Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melakukan segala aktifitas karena adanya koordinasi dari otak kepada otot-otot tubuh. Koordinasi ini tentunya bersumber dari adanya suplai oksigen dan nutrisi yang cukup ke daerah otak. Apabila sirkulasi darah ke otak mengalami gangguan, maka secara tidak langsung tentunya akan berdampak pada fungsi kerja otak kita sebagai pengatur/ coordinator dari kerja tubuh. Apabila terjadi gangguan pada sistem pernapasan kita yang dapat mengurangi kadar oksigen dalam tubuh, maka tentunya kerja jaringan juga terganggu. Gangguan pada sistem pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernapasaan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi pada sistem organ tubuh lain dan berkisar dari flu biasa dengan gejala gejala serta gangguan yang relaatif ringan sampai pneumonia berat. Hal ini membuat kanker paru-paru menduduki peringkat pertama dari urutan kematian akibat kanker baik pada pria dan wanita. Pengukuran menggunakan spirometer memberikan berbagai macam manfaat, bukan hanya sekedar sebagai pengetahuan akademik, tetapi juga dapat sebagai petunjuk bagi tenaga medis untuk merawat berbagai penyakit saluran pernapasan. Dalam praktikum ini digunakan Peak Flow meter untuk mengetahui kecepatan aliran udara yang diekspirasikan secara kuat setelah melakukan inspirasi maksimal pada suatu waktu tertentu.

10

I. 2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu menentukan peak flow rate/ maksimal flow rate.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru adalah dengan mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru-paru, suatu proses yang disebut spirometri. Peristiwa ventilasi paru terbagi atas volume paru dan kapasitas paru. Volume paru terbagi atas (Guyton, 2007) : 1. Volume tidal adalah volume udara yang diispirasi atau yang diekspirasi setiap kali bernapas normal, besarnya kira-kira 500 ml pada laki-laki dewasa 2. Volume cadangan inspirasi adalah udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat biasanya mencapai 3000 ml. 3. Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara ekstra yang dapat diekpirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal, jumlahnya normalnya adalah sekitar 1100 ml. 4. Volume residu adalah volume udara yang masih tetap ada di dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat, biasanya volumenya sekitar 1200 ml. Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua atau lebih volume diatas, kombinasi seperti itu disebut kapasitas paru yang dapat diuraikan sebagai berikut (Guyton, 2007) : 1. Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara kira-kira 3500 ml yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai dari tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru samapai jumlah maksimum.
10

2. Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa pada paru pada saat ekspirasi normal, kira-kira jumlahnya 2300 ml. 3. Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal ditambang volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya kirakira 4600 ml. 4. Kapasitas paru total adalah volume maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin. Kira-kira 5800 ml, jumlah ini sama engan kapasitas vital paru ditambah volume tidal. Ventilasi alveolar adalah volume udara segar yang masuk ke dalam alveolus setiap menit, yang mengadakan pertukaran dengan darah paru-paru. Ini merupakan ventilasi efektif. Ventilasi alveolar merupakan petunjuk yang lebih baik tentang ventilasi dibandingkan volume semenit atau volume tidal, karena pada volume alveolar ini diperhitungkan volume udara yang terbuang dalam ventilasi ruang sepi fisiologis. Pada setiap keadaan, jumlah udara yang masuk dan keluar paru-paru adalah sama, meskipun terdapat perbedaan yang besar dalam persentase volume tidal yaitu ruang sepi fisiologis dan nilai ventilasi efektif. Sudah terbukti bahwa pernapasan yang cepat dan pendek mengakibatkan ventilasi yang kurang efektif karena lebih banyak udara yang terbuang sia-sia dalam volume ruang sepi (Guyton, 2007). Peak Flow Meter - suatu alat yang sederhana, ringkas, mudah dibawa, murah, serta mudah penggunaannya , dapat dipakai untuk memeriksa Peak Expiratory Flow Rate (PEFR). PEFR adalah kecepatan aliran udara maksimal yang terjadi pada tiupan paksa maksimal yang dimulai dengan paru pada keadaan inspirasi maksima1. PEFR merupakan salah satu parameter faal paru yang dapat digunakan untuk menentukan adanya kelainan paru obstruktif. PEFR ini menggambarkan keadaan saluran

pernafasan, jika menurun berarti ada hambatan pada aliran udara di saluran pernafasan(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12KelainanPeak101.pdf/12KelainanP eak101.html.) Peak Flow meter merupakan alat ukur untuk mengukur kemampuan maksimum ekspirasi dari seorang pasien. Pembacan Peak Flow tinggi pada orang yang sehat dan rendah ketika terjadi konstriksi pada jalan nafas. Dari hasil yang direkomendasikan, dokter dapat menentukan fungsi fungsional paru dari pasien, keparahan dari gejala asma, dan pengobatan lain (http : //en wikipedia.org/wiki/PeakFlowmeter). Peak Flow Meter (PFM) mengukur jumlah aliran udara dalam jalan napas. Peak Flow Rate (PFR) adalah kecepatan (laju) aliran udara ketika seseorang menarik napas penuh, dan mengeluarkannya secepat mungkin. Agar uji (tes) ini menjadi bermakna, orang yang melakukan uji ini harus mampu mengulangnya dalam kelajuan yang sama, minimal sebanyak tiga kali. Terdapat beberapa jenis alat PFM. Alat yang sama harus senantiasa digunakan, agar perubahan dalam aliran udara dapat diukur secara tepat. Pengukuran PFR membantu menentukan apakah jalan napas tebuka atau tertutup (http://www.healthcaresouth.com/pages/asthmaaverpeak.htm). PFR menurun (angka dalam skala turun ke bawah) jika asma pada anak memburuk. PFR meningkat (angka dalam skala naik ke atas) jika penanganan asma tepat, dan jalan napas menjadi terbuka. Pengukuran PFR dapat membantu mengetahui apakah jalan napas menyempit, sehingga penanganan asma dapat dilakukan dini, juga membantu mengenali pemicu (penyebab) asma pada anak, sehingga dapat dihindari. Terdapat perbedaan nilai pengukuran (siklus) PFR dalam satu harinya. Dengan mengukur nilai PFR dua kali dalam sehari menunjukkan gambaran PFR sepanjang hari. Anak yang berbeda usia dan ukuran badan memiliki nilai PFR yang berbeda (http://www.healthcaresouth.com/pages/asthmaaverpeak.htm). Pengukuran dari PEFR memerlukan pelatihan untuk penggunaan alat ukur yang benar dan hasil yang diperoleh bergantung pada jenis kelamin pasien, umur dan tinggi badan. Peak flow bukanlah tes yang digunakan untuk merekomendasikan penyakit
10

asma. Meskipun demikian, dapat pula digunakan untuk beberapa keadaaan. Sebagian kecil penderita asma mungkin memperoleh keuntungan dari monitoring dengan menggunakan Peak Flow. Ketika ada rekomendasi dari hasil monitoring, biasanya dilakukan review pada gejala asma. Peak flow meter sangat [penting digunakan setiap saat. Monitoring Peak Flow tidak direkomendasikan pada anak yang berumur dibawah 12 tahun (http : //en wikipedia.org/wiki/PeakFlowmeter). Pengukuran dengan menggunakan Peak Flow meter dapat membantu pasien dan dokter untuk memonitor penyakit asma. Pengukuran ini sangat penting dan membantu dokter dalam menentukan obat dalam mengontrol penyakit asma. Peak flow meter dapat menginformasikan kepada kita kapan kita melakukan penggantian obat. Sebagai contoh, pembacaan pada peak flow meter dapat memberikan tanda pengimplementasian dari penggunaan obat dan dokter dapat pula melihat perkembangan dari keparahan asma (http://www.flowmeterdirectory.com/peak-flowmeter.html). Peak Flow meter memungkinkan untuk memberikan peringatan terjadinya asma sebelum timbulnya gejala. Jika diperoleh pernapasan buruk melalui pembacaan peak flow meter. Maka kita dengan segera dapat memberikan pengobatan atau medikasi lain dari dokter secara langsung. Sebagai tambahan, pembacaan pada peak flow meter dapat digunakan sebagai monitor bagaimana respon yang terjadi terhadap pengobatan yang diberikan (http://www.streetdirectory.co.id/travel_guide / 27822/medical_conditions/ what_are_peak_flow_meters_are_they_helpful.html). Cara melakukan tes PFR (http://www.umm.edu/ency/article/003443.htm) : Lakukanlah pernapasan dalam Hembuskan udara dengan keras dan cepat pada bagian mulut yang ada pada alat . Lakukanlah sebanyak tiga kali dan catatlah Flow rate tertinggi.

Cara persiapan dari tes PFR ( http://www.umm.edu/ency/article/003443.htm): Bukalah pakaian yang dapat membatasi pernapasan yang dilakukan. Tes dapat dilakukan dengan duduk atau berdiri. Tes pada umumnya dapat digunakan untuk mendiagnosa dan memonitoring adanya penyakit pernapasan seperti : Asma Bronchitis Kronik Penyakit Paru obstruktif kronik Emphysema

Penyakit Pernapasan Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang dikenal sebagai PPOM adalah bronchitis kronik, emfisema paru-paru dan asma bronchial (Guyton, 2007). Bronchitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang belebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum.Sputum yang terbentuk dapat mukoid atau mukopurulen (Guyton, 2007). Emfisema paru-paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru-paru yang ditandai dengan pembesaran alveolus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar (Guyton, 2007). Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabangcabang trakeabronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat

10

bronkospasme (Guyton, 2007). Gangguan ventilasi restriktif ditandai dengan kekakuan paru-paru, toraks atau keduanya, akibat penurunan compliance (daya kembang), dan penurunan semua volume paru-paru termasuk kapasitas vital. Beban kerja pernapasan semakin berat agar dapat mengatasi daya elastic alat pernapasan , sehingga napas menjadi cepat dan dangkal. Akibat fisiologis ventilasi yang terbatas ini adalah hipoventilasi alveolar dan ketidakmampuan mmempertahankan tekanan gas darah normal. Terdapat sejumlah penyakit yang menimbulkan gangguan restriktif melalui berbagai mekanisme. Penyakit tersebut termasuk penyakit pada gangguan ekstrapulmonar, termasuk diantaranya gangguan neurologic, neuromuscular dan gangguan pada dinding torak, dan penyakitpenyakit yang menyerang pleura dan parenkim paru-paru (Guyton, 2007).

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

III. 1 Alat dan Bahan Alat-alat yang dibutuhkan dalam percobaan ini adalah : 1. Mini Wright Peak Flow Meter 2. Kapas dan alcohol
10

III.2 Cara Kerja Adapun langkah kerja yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : 1. Terlebih dulu disinfeksi Mini wright peak flow meter pada bagian dalam dan luar dengan menggunakan alkohol. 2. Orang coba diminta memegang Peak Volume meter dan memasukkan pipa tiup ke dalam mulutnya. 3. Orang coba diminta untuk inspirasi maksimal. 4. Kemudian orang coba diminta meniup sekuat-kuatnya sampai maksimal dalam Flowmeter. 5. Selanjutnya dibacalah nilai pada Peak Flow Rate 6. Hal yang sama diulang sebanyak 3 kali, untuk memperoleh hasil yang bervariasi pada 3 orang coba yang berbeda.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Hasil

Orang coba

: Laode Andreas

Inspirasi maksimal I : 300 liter/ menit Inspirasi maksimal II : 360 liter/ menit Inspirasi maksimal III : 385 liter/ menit Rata-rata Peak Flow Rate (PFR) orang coba : PFR rata-rata = 300 + 360 + 385 3 = 1045 3 = 348, 33 liter/ menit

10

IV. 2 Pembahasan Pada praktikum ini digunakan Peak Flow meter yang merupakan alat yang digunakan untuk mengukur jumlah aliran udara dalam jalan napas. Peak Flow Rate (PFR) merupakan kecepatan (laju) aliran udara yang dihembuskan seseorang saat melakukan ekspirasi setelah orang coba melakukan inspirasi maksimal dalam suatu waktu tertentu. ungkin. Agar hasil yang diperoleh dalam praktikum ini lebih bermakna, maka orang coba harus mampu mengulangi uji ini dalam kelajuan yang sama minimal sebanyak tiga kali. Setelah melakukan pengukuran, maka diperoleh nilai peak flow rate I sebesar 300 liter/menit dan pada ekspirasi kedua diperoleh Peak Flow Rate 360 liter/ menit. Sedangkan pada ekspirasi yang ketiga diperoleh peak Flow Rate 385 liter/ menit. Dari hasil tersebut diperoleh rata-rata Peak Flow Rate dari orang coba sebesar 348,33 liter/ menit. Nilai rata-rata Peak Flow Rate dari orang coba tersebut masih tergolong rendah karena nilai rata-rata Peak Flow Rate untuk laki-laki dewasa pada umumnya adalah 350 550 liter/ menit. Namun perlu diketahui bahwa ada beberapa factor yang juga berperan dalam penentuan Peak flow rate seseorang. Faktor-faktor tersebut meliputi : Jenis Kelamin

Pada laki-laki dewasa nilai peak flow ratenya lebih besar dibandingkan nilai Peak Flow

rate pada wanita. Hal ini disebabkan karena pada laki-laki dewasa memiliki nilai kapasitas kerja dalam hal ini aktifitas fisik yang lebih besar dari pada wanita. Selama kerja berat, atau pada kondisi lain yang sangat meningkatkan alveolus, kapasitas difusi oksigen meningkat pada pria dewasa muda sampai maksimum kira-kira 65 ml/ menit/mmHg. Peningkatan ini disebabkan oleh berbagai macam factor, diantaranya (1) pembukaan sejumlah kapiler paru yang tadinya tidak aktif atau dilatasi ekstra pada kapiler yang telah terbuka, dengan demikian meningkatkan luas permukaan darah , tempat oksigen dapat berdifusi dan (2) pertukaran yang lebih baik antara ventilasi alveoli dan perfusi kapiler alveolus dengan darah, disebut rasio ventilasi perfusi. Oleh karena itu selama kerja fisik, oksigenasi darah ditingkatkan tidak hanya oleh peningkatan ventilasi alveolus tetapi juga dengan memperbesar kapasitas difusi membrane pernapasan untuk memindahkan oksigen ke dalam darah. keluar pada laki-laki dewasa lebih besar daripada wanita. Tinggi badan dan posisi tubuh Dari factor penyebab inilah yang mengakibatkan volume udara yang masuk saat inspirasi dan

Pada orang yang memiliki tubuh yang tinggi, nilai peak flow ratenya lebih tinggi dibandingkan orang yang lebih pendek. Hal ini disebabkan karena secara anatomis, tubuh orang yang lebih tinggi, memiliki rongga dada dan tentu saja paru-paru yang lebih besar dibandingkan orang yang pendek. Struktur tubuh seperti ini menyebabkan orang yang lebih tinggi memiliki kemampuan untuk menghirup udara dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan orang yang lebih kecil sehingga volume dan kecepatan aliran udara yang dihasilkan dalam hal ini nilai Peak Flow Ratenya juga tinggi bial dibandingkan dengan orang yang pendek. Hal lain yang juga berpegaruh yaitu posisi tubuh, pada posisi berdiri, nilai peak flow rate yang dihasilkan lebih besar dibandingkan nilai PFR saat seseorang tidur maupun duduk. Hal ini disebabkan karena pada saat berdiri, posisi diafragma terdorong ke bagian inferior sehingga hal ini memperbesar rongga dada dan paru-paru dapat mengembang secara maksimal sehingga jumlah udara yang dihirup juga lebih besar dan hal ini tentunya berpengaruh pada nilai
10

PFRnya. Sedangkan pada saat seseorang duduk, posisi diafragmanya terdorong ke bagian superior sehingga rongga dada agak sempit dan paru-paru tidak dapat mengembang secara maksimal sehingga jumlah udara yang diinspirasikan dan diekspirasikan juga berkurang. Umur

Umur merupakan factor yang juga mempengaruhi nilai Peak Flow Rate. Pada orang yang telah berusia lanjut, nilai peak flow ratenya rendah dibandingkan orang yang masih muda. Hal ini disebabkan karena pada orang yang telah berusia lanjut, sebagian besar sel-sel tubuhnya telah mengalami degenerasi dalam hal ini sel-sel otot yang berperan dalam proses pernapasan, selain itu pada usia lanjut bukan hanya sel-sel otot pernapasannya yang mengalami degenerasi tapi juga sel-sel pada organ pernapasan yakni sel-sel pada organ paru-paru. Sehingga pada menyebabkan kemampuan untuk menghirup udara pada saat inspirasi berkurang dan tentunya hal tersebut berdampak volume dan kecepatan aliran udara yang dihembuskan saat ekspirasi juga berkurang sehingga membuat nilai Peak Flow Ratenya juga berkurang dibandingkan dengan orang yang lebih muda.

BAB V PENUTUP

10

V.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari kegiatan praktikum ini yaitu : Peak Flow Rate merupakan kecepatan aliran udara pernapasan yang diekspirasikan secara kuat setelah melakukan inspirasi maksimal pada suatu waktu tertentu. Alat yang digunakan untuk mengukur Peak Flow Rate yaitu Peak Flow meter Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai Peak Flow rate yaitu : a) Umur b) Jenis kelamin c) Posisi tubuh dan tinggi badan V.2 Saran Sebaiknya sarana dan prasarana penunjang laboratorium lebih diperlengkap lagi agar kegiatan praktikum dapat berjalan dengan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton dan Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC .., http : //en wikipedia.org/wiki/PeakFlowmeter. Diakses pada tanggal 30 November 2008 .., http://www.flowmeterdirectory.com/peak-flow-meter.html. tanggal 30 November 2008. Diakses pada

.., http://www.umm.edu/ency/article/003443.htm. Diakses pada tanggal 30 November 2008. ,http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12KelainanPeak101.pdf/12KelainanPeak10 1.html. Diakses pada tanggal 30 November 2008. ., http://www.healthcaresouth.com/pages/asthmaaverpeak.htm . tanggal 30 November 2008. Diakses pada

10

Anda mungkin juga menyukai