Discover millions of ebooks, audiobooks, and so much more with a free trial

Only $11.99/month after trial. Cancel anytime.

Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea: 3
Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea: 3
Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea: 3
Ebook214 pages2 hours

Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea: 3

Rating: 4 out of 5 stars

4/5

()

Read preview

About this ebook

Ada kutukan dan hadiah dari Dewi Hygea kepada seluruh pelajar/mahasiswa farmasi di permukaan bumi, mengantuk, capek, banyak tugas, mengetik, begadang, menghapal nama tanaman dan obat, belum lagi tugas mahasiswa harus jadi aktivis kampus. Kutukan itu mengiringi Arlisa yang kini kuliah di London, Sandra yang cuti kuliah karena depresi, Kak Ijul yang sibuk penelitian. Bobi yang ingin menyerah menghadapi kuliah dan praktikum, Rizal yang semakin akrab dengan Annisa. Diantara kesibukan ada mereka berkenalan dengan mahasiswi baru namanya Winda, dia asal Jakarta yang kuliah di Toronto.

Bagaimana kisah jarak jauh antara Gimin dan Arlisa ? sementara Sandra masih juga belum bisa menerima kekalahannya. Kenapa Winda harus kuliah di Jakarta ? padahal dia sudah hampir lulus di Kanada. Semua terangkum dan tertulis dalam kisah Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea

LanguageBahasa indonesia
PublisherBernadi Malik
Release dateJun 15, 2019
ISBN9781393219071
Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea: 3
Author

Bernadi Malik

Bernadi Malik adalah seorang penulis, ceo pabrik novel baper & thriller, blogger di bernadimalik.com, penikmat seni dan fotografi, bernafas dan hidup di Indonesia, berjalan di muka bumi, pengagum alkimia dan filsafat bergelar apoteker, memposisikan diri di tengah-tengah, punya sifat humanis, pecinta sate kambing dan tongseng. Senang jalan-jalan dan menulis.

Read more from Bernadi Malik

Related to Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea

Related ebooks

Contemporary Romance For You

View More

Reviews for Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea

Rating: 4 out of 5 stars
4/5

3 ratings1 review

What did you think?

Tap to rate

Review must be at least 10 words

  • Rating: 5 out of 5 stars
    5/5
    Bagi Yang suka main game / Gamers silahkan bisa coba game di qqharian,net Cukup 1 user id saja anda bisa banyak bermain game.
    Modal perdana kurang beruntung? tenang, kami ganti dgn Bonus Welcome Cashback 100% Dansaat anda regist/daftar jangan lupa masukan kode referal :8FE83FDE
    Utk info lebih lanjut lsg cek ke TKP atau bisa follow IG : kellymagdalena97 yah terima kasih. :)

Book preview

Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea - Bernadi Malik

Bernadi Malik

ELIKSIR DUA RINDU

Permata Dewi Hygea

Bernadimalik.com Publishing

INDONESIA

Bernadimalik.com

Kontak manajemen : bernadi.apt@gmail.com

www.bernadimalik.com/about

www.facebook.com/bernadimalik

Instagram : Bernadi Malik, Twitter : Bernadi Reloaded

Hak Cipta © 2009 Penulis : Bernadi Malik

Dipublikasikan di Google Books 10 Juni tahun 2019

di Republik Indonesia

Tata letak oleh Bernadi Malik

AWALNYA

ADA KUTUKAN DAN HADIAH dari Dewi Hygea kepada seluruh pelajar/mahasiswa farmasi di permukaan bumi,antara lain mengantuk, capek, banyak tugas, mengetik sampai malam, menghapal nama tanaman dan obat belum lagi para mahasiswa harus jadi aktivis kampus. Kutukan itu mengiringi kisah Arlisa yang kini kuliah di London, Sandra yang cuti kuliah, Kak Ijul yang sibuk penelitian. Bobi yang ingin menyerah menghadapi kuliah dan praktikum, Rizal yang semakin akrab dengan Annisa. Diantara kesibukan ada mereka berkenalan dengan mahasiswi baru namanya Winda, dia asal Jakarta yang kuliah di Toronto.

Bagaimana kisah jarak jauh antara Gimin dan Arlisa ? sementara Sandra masih juga belum bisa menerima kekalahannya. Kenapa Winda harus kuliah di Jakarta ? padahal dia sudah hampir lulus di Kanada. Semua terangkum dan tertulis dalam kisah Eliksir Dua Rindu - Permata Dewi Hygea

BAB 1 NGANTUK

DEWI HYGEA PUNYA PERMATA 

Lengannya dililit ular, mendesis

Menggenggam cawan pelepas dahaga

Hadiah untuk para calon farmasis

Ada alam atas sadar, sadar dan bawah sadar yang dibentuk oleh pendidikan farmasi, ratusan lembar catatan, laporan dikumpulkan, tugas harus diketik, menghapalkan materi kuliah , nama latin tanaman, kandungan dan fungsinya, dicampur rasa lelah.

Duduk di kursi depan komputernya yang diletakkan di atas meja, waktu menunjukkan pukul 01:00 wib, di kamar kos sempit di Utan Kayu, di Kota Jakarta. Reseptor rasa hangat di kulit ditiup angin yang tadi sore masuk jendela kini berubah dingin, sayup-sayup ada suara... pria itu sedang mengetik, kepalanya berusaha tegak tapi tetap saja berulang kali goyah, Itu Gimin sedang menyelesaikan laporan Praktikum Mikrobiologi, media agar, pengenceran. Dia berusaha fokus pada catatan di sebelah laptopnya. Tentang prosedur pewarnaan bakteri, gram positif, gram negatif.... Staphylococcus Aureus, Salmonella sp.

Rasa kantuk itu datang merayu seperti sebuah pelukan yang hangat, mengalir melalui permukaan wajah, pelan-pelan, lembut dan syahdu dari atas kepala turun ke kelopak mata lalu Ada keheningan, suara di sekitarnya nyaris hilang ketika ia masuk ke alam bawah sadar, menghilang dalam ruang hampa, kepalanya terayun ke arah kanan nyaris jatuh dari kursinya ia kaget dan segera memperbaiki posisi duduk. Kepalanya ingin diletakkan di atas meja, ...ia menahannya. 

"Huhh," ucapnya rasanya ia ingin menguap tapi mungkin itu perasaannya saja, mulai mengetik lagi. Otot di atas alisnya kontraksi, ada rasa ingin menyerah, tapi ia masih harus belajar farmakologi dan terapi, kimia organik I. Ia berdiri dari kursinya, menatap cahaya lampu jalan kota berwarna kuning lewat jendela yang menghadap ke arah utara, di kejauhan, Ada suara mobil, suara motor dan pintu rel kereta api.  

Ayo duduk kembali, pikirnya penuh semangat  ia memacu dirinya sendiri, diatas kursi yang terasa panas, keras dan kaku. Membuka buku catatan kuliah dan mulai membaca, berusaha memindahkan tulisannya: Pipet sepuluh mililiter cairan pembanding, lalu encerkan tambahkan pelarut air sampai 50 ml....

Da kembali mengantuk, mengkhayal tiba-tiba ada balutan awan yang datang diatas kepala, disusupi oleh suara yang terekam di benaknya

Hei Min,... bangun dong, itu suara Bu Astin, kenapa tidur di kelas sih ?

Hah ? Gimin terkejut kepalanya tegak, ia sedang berhalusinasi.

Dia mengambil sebotol air mineral di samping meja belajarnya. Menuang air di botol menempel dibibir mengalir ke tenggoroknya berusaha kembali terjaga. Ia menatap buku catatan di depannya, wajahnya pucat, tirus, ada yang menggantung di bawah matanya, bibirnya berkerut sedikit ke depan menahan diri agar terjaga.

Aku tak boleh menyerah, aku harus belajar, ucapnya dalam hati kembali fokus ke lembaran-lembaran kertas di depannya.

Ia terlelap, lalu ada suara Arlisa, Hai Min...tunggu akuu.

Bercampur dengan percakapannya dengan Fahrizal, nanti pulang bareng kita makan soto ayam yuk Lalu jawaban dari Bobi yang menjawab setuju.

Khayalan itu bergeser cepat, berpindah lokasi ke arah Sandra yang menatapnya dari seberang meja, di kafe roti bakar tempat ia bernyanyi ; senyumnya yang lebar, matanya yang jenaka, dan bibirnya yang merah muda. Gimin mengetuk-ngetuk kedua telapak kakinya ke lantai.

Apakah aku sedang bermimpi atau  berhalusinasi,  apa yang harus aku lakukan, pikir Gimin. Dia tenggelam dalam alam bawah sadarnya, mendengar suara lagi  Minta Kecap dong Mang Ucup, itu suaranya sendiri sedang beli cilok di depan kampus huh tumben pedes banget nih sambel.

Lalu ada suara Rizal yang menyahut mang Ucup, saos tomatnya kurang nih, dia mengocok-ngocok botol saos warna hijau. Lalu ia pindah ke suara yang lainnya.

Apa sih yang nggak aku kasih sama kamu, suara merdu Arlisa sedang tersenyum ia menggenggam tangan Gimin kamu minta apa aja aku kasih kok.

Si cantik bertubuh langsing, berkulit putih dan rambut ikal itu menarik tangan Gimin menjauh dari keramaian di depan deretan kereta komuter di Stasiun Jakarta Kota. Dia memanggil Gimin sini duduk disini.

Lisa berjalan menuju sebuah kursi tempat penumpang menunggu kereta, ia menarik pria itu, berwajah pucat, berkulit sawo matang. Gimin mengikuti wanita itu, senyum-senyum menatap wanita itu, kalau aku minta kau jangan ke London,kamu mau ? tanya Gimin.

Ya aku mau kok, Lisa menjawab menatap mata Gimin kamu tinggal bilang..aku akan tinggal disini...dengan si jelek, dia tertawa.

Tapi aku kasihan orang tuamu, mereka pasti rindu padamu, ucap Gimin.

Hmm, ya pastinya...tapi aku juga rindu, ucap Lisa buatku ada yang lebih penting sekarang. Ingin banget kamu ajak aku pergi terserah kemana deh, asalkan jangan pulangkan aku.

Ke rumah ortuku saja, kata Gimin sambil tertawa.

Kalau itu bikin kamu bahagia  aku mau ....apa sih yang nggak buat kamu ? Lisa tersenyum menggoda, rambutnya yang ikal tergerai, giginya yang putih terlihat berderet rapi.

Di hadapan mereka kereta komuter tujuan Bekasi bergerak meninggalkan Stasiun di sebelahnya dua buah kereta lain menunggu jadwal berangkat.

Mendadak terdengar  suara jam meja yang berbunyi nyaring, berdering, meraung-raung suaranya menusuk masuk ke gendang telinga. Gimin terjaga, mengejapkan matanya, menengadahkan kepalanya panik melirik ke arah jam di depannya. Saat ini pukul 04:00 wib, masih bisa tidur lagi selama satu jam. 

Tapi di masjid sudah terdengar suara mengaji, kedua pundaknya terasa berat. Perlahan-lahan ia bangkit mengambil sarung terlipat di ujung ranjang dan baju warna putih balik pintu. Ia membuka pintu kamar kos tak ada yang bangun selain dirinya. Menguap Gimin kembali duduk ke atas ranjangnya merasa ada rasa menjalar dari punggung, lelah, berat, kakinya diluruskan lalu kepalanya diletakkan di atas bantal, ada rasa darah mengalir ke kepala, memberikan rasa tenang dan nyaman. Lalu ia kembali terlelap.

Tidur terasa singkat ketika ia mendengar telepon genggamnya kembali berdering, ternyata waktu berlalu dan saat itu pukul 04:45 wib pagi, azan subuh sudah berlalu, Gimin buru-buru masuk ke kamar mandi, mengambil air wudu dan membasuh seluruh wajah, tangan, kepala, telinga lalu kakinya. Ia salat di atas sajadah yang selalu terbentang di samping lemari pakaiannya.

Setelah berdoa ia segera masuk kembali ke kamar mandi menyiram seluruh tubuhnya yang terasa hangat, mungkin karena lelah lalu buru-buru keluar mempersiapkan diri berangkat ke kampus. Hari itu ia harus mengumpulkan laporan praktikum Mikrobiologi sekaligus mengikuti ujian farmakologi dan terapi pukul delapan.

Kepalanya mendadak pening ketika memasukkan buku catatan ke dalam tas ransel, ia  menyelipkan laptopnya lalu menutup tas. Dia berjalan turun dari kamar kosnya di lantai dua, tubuhnya gontai, langkahnya melayang ketika menginjak anak tangga.

Membuka pintu pagar di halaman jalan Mangga, ia belok ke kanan menuju ke Mas Aca yang sedang jualan bubur ayam di perempatan. Gimin mendekat ke gerobak dorong lalu memesan satu mangkok bubur.

Satu Mas Aca, nggak pake pedas ya, pesan Gimin kepada Mas Aca yang mengangguk buru-buru mengambil sebuah mangkok. Dia meletakkan satu sendok besar bubur, ditambah kacang tanah, telur, potongan perkedel, lalu diberi taburan potongan daun bawang dan daun sop.

Dua tusuk sate lalu Mas Aca menuang kuah bumbu kacang ke atas mangkok. Gimin mengambil mangkok itu lalu berjalan lemah ke kursi para penjaga malam.

Ia membayangkan buku materi ujian Farmakologi yang telah ia pelajari tadi malam. Mudah-mudahan ingat sampai ujian selesai, pikirnya, padahal sanksi karena ia belajar sistem kebut semalam. Lagipula nanti pukul dua belas ia harus pulang naik kereta ke Surabaya lalu naik bus ke Probolinggo.Bersama Bobi setelah ujian langsung berangkat ke stasiun Pasar Senen.

Masih ada waktu cukup lama sebelum ia pulang ke kos. Mungkin ada hikmahnya, kali ini ia pulang bersama Bobi yang akan turun di Yogyakarta.

Kemarin,...hmm kemarin, pikir Gimin sambil menyuap sesendok bubur.

Kemarin setelah ujian kimia-fisika, Bob dan Gimin naik busway dari depan kampus, mereka akan membeli tiket kereta ke Stasiun Pasar Senen.

Mereka duduk di kursi lalu ketiduran, kebablasan sampai ke Ancol. Menyesal juga mereka tertidur sepanjang perjalanan. Di halte Ancol mereka turun dan kebingungan.

Buset,dimana nih Min, tanya Bobi.

Hii, kita kebablasan ini di Ancol Bob, jawab Gimin celingukan di halte busway yang sepi tak ada penumpang ketika seorang kondektur berseragam biru datang mendekat ke arah mereka berdua.

Kalian mau kemana ? tanya pria itu.

Ke Pasar Senen Pak, tadi kelewatan sampe sini, jawab Bobi.

Naik bus ini lagi saja nanti sampai Pasar Senen kok, ucap Pria itu tersenyum dia senyum sambil bertanya  ggantuk ya mas kok sampai kelewatan?

Hehe Iya Pak, jawab Gimin sedikit kesal, pikirnya "kok pake ditanya lagi" Ia segera melangkah naik keatas bus tempat ia tadi tidur.  Wajar saja ia ngantuk, selain karena kurang tidur suhu di dalam bus dinginnya nyaman di permukaan kulit.

Busway kembali melaju meninggalkan halte Ancol ketika berjalan Gimin memperhatikan bahwa tak ada penumpang yang naik dari sana, tapi hingga beberapa halte tetap sedikit penumpang yang naik.Dia berusaha terjaga disamping Bobi yang tiba-tiba protes.

Min, kalau bablas lagi nih kita bakal sampai Jatinegara, ucap Bobi, suara itu membuat Gimin bangun, maklum saja Bobi kalau urusan nyasar agak sedikit cemen, padahal dia bisa kok naik ojek daring.

Tenang aja Bob,..kali ini sampe kok, jawab Gimin.

Beberapa halte berlalu, di depan Halte Pasar Senen mereka turun, diikuti beberapa penumpang lain  yang tadi naik. Di dalam bangunan alumunium berlapis kaca, berbentuk segi empat dihubungkan oleh tangga mereka berjalan keluar, menuju ke arah stasiun.

Beberapa orang ikut menyeberang jalan di belakang Gimin dan Bobi, sore itu tak banyak orang, jam kerja telah selesai pekerja menjauh dari pusat kota menuju ke daerah kantong di sekitar Jakarta. Di trotoar ada beberapa penjual mie ayam, bakso, nasi, dan es  yang memasang kursi seolah-olah trotoar milik mereka.

Mereka masuk ke dalam lingkungan Stasiun Pasar Senen, banyak pengunjung yang lalu lalang, penumpang dari berbagai tujuan datang dan pergi. Lalu mereka menuju loket penjualan tiket yang ada di pojok sebelah kiri.

Mas satu ke Surabaya, satu ke Yogyakarta, ucap Gimin ia mengeluarkan ktp dan  uang yang tadi di berikan oleh Bobi, ia sedang mengamat-amati antrian lain penumpang di loket  menuju Semarang. Beberapa loket terbuka dan penumpang bisa membeli tiket tujuan yang tertulis didepan kaca.

Petugas itu mengetik nama Bobi dan Gimin  lalu mencetak tiket kelas ekonomi yang mereka beli. Gaya baru malam, kereta legendaris yang sejak dulu selalu jadi langganan Gimin.

Ini mas tiketnya, kata petugas itu memberikan tiket, setelah memberikan uang Gimin meninggalkan loket mendekat ke arah Bob.

Sudah Min,? tanya Bobi mendekat.

"Wes Bob,..noh tiketmu," balas Gimin

Jadi jam berapa Min ? tanya Bob.

Ya sudah besok kita langsung ke sini jam satu berangkat, sekarang pulang ah besok masih ujian, sahut Gimin ia sudah akan melangkah menjauh tiba-tiba ia punya ide.Eh Bob ngomong-ngomong naik kereta komuter saja, nih langsung tap kartu kita ke staasiun Jatinegara. Dari sana kita naik mikrolet, sampe deh.

Serius ? Tanya Bobi sanksi.

Iya,  ayo kita naik kereta komuter saja, ucap Gimin, dia bersemangat melangkah menuju konter menuju peron. Bobi langsung ikut di belakang Gimin.

Mereka masuk ke dalam peron setelah menempelkan kartu uang elektronik milik mereka. Suara petugas terdengar di speaker,"jalur empat kereta menuju stasiun jatinegara.."

Wah, cepat Bobi, kata Gimin panik, ia segera berlari menuruni anak tangga turun ke basemen untuk pindah jalur dari jalur satu tempat mereka masuk, pindah ke jalur empat.

Orang-orang yang menruni tangga menghindar menyaksikan mereka terburu-buru, cahaya temaram lampu lorong di bawah stasiun menunjukkan papan arah jalur 4, tangga pertama,..kedua....ketiga..Gimin belok kanan, naik keatas diikuti Bobi yang terengah-engah.

Mereka buru-buru naik, melompat dua anak tangga sekaligus menuju ke peron stasiun.

Huh,...huuh. ayo buruan Bob, panggil Gimin terengah-engah ia berdiri di samping tangga menyaksikan Bob yang naik pelan-pelan.

Weh...Min, bikin capek saja nih,’ sahut Bobi juga tersengal-sengal. Ia melangkah satu demi satu lalu duduk di lantai. Dia protes pada Gimin Huh, capek."

Dari kejauhan terlihat kereta mendekat diikuti suara petugas memberi informasi, jalur 4 masuk kereta komuter...

Ayo Bob, bisa ketinggalan kereta nih, ucap Gimin menarik tas ransel milik Bob, ia terlihat kesal tapi ikut bangkit dari kursinya.

Priiit, itu suara sempritan, saat kereta masuk ke jalur satu, berjalan perlahan terlihat banyak bangku kosong. Setelah berhenti pintu terbuka. Gimin dan Bobi masuk ke dalam disambut suhu dingin kereta, mereka duduk saling berhadapan jaraknya sekitar satu meter, di sebelah kiri dan kanan bangku panjang menempel di dinding kereta.

Bobi tersengal-sengal tapi merasa senang, karena udara dingin membuat

Enjoying the preview?
Page 1 of 1