Discover millions of ebooks, audiobooks, and so much more with a free trial

Only $11.99/month after trial. Cancel anytime.

Stres Dan Trauma Di Masa Pandemi
Stres Dan Trauma Di Masa Pandemi
Stres Dan Trauma Di Masa Pandemi
Ebook81 pages38 minutes

Stres Dan Trauma Di Masa Pandemi

Rating: 0 out of 5 stars

()

Read preview

About this ebook

Banyak orang mengatakan bahwa pandemi COVID-19 belum pernah terjadi sebelumnya. Namun dilihat dari sudut pandang luas, penyakit ini memiliki kemiripan dengan pandemi lain, bahkan penyakit lain, dan dengan stres dan trauma lain. Faktanya, setiap situasi stres dan trauma dapat menerangkan situasi lainnya. Saat ini kita berada di puncak ilmu pengetahuan akan stres dan trauma. Dalam buku ini, kami menunjukkan bagaimana pandemi yang terjadi saat ini saling berhubungan dengan ilmu pengetahuan tersebut, baik menguntungkan maupun berkontribusi terhadapnya. Dengan kata lain, meski dalam pandemi ini setiap orang dan komunitas merasa penderitaannya unik, nyatanya tumpang tindih dengan penderitaan lain yang bisa memberi manfaat bagi kearifan kita bersama. Dalam buku ini, dua ilmuwan dari belahan dunia berbeda berkumpul untuk menggabungkan pengetahuan mereka tentang stres dan trauma serta menerapkannya, seiring dengan pengamatan mereka saat ini, untuk memahami pandemi tersebut. Sebaliknya, karena semua situasi traumatis saling tumpang tindih, pelajaran dari pandemi ini akan bermanfaat bagi situasi stres dan trauma lainnya. Dengan demikian isi buku ini relevan untuk setiap situasi traumatis. Buku ini diuraikan sebagai berikut. Bab 1 membahas situasi traumatis sebelumnya, sedangkan Bab 2 membandingkannya dengan pandemi. Bab 3 memperkenalkan istilah-istilah stres dan trauma dan menerapkannya pada pandemi. Bab 4-6 membahas rentang proses stres dan trauma serta akibat-akibatnya mulai dari tingkat seluler hingga internasional. Bab 7 membahas dialektika antara kematian dan ketahanan, sedangkan Bab 8 meringkas bab-bab sebelumnya. Terakhir, Bab 9 menerapkan pemahaman akan stres dan trauma untuk perbaikan dan pemulihan dari konsekuensi COVID-19.
LanguageBahasa indonesia
PublisherTektime
Release dateMar 3, 2021
ISBN9788835420163
Stres Dan Trauma Di Masa Pandemi

Related to Stres Dan Trauma Di Masa Pandemi

Related ebooks

Psychology For You

View More

Reviews for Stres Dan Trauma Di Masa Pandemi

Rating: 0 out of 5 stars
0 ratings

0 ratings0 reviews

What did you think?

Tap to rate

Review must be at least 10 words

    Book preview

    Stres Dan Trauma Di Masa Pandemi - Juan Moisés De La Serna

    Bab I. Macam-macam Situasi stres dan trauma - bencana, perang, Holocaust, dll.

    Paul Valent

    Pandemi COVID-19 muncul di awal tahun 2020. Pada awalnya kita mengira, virus corona lain, tidak lebih buruk dari demam dan influenza lainnya, sehingga kita berharap dan menyangkal. Sampai itu akhirnya melanda kita, kemudian kita hitung jumlah orang yang terinfeksi dan mati.

    Kita tidak familiar dengan pandemi. Bagaimana pendapat orang-orang tentang hal ini? Apakah pandemi itu seperti bencana alam? Atau apakah itu penyakit seperti penyakit-penyakit lainnya, di mana beberapa meninggal dan yang lain berhasil selamat atau ditinggalkan berduka? Apakah itu seperti infiltrasi oleh musuh yang tidak terlihat? Ataukah pandemi seperti wabah yang berhubungan dengan alkitab, seiring dengan lebih seringnya kebakaran, badai, dan banjir, menghukum dunia yang tamak?

    Wajar untuk mencoba mengkonseptualisasikan bahaya asing ini berdasarkan apa yang sudah kita ketahui. Wajar juga untuk mengisi kekurangan data ilmiah yang ada dengan pemikiran magis.

    Dalam bab ini kita akan melihat keadaan-keadaan lain dengan ancaman terhadap kehidupan yang meluas dan melihat bagaimana ciri-ciri mereka saling tumpang tindih dan menjelaskan krisis saat ini.

    Kematian akibat lalu lintas

    Sekitar 40.000 orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas di AS setiap tahun, dan sekitar 1,25 juta meninggal di seluruh dunia. Selain itu, 50.000.000 mengalami luka parah di seluruh dunia. Dalam arti tertentu, kematian lalu lintas bisa dikatakan pandemi kronis tingkat rendah.

    Kematian akibat lalu lintas adalah contoh utama dari pengelakan dan penghinaan aspek psikologis dari bencana. Berdasarkan sejarah, korban yang mengeluh kesakitan akan disebut neuro kompensasi, sementara faktor psikologis yang menyebabkan kecelakaan hampir sepenuhnya diabaikan.

    Faktanya, pemeriksaan yang mendalam terhadap korban dan pelaku kejahatan mengungkapkan berbagai macam disfungsi fisik, psikologis, dan sosial (Valent, 2007).

    Bencana alam

    Bencana alam seperti kebakaran, banjir, dan gempa bumi biasanya merupakan peristiwa jangka pendek terbatas yang tidak mengancam penduduk lainnya. Bantuan dari luar mengalir dengan cepat untuk membantu para korban.

    Bencana merupakan situasi traumatis massal yang mungkin paling banyak dipelajari secara ilmiah. Hasil studi mengungkapkan bahwa peristiwa traumatis memperlihatkan fase-fase yang berbeda: pra-dampak, dampak, pasca dampak, pemulihan dan rekonstruksi. Respons terhadap bencana juga telah diketahui berdampak pada korban sekunder seperti penolong dan anak-anak, dan bahkan dapat berlanjut hingga lintas generasi.

    Umumnya, angka mortalitas dan morbiditas dari bebagai jenis penyakit meningkat sebanding dengan tingkat keparahan dan durasi stres dan trauma tertentu. Sifat dasar dari apa yang dialami oleh para penyintas, korban sekunder, dan masyarakat sangat bervariasi di skenario fisik, psikologis, dan sosial.

    Peneliti dahulu menemukan, misalnya, gejala yang sangat luas seperti mengingat kembali aspek bencana (PTSD), tetapi juga kebingungan, apati, duka cita, depresi, rasa bersalah si penyintas, rasa malu, keputusasaan, keterasingan, dan perjuangan untuk mencari makna.

    Valent (1984, 1998) setelah kebakaran hutan Rabu Abu Australia mengklasifikasikan berbagai respons ini menurut manifestasi biologis, psikologis, dan sosial dari dorongan untuk bertahan hidup secara naluri yang berkisar antara waktu, tempat dan orang, mulai dari naluri hingga dimensi spiritual. Misalnya, seseorang percaya malaikat muncul dalam nyala api dan sayapnya akan menyelimuti dirinya. Seorang anak laki-laki percaya ibunya yang pemarah adalah seorang penyihir dan dia mengkonsumsi pil ajaib untuk menangkal kejahatannya.

    Bencana telah menyoroti fakta bahwa para penolong pada umumnya terkena dampak sekunder, terutama jika upaya penyelamatan mereka gagal. Penolong melalui empati dapat beresonansi dengan penderitaan korban atau merasa bersalah dan malu karena tidak dapat membantu mereka.

    Pada hakekatnya, trauma korban tidak hanya menyebar ke penolong tetapi juga anggota keluarga dan masyarakat, dan mungkin melintasi generasi.

    Perang

    Perang, lebih dari kecelakaan lalu lintas, telah menunjukkan penolakan dan penyangkalan gejala psikologis pada tentara. Komplain mereka diperlakukan sebagai berpura-pura sakit dan pengecut. Namun jutaan tentara, banyak dari mereka diberi tanda jasa, putus asa, membuktikan bahwa setiap orang rentan terhadap stres dan trauma yang ekstrem.

    Meskipun konsekuensi psikologis dari pertempuran telah dicatat sejak zaman Yunani kuno, baru pada abad ke-17 Hofer menyatukan kegembiraan, ‘imajinasi’, gejala gastrointestinal, kelambanan, kelesuan, dan depresi pada tentara Swiss menjadi sindrom yang dia sebut melankolia. Konsep ini berlangsung selama 150 tahun, hingga pada Perang Saudara Amerika, kerinduan akan rumah dan kurangnya disiplin (disebut nostalgia) ditambahkan ke

    Enjoying the preview?
    Page 1 of 1