Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS VI MODUL TINDAK MEDIK DAN KEPERAWATAN Seorang Laki-laki bernama Tn.

B Datang ke Puskesmas dengan Keluhan Batuk Riak Kuning Kehijauan Sudah 1 Bulan ini KELOMPOK I 030.05.172 Putri Melati 030.06.112 Herman Malondong 030.07.006 Adisti Putri Ryanda 030.09.147 Maya Liana 030.09.148 Mayandra Mahendrasti 030.09.149 Melia Indasari 030.09.150 Melissa Rosari Hartono 030.09.151 Melly Utami 030.09.152 Meutia Mafira Rindra 030.09.153 Michael Wong 030.09.154 Michelle jansye 030.09.155 Mochammad Rifki Maulana 030.09.156 Mohammad Fahri Ibrahim 030.09.157 Monica Raharjo

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 15 November 2011

BAB I PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen, tetapi hanya strain bovin dan human yang patogen terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari sel darah merah. Mikroorganisme ini menyebar biasanya dari orang ke orang melalui menghirup udara yang terinfeksi selama kontak yang dekat. TB dapat tetap dalam keadaan tidak aktif selama bertahun-tahun tanpa menyebabkan gejala atau menyebar ke orang lain, yang disebut dorman. Ketika sistem kekebalan tubuh pasien dengan TB tidak aktif melemah, TB dapat menjadi aktif dan menyebabkan infeksi di paru-paru atau bagian lain dari tubuh. Faktor risiko untuk tertular TB termasuk kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, alkohol dan penyalahgunaan narkoba , menderita penyakit tertentu (misalnya, diabetes, kanker, dan HIV), dan pekerjaan (misalnya, petugas kesehatan).

BAB II SKENARIO KASUS


Seorang laki-laki Tn. B 28 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk riak kuning kehijauan sudah 1 bulan ini, demam sore hari, keringat malam, napsu makan dan BB dirasakan menurun. Keadaan sadar, lemas, TB 170 cm, BB 45 kg, Tensi 105/70, Nadi 100x/menit, suhu 38oC, RR 24x/menit. Fisik paru ditemukan suara bronchial, ronkhi dan amforik apeks kanan. Hasil foto toraks didapatkan gambaran fibroinfiltrat dengan kavitas pada lobus superior kanan.

BAB III PEMBAHASAN 3.1


3.1.1

Status Pasien
Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Status Pernikahan Agama Pekerjaan Alamat Asal Pendidikan terakhir Tanggal berobat : Tn. B : 28 tahun : Laki-laki :::::::-

3.1.2

Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang o Keluhan Utama Batuk riak kuning kehijauan sudah 1 bulan ini o Keluhan Tambahan Disertai demam sore hari, keringat malam, napsu makan dan BB dirasakan menurun

Riwayat Penyakit Dahulu ::::-

:-

Riwayat Alergi Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Pengobatan Riwayat Kebiasaan Pemeriksaan Fisik

3.1.3

Status Generalis 1. Tanda vital


a. Nadi b. Tekanan darah

: 100x/menit : 105/70 mmHg


4

c. Pernapasan d. Suhu

: 24x/menit : 38oC : 45 kg : 170 cm : Sadar :: Lemas ::::::::::::: Suara bronchial, ronki dan amforik pada apeks kanan ::::::::5

2. Pengukuran a. Berat badan b. Tinggi badan 3. Status mental a. Kesadaran b. Kesan sakit c. Penampilan pasien
4. Kulit 5. Kelenjar getah bening

6. Kepala dan wajah a. Kepala b. Mata c. Telinga d. Hidung e. Mulut 7. Leher a. Kelenjar thyroid b. Trachea c. Tekanan vena jugularis d. Arteri carotis 8. Thorax
a. Jantung

b. Pulmo 9. Abdomen
a. Hepar

b. Lien c. Bising usus d. Ascites


10. 11. 12. 13.

Urogenital Genitalia eksterna Anus dan rectum Ekstremitas

3.1.4

Pemeriksaan Penunjang Foto Rontgen Thorax


Pemeriksaan Laboratorium Darah

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Tes Tuberkulin 3.1.5 3.1.6 Diagnosis Kerja Tuberculosis Paru Penatalaksanaan OAT (obat anti-tuberkulosis) sesuai dengan tipe pasien

3.2
3.2.1

Anamnesis
Keluhan Utama

Batuk riak kuning kehijauan Berdasarkan keluhan utama diatas dapat diambil hipotesis yaitu: Tuberkulosis paru Pneumonia komuniti Asma bronkiale

3.2.2

Anamnesis Tambahan

Riwayat Penyakit Sekarang Berapa lama batuk yang diderita pasien? (Untuk menentukan akut dan kroniknya perjalan penyakit pada pasien. Apabila batuk yang diderita sudah > 3minggu, kemungkinan batuk yang diderita pasien ialah akibat TB paru) 1

Apakah batuk berdarah (hemoptsis)? (Adanya hemoptsis terdapat pada penyakit TB paru, keganasan, atau pneumonia) Adakah gejala menyertai lain? o Adakah demam?

(Demam febris biasa terjadi pada pneumonia komuniti, sedangkan demam subfebris biasa terjadi pada TB paru) o Adakah mengi? Adakah nyeri dada? Bagaimana sifatnya?
6

(Adanya mengi mengarah pada asma maupun penyakit paru obstruktif lainnya)
o

(Apabila ada nyeri dada kemungkinan karena nyeri pleuritik yang disebabkan karena pleuritis. Pleruitis dapat timbul sebagai komplikasi pada TB paru) o Adakah sesak napas? (Sesak napas dapat terjadi pada TB paru, asma, dan pneumonia. Ada tidaknya sesak dapat menilai berat atau tidaknya penyakit paru yang diderita)
o

Adakah keringat malam? Atau berkeringat? Atau menggigil?

(Keringat malam biasa terjadi pada TB paru sedangkan menggigil disertai berkeringat merupakan gejala pneumonia)

Bagaimana perkembangan batuknya? (Untuk melihat perjalan penyakit pada pasien. Perubahan warna dahak maupun kekentalan juga diperhatikan, pada pneumonia biasa terjadi perubahan sesuai dengan perjalanan penyakit)

Adakah penurunan berat badan yang signifikan? (Adanya penurunan berat badan menunjukkan adanya kemungkinan penyakit TB paru atau keganasan pada pasien)

Berapa banyak sputum/riak yang ada? Apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan seperti sekarang? (Untuk menilai apakah penyakit yang diderita ini merupakan penyakit yang recurrent seperti misalnya TB paru yang recurrent)

Riwayat Penyakit Dahulu

Adakah riwayat atopi? Seperti dermatitis alergika dan rhinitis alergika. (Apabila ada riwayat atopi, kemungkinan diagnosis ialah asma bronkiale) Apakah sebelumnya pernah didiagnosis penyakit kronik seperti TB paru atau pneumonia? (Apabila pasien pernah didiagnosis penyakit kronik seperti TB paru atau pneumonia, kemungkinan besar batuk yang diderita pasien disebabkan oleh TB paru atau pneumonia yang recurrent)

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan Apakah ada orang sekitar yang mengalami penyakit serupa? (Apabila kita curiga TB paru, maka hal ini perlu ditanyakan karena infeksi terjadi melalui penderita TB paru yang menular. Selain TB paru, pneumonia juga merupakan penyakit menular. Riwayat kontak sebelumnya merupakan hal yang penting untuk menegakkan diagnosis)
7

Riwayat Kebiasaan Apakah pasien merokok (sekarang atau dulu)? (Merokok merupakan suatu faktor predisposisi terkenanya penyakit pneumonia, TBC, dan penyakit paru lainnya. Rokok bisa menyebabkan rusaknya microsilia-microsilia di saluran napas dimana dengan rusaknya microsilia-microsilia memudahkan bakteri, debu, dan sebagainya masuk ke paru) Apakah pasien minum-minuman beralkohol? (Mengonsumsi minuman beralkohol dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh sehingga tubuh mudah terkena infeksi bakteri maupun virus)

Apakah pasien pemakai Narkoba? (Dilihat pada pemeriksaan fisik ada tidaknya bekas jarum suntik yang banyak. Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui penggunaan narkoba. Apabila pasien pengguna narkoba, kemungkinan besar pasien juga terkena infeksi HIV, dimana infeksi HIV adalah faktor predesposisi penyakit TB paru karena menyebabkan gangguan pada sistem imunitas)

Riwayat Pengobatan

Apakah pernah menjalani terapi dengan kortikosteroid dalam jangka panjang? (Terapi kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menyebabkan depresi sistem imun yang merupakan faktor predisposisi untuk penyakit infeksi paru)

Riwayat Vaksinasi

Apakah pernah mendapatkan vaksin BCG? (Apabila belum diberikan imunisasi BCG, jika pasien pernah mengadakan kontak dengan penderita TB paru maka pasien sangat mungkin mengidap TB paru juga)

3.3

Interpretasi Anamnesis

o Batuk riak kuning kehijauan sudah 1 bulan Keluhan batuk kronis pada pasien ini menandakan sudah ada proses patologis yang terjadi pada sistem pernafasanya. Normalnya, batuk hanya merupakan suatu mekanisme pertahanan yang berguna untuk mengeluarkan sekret bronkus maupun benda asing. Selain itu, warna riak yang kuning kehijauan menandakan bahwa telah terjadi suatu proses infeksi. Batuk riak kuning kehijauan biasanya terjadi pada infeksi oleh bakteri. Keluhan batuk lama kemungkinan dapat disebabkan oleh TB paru. o Demam sore hari dan keringat malam

Keringat malam adalah suatu keluhan subyektif berupa berkeringat pada malam hari yang diakibatkan oleh irama temperatur sirkadian normal yang berlebihan. Suhu tubuh normal manusia memiliki irama sirkadian di mana paling rendah pada pagi hari sebelum fajar yaitu 36.1C dan meningkat menjadi 37.4 C atau lebih tinggi pada sore hari sekitar pukul 18.00 sehingga kejadian demam/ keringat malam mungkin dihubungkan dengan irama sirkadian ini. Variasi antara suhu tubuh terendah dan tertinggi dari setiap orang berbeda-beda tetapi konsisten pada setiap orang. Biasanya keluhan ini terdapat pada penderita TB paru. Keringat malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul sinyal peptida yaitu tumour necrosis factor alpha (TNF-) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem imun di mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (M.tuberculosis). TNF- yang dikeluarkan secara berlebihan sebagai respon imun ini akan menyebabkan demam dan keringat malam, yang merupakan karakteristik dari tuberculosis. 2-4
o

Nafsu makan dan berat badan dirasa menurun

Napsu makan dan berat badan menurun merupakan keluhan yang biasanya timbul pada penderita TB, namun tidak spesifik untuk penyakit TB. Umumnya, suatu proses penyakit akan menyebabkan anoreksia ditambah lagi demam meningkatkan kebutuhan metabolisme tubuh sehingga akhirnya dapat terjadi penurunan berat badan.

3.4Interpretasi Pemeriksaan Fisik


3.4.1

Status generalis
Hasil BMI = 45/1,72 = 15,57 105/70mmHg 38oC 100x/menit 24x/menit Nilai normal 18-25 120/80mmHg 36,5-37,2oC 60-100x/menit 16-20x/menit Keterangan Pasien Gizi buruk Tekanan darah pasien normal Pasien mengalami demam yang subfebris Nadi pasien normal, batas atas Meningkat, tachypnoe

TB = 170 cm BB = 45 Kg TD Suhu Nadi Pernapasan

Intrepretasi:
1. BMI gizi buruk, sesuai pernyataan pasien bahwa pasien mengalami penurunan berat

badan. Kemungkinan terjadinya penurunan berat badan ada banyak, salah satunya TB paru.
2. Suhu termasuk subfebris, kemungkinan terjadinya subfebris jika terkena infeksi

virus, atau infeksi bakteri yang kronis, dapat juga mendukung diagnosis TBC karena, TBC merupakan suatu infeksi kronis.
3. Kenaikan denyut nadi bisa dikarenakan naiknya suhu tubuh. 9

4. Adanya peningkatan RR dalam keadaan normal (tidak sehabis olahraga),

kemungkinan adanya masalah pada paru atau saluran napas. 3.4.2

Status lokalis
Hasil Bronkial Normal Vesikuler Tidak ada Tidak ada Keterangan Menandakan adanya proses infiltrasi Menandakan adanya transudat atau eksudat Menandakan adanya kavitas pada apeks paru kanan.

Jenis Pemeriksaan

Auskultasi

Ronki Amforik apeks kanan

Intrepretasi:
1. Pernapasan bronkial, bisa ada dua kemungkinan jika didengar di bagian sentral

berarti normal, jika terdengar di daerah perifer kemungkinan mengalami infiltrasi/konsolidasi, mendukung kearah TBC.
2. Ronki, jika terdengar nyaring maka kemungkinan di sekitar sumber ronki terdapat

infiltrate/konsolidasi.
3. Amforik pada apeks kanan, amforik adalah tanda bunyi seperti meniup botol

kosong, pada kasus ini kemungkinan adanya cavitas pada paru, bisa terjadi akibat abses paru yang telah dikosongkan jaringan nekrotiknya dengan batuk, atau TB paru. Amforik pada apeks paru menandakan bahwa kelainan paru berada pada apeks paru, kemungkinan penyebabnya adalah kuman TBC karena kuman TBC hampir selalu membuat kelainan pada apeks paru.

3.5
3.5.1

Interpretasi Pemeriksaan Penunjang Foto Rongen Thorax


Foto rontgen paru sebaiknya dilakukan postero-anterior (PA) dan lateral, serta dibaca

oleh ahlinya. Pada pemeriksaan foto thoraks TBC dapat memberi gambaran bermacammacam bentuk (multiform) sehingga sering disebut sebagai the great imitator. Bila ada diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran radiologis, harus dicurigai TBC.4 Gambaran rontgen paru pada TB dapat berupa :

Milier Atelektasis/kolaps konsolidasi Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
10

Konsolidasi (lobus) Reaksi pleura dan/atau efusi pleura Kalsifikasi Bronkiektasis Kavitas Destroyed lung Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai kelainan TBC yang masih aktif, bila

didapatkan gambaran bayangan berawan / nodular di bagian atas paru/apeks paru, gambaran kavitas (lubang pada paru), terutama lebih dari satu yang dikelilingi oleh bayangan opaque (putih) berawan atau nodular, bayangan bercak milier (berbintik-bintik putih seukuran jarum pentul) yang berupa gambaran nodul-nodul (becak bulat) miliar yang tersebar pada lapangan paru, dan gambaran berupa efusi pleura (terdapatnya cairan pada selaput paru). Sedangkan pada gambaran radiologik yang dicurigai lesi TBC inaktif, bila didapatkan gambaran fibrotik (jaringan penyembuhan luka seperti serabut putih yang halus) pada bagian atas paru/apeks paru, gambaran kalsifikasi (perkapuran yang tampak putih), atelektasis (jaringan paru yang tidak mengembang), fibrothorax, dan atau penebalan pleura (selaput pelapis paru-paru). Pada tuberkulosis kronis dapat terjadi pneumothoraks (timbulnya udara yang mendesak jaringan paru-paru) dengan atau tanpa efusi (cairan), yang secara radiologis memberikan gambaran radiolusen (lebih hitam) dengan corakan bronkovaskuler (paru) menghilang pada pleura yang terisi udara, gambaran kolaps, cairan, atau desakan jantung. Indikasi Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax Umumnya diagnosis TBC ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, namun pada kondisi tertentu perlu dilakukan pemeriksaan rontgen. Berikut indikasi foto Rontgen thorax: A. Suspek dengan BTA Negatif Setelah diberikan antibiotik spektrum luas tanpa ada perubahan periksa ulang dahak SPS. Bila hasilnya tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen dada. B. Penderita dengan BTA positif Hanya pada sebagian kecil dari penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif yang perlu dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada yaitu:

11

1.

Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi, misalnya sesak nafas berat

yang memelurkan penangan khusus, contoh pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) dan pleuritis eksudativa.
2.

Penderita yang sering hemoptisis berat untuk menyingkirkan kemungkinan Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif pada kasus ini

bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat).


3.

pemeriksaan foto rontgen dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TBC paru BTA positif. Catatan:
Tidak ada gambaran foto rontgen dada yang khas untuk TBC paru. Beberapa

gambaran yang patut dicurugai sebagai proses spesifik adalah infiltrat, kavitas, kalsifikasi dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) dengan lokasi dilapangan atas paru (apeks).
Gambaran non spesifik yang ditemukan pada foto rontgen dada pada seorang

penderita yang diduga infeksi paru lain dan tidak menunjukkan perbaikan pada pengobatan dengan antibiotik ada kemungkinan penyebabnya adalah TBC.5 Pada kasus ini, hasil foto toraks didapatkan:
o

Gambaran fibroinfiltrat pada lobus superior kanan berarti adanya fibrosis dan infiltrat. Fibrosis menyatakan bahwa pasien pernah menderita TB paru. Adanya infiltrat dan kavitas pada lobus superior kanan menunjukkan bahwa TB paru masih dalam proses aktif.

Hilus yang menebal yang menunjukkan adanya lymphadenopathy merupakan salah satu gambaran TB walaupun tidak khas.

Sinus costophrenicus lancip, diafragma licin menunjukkan tidak ada/belum terjadinya pleuritis yang merupakan salah satu komplikasi dari TB.

CTR = 4,5/9,5 x 100% = 47% sehingga dapat dinyatakan bahwa jantung normal (CTR <50%), tidak mengalami pembesaran/kardiomegali
12

Pada kasus ini, pasien menderita tuberkulosis lanjut sedang menurut klasifikasi dari American Tuberculosis Association. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru sedangkan bila lubang, diameternya tidak boleh melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi homogen, luasnya tidak boleh melebihi satu lobus. 6 Hasil foto pada kasus ini sesuai dengan pengertian tuberculosis lanjut sedang karena pada hasil foto pasien kelainan didapat hanya pada satu lobus yaitu lobus superior pulmo dextra.

3.6 Pemeriksaan Penunjang Anjuran


Untuk menegakkan diagnosis penyakit TBC dapat dilakukan berbagai modalitas. Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat, dilakukan pemeriksaan penunjang. Seperti pemeriksaan radiologis (menemukan infiltrat, kavitas di apex dsb), mikrobiologis (menemukan bakteri M. tuberculosis dengan pewarnaan BTA dan kultur sputum), tes Tuberkulin dan pemeriksaan darah di laboratorium patologi klinik. Dari bentuk kelainan pada foto Rontgen memang diperoleh kesan aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium. Maka dari itu, kelompok kami mengajukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk memperkuat diagnosis kami terhadap Tuberkulosis paru. Pemeriksaan penunjang yang kami anjurkan diantaranya adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan mikroskopis BTA (terpenting), dan tes Tuberkulin.

3.6.1

Laboratorium darah
Dari semua pemeriksaan yang kami anjurkan, pemeriksaan darah kurang mendapat

perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TBC baru mulai aktif terdapat sedikit leukositosis dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin sedikit
13

meningkat dan kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. Leukosit Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik untuk jenis bergranula (PMN) dan jaringan limpatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Nilai normal leukosit ialah:

Dewasa Bayi/anak Bayi baru lahir

: 4.000-10.000/mm3 : 9.000-12.000/mm3 : 9.000-30.000/mm3

Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan adanya proses infeksi atau radang akut, misalnya tuberkulosis, pneumonia, meningitis, appendisitis, tonsilitis, dll. Dapat juga terjadi pada infark miokard, sirosis, leukemia, stress, pasca bedah dll. Sedangkan penurunan jumlah leukosit (leukopenia) dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama virus, malaria, alkoholik, SLE, arthritis rheumatoid dan penyakit hemopoetik. Hitung jenis leukosit Hitung jenis leukosit adalah perhitungan jenis leukosit yang ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit. Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit infeksi. Lima tipe sel darah putih yang dihitung adalah netrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Neutrofil dan limfosit merupakan 80-90% dari total leukosit. Hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit memberi informasi spesifik berhubungan dengan infeksi dan proses penyakit.
No. 1. Jenis leukosit Neutrofil (total)

Dewasa (%) 50-70


Dewasa (mm3) 2500-7000


Anak/bayi/BBL BBL=61%

Neutrofil Neutrofil

50-65 0-5

2500-6500 0-500

Umur

tahun=

segmen batang Eosinofil Basofil Monosit Limfosit

2%

Sama dewasa

2 3 4 5

1-3 0,4-1,0 4-6 25-35

100-300 40-100 200-600 1700-3500

Sama dewasa Sama dewasa 4-9% BBL: 34% 1 tahun: 60% 6 tahun: 42% 12 tahun: 38%

Laju Endap Darah (LED)


14

LED mengukur kecepatan endap eritrosit dan menggambarkan komposisi plasma serta perbandingannya antara eritrosit dan plasma. LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan luas permukaan sel serta gravitasi bumi. Makin berat sel darah makin cepat laju endapnya dan makin luas permukaan sel makin lambat pengendapannya. LED darah normal relatif kecil karena gravitasi bumi seimbang dengan perpindahan plasma ke atas. Setiap peningkatan viskositas plasma (misal oleh kolesterol dan lemak lain) akan menimbulkan daya tarik ke atas semakin besar sehingga laju endap lambat, tetapi sebaliknya setiap keadaan yang membuat sel darah lebih berat (misalnya saling melekat/menggumpal), maka laju endap ke bawah makin meningkat. Perlekatan sel darah (Rouleaux) dapat terjadi karena peningkatan perbandingan globulin, albumin dan fibrinogen. Nilai normal LED ialah: Pria : 0-8 mm/jam Wanita : 0-15 mm/jam LED dapat dipakai sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit terutama penyakit kronis misalnya TBC dan arthritis rheumatoid. Peninggian LED biasanya terjadi akibat peningkatan kadar globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal maupun sistemis atau trauma, kehamilan, infeksi kronis, dan infeksi terselubung yang berubah menjadi akut. Penurunan LED dapat terjadi pada polisitemia vera, gagal jantung kongesti, anemia sel sabit, infeksi mononukleus, defisiensi faktor V pembekuan, dll.7-8 3.6.2

Pemeriksaan mikroskopis BTA


Menegakkan diagnosis TB Menentukan potensi penularan Memantau hasil pengobatan pasien Sputum adalah hasil sekresi mekanisme pembersihan dari trakea dan bronki serta

Tujuan pemeriksaan mikroskopis adalah:

Pengambilan spesimen: dikeluarkan melalui mekanisme batuk. Sputum yang kemungkinan besar mengandung kuman BTA adalah yang berasal dari lesi paru terbuka. Sputum tersebut dapat berupa mukopurulen, purulen atau serosa. Dibutuhkan tiga spesimen dahak untuk menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis. Spesimen dahak paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari berturut-turut (pagipagi-pagi), tetapi untuk kenyamanan penderita pengumpulan dahak dilakukan : Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) dalam jangka waktu 2 hari. 1. Sewaktu hari -1 (dahak sewaktu pertama = A)
15

2. 3.

Kumpulkan dahak spesimen pertama pada saat pasien berkunjung ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) Beri pot dahak pada saat pasien pulang untuk keperluan pengumpulan dahak pada hari berikutnya. Pagi hari -2 (dahak pagi = B) Pasien mengeluarkan dahak spesimen kedua pada pagi hari kedua setelah bangun tidur dan membawa spesimen ke laboratorium. Sewaktu hari -2 (dahak sewaktu kedua = C) Kumpulkan dahak spesimen ketiga di laboratorium pada saat pasien kembali ke laboratorium pada hari kedua saat membawa dahak pagi (B). 9

Cara pengambilan bahan harus pada ruangan terbuka dengan sinar matahari langsung serta ventilasi yang baik. Cara pengumpulan sputum:
1. Dalam melakukan pengambilan, hindari pemeriksa berdiri di depan pasien. 2. Pastikan pasien mengkumur atau membersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan

air sebelum dahak dikeluarkan.


3. Apabila sputum sulit dikeluarkan pasien bisa diedukasi untuk minum air pada malam

harinya sebelum, atau memberikan obat ekspektoran berupa 1 tablet gliseril guayakolat.
4. Kemudian arahkan pasien untuk menarik nafas 2-3 kali sebelum mengeluarkan

sputum dengan cara membatukkan. 5. Setelah itu batukan secara keras agar dahak dapat keluar
6. Kemudian masukan dahak ke dalam pot kemudian tutup rapat. Sputum dimasukan ke

dalam pot bermulut lebar, dimana pada umunya dengan diameter 6cm, bertutup rapat dan tidak mudah pecah. Bila perlu hal di atas dapat diulang sampai mendapatkan dahak yang berkualitas baik dan volume yang cukup (3-5 ml). Bila spesimen jelek, pemeriksaan tetap dilakukan dengan: 1. 2. Mengambil bagian yang paling mukopurulen / kental kuning kehijauan Diberi catatan bahwa spesimen tidak memenuhi syarat / air liur

Bila tidak ada spesimen dahak yang dapat dikeluarkan, pot dahak harus dibuang, tidak dapat digunakan untuk pasien lain. Sputum yang terbaik adalah sputum pada pagi hari untuk batuk kronik, sedangkan batuk akut dapat dilakukan pemeriksaan sputum pagi hari.
16

Pembuatan sediaaan apus sputum Spesimen dapat berupa sediaan langsung dan konsentrasi.Untuk sediaan langsung, dengan menggunakan ose steril langsung diambil sedikit sputum pada bagian yang purulen dan diratakan setipis mungkin dari 2/3 bagian permukaan kaca obyek. Sediaan konsentrasi dibuat dengan cara menghilangkan kontaminasi (dekontaminasi) terlebih dahulu baru kemudian dibuat sediaan apus. Sediaan konsentrasi selain untuk pemeriksaan mikroskopis dapat juga untuk kultur. Sediaan apus yang baik ialah : Berasal dari dahak mukopurulen, bukan air liur. Berbentuk spiral-spiral kecil berulang (coil type), yang tersebar merata, ukuran 2 x 3 cm. Tidak terlalu tebal atau tipis. Setelah dikeringkan sebelum diwarnai, tulisan pada surat kabar 4 - 5 cm di bawah sediaan apus masih terbaca. Pewarnaan Tahan Asam A. Pewarnaan Ziehl-Neelsen Merupakan pewarnaan diferensial untuk bakteri tahan asam. Bakteri tahan asam memiliki dinding sel yang tebal, terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat.Sehingga walaupun dicuci dengan larutan asam belerang 5%, tetap mengikat zat warna fuksin karbol. Sedangkan bakteri yang tidak tahan asam akan melepaskan fuksin karbol bila dicuci dengan larutan asam belerang dan akan mengikat zat warna kedua yaitu biru metilen. Bahan reagensia yang dipergunakan 1. Fuksin karbol Zat warna ini dilarutkan dengan 5% fenol sehingga mudah larut dalam bahan yang mengandung lipoid seperti dinding sel bakteri Mycobaterium.
2. H2SO4 / Asam Alkohol (HCL 3% + ALKOHOL 95%) yang berfungsi sebagai

dekolorisasi. 3. Biru Metilen (Methylene Blue) merupakan zat warna terakhir yang dipergunakan dalam pewarnaan Ziehl-Neelsen. Cara kerja 1. Sedian sputum yang telah direkat, dituang larutan fuksin karbol selama 5 menit sambil dipanasi dengan api kecil sampai keluar uap (tidak boleh mendidih).
2. Cuci dengan air. 3. Tuangi larutan H2SO4 5% selama 2 detik ( untuk M.leprae : H2SO4 1% ). 17

4. Cuci dengan alkohol 60% sampai tidak ada lagi warna merah yang mengalir dari sediaan. 5. Cuci dengan air, kemudian tuangi larutan air metilen biru selama 2 menit. 6. Cuci dengan air lalu keringkan.
B. Pewarnaan Kinyoun-Gabbett (Tan)

Cara kerja: 1. Pada sediaan sputum yang telah direkat, tuangkan larutan Kinyoun (fuksin karbol 4%) dan biarkan selama 3 menit. 2. Cuci dengan air. 3. Tuangkan larutan Gabbett.
4. Cuci dengan air lalu keringkan dengan kertas saring. 5

Cara menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan dahak 1. Letakkan mikroskop di meja yang permukaannya datar, tidak licin, dan dekat sumber cahaya. 2. Bila mengggunakan sumber cahaya lampu: a. Atur tegangan lampu ke minimum b. Nyalakan mikroskop memakai tombol ON
c. Sesuaikan dengan pelan-pelan sampai intensitas cahaya yang diinginkan

tercapai
3. Bila menggunakan cermin, arahkan cermin ke sumber cahaya. 4. Letakkan sediaan yang telah diwarnai ke atas meja

sediaan. 5. Putar lempeng objektif ke objektif 10x. 6. Atur dengan tombol pengatur focus kasar dan pengatur focus halus sampai sediaan terlihat jelas.
7. Sesuaikan jarak antar pupil sampai gambar kiri dan

gambar kanan menyatu dengan cara menggeser-geser kedua lensa okuler karena setiap orang mempunyai jarak antar pupil yang berbedabeda. 8. Fokuskan gambar dengan mata kanan dengan cara melihat ke dalam okuler kanan dan sesuaikan dengan tombol pengatur focus halus.
18

9. Fokuskan gambar dengan mata kiri dengan cara melihat ke dalam okuler kiri dan putar. cincin penyesuai diopter sampai didapatkan gambar yang paling jelas, baik untuk mata kiri maupun mata kanan. 10. Buka iris/diafragma sampai 70 80%, hingga lapangan pandang terang dengan merata.
11. Teteskan minyak imersi di atas sediaan (aplikator jangan menyentuh sediaan) dan

putar lensa objektif 100x ke tempatnya sampai berbunyi klik. 12. Fokuskan dengan menggunakan tombol pengatur focus halus (jangan menggunakan tombol pengatur focus kasar sebab dapat menyebabkan pecahnya lensa objektif maupun kaca sediaan) sampai didapatkan gambar yang paling jelas. 13. Gunakan pengatur tegangan lampu untuk mendapatkan cahaya yang tepat. 14. Begitu sediaan selesai dibaca, putar objektif 100x menjauhi kaca sediaan, tempatkan objektif 10x di atas sediaan, lalu sediaan diambil. 15. Bila telah selesai, atur kembali pengatur tegangan lammpu ke minimum dan matikan mikroskop dengan menekan tombol OFF.
16. Setiap selesai menggunakan mikroskop, bersihkan dengan hati-hati minyak emersi

dari lensa objektif 10x dengan mengunakan kertas lensa/kain halus, masukkan dalam kotak mikroskop yang telah dikontrol kelembabkannya dengan menempatkan lampu 5 watt yang menyala.5 Interpretasi hasil pemeriksaan Bakteri tahan asam berwarna merah Bakteri tidak tahan asam berwarna biru Pemeriksaan bakteri basil tahan asam sedikitnya memerlukan 100 lapang pandang (dalam waktu 10 menit) dengan cara menggeser sediaan menurut arah dari kiri ke kanan, ke bawah, ke kiri dan seterusnya. Skema pelaporan ini mengacu pada skala International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD).
Hasil pemeriksaan Tidak ditemukan BTA minimal dalam 100 lapang pandang 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang Interpretasi pemeriksaan BTA negatif Tuliskan jumlah BTA yang

ditemukan/100 lapang pandang 10-99 BTA dalam 1 lapang pandang +1 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, periksa minimal 50 +2 lapang pandang Lebih dari 10 BTA dalam 1 lapang pandang, periksa +3 minimal 20 lapang pandang 19

BTA yang ditemukan menegakkan diagnosis TB dan jumlah BTA yang ditemukan menunjukkan beratnya penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk mencatat dengan benar apa yang terlihat. 5,9 3.6.3

Tes Tuberculin
Tes tuberculin atau tes Mantoux ini hanya menyatakan apakah seseorang individu

sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG, atau Mycobacterium pathogen lainnya. Dasar tes tuberculin ini adalah hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV). Tes tuberculin ini dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D. (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5 T.U. masih memberikan hasil negative dapat diulangi dengan 250 T.U. (second strength). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan. Umumnya tes tuberculin dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti. Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody selular dan antigen tuberculin. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux dibagi menjadi: (1) Indurasi 0-5 mm (diameter) : Mantoux negative = No sensitivity (2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = Low grade sensitivity (3) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positive = Normal sensitivity (4) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positive kuat = Hypersensitivity Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi oleh Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu. Hal-hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negative palsu) yakni: Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE) Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air, poliomyelitis Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
20

Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresif lainnya Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux 5mm sudah dinilai positif. 2

3.7Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pada pasien ini ialah tuberkulosis paru. Adapun dasar untuk diagnosis kerja tuberkulosis paru ialah sebagai berikut:
o

Gambaran klinis: Pada pasien ini didapatkan gambaran klinis yang sesuai dengan penderita tuberkulosis

paru. Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik: Gejala lokal/respiratorik tuberkulosis yang ditemukan pada pasien ini ialah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Adanya gejala batuk menandakan bahwa bronkus telah terlibat dalam proses penyakit. Juga didapatkan gejala sistemik tuberkulosis pada pasien ini berupa: demam pada sore hari, keringat malam tanpa kegiatan fisik, nafsu makan menurun, serta berat badan yang menurun. Dengan adanya gejala respiratorik dan gejala sistemik yang mengarah kepada tuberkulosis paru, maka status pasien Tuan B ialah sebagai seorang tersangka/ suspek penderita tuberkulosis paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
o

Pemeriksaan fisik: Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien lemas serta demam (pengukuran suhu

38C). Lemas dan demam merupakan gejala sistemik tuberkulosis paru walaupun tidak spesifik untuk tuberkulosis paru. Selain itu didapatkan bahwa body mass index pasien rendah. Hal ini merupakan suatu faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi karena pada keadaan malnutrisi seseorang mengalami penurunan sistem imun sehingga menjadi rentan terhadap infeksi. Pada pemeriksaan fisik paru ditemukan suara nafas bronkial serta amforik pada apeks kanan. Lokasi apeks kanan ini khas untuk tuberkulosis paru dimana kelainan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis pada umumnya terletak di daerah lobus superior teruatama daerah apeks serta daerah apeks lobus inferior. o Pemeriksaan radiologis: Foto thoraks PA yang dilakukan pada pasien ini memberikan gambaran yang bisa dicurigai sebagai lesi tuberkulosis aktif. Gambaran lesi yang dimaksud ialah:
21

Gambaran fibroinfiltrat yaitu bayangan berawan yang terlihat pada lobus superior paru kanan Kavitas dikelilingi oleh bayangan opak berawan Untuk mendapatkan diagnosis pasti tuberkulosis paru pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan dahak/sputum mikroskopis. Bila ditemukan basil tahan asam (BTA) yang positif pada pemeriksaan dahak/sputum maka pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis pasti tuberkulosis paru. Alur diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa ialah seperti berikut:

PATOFISIOLOGI
Penularan Tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar. Bila

terjadi kontak dengan seorang penderita tuberkulosis maka dapat terjadi penyebaran infeksi melalui droplet infection. Partikel infeksi ini dapat bertahan selama 1-2 jam tergantung ada tidaknya
ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Jika partikel ini berukuran <5 mikrometer, maka kuman Mycobacterium tuberculosis akan masuk melalui saluran nafas ke dalam jaringan

paru. Di dalam jaringan paru, kuman akan difagositosis oleh makrofag alveolus paru. Bila sistem imunitas kuat maka kuman akan mati difagositosis oleh makrofag, namun bila sistem imunitas lemah maka kuman tetap hidup dan berkembang biak didalam makrofag. Kuman yang berkembang biak membentuk suatu sarang pneumonik di jaringan paru. Sarang pneumonik mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru dan disebut sebagai
22

sarang primer atau afek primer. Pembentukan sarang primer diikuti oleh peradangan saluran getah bening yang menuju hilus, dikenal sebagai limfangitis regional. Limfangitis regional kemudian akan diikuti oleh limfadenitis regional atau pembesaran kelenjar getah bening di hilus. Sarang primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai suatu kompleks primer. Bila sudah terbentuk suatu kompleks primer (biasa setelah 2 minggu) maka akan terbentuk imunitas seluler yang spesifik terhadap Mycobacterium tuberculosis. Bila dilakukan uji tuberkulin maka akan didapatkan hasil yang positif. Kompleks primer akan mengalami salah satu hal sebagai berikut: Mengalami resorbsi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat sama sekali. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa sikatriks dan sarang pengapuran. Mengalami perkejuan dan menyebabkan terbentuknya kavitas pada jaringan paru. Mengalami penyebaran. Penyebaran bisa terjadi secara per kontinuitatum (menyebar ke sekitar), bronkogen (melalui saluran nafas), hematogen (melalui darah), dan limfogen (melalui saluran limfe). Penyebaran berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah kuman, dan virulensi kuman. Akibat penyebaran maka dapat terjadi tuberkulosis ektra-paru. Seseorang dengan sistem imunitas yang buruk akan menunjukkan gejala-gejala penyakit tuberkulosis. Ia bisa meninggal atau sembuh tergantung dari sistem imunitasnya dan jumlah serta virulensi kuman.5,10-11 Patofisiologi tuberkulosis paru pada pasien ini: Kontak dengan penderita TB paru Inhalasi Mycobacterium tuberculosis Kuman TB difagositosis oleh makrofag Kuman TB hidup dan berkembang biak didalam makrofag (karena imunitas pasien buruk akibat kurang gizi) Terbentuk sarang primer diikuti oleh limfangitis dan limfadenitis regional Sarang primer mengalami proses perkejuan akibat nekrosis jaringan Jaringan nekrotik dibatukkan keluar dan terbentuk kavitas Tampak gejala klinis utama berupa batuk berdahak selama 1 bulan

3.8 Penatalaksanaan

23

Obat-obatan pada TB dapat diklasifikasi menjadi dua jenis resimen, yaitu obat lapis pertama dan lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil yang dorman, dan pencegahan terjadinya resistensi. Obat-obatan lapis pertama yaitu: isoniazid (INH), rifampicin, pyrazinamide, ethambutol, dan streptomycin. Obat-obatan lapis kedua mencakup rifabutin, ethionamide, cycloserine, para-amino-salicylic acid, clofazimine, aminoglikosida di luar streptomycine, dan kuinolon. Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menerapkan strategi DOTS dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat dan memastikan kepatuhannya. WHO juga telah membagi berbagai resimen pengobatan standar yang membagi pasien pasien menjadi empat kategori berbeda menurut definisi kasusnya.
Kategori Kategori 1 Resimen pengobatan Fase awal Fase lanjutan BTA (+) baru 2 SHRZ (RHZE) 6 HE 2 SHRZ (RHZE) 4HR Sakit berat : BTA (-) 2 SHRZ (RHZE) 4 H3R3 luar paru Pengobatan ulang : 2 SHZE / 1 HRZE 5H3R3E3 Pasien TB Kambuh, BTA (+) Kategori 3 Gagal TP paru BTA (-) 2SHZE / 1 HRZE 5 HRE

Kategori 2

Kategori 4

2 HRZ / 2 H3R3Z3 6 HE 2 HRZ / 2 H3R3Z3 2 HR/ 4 H TB luar paru 2 HRZ / 2 H3R3Z3 2 H3R3/4H Kasus Kronis (masih Tidak dapat di aplikasikan BTA positif setelah (mempertimbangkan menggunakan pengobatan ulang yang obatobatan barisan kedua) di supervisi DOSIS Dua kali / minggu 15mg / kg Maks 900mg 10mg / kg Maks 600mg 50-70mg / kg Maks 4g 50mg / kg

Obat isoniazid Rifampicin Pirazinamid Etambutol

Setiap Hari 5 mg / kg Maks 300mg 10mg / kg Maks 600mg 15-30mg / kg Maks 2g 15-30mg / kg Maks 2,5g

Tiga kali / minggu 15mg / kg Maks 900mg 10mg / kg Maks 600mg 50-70mg / kg Maks 3g 25-30mg / kg

24

Streptomisin

15mg / kg Maks 1g

25-30mg / kg Maks 1,5g

25-30mg / kg Maks 1g

Resimen pengobatan dengan metode DOTS: KATEGORI 1 Pasien tuberkulosis paru (TBP) dengan sputum BTA positif dan kasus baru, TBP lainnya dalam dalam keadaan TB berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris, perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologik, sputum BTA negatif tetapi kelainan di paru luas, tuberkulosis usus dan saluran kemih. Pengobatan fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari selama dua bulan obat H, R, Z, dan S atau E. Sputum BTA awal yang positif setelah dua bulan di harapkan menjadi negatif, dan kemudian di lanjutkan kepada tahap lanjutan 4HR atau 4 H3R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif di lanjutkan 4 minggu lagi, tanpa memandang apakah sputum sudah negatif atau tidak. KATEGORI 2 Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase inisial terdiri dari 2 HRZES / 1 HRZE, yaitu R dengan H,Z,E setiap hari selama 3 bulan, di tambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan bisa segera di mulai. Apabila sputum BTA masih positif setelah 3 bulan, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke empat sputum BTA masih positif, semua obat di hentikan 2-3 hari, dan di lanjutkan dengan kultur sputum untuk uji kepekaan antibiotika. Obat di lanjutkan dengan resimen fase kanjutan, yaitu 5H3R3E3 / 5 HRE KATEGORI 3 Pasien TBP dengan sputum BTA negatif tapi kelainan paru tidak luas dan kasus ekstra-pulmonar (selain dari kategori 1). Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3E3Z3 yang di teruskan dengan fase lanjutan 2 HR atau H3R3 KATEGORI 4 Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus di kultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberikan H saja (WHO) atau sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda (multidrugs resistant tuberculosis) Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya Efek minor
25

Efek samping Kemungkinan Penyebab Minor OAT diteruskan Tidak nafsu makan, mual, sakit Rifampisin perut Nyeri sendi Pyrazinamid Kesemutan s/d rasa terbakar di INH kaki Warna kemerahan pada air seni Rifampisin

Tatalaksana Obat diminum malam

sebelum tidur Beri aspirin /allopurinol Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari Beri penjelasan, tidak perlu diberi apaapa

Efek major
Efek samping Major Gatal dan kemerahan pada kulit Tuli Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus) Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan) Muntah dan confusion (suspected drug-induced pre-icteric hepatitis) Gangguan penglihatan Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura Ethambutol Rifampisin Sebagian besar OAT Kemungkinan Penyebab Obat penyebab dihentikan Semua jenis OAT Streptomisin Streptomisin Sebagian besar OAT Tatalaksana Beri antihistamin & dievaluasi ketat Streptomisin dihentikan ganti etambutol Streptomisin dihentikan ganti etambutol Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor Hentikan semua OAT & lakukan uji fungsi hati Hentikan ethambutol Hentikan rifampisin

Pembedahan pada TB Paru Pembedahan ini dibedakan menjadi indikasi relatif dan indikasi absolut. Indikasi relatif: A. Pasien dengan sputum negatif dan batuk darah berulang B. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan C. Sisa kavitas yang menetap Sedangkan indikasi absolutnya adalah: A. Semua pasien yang telah mendapatkan OAT adekuat tetapi sputum tetap positif
26

B. Pasien batuk darah masif tidak dapat di atasi dengan cara konservatif C. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif. Evaluasi Pengobatan Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat. 1. Evaluasi klinik Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

o o o o o o 3. o o o 4.

Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik Sebelum pengobatan dimulai Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) Pada akhir pengobatan Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan) Sebelum pengobatan Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) Pada akhir pengobatan Evaluasi efek samping secara klinik o Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap o Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

Untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan


27

o Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid o Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan) o Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan)
o Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.

Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman
2-5,11-12

3.9
o

Prognosis
Ad vitam: ad bonam Kelompok kami memilih prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada pasien ini bukan kondisi yang berat yang dapat menyebabkan kematian. Perlu pemeriksaan lebih lanjut apakah pada pasien terdapat infeksi HIV atau tidak.

o Ad sanationam: dubia ad malam Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi, disebabkan oleh pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru sebelumnya (gambaran fibrotic pada foto Rontgen paru). Selain itu kemungkinan pengobatan TB paru pasien seblumnya tidak tuntas. Pengobatan TB yang tidak tuntas dikhawatirkan akan membuat kuman TB menjadi resisten. o Ad fungsionam: dubia ad malam Penyakit TB paru biasanya meninggalkan tanda mata berupa kalsifikasi dan jaringan fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksin. Adanya jaringan fibrosis ini terlihat pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang sudah terkalsifikasi dan berubah menjadi jaringan fibrosis bersifat irreversible sehingga tidak akan sepenuhnya kembali berfungsi normal.

3.10 Komplikasi TB paru dan Penanganannya


28

Batuk Darah (= Hemoptysis, Hemoptoe) Karena pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, kalau di antara jaringan yang

mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar kemungkinan penderita akan mengalami batuk darah, yang bervariasi dari jarang sekali sampai sering atau hampir setiap hari. Variasi lainnya adalah jumlah darah yang dibatukkan ke luar mulai dari sangat sedikit (garis darah pada sputum) sampai banyak sekali (profus), tergantung pada pembuluh darah yang terkena. Bila percabangan arteri yang terkena, batuk darah akan jauh lebih hebat dari vena. Cabang a. pul-monalis, bila terkena, akan jauh lebih berbahaya dari cabang a. bronkealis, karena langsung keluar dari jantung. Batuk darah baru membahayakan jiwa penderita bila profus, karena dapat menyebabkan kematian oleh syok dan anemia akut. Di samping itu, darah yang akan dibatukkan keluar dapat menyangkut di trakea/larings dan akan menyebabkan asfiksia akur yang dapat berakibat fatal. Untuk batuk darah yang minimal sampai agak banyak, dapat diberikan koagulan dan/atau obat-obat antitrombolitik (asam traneksamik) saja, bila perdarahan agak hebat, perlu dipertimbangan pemberian transfusi darah segar. Kalau hal ini sering berulang, perlu juga dipertimbangkan lobektomi ataupun embolisasi arteri, yang menjadi penyebab permasalahan ini. Dalam stadium akut sampai beberapa hari sesudahnya sebaiknya pula antitusif untuk mencegah batuk, setidak-tidaknya mengurangi frekuensi batuk untuk memberi kesempatan istirahat secukupnya bagi lesi, sampai thrombus yang terbentuk cukup kuat. o Penyebaran per Kontinuitatum/Bronkogen/Hematogen Proses nekrosis dapat meluas secara kontinuitatum ke sekitarnya secara langsung, bahkan sampai dapat menembus pleura interlobaris dan menyerang lobus yang berdampingan. Dapat pula proses ini menembus dinding bronkus, sehingga bahan nekrotis yang penuh hasil TB akan tersebar melalui bronkus tersebut. Hal ini akan tampak jelas pada foto baru berupa infiltrat-infiltrat yang baru mengikuti jalannya bronkus (penyebaran bronkogen). Penyebaran hematogen terjadi bilamana proses nekrosis mengenai pembuluh darah. Bahan-bahan nekrosis yang penuh basil-basil TB sekaligus akan tertumpah ke dalam aliran darah ke seluruh tubuh. Basil-basil ini kemudian akan bersarang ke seluruh tubuh. Basil-basil TB ini terbawa aliran darah ke seluruh tubuh. Basil-basil ini kemudian akan bersarang di organ-organ tubuh, termasuk paru sendiri (TB miliaris). Pada pemeriksaan fisik TB miliaris,
29

akan dapat didengar rongki basah yang sangat halus tersebar merata di kedua paru : dan pada foto paru, akan tampak bercak-bercak infiltrate halus (sebesar kepala jarum bundel) yang merata diseluruh paru kiri maupun kanan (sampai di ujung-ujung paru sekalipun). Dengan demikian, begitu diagnosis TB miliaris ditegakkan, sekaligus perlu diingat bahwa setiap saat dapat terjadi pula TB selaput otak yang dapat fatal, setidak-tidaknya akan meninggalkan cacat neugrologis, bersamaan juga dapat timbul TB ginjal, TB hati, dll. Hanya ada dua organ tubuh yang memang secara ilmiah tak dapat diserang TB, yaitu otot skelet dan otot jantung. Untung sekali bahwa penyembuhan kompilasi ini tak berbeda dengan penyembuhan komplikasi ini tak berbeda dengan penyembuhan TB paru biasa. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kadang kala pada TB miliaris didapatkan panas badan yang tinggi, yaitu pada bentuk tifoid, sehingga sepintas lalu dapat menyerupai demam tifoid. Pada penderita lain, kemungkinan sama sekali tidak dijumpai panas badan, bahkan penderita masih dapat bekerja, walaupun sebentar-sebentar batuk dan badannya terasa lemah sekali. TB Larings Karena tiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui larings, tidaklah mengherankan bila ada basil yang tersangkut di larings dan menimbulkan proses TB di tempat tersebut. Dengan perkataan lain, terjadilah sekarang TB larings. Penyembuhannya tidak berbeda dengan TB paru. o Pleuritis Eksudatif Bila terdapat proses TB di bagian paru yang dekat sekali dengan pleura, pleura akan ikut meradang dan menghasilkan cairan eksudat. Dengan lain perkataan, terjadilah pleuritiseksudatif. Tidak jarang proses TB-nya masih begitu kecil, sehingga pada foto paru belum tampak ada kelainan. Bilamana cairan eksudat masih sedikit (tinggi cairan tidak melebihi 25% tinggi paru), cukup diberikan terapi spesifik saja, tetapi bila cairan makin banyak, perlu dilakukan fungsi dan cairan eksudat dikeluarkan sebanyak mungkin, untuk menghindari terjadinya Schwarte di kemudian hari. o Pnemotoraks Bisa saja terjadi bahwa proses nekrotis itu dekat sekali dengan pleura, sehingga terjadilah pnemotoraks. Sebab lain pnemotoraks ialah pecahnya dinding kavitas yang kebetulan berdekatan dengan pleura, sehingga pleura pun ikut robek. Bila udara yang masuk ke rongga pleura terbatas dan tak terus menerus bertambah (mediastinum tidak sampai tersedak ke sisi sehat dan penderita tak menjadi sesak secara progresif), terapi hanyalah terapi spesifik istirahat seperlunya. Tetapi bila udara yang masuk ke dalam rongga pleura makin
30

banyak (pnemotoraks tipe ventil), mau tak mau harus dipasang water-sealed-drainage (WSD) pula. Perlu diingat bahwa seperti pada pleuritis eksudatif, sering kali kelainan TB-nya tidak tampak pada foto paru, karena demikian kecilnya. Namun karena pengalaman-pengalaman di masa lampau, setiap pnemotoraks yang bersifat spontan pada orang dewasa muda harus dianggap disebabkan oleh TB dan harus diberikan terapi spesifik. o Hidropnemotoraks, Empiema/Piotoraks, dan Piopnemotoraks Kalau pleuritis eksudatif dan pnemotoraks terjadi bersama-sama, maka disebut hidropnemotoraks ; dan bila cairannya mengalami infeksi sekunder, terjadilah piopnemotoraks. Kalau infeksi sekunder mengenai cairan eksudat pada pleuritis eksudatif, terjadilah empiema atau disebut pula piotoraks). Sesuai dengan prinsip umum, nanah yang terbentuk ini harus dikeluarkan pula, dan di samping pemberian terapi seperti di atas (spesifik) perlu juga antibiotika untuk menanggulangi infeksi sekundernya. o Abses Paru Infeksi sekunder dapat pula mengenai jaringan nekrotis itu langsung, sehingga akan terjadi abses paru. o Cor Pulmanale Makin parah destruksi paru dan makin luas proses fibrotic di paru (termasuk proses atelektasis), resistensi perifer dalam paru akan makin meningkat. Resistensi ini akan menjadi beban bagi jantung kanan, sehingga akan terjadi hipertrofi, dan kalau hal ini berlanjut terus, akan terjadi pula dilatasi ventrikel kanan dan berakhir dengan payah-jantung kanan. Kelaninan jantung karena kelainan paru diberi nama umum penderita-penderita dengandestroyed lung. 2

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1. TB PARU


Definisi Tuberkulosis Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis humanis), yang mana sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Etiologi

31

Penyebab terjadinya penyakit tuberculosis adalah basil tuberculosis yang termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari family Mycobacteriaceace dan termasuk dalam ordo Actiomycetalis. Mycobacterium tubercola menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering pada paru. Masih terdapat mycobacterium pathogen lainnya, misalnya Mycobacterium leprae, Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan. Karakteristik Mycobacterium Tuberculosis adalah sejenis kuman berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu M. Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis Paru. Cara Penularan Cara penularan Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul didalam paru paru akan berkembang biak menjadi banyak dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, dan lain lain. Saat Mycobacterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular ( bulat ). Biasanya melalui serangkaian reaksi immunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding disekeliling bakteri itu oleh sel sel paru. Mekanis pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dorman / istirahat dan menjadi tuberkel yang terlihat pada foto roentgen. Pada sebagian orang yang memiliki system imun yang baik, bentuk ini akan tetap dorman sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang yang memiliki system imun yang kurang baik, akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru dan menjadi sumber produksi sputum. Seorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel yang belebihan dan positif terkena TBC. Diagnosis
32

Diagnosis TB pada anak:


1. Gejala umum TBC : Berat badan turun selama 3 bulan berturut turut tanpa diketahui penyebab yang jelas Nafsu makan tidak ada dengan berat badan yang tidak naik Demam lama berulang tanpa sebab disertai keringat pada malam hari Pembesaran kelenjar limfe, superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple, paling Gejala dari saluran napas, misalnya batuk kronis lebih dari 30 hari. dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah mendapat penanganan gizi yang baik.

sering daerah leher, ketiak dan lipatan paha. 2. Gejala Spesifik Gejala ini biasanya tergantung dari bagian mana yang terserang, misalnya : a. TBC Kulit / skrofuloderma b. TBC Tulang dan Sendi c. TBC Otak dan syaraf

Diagnosis TB pada orang dewasa: Pasien mempunyai keluhan batuk terus menerus dan batuk kronis lebih dari 3 minggu atau lebih, dahak bercampur darah, sesak napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kurang enak badan, berkeringat pada malam hari walaupun tidak beraktivitas dan terjadi demam lebih dari sebulan, dianggap sebagai suspek TB. Pemeriksaan Penunjang Tes tuberkulin kulit (Mantoux) Tes tuberkulin kulit akan menunjukkan hasil positif jika seorang anak terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Namun hasil positif tidak mengindikasikan adanya penyakit. Untuk mendiagnosis TB, tes ini digunakan bersama dengan pemeriksaan klinis dan roentgen dada. Tes tuberkulin kulit yang negatif tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis TB. Tes ini dikategorikan sebagai positif jika ditemukan:
-

Indurasi (tonjolan keras) 5 mm pada anak berisiko tinggi. Definisi risiko tinggi beberapa di antaranya adalah infeksi HIV dan kurang gizi yang berat. Kadang pada anak dengan HIV, kurang gizi yang berat, atau masalah lain yang menurunkan kekebalan tubuh, tes ini akan menunjukkan hasil negatif palsu karena kekebalan tubuh yang cukup dibutuhkan untuk memberikan reaksi terhadap tes

Indurasi 10 mm pada anak lainnya, baik yang pernah menerima BCG atau tidak Roentgen dada yang mana akan menunjukkan perubahan yang tipikal untuk TB. Gambaran roentgen paling umum adalah memutihnya ( hiperopaque ) suatu area di paru
33

paru dalam jangka waktu yang lama (persistent opacification) dengan pembesaran kelenjar getah bening di pangkal paru-paru (hilar) atau di sekitar pangkal saluran udara (subcarinal). Gambaran perubahan di bagian atas atau tengah paru-paru lebih umum ditemukan dibanding di bagian bawah. Anak dengan gambaran seperti ini yang tidak membaik setelah pemberian antibiotik harus menjalani pemeriksaan TB lebih lanjut. Gambaran roentgen dengan titik-titik putih yang tersebar di seluruh paru-paru (miliary) sangat sugestif untuk TB. Pasien remaja umumnya memilikik gambaran roentgen dada serupa dengan pasien dewasa dengan adanya cairan di rongga pleura (pleural effusion) dan memutihnya bagian puncak paru-paru dengan pembentukan lubang (cavity). Pemeriksaan roentgen dada berguna dalam diagnosis TB pada anak. Karena itu roentgen dada harus diinterpretasikan oleh radiolog atau tenaga kesehatan yang terlatih dalam interpretasi roentgen. Tes bakteriologis Pada anak, bahan untuk tes bakteriologis dapat diperoleh dari dahak, pengambilan cairan (aspirasi) dari lambung, atau cara lainnya seperti biopsi kelenjar getah bening. Pemeriksaan bakteriologis berperan penting terutama pada anak dengan: Kecurigaan resistensi terhadap obat Infeksi HIV Kasus yang kompleks atau parah Diagnosis yang tidak pasti Dahak untuk diperiksa dengan mikroskop umumnya dapat diperoleh pada anak 10 tahun. Pada anak di bawah 5 tahun, dahak sangat sulit diperoleh dan sebagian besar akan menunjukkan hasil negatif. Seperti pada pasien dewasa, pemeriksaan dahak membutuhkan 3 sediaan: yang diperoleh pada awal evaluasi, pada pagi berikutnya, dan pada kunjungan berikutnya.Aspirasi cairan lambung dengan selang khusus lambung yang dimasukkan dari hidung (nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat atau tidak mau mengeluarkan dahak. Cara lain yang dapat dilakukan adalah induksi dahak. Tes lain Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau fine needle aspiration dapat digunakan untuk membantu diagnosis TB luar paru-paru, terutama TB kelenjar getah bening. Tes lainnya adalah PCR, suatu teknik untuk mendeteksi adanya materi genetik M. tuberculosis. Tes ini tidak direkomendasikan untuk anak karena belum cukupnya penelitian yang dilakukan terhadap tes ini. Selain itu dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan,
34

metode ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.Pemeriksaan rumit lain seperti CT scan dan evaluasi saluran udara dengan selang khusus yang dilengkapi kamera (bronchoscopy) juga tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis TB anak. Mencoba pemberian obat TB sebagai metode untuk mendiagnosis TB pada anak juga tidak direkomendasikan. Keputusan untuk memulai pengobatan TB pada anak harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, dan jika diputuskan untuk dilakukan, maka anak harus menjalani pengobatan dengan jangka waktu penuh. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis 1. Infeksi Primer Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antaraterjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6minggu. Infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Terkadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. 2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC) Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberap abulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Klasifikasi Penyakit Tujuan melakukan klasifikasi penyakit dan penderita adalah penting untuk menetapkan panduan OAT yang sesuai, klasifikasi penyakit dna tipe penderita dilakukan sebelum pengobatan dimulai. 1. Tuberkulosis Paru

35

Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan parenkim paru, sebab itu TB pada pleura atau selaput paru atau TB pada kelenjar hilus dianggap sebagai TB ekstra paru. Bila penderita TB paru juga bias mengalami TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan maka penderita tersebut hanya dicatat sebagai penderita TB paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan sediaan dahak, TB paru dapat dibagi menjadi : TB paru BTA positif, yaitu bila sekurang kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan sediaan dahak SPS hasil positif atau sediaan dahak hasilnya BTA positif dan pemeriksaan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif TB paru BTA negative rontgen positif, yaitu bila semua sediaan dahak SPS hasilnya negative tapi foto rontgen ada menunjukkan gambaran TB aktif. TB paru BTA negative rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bilamana gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas dengan proses milier dan atau keadaan umum penderita buruk. 2. TB ekstra Paru TB ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ lain selain paru, misalnya pleura, selaput jantung, selaput otak, persendian, limfa, kulit, tulang, ginjal, usus, alat kelamin, saluran kemih, dan lain lain. TB Ekstra paru dibagi menurut tingkat keparahannya: 1. 2. TB Ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar limfa, tulang ( kecuali tulang belakang ), sendi dan kelenjar adrenal TB ekstra paru berat, misalnya TB meningitis, milier, perikarditis, perioritis, tulang belakang, usus, saluran kencing, dan alat kelamin. Tipe Pasien Tipe pasien TB ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Terdapat beberapa tipe pasien, yaitu: 1. Kasus Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan. 2. Kasus Kambuh Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan OAT dan dinyatakan sembuh, lalu didiagnosis kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 3. Kasus setelah putus berobat Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
36

4. Kasus gagal Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau selama pengobatan. 5. Kasus lain Adalah kasus pasien dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setellah selesai pengobatan ulang. Pengobatan penderita Prinsip dasar pengobatan TBC pada anak tidak berbeda dengan orang dewasa, tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Pemberian obat baik pada tahap insentif maupun tahap lanjutan diberikan tiap hari 2. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan, Susunan obat TB anak adalah 2HRZ / 4HR Tahap insentif terdiri dari Isoniasid ( H ), Rifampisin ( R ), dan Pirazinamid ( Z ) selama 2 bulan diberikan setiap hari ( 2 HRZ ) , tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid, Rifampisin selama 4 bulan diberikan tiap hari. Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan panduan OAT yang direkomendasikan oleh WHO sebagai berikut : 1. Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3) - Pasien baru TB paru BTA positif, Pasien TB paru BTA negative rontgen positif Pasien TB ekstra paru Obat ini diberikan untuk pasien baru :

Tahap intensif terdiri dari isoniazid ( H ), Rifampisin ( R ), Pirazinamid ( Z ) dan Etambutol ( E ). Obat obat tersebut diberikan selama 2 bulan ( 2 HRZE ) kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid ( H ), Rifampisin ( R ), diberikan 3 kali seminggu selama 4 bulan ( 4 H3R3 ). 2. Kategori 2 ( 2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3 ) Pasien Kambuh Pasien Gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid ( H ), Rifampisin ( R ), Pirazinamid ( Z ), dan Etambutol ( E ) dan suntikan Streptomisin setiap OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :

37

hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan isoniasid ( H ), Rifampisin ( R ), Pirazinamid ( Z ), dan Etambutol ( E ) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Suntikan streptomisin harus diberikan setelah penderita selesai menelan obat. 3. Kategori 3 ( 2 HRZ / 4 H3R3 ) - Pasien baru Bta negative rontgen positif sakit ringan - Pasien ekstra paru ringan Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2 HRZ ), diterukan dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid ( H ) dan Rifampisin ( R ) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu ( 4H3R3 ). 4. Obat Sisipan ( HRZE ) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 dan penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTa positif, diberikan obat sisipan HRZE setiap hari selama 1 bulan, satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dosis kecil. Efek Samping Pengobatan Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada pasien dewasa. Efek samping yang paling penting adalah keracunan pada hati (hepatotoksisitas) yang dapat disebabkan oleh Isoniazid, Rifampicin, dan Pirazinamide. Tidak ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang ringan. Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 (pyridoxine) pada kondisi tertentu sehingga suplemen vitamin B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusui ASI, dan remaja yang hamil. Pencegahan penyakit TBC World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksinasi bacille CalmetteGurin (BCG) segera setelah bayi lahir di negara-negara dengan prevalensi TB yang tinggi. Negara dengan prevalensi TB tinggi adalah semua negara yang tidak termasuk dalam prevalensi TB rendah. Sedangkan kriteria negara dengan prevalensi TB rendah adalah sebagai berikut: Rata-rata tahunan pelaporan TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopik positif 5/100.000 selama 3 tahun terakhir Rata-rata tahunan pelaporan meningitis TB pada anak di bawah 5 tahun Rata-rata tahunan risiko infeksi TB 0,1%
38

Obat ini diberikan untuk pasien baru :

Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya dalam pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan yang diperoleh begitu lebar (antara 0-80%). Namun ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih terhadap penyakit TB yang parah seperti TB milier atau meningitis TB. Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi TB di suatu negara. Di negara dengan prevalensi TB yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak kecuali anak dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan tubuh. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak (12%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti pembentukan kumpulan nanah (abses) lokal, infeksi bakteri, atau pembentukan keloid. Sebagian besar reaksi tersebut akan menghilang dalam beberapa bulan. 2-5,11

4.2.

DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program

penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik. DOTS mengandung lima komponen, yaitu: 1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional 2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik 3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy) 4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan 5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) A. Tujuan : Mencapai angka kesembuhan yang tinggi Mencegah putus berobat Mengatasi efek samping obat jika timbul
39

Mencegah resistensi

B. Pengawasan Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh Pasien berobat jalan. Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini. Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO: 1. Petugas kesehatan 2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll) 3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah Pasien dirawat Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan. C. Langkah Pelaksanaan DOT Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT D. Persyaratan PMO PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita HIV/AIDS. dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien. E. Tugas PMO Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.
40

ditentukan. selesai. menelan obat.

TB.

Melakukan kunjungan rumah. Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala

F. Penyuluhan Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat dilakukan secara:

Perorangan/Individu

Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll Kelompok Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok keluarga pasien, masyarakat pengunjung RS dll Cara memberikan penyuluhan DOTS PLUS o o o o Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2 DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan strategi DOTS Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau

penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya

perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)

BAB V
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis humanis), yang mana sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Gejala TB paru adalah batuk berdahak, nyeri dada, sesak napas, mengi, demam, menggigil, keringat malam, dan anoreksia. Gejala
41

batuk berdahak yang diderita Tn. B selama sebulan ini disebabkan karena TB paru yang dideritanya. Dari hasil pemeriksaan radiologi ditemukan adanya fibroinfiltrat dan kavitas yang menunjukkan Tn. B pernah menderita TB paru sebelumnya dan TB paru sekarang masih dalam proses aktif. Pada kasus ini diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan mikroskopis BTA, laboratorium darah, serta test Tuberkulin. TB paru dapat di tatalaksana dengan obat anti TB (OAT), dengan penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan klinis. Kesembuhan TB paru yang baik akan memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi, dan menghilang gejalanya. Prognosis pasien TB paru adalah baik dengan pengobatan OAT dan directly observed treatment shortcourse (DOTS).

BAB VI Daftar Pustaka


1. Lechtzin, Noah. Cough in Adults. In: Porter RS (editors). The Mercks Manual of Patient
Symptoms. Philadelphia: Mercks Reaserch Laboratory; 2008.p.343-52

2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
1. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-9.

42

3. Hasan, Helmia. Tuberkulosis Paru. In: Wibisono MJ, Winarni, Hariadi S (editors). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press; 2010.p.9-24

4. Alsagaff H, Mukty HA. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press;
2010.p.73-109

5. Manaf A, Pranoto A, Sutiyoso AP, Hudoyo A, Sjarurrahman A, Yuwono A, et al. Pedoman


Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2nd ed. Dalam: Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A, editors. 2011. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006. Available at: http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf. Accessed 18 November,

6. Rasad, Sjahriar. Tuberkulosis Paru. Dalam: Ekayuda, Iwan (editors). Radiologi Diagnostik.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.p.131-7.

7. Smeltzer SC. Brunner and Suddarths Handbook of Laboratory and Diagnostic Test.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2010

8. Kee, Joycee LeFever. Laboratory and Diagnostic Test. 6th ed. New York: Pearson; 2008 9. Kumala, Widyasari. Diagnostik Laboratorium Mikrobiologi Klinik. Jakarta: Penerbit Universitas
Trisakti; 2009.p.15-7.

10. Price SA, Standridge MP. Tuberkulosis Paru. Dalam: Hartanto H, Wulansari P, Susi N, Mahanani
DA (editor). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006 .p.853-4.

11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Available at: http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf. Accessed 18 November 2011.

12. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta;
Media Aesculapius; 2000

13. Snell RS. Thorax: Bagiaan II Cavitas Thoracis. Dalam: Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ,
Susilawati, Nisa TM, Prawira J, et all (editor). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.p. 82-96.

14. Sherwood L. Sistem Pernapasan. Dalam: Pendit BU, Santoso BI (editor). Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. p. 410-422.

43

Anda mungkin juga menyukai