tersebut? Tentu tidak, karena tuan-tuan baru pada saat ini lebih kejam lebih kejam dan lebih berkauasa daripada tuan-tuan masa lampau. Tuan pada masa lampau, jika ia merasa hambanya bisa dipercaya maka ia memberikan kebebasan sementara kepadanya atau menjajikan kebebasan bersyarat kepadanya. Sedangkan tuan Modern pada zaman kita tidak memberi kebebasan sedikit pun kepada hambanya, baik kebebasan sementara maupun kebebasan bersyarat apalagi kebebasan mereka tampa syarat. Lihatlah bagaimana nasib sebagian saudara-saudara kita yang masih tertindas dibawah banyang-bayang golongan elit. Kebanyakan mereka masih mengalami penderitaan jasmani bahkan batin layaknya hamba-hamba sahaya masa lampau. Mari renungkan Ayat berikut:23

Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka , jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu . Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu) .

23

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), Cet I, Hal. 209-210

|Etika Terhadap Pembantu

Hadis Tematik Ijtimai 12 Ushuluddin III

Daftar Pustaka
Al-Bukhari, Al-Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail, Shahih Bukhari, Semarang : CV. Asy-Syifa, 2003 Alu Mubarak, Syaikh Faishal bin Abdul Azis, Nailul Uathar, Jakarta Selatan : Pustaka Azzam, 2006, Cet. I An-Naisabury, Muslim Abu Husain Al-Qusairy, Syarah Hadis Muslim, Beirut : Dar Ihya At-Thuraz, 1997 Ibnu Hajar Al-asqalani, Al-Imam Al-Hafish, Fathul Selatan), 2005, Cet I Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997 Nashif, Syekh Manshur Ali, Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW, Bandung : Sinar Baru Al-Gensindo, 1993
Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1995, Cet I

Bari (Pustaka Azzam :

Jakarta

|Etika Terhadap Pembantu

Anda mungkin juga menyukai