Malin Kundang: Si Arcaraga
Oleh FARY SJ OROH
4/5
()
Tentang eBuku ini
Namaku Malin Kundang. Kau mungkin pernah mendengar cerita dongeng tentangku. Tentang anak durhaka yang dikutuk menjadi batu.
Percayalah, itu bukan dongeng. Selama berabad-abad aku menjadi batu, hingga karena sesuatu yang tak kumengerti, aku hidup lagi. Menjadi manusia di era yang sudah berubah.
Dengan anugerah yang diberikan Dewata, aku mencoba membuat perubahan. Aku mencoba menebus kesalahan di masa lalu. Dengan menjadi pembasmi kejahatan.
Ini kisahku...
Baca buku lainnya dari Fary Sj Oroh
Garuda Hitam Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Gajah Mada: Cinta Dua Dunia Penilaian: 4 dari 5 bintang4/540 “Jurus Mabuk” Menulis: Panduan Menulis untuk Pemula Penilaian: 4 dari 5 bintang4/59 Alasan Kenapa Penguasa Dinasti Han Bukan Leluhur Minahasa Penilaian: 2 dari 5 bintang2/5Lyra Gadis Perkasa Penilaian: 3 dari 5 bintang3/5
Terkait dengan Malin Kundang
E-book terkait
Si Pembuat Jam Tangan: Sebuah Novel (Bahasa Malayu) Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Gadis Penenun Mimpi & Pria yang Melipat Kertas Terbang Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Tuhan Mencintaimu Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Kisah Hikayat Nabi Isa AS Putra Siti Maryam & Burung Merpati Yang Tercipta Dari Tanah Liat Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianGadis Bercadar ...The Veiled Girl Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Menuai Apa yang Kami Tabur 1: Menuai Apa yang Kami Tabur, #1 Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianDiary Puisi: #3 Magnolia Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Harga Seorang Wanita Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Pendekar Pemuas Nafsu: Erang di Pulau Salju Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Sisi yang Berlawanan Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianKekuatan Lawan Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianSang Pembuat Jam (Bahasa Indonesia - Indonesian Language Edition) Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Jentik Jen(T)aka Cinta Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Catatan (Seorang) Alien Yang Terdampar di Indonesia Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Surat Untuk Adinda Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Pedang Bermandikan Kembang Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Aku Anak yang Menyimpan Tanya Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianTakdir (Buku #4 dalam Buku Harian Vampir) Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Digoyang Delisha, Tetangga Hamil Penilaian: 2 dari 5 bintang2/5Penghianatan (Buku #3 Dalam Buku Harian Vampir) Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Wanita Beristri Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Serigala Besar Jahat itu Kaya! Memoar Dongeng di Manhattan Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianMenuai Apa yang Kami Tabur 2: Menuai Apa yang Kami Tabur, #2 Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianA Street Dream: The Evergreen Architecture Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Pendekar Empat Alis: Kekaisaran Rajawali Emas: Serial Petualangan Pendekar Empat Alis Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianGipsi Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianJiwa Kita Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianMalam Ketika Dia Menembak Dirinya (Kumpulan Cerpen) Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Solo: Cara dan Trik Traveling Sendirian Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Pedang Abadi: Seri Tujuh Senjata Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaian
Kategori terkait
Ulasan untuk Malin Kundang
4 rating0 ulasan
Pratinjau buku
Malin Kundang - FARY SJ OROH
DITERBITKAN OLEH
DAUN ILALANG PUBLISHING
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
Copyright © 2019 Daun Ilalang Publishing
Namaku Malin. Kau mungkin pernah mendengar cerita dongeng tentangku. Tentang anak durhaka yang dikutuk menjadi batu.
Percayalah, itu bukan dongeng. Selama berabad-abad aku menjadi batu, hingga karena sesuatu yang tak kumengerti, aku hidup lagi. Menjadi manusia di era yang sudah berubah.
Dengan anugerah yang diberikan Dewata, aku mencoba membuat perubahan. Aku mencoba menebus kesalahan di masa lalu. Dengan menjadi pembasmi kejahatan.
Ini kisahku...
1
MALIN namaku. Kau mungkin pernah mendengar dongeng tentangku. Dongeng pengantar tidur tentang anak durhaka yang dikutuk Dewata menjadi batu.
Kau mungkin akan terkejut jika aku bilang kalau yang kau dengar itu bukan dongeng. Percayalah, itu memang pernah terjadi.
Aku dikutuk menjadi batu. Atau patung. Atau arca. Terserah kau menyebutnya apa. Namun itu memang benar-benar terjadi.
Kau juga pasti tak tahu jika kubilang, ketika menjadi batu, aku sebenarnya masih tetap hidup. Aku tak bisa bergerak, tak bisa bernafas dan tak bisa merasakan apa pun. Namun aku tetap hidup. Aku tetap bisa mendengar. Bisa melihat. Nyawaku tetap ada di ragaku yang membeku.
Dengan nyawa yang terkucil di tubuh yang membeku, aku nyaris menjadi abadi. Abadi dalam diam dan senyap yang panjang.
Jangan tanya kenapa itu terjadi. Aku tak tahu. Itu kehendak Dewata Yang Agung, dengan rencanaNya yang tak sepenuhnya kupahami.
Karena bisa mendengar dan melihat, aku menjadi saksi bisu tentang perubahan jaman. Perubahan peradaban. Aku melihat kota megah yang dihancurkan gelombang tinggi dari laut. Aku melihat beraneka kapal entah dari mana, yang menawarkan uang. Juga pedang. Dan darah.
Aku menjadi saksi bergantinya kerajaan demi kerajaan, era demi era, jaman demi jaman.
Aku tak pernah tidur, tak bisa tidur, dan tak perlu tidur. Aku melihat dunia yang menjadi lebih tua. Menjadi lebih aneh.
Dan kemudian, sesuatu terjadi. Sesuatu yang mengubahku.
Mengubah sejarahku.
2
AKU tak bisa mengingat dengan jelas apa persisnya yang terjadi. Yang aku tahu, malam itu hujan turun sangat lebat. Angin bertiup dengan deru yang menakutkan. Gelombang tinggi memukul pantai, dan menghempasku.
Oh ya, aku dikutuk menjadi batu di sebuah dermaga. Atau setidaknya itu dermaga, ratusan tahun lalu.
Bergulirnya waktu telah mengubah apa yang dulunya sebuah dermaga megah menjadi pantai sunyi dengan bakau yang tumbuh liar.
Di pantai sunyi itu aku sendiri, sesekali ditemani camar laut yang bertengger di bahu atau kepalaku.
Malam itu, seperti biasa, aku sendiri. Tak ada binatang hutan yang berani berkeliaran di tengah hujan lebat dengan topan menderu.
Seakan belum cukup, dari angkasa kilat menyambar. Menggelegar.
Dan kemudian terjadilah.
Sesuatu menyambarku. Mungkin petir. Aku tak tahu pasti. Yang aku tahu, ada yang menyambarku. Semacam sinar yang menyelubungi tubuhku.
Hanya sekilas. Tak sampai setarikan nafas, dan cahaya itu menghilang.
Dan aku menyadari sesuatu telah terjadi ketika aku tiba-tiba merasa... dingin.
Dingin yang aneh.
Dingin yang basah.
Dingin yang asing.
Dingin yang tak pernah kurasakan selama berabad-abad.
Tak hanya itu. Aku bisa merasakan hamparan hujan di wajahku. Dan sambaran ombak di kakiku.
Terpaan hujan di wajah membuatku nyaris tersedak. Tanpa sadar aku menggerakkan tanganku, melap wajah.
Dan saat itu aku sadar.
DEWATA YANG AGUNG
AKU BISA... BERGERAK.
Aku nyaris tak bercaya. Apa ini nyata? Apa aku tidak bermimpi?