Discover millions of ebooks, audiobooks, and so much more with a free trial

Only $11.99/month after trial. Cancel anytime.

Nyis
Nyis
Nyis
Ebook100 pages1 hour

Nyis

Rating: 5 out of 5 stars

5/5

()

Read preview

About this ebook

“ .... perempuan berkepala anjing. Lidahnya menjulur hingga betis. Dia hanya bisa muncul dari pintu belakang...”

Kisah misteri ini dibawa oleh seorang anak perempuan yang tak diketahui siapa namanya dan dari mana asal-usulnya. Yang terekam hanyalah bercak-bercak trauma yang membaluri sekujur pakaian dan tubuhnya saat ia dihadirkan dalam cerita.

Ia adalah bocah perempuan dengan rambut semirip surai jagung yang terus bergumam bahwa sesuatu yang begitu horror bakal muncul dari balik pintu belakang rumah.

LanguageBahasa indonesia
PublisherGarudhawaca
Release dateJun 23, 2021
ISBN9786236521069
Nyis
Author

Alex Suhendra

Alex Suhendra. Lahir di Cirebon 10 November 1984. Merampungkan studi D-2 Obat Tradisional Fakultas Farmasi UGM pada tahun 2004. Memulai karir teater sejak tahun 2002 bersama Teater Malam, Kelompok Sekrup UNY dan Gamblank Musikal Teater hingga tahun 2010. Menempuh pendidikan keaktoran di ELAC (Everyday Life Acting Course) binaan Teater Gardanalla pada tahun 2005, dilanjutkan dengan Actor Studio binaan Teater Garasi pada tahun 2006. Pimpinan sekaligus Pengajar akting di Lilo Acting School. Mendirikan band AlexArt. Acting Coach untuk film Do Re Mi & You. Aktif bekerja sebagai aktor dan sutradara di teater dan bermain di beberapa film. Dua novel yang telah terbit sebelumnya adalah Maestro (Penerbit Andi, 2009), Kecuali 8 (Garudhawaca, 2011)

Related to Nyis

Related ebooks

Thrillers For You

View More

Related categories

Reviews for Nyis

Rating: 5 out of 5 stars
5/5

1 rating0 reviews

What did you think?

Tap to rate

Review must be at least 10 words

    Book preview

    Nyis - Alex Suhendra

    Nyis

    kisah misteri

    Alex Suhendra

    Penerbit Garudhawaca

    Nyis

    Penulis: Alex Suhendra

    Tata letak: Jalu Sentanu

    Desain sampul: Jalu Sentanu

    Gambar : Alex Suhendra

    ISBN 978-623-6521-06-9

    Terbit 2020

    Diterbitkan oleh

    Penerbit Garudhawaca

    Yogyakarta

    https://penerbitgarudhawaca.com

    Pastikan Anda mendapatkan buku ini melalui cara-cara yang shalih dan tidak melukai. Selalu belilah buku/ebook garudhawaca dengan cara-cara yang jujur. Anda tidak diperkenankan meng-copy dan kemudian menyebarkan buku/ebook ini kepada orang lain tanpa seijin penerbit.

    ~*~

    Nyis (Title)

    Catatan

    Pembuka

    Bagian 1

    Bagian 2

    Bagian 3

    Bagian 4

    Bagian 5

    Bagian 6

    Penulis

    Catatan

    Pada tahun 2015 karya tulis ini mulanya dibuat untuk kebutuhan pementasan film-gambar di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, namun gagal sebab proses editing film belum juga kelar hingga beberapa jam menjelang pertunjukan dimulai. Meski begitu, pertunjukan tetap berlangsung dengan beberapa improvisasi dari tim kami untuk menambal ketidaksempurnaan rencana gelaran pertunjukan. Maka saya ucapkan terimakasih yang begitu melimpah untuk tim kecil Teater Terong Sidji UKDW yang menemani saya dari mula proses hingga tepuk tangan penonton malam itu.

    Satu tahun berikutnya, saya berinisiatif untuk membuat versi youtube untuk film-gambar yang sebelumnya−saya rasa−gagal. Bersama Lilo Acting School dan Tim Hura Hura kami bekerja untuk membalas kegagalan di malam itu. Namun baru empat episode terunggah di Youtube, semangat saya untuk menggambar rupanya melemah. Jadilah film-gambar Nyis tergantung sebelum rampung. Namun demikian saya tetap akan mengucapkan banyak-banyak terimakasih untuk mereka.

    Dan sekarang, karya tulis ini ada di depan wajahmu. Sebagai novel, cerita, dongeng misteri atau apapun sebutannya.

    Mungkin harus dari sinilah semuanya dimulai untuk menjadi sesuatu yg berbeda. Siapa tahu. Setidaknya ia menemukan rumah lain, di dalam imajinasimu.

    Sleman, Juli 2020

    Alex Suhendra

    Untuk masa kecilku yang kadang-kadang

    Pembuka

    "Sayang, critain kisah dari masa kecilmu dong…"

    Kayaknya aku udah ceritain semuanya ke kamu deh.

    "Ya nggak apa-apa. Aku nggak keberatan kok ndengerin cerita-cerita lamamu."

    "OK. Ah, kayaknya aku punya satu cerita baru."

    "Nah! Akhirnya! Ceritain… Itu cerita dari masa kecilmu ‘kan?"

    Dari masa laluku.

    "Cepat ceritaiiin…"

    Iya… tapi tunggu dulu, kamu udah ngunci pintu belakang rumahmu belum?

    "Mmmkayaknya sudah."

    Pastiin dulu.

    "OK. Tunggu sebentar ya. Kemudian terdengar derap langkah di atas lantai kayu. Menjauh, lantas kembali mendekat. udah kututup dan udah kukunci."

    "Dan… matiin lampunya."

    "Matiin lampunya?"

    "Matiin lampunya."

    Biar lebih romantis?

    Biar lebih leluasa imajinasimu. Biar dia semakin bebas berlarian di dalam benakmu. Dan ketika dia lelah, keringatnya bakal membasuhi dan meresap sempurna di sekujur inderamu.

    "Aih… kata-katamu itu loh… mesti deh…"

    "Karena hal itu ‘kan kamu suka aku?"

    Bukan…

    "Ow…"

    Tapi aku cinta kamu.

    "Ow…"

    Terdengar suara ceklekan saklar. Lampu padam. Lantas terdengar suara telapak kaki menjejaki lantai dengan sangat cepat.

    "Aw…!!"

    "Hehehehe. Pintu belakang udah kukunci. Lampu udah aku matiin. Aku juga udah cium kamu. Sekarang, aku udah siap denger cerita dari masa kecilmu."

    "Baiklah. Dengarkan baik-baik ceritaku. Sebenarnya kisah ini tidak dimulai dari sana, tapi… baiklah, anggap saja demikian, kisah ini terjadi pada suatu hari yang sangat cerah di sebuah kampung bernama CAHAYA.

    Sekarang bayangkanlah olehmu sehampar tanah persawahan yang sangat luas hingga saking luasnya kamu tak mampu memberi batas selain jika matahari bersiap tenggelam atau saat hujan berdatangan bersama mendung. Tapi sayangnya hari itu matahari belum pula berada di atas kedua alismu dan bukankah sudah aku bilang padamu bahwa itu adalah hari yang sangat cerah?

    Dan lihatlah di sana, orang-orang sedang memanen padi. Mereka bersemangat sekali. Dan semakin lengkaplah cerahnya pagi itu sebab keceriaan yang timbul dari sebuah berita yang terduduk lucu di boncengan sepeda salah seorang tetangga.

    Masih dari atas sepedanya yang bergoncang-goncang sebab jalanan berbatu, dari kejauhan, wanita itu berseru kepada tudung-tudung caping serupa kepala jamur bermunculan di antara jerami…

    .....

    Bagian 1

    Pertukaran

    1

    Kampung Cahaya, 1984

    Paman Koci…!!! Paman Koci…! Paman…! Paman Koci…! Istrimu melahirkan…!!! Paman..!! Istrimu…!!! Istrimu melahirkan…!!! Teriak Wanita Pengantar Berita dari atas sadel sepeda.

    Dengan cepat berita itu terperangkap di telinga setiap petani lantas dengan begitu gesit mulut mereka menyambung warta tersebut layaknya ratusan burung puyuh menghambur setelah dengar letupan bedil pemburu.

    "Hei, kau dengar? Istri Koci melahirkan!"

    "Istrinya melahirkan! Woooy… Kumbu melahirkan! Istri Koci melahirkan…!!!"

    Koci…!!! Istrimu melahirkan…!!!

    Paman Koooociii….!!! Istrimu melahirkaaaaan….!!!!

    Dan akhirnya berita yang bersambung-sambung dan beralun mirip angin gunung mengusap dedaunan ilalang itu sampailah ke telinga Koci.

    Perlahan ia lepas caping yang menudungi kepalanya. Tampaklah wajah tirus berkumis melengkung runcing di kedua ujung lekukan pipi kempotnya. Umurnya baru menginjak dua puluh enam tahun tapi terik dan keringat kerja keras telah menjadikan paras Koci begitu keras namun matang.

    Sambil menengengkan leher dan dengan alis kiri terangkat seperempat, Koci bergumam, Benarkah yang aku dengar ini?

    Beberapa saat kemudian si Wanita Pengantar Berita muncul bersama sepedanya yang ia kayuh buru-buru. Hampir saja ia terjatuh dari sepedanya sebab batu-batu di tepian jalan memang kadang menggelincir dan mencuat tak rapi. Segera, ia geletakkan kendaraannya di dekat gunungan karung-karung berisi buliran biji padi. Dengan wajah sumringah bercampur cemas beraduk sengal nafas lelah ia berlari ke arah Koci.

    Paman… Paman Koci, Istrimu… Bibi Kumbu… Bibi Kumbu melahirkan, Paman. Paman pulanglah, biar aku gantikan tugasmu memanen.

    Mendengar kepastian berita tersebut leher Koci seketika tegak, alis kiri yang semula terangkat seperempat kini melengkung sempurna bersamaan alis kanannya, memaksa kedua mata untuk terbelalak, menyeret otot-otot pipi, mencubit kedua sudut bibir Koci agar tersenyum, memperlihatkan gigi-giginya yang berkerak sebab sesapan tembakau, lidah dan seluruh rongga mulutnya hingga luapan kegembiraan itu tak bisa lagi terbendung untuk kemudian menjelma jadi teriakan bangga penuh kebahagiaan.

    "Woooy…!!! Istriku melahirkan!! Aku jadi seorang ayah sekarang!!!" Ia lemparkan capingnya dengan penuh suka cita.

    "Selamat,

    Enjoying the preview?
    Page 1 of 1