Anda di halaman 1dari 3

BAB VI MERINTIS USAHA BARU DAN MODEL PENGEMBANGANNYA

6.1

Cara Memasuki Dunia Usaha Ada tiga cara untuk memulai suatu usaha atau memasuki dunia usaha, yaitu: 1. Merintis usaha baru (starting), yaitu membentuk dan mendirikan usaha baru dengan menggunakan modal, ide, organisasi, dan manajemen yang dirancang sendiri. 2. Membeli perusahaan orang lain (buying), yaitu dengan membeli perusahaan yang telah didirikan atau dirintis dan diorganisir oleh orang lain dengan nama (goodwill) dan organisasi usaha yang sudah ada. 3. Kerja sama manajemen (franchising), yaitu suatu kerja sama antara entrepreneur (franchisee) dengan perusahaan yang besar (franchisor / parent company) dalam persetujuan jual-beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha (waralaba).

6.1.1 Merintis Usaha Baru Menurut Lambing ada dua pendekatan utama yang digunakan wirausaha utnuk mencari peluang dengan mendirikan usaha baru: Pertama, pendekatan inside-out atau disebut dengan idea generation, yaitu pendekatan berdasarkan gagasan sebagai kunci yang menentukan keberhasilan usaha. Kedua, pendekatan the out-side in atau disebut dengan opportunity recognition, yaitu pendekatan yang menekankan pada basis ide bahwa suatu perusahaan akan berhasil apabila menanggapi atau menciptakan suatu kebutuhan dipasar. Berita-berita peluang tersebut menurut Lambing (2000:92) bersumber dari: 1. Surat kabar. 2. Laporan periodik tentang perubahan ekonomi. 3. Jurnal perdagangan dan pameran dagang. 4. Publikasi pemerintah. 5. Informasi lisensi produk yang disediakan oleh broker, universitas, dan perusahaan lainnya.

Universitas Mahasaraswati Denpasar 1

6.1.2 Membeli Perusahaan yang Sudah Didirikan Seorang wirausaha yang akan membeli perusahaan selain harus

mempertimbangkan berbagai keterampilan, kemampuan, dan kepentingan pembelian perusahaan tersebut, pembeli juga harus memperhatikan sumber-sumber potensial perusahaan yang akan dibeli, di antaranya: 1. Pedagang perantara penjual perusahaan yang akan dibeli. 2. Bank investor yang melayani perusahaan. 3. Kontak-kontak perusahaan seperti pemasok, distributor, pelanggan, dan yang lainnya erat kaitannya dengan kepentingan perusahaan yang akan dibeli. 4. Jaringan kerja sama bisnis dan sosial perusahaan yang akan dibeli. 5. Daftar majalah dan jurnal perdagangan yang digunakan oleh perusahaan yang dibeli.

6.1.3 Franchising (Kerja Sama Manajemen / Waralaba) Franchising merupakan kerja sama manajemen yang biasanya berkembang dalam perusahaan eceran. Seperti telah dikemukakan bahwa franchise adalah suatu persetujuan lisensi menurut hukum antara suatu perusahaan penyelenggara dengan penyalur atau perusahaan lain untuk melaksanakan usaha. Perusahaan induk (franchisor) mengizinkan franchisee untuk menggunakan nama, tempat / daerah, bimbingan, latihan karyawan, periklanan, dan perbekalan material yang berlanjut. Dukungan awal meliputi salah satu atau keseluruhan dari aspek-aspek berikut ini: 1. Pemilihan tempat. 2. Rencana bangunan. 3. Pembeliaan peralatan. 4. Pola arus kerja. 5. Pemilihan karyawan. 6. Periklanan 7. Grafik. 8. Bantuan pada acara pembukaan.

6.2

Profil Usaha Kecil dan Model Pengembangannya Biro Pusat Statistik Indonesia (BPS) (1998) mendefinisikan usaha kecil dengan ukuran tenaga kerja, yaitu 5 sampai dengan 19 orang yang terdiri (termasuk) pekerja kasar yang dibayar, pekerja pemilik, dan pekerja keluarga. Perusahaan Universitas Mahasaraswati Denpasar 2

industri yang memiliki tenaga kurang dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga (home-industry). Komisi untuk Perkembangan Ekonomi (Commity for Economic DevelopmentCED), mengemukakan kriteria usaha kecil sebagai berikut: 1. Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah pemilik. 2. Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok kecil. 3. Daerah operasi bersifat lokal. 4. Ukuran dalam keseluruhan relatif kecil.

6.3

Kerangka Hipotesis Pengembangan Usaha Kecil Menurut teori the design school, perusahaan harus mendesain strategi perusahaan yang fit antara peluang dan ancaman esternal dengan kemampuan internal yang memadai yang mendukung dengan menumbuhkan kapasitas inti (core competency) dimana merupakan kompetensi khusus (distinctive competency) dari pengelolaan sumber daya perusahaan, dalam konteks persaingan bebas semakin dinamis, seperti sekarang ini menurut D Aveni (1987), perusahaan harus menekankan pada strategi pengembangan kompetensi inti (building core

competency), yaitu pengetahuan dan keunikan untuk mencipatakan keunggulan seperti yang telah dikemukakan. Keunggulan tersebut menurutnya diciptakan melalui The New 7-S strategy (The New 7-Ss), yaitu: 1. Superior stakeholder satisfaction, yaitu mengutamakan kepuasan stakeholder. 2. Strategic sooth saying, yaitu merancang strategi yang membuat kejutan atau yang mencegangkan. 3. Position for speed, yaitu posisi untuk mengutamakan kecepatan. 4. Position for surprise, yaitu posisi untuk membuat kejutan. 5. Shifting the role of the game, yaitu strategi untuk mengadakan perubahan / pergeseran peran yang dimainkan. 6. Signaling strategic intent, yaitu mengindikasikan tujuan dari strategi. 7. Simultanous and squential strategic thrusts, yaitu membuat rangkaian penggerak / pendorong strategi secara simultan dan berurutan.

Universitas Mahasaraswati Denpasar 3

Anda mungkin juga menyukai