SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DALAM MEMENUHI SALAH SATU SYARAT GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA SOSIAL DALAM BIDANG ILMU ADMINISTRASI NEGARA
OLEH : J U S M AN NIM : 2902502020584 PROGRAM STRATA 1 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TOMAKAKA MAMUJU TAHUN 2011
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TOMAKAKA MAMUJU Jl. Ir. Juanda No. 77 (Samping Polsek Mamuju) Tlp. (0426) 22085 e-mail : http://unika-mamuju@yahoo.co.id
JUDUL
OPTIMALISASI OPERASIONAL SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN (SBNP) SECARA UMUM DI WILAYAH SULAWESI BARAT.
: : :
JUSMAN 2902502020579
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
LEMBAR KONSULTASI
: JUSMAN : 2902502020579 : ILMU ADMINISTRASI NEGARA : OPTIMALISASI OPERASIONAL SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN (SBNP) SECARA UMUM DI WILAYAH SULAWESI BARAT.
Catatan: Minimal 3 (tiga) kali konsultasi untuk satu orang konsultan MENGETAHUI: KETUA PRODI,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian untuk penulisan skripsi ini. Penulisan hasil penelitian ini diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam penyusunan skripsi pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Tomakaka Mamuju. Penulis menyadari bahwa penulisan ini sangat banyak kendala dan rintangan, namun berkat ridha Allah SWT, usaha dan kemauan keras serta bantuan bimbingan dosen pembimbing dan berbagai pihak maka segala kesulitan dan rintangan dapat teratasi. Olehnya, dengan segala tulus ikhlas dan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. Ansar, SE. M.Si, Rektor Universitas Tomakaka Mamuju. 2. Bapak Misbahuddin, S.Sos. M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tomakaka Mamuju sekaligus sebagai Pembimbing I penulis. 3. Bapak Abd. Samad, S.Pd Ketua Program Stufi Administrasi Negara Universitas Tomakaka Mamuju sekaligus sebagai Pembimbing II penulis.
4. Bapak Kepala Mercusuar Tanjung Rangas Mamuju beserta anggota yang telah melayani dan membantu penulis selama dalam penelitian. 5. Seluruh dosen dan staf Fisipol Unika Mamuju yang senantiasa melayani penulis selama berstatus sebagai mahasiswa. 6. Teristimewa istriku tercinta beserta anak-anakku yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi dalam berbagai hal. 7. Kepada semua teman-teman yang tak dapat kusebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya. Akhirnya semoga hasil penelitian ini dapat diterima sebagai bentuk Karya Ilmiah sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi penulis.
Mamuju, 2011
Penulis
DAFTAR ISI Hal Halaman Sampul .. i Halaman Persetujuan .. ii Kata Pengantar . iv Daftar Isi. vi BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang.. 1 1.2. Rumusan Masalah 2 1.3. Tujuan Penelitian . 3 1.4. Kegunaan Penelitian 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .. 4 2.1. Pengertian Optimalisasi... 4 2.2. Pengertian Operasional .. 5 2.3. Rencana-Rencana Operasional. 6 2.3.1. Pengukuran Kinerja . 7 2.3.2. Pengertian SBNP.. 8 2.3.3. Sarana-Sarana Bantu Navigasi Visual . 9 2.3.4. Gambaran . 10 2.3.5. Karakteristik yang membedakan .. 11 2.3.6. Warna Cayaha . 12 2.4. Data-Data Permasalahan 20 2.4.1. Data-Data.. 20
2.4.2 Menara Suar 20 2.4.3 Rambu Suar. 21 2.4.4 Pelampung Suar. 21 2.4.5 Tanda Siang 22 2.5.1. Permasalahan .. 22 2.5.2 Pemecahan Masalah 25 2.5. Dasar Hukum Penyelenggaraan SBNP 27 2.6. Fungsi SBNP.. 27 2.7. Kewenangan SBNP.. 27
BAB III
METODE PENELITIAN. 29 3.1. Tipe Penelitian.. 29 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian . 29 3.3. Populasi Sampel .. 29 3.4. Jenis dan Sumber Data 30 3.5. Sumber Informasi . 30 3.6. Teknik Pengumpulan Data . 31 3.7. Definisi Operasional Konsep . 31 3.8. Teknik Analisis Data .. 32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .. 33 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 33 4.1.1. Geografi . 33
4.1.2. Data-data SBNP yang mempunyai .. 34 Petugas dan tidak mempunyai petugas Struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi .... 37 A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. M. N. O. P. Kepala Distrik Navigasi . 38 Kepala Bagian Tata Usaha 39 Kepala Bidang Operasi .. 39 Kepala Bidang Logistik .. 40 Kepala Sub Bagian Kepegawaian dan Umum .. 41 Kepala Sub Bagian Keuangan . 42 Kepala Seksi Operasi Sarana dan Prasarana 43 Kepala Seksi Program dan Evaluasi 44 Kepala Seksi Pengadaan .. 45 Kepala Seksi Inventaris dan Penghapusan 46 Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional . 47 Kepala Kelompok SBNP.. 48 Kepala Kelompok Kapal Negara .. 49 Kepala Kelompok Pengamatan Laut .. 50 Kepala Kelompok Stasion Radio Pantai . 50 Kepala Kelompok Bengkel . 51
PERENCANAAN STRATEGIS 54 4.2 Upaya dan Strategi Dalam Melaksanakan Efektifitas dan Efisiensi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 54
4.2.1 Perencanaan Strategis. 54 A. B. C. D. E. Visi dan Misi . 56 Tujuan. 57 Sasaran . 58 Kebijakan... 59 Program . 60
BAB V
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada tahun 280 sebelum masehi di Timur Tengah (Pelabuhan Alexandria) sudah ada rambu suar di bukit Pharos dan pada tahun 1700 di setiap pelabuhan dibuat api unggun sebagai sarana bantu navigasi pelayaran. Pada tahun 1700-an lampu minyak bersumbu, lampu pembakar uap minyak dan gas. Suar wadah lampu loncatan arus listrik dan suar bola lampu kawat pijar tungsten. Peralatan optic mengimbangi perkembangan ini mula-mula dengan sistem
pemantulan cahaya (reflector) dan kemudian dengan lensa. Cahaya acetelyn mempunyai tempat yang istimewa dalam sejarah sarana bantu navigasi pelayaran terutama karena menjadi alat pertama yang dapat diandalkan untuk mengotomatiskan menara. Pelampung dan rambu suar dalam jangka waktu awal abad 20. Sistem pencahataan acetelyn yang paling terkenal menyandang nama perusahaan AGA (Aba Gas Accumulator Company Swedia) dan berasal dari penemuan Gostaf Daleh. Penemuan utama termasuk: 1. Metode produksi untuk menghasilkan, memurnikan dan
2. Rancangan sebuah cylinder yang dipindah-pindahkan untuk daya untuk memperoleh jangkauan cahaya tertentu dari sebuah optik yang ada. Mengantisipasi terjadinya kepadatan lalu lintas yang ada di wilayah perairan Indonesia pada umumnya, di wilayah perairan Sulawesi Barat pada khususnya. Diperlukan penempatan petugas Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang handal; guna memantau, mengamati dan merawat peralatan yang ada di wilayah Sulawesi Barat. Agar semua pengguna jasa laut merasa aman melintasi perairan Sulawesi telah difungsikan Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran yang dapat menentukan arah dan pengambilan posisi yang baik. Pada zaman modern saat ini Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang telah dan harus menggunakan peralatan dan fasilitas yang menggunakan teknologi modern dengan tujuan meminimalisasikan hambatan atau bahaya pelayaran yang terjadi di perairan Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah Dari fenomena yang ditemukan pada uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimana
optimalisasi
operasional
Sarana
Bantu
Navigasi
Pelayaran dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi untuk mendukung keselamatan pelayaran di perairan Sulawesi Barat.
1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengatahui upaya dan strategi dalam meningkatkan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang ada di Sulawesi Barat.
khususnya di bidang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) disamping itu skripsi ini merupakan salah satu syarat bentuk menyelesaikan strata satu (S.1). Bagi petugas Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dapat memberikan masukan bilamana suatu ketika memerlukan bentuk insentif yang baik dan mungkin dapat dilaksanakan.
2.1 Pengertian Optimaliasi Optimalisasi adalah : pencarian nilai terbaik yang tersedia dari beberapa fungsi. Kelainan sarana bantu navigasi pelayaran adalah berkurangnya optimalisasi fungsi sarana bantu navigasi pelayaran baik karena gangguan alam, gangguan teknis dan kesalahan manusia. Untuk terselenggaranya sarana bantu navigasi pelayaran secara optimal, Direktur Jenderal menetapkan : 1. Perencanaan, pengadaan, Pembangunan, Pengawadan,
Pedoman dan Standar Pengoperasian dan Pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran serta Penerbitan dan Penghapusan No Daftar Suar Indonesia (DSI) termasuk penyiarannya. 2. Kecukupan dan keandalan sarana bantu navigasi pelayaran termasuk sumber daya manusia yang mengoperasikannya. 3. Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut. 4. Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran meliputi kegiatan pengadaan, pengoperasian dan pemeliharaan. Dalam keadaan tertentu Direktur Jenderal Perhubungan Laut dapat mengerahkan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran
kepada pemerintah daerah atau badan hukum Indonesia setelah mendapat persetujuan dari menteri.
2.2 Pengertian Operasional Operasional adalah : kegiatan rutin yang dilaksanakan atas dasar karakteristik yang dapat diobervasi dari apa yang sedang didefenisikan. Pengadaan sarana bantu navigasi pelayaran sebelum
dioperasikan dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas yang ditunjuk Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Sarana bantu navigasi pelayaran akan dioperasikan diberikan nomor tanda suar Indonesia oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana bantu navigasi pelayaran dilakukan oleh petugas pelayanan sarana bantu navigasi pelayaran yang memenuhi persyaratan 1. Sehat jasmani dan rohani 2. Tidak buta warna 3. Tidak cacat penglihatan 4. Tidak takut ketinggian 5. Bebas narkotika dan obat terlarang 6. Mempunyai kemampuan teknis atau mempunyai pendidikan dan pelatihan di bidang kenavigasian.
2.3 Rencana-Rencana Operasional Mencakup 1. Penerapan dari rencana strategis dan pernyataan issu kebijakan saat ini seperti : a. Pemeliharaan b. Teknologi saat ini dan yang baru c. Desain masa operasi infrastruktur baru d. Pengawasan dan control jarak jauh e. Keselamatan dan budaya lingkungan f. Jasa kontrak g. Jasa transport h. Sumber-sumber pendapatan i. j. Hubungan eksternal Informasi, komunikasi dan manajemen konsultasi
2. Suatu daftar perubahan untuk sarana bantu navigasi pelayaran termasuk berbagai fasilitas baru. Daftar ini akan
menggambarkan: a. Keputusan-keputusan hasil dari konsultasi pemakai dan pemangku kepentingan. b. Termasuk orang-orang yang menggunakan Analisa resiko, prosedur manajemen resiko Tingkat proses jasa Prosedur management kualitas dan otoritas Kebijakan pemeliharaan dan teknis dan otoritas
3. Jadwal proyek yang mencerminkan prioritas yang dikenal seperti: a. Kebijakan-kebijakan pemerintah b. Persyaratan pemakai c. Sumber daya yang tersedia d. Batasan-batasan anggaran pendapatan
2.4 Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat manajemen yang dapat digunakan untuk mengukur, menganalisa dan memonitor kinerja dari suatu jaringan kerja, sarana bantu navigasi atau sistem dan peralatan tertentu. Informasi yang didapatkan dapat digunakan untuk : a. Memperlihatkan akuntabilitas untuk pemerintah dan pemangku kepentingan. b. Menunjukkan efisiensi dan efektivitas dari jasa yang disediakan. c. Membandingkan kinerja dari Sistem atau peralatan yang sama dalam lokasi berbeda Kontrol dan jasa-jasa yang disediakan secara internal
d. Merubah : Desain sistem Keputusan-keputusan pengadaan Pilihan-piluhan peralatan Prosedur dan praktek pemeliharaan
2.2 Pengertian Sarana Bantu Navigasi Pelayaran Sarana Bantu Navigasi Pelayaran adalah sarana yang dibangun atau terbentuk secara alamai yang berada di luar kapal yang berfungsi membantu navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta memberitahukan bahaya / atau rintangan pelayaran untuk kepentingan keselamatan berlayar. Bab ini menguraikan jenis-jenis utama sarana bantu navigasi yang dipakai dewasa ini dan menjelaskan tentang penerapan dan kinerja teknologinya. Sistem identifikasi otomatis Identification Automatic System (IAS) dan jasa lalu lintas kapal Vessel Traffic Service (VTS) dicakup dalam bab ini. IALA (International Association of Lighthouse Authorities) mempertimbangkan jasa-jasa ini karena memenuhi defisni sarana bantu navigasi. Konsep e-navigation mendapatkan momentum, pada MSC 81 IMO diminta untuk mempertimbangkan pengembangan dari suatu strategi e-navigation. IALA (International Association of Lighthouse Authorities) telah mengenali e-navigation dalam perencanaan strateginya, dan telah membentuk suatu komite e-navigation bagi program pekerjaan 2006-2010. IALA (International Association of
Lighthouse
Authorities)
juga
telah
mengembangkan
defines
pekerjaan bagi e-navigation. e-navigation merupakan kumpulan, integrasi dan tampilan dari infromasi maritime di atas kapal dan di darat dengan alat-alat elektronik untuk meningkatkan navigasi tempat berlabuh ke tempat berlabuh dan jasa-jasa terkait lainnya, keselamatan dan keamanan di laut dan perlindungan dari lingkungan laut.
2.3 Sarana-Sarana Bantu Navigasi Visual Tanda-tanda visual (visual mark) navigasi bisa benda alami atau buatan manusia. Bangunan yang secara khusus dirancang untuk membantu navigasi dan karakteristik daratan yang mudah dilihat. Seperti, tanjung, puncak, gunung, batu karang, pohon-pohon, menara gereja, menara, monument, cerobong asap, dan seterusnya. Benda-benda visual dapat dilengkapi cahaya jika diperlukan navigasi pada malam hari, atau biarkan tanpa cahaya jika navigasi di siang hari. Navigasi pada malam hari dimungkinkan sampai batas tertentu, jika alat bantu tanpa cahaya dilengkapi dengan: Suatu radar reflektor dan kapal itu memiliki suatu radar, atau; Material pemantul balik, dan kapal itu memiliki cahaya cerlang. Cara pendekatan ini umumnya hanya dapat diterima bagi kapal-
kapal kecil yang beroperasi pada perairan yang aman disertai keunggulan tentang pengetahuan lokal.
2.4 Pengertian Navigasi Navigasi adalah : proses membawa kapal dari satu titik ke titik yang lain dengan lancar dan dapat menghindari bahaya dan / atau rintangan pelayaran agar dapat menyelesaikan perjalanan dengan selamat dan sesuai jadwal. 2.2.1 Gambaran Sarana Bantu Navigasi Visual adalah fasilitas yang dibangun untuk maksud tertentu yang mengkomunikasikan informasi kepada seseorang pengamat terlatih di kapal untuk membantu tugas navigasi. Proses komunikasi ini dikenal sebagai isyarat pelayaran (marine signaling) contoh yang umum tentang Sarana Bantu Navigasi Visual meliputi menara suar, rambu, rambu garis tuntun, kapal suar, pelampung suar, tanda siang serta isyarat lalu lintas. Efektifitas sarana bantu navigasi visual ditentukan oleh faktor-faktor seperti: - Jenis dan karakteristik sarana bantu yang disediakan; - Lokasi sarana bantu relative terhadap rute yang lazim dilalui kapal; - Jarak (jangkauan) antara sarana bantu dan pengamat;
- Kondisi atmosfir; - Kontras relative terhadap keadaan latar ketersediaan (availability) saranan bantu. 2.2.2 Karakteristik Yang Membedakan Sarana Bantu Navigasi Visual dibedakan oleh: Jenis: Bangunan tetap; Landasan terapung
Lokasi: Mencakup sarana bantu pelengkap Hubungan dengan sarana bantu navigasi lain dengan karakteristik yang dapat diamati.
Karakteristik Bentuk Ukuran Elevasi Warna Pencerlangan Karakter Sektor-sektor Material konstruksi Sifat-sifat pantul balik Nama, huruf-huruf dan angka-angka.
Authorities) telah membuat rekomendasi tentang warna untuk sarana bantu navigasi suar dan warna permukaan untuk pengenalan visual dari sarana bantu navigasi. - Cahaya memakai system empat warna yang meliputi; putih, merah, hijau, kuning yang sesuai dengan publikasi. Warna cahaya sarana bantu navigasi menggunakan system lima warna yang terdiri dari putih, merah, hijau, kuning,
dan
biru.
Sebagaimana
yang
akan
ditetapkan
dalam
rekomendasi E-XXX dari IALA (International Association of Lighthouse Authorities) Bagian 1 diterbitkan dalam kerangka waktu 2006 2010. Meskipun wilayah-wilayah warna ditetapkan dalam rekomendasi IALA (International Association of Lighthouse Authorities) ini setuju dengan yang diberikan dalam Komisi Internasional mengenai standar penerangan (CIE) S 004/E 2001. Warna-warna cahaya, batas-batas dari masing-masing wilayah warna berbeda dalam beberapa kasus. Disamping itu, dalam standar mereka, CIE
merekomendasikan tanda visual yang secara normal tidak lagi terdiri dari empat warna. 2.2.4 Pengeliatan Suatu Benda Pengeliatan (jelas tidaknya terlihat) dipengaruhi oleh satu atau lebih faktor-faktor berikut : 1. Jarak pengamatan (jangkauan) 2. Lengkungan bumi 3. Refraksi atmosfir 4. Transmissitas atmosfir (kejelasan meteorologis) 5. Ketinggian sarana bantu di atas permukaan laut 6. Persepsi visual pengamat 7. Tinggi mata pengamat 8. Kondisi pengamatan (siang atau malam)
9. Kejelasan tampilan tanda (bentuk, ukuran, warna, sifat memantulkan cahaya termasuk sifat bahan pantul baik) 10. Kontras (pencahayaan latar belakang) 11. Suar atau tanpa suar 12. Intensitas dan sifat cerlang. 2.2.5 Penglihatan Meteorologi Penglihatan meteorology (V) didefenisikan sebagai jarak dimana suatu benda hitam berukuran wajar dapat dilihat dan dikenali disiang hari pada latar belakang langit cakrawala atau dalam hal pengamatan. Di malam hari, bisa dilihat seandainya penyiaran umum ditingkatkan ke tingkat normal siang hari, pengliatan biasanya dinyatakan dalam satuan kilometer atau mil laut. 2.2.6 Jangkauan Suatu Tanda Visual Jangkauan suatu sarana bantu navigasi dapat secara luas dirumuskan sebagai jarak dimana receiver pengamat dapat mendeteksi dan menentukan isyaratnya. Dalam hal tanda-tanda visual receiver pengamat adalah pada sejumlah defenisi yang lebih spesifik. 2.2.7 Jangkauan Jarak Geografis Ini merupakan jarak terbesar dimana suatu objek atau suatu sumber cahaya dapat dilihat di bawah kondisi-kondisi dari penglihatan sempurna, sebagaimana dibatasi hanya oleh
lekukan bumi. Dengan refraksi dari atmosfir, dan dengan elevasi pengamat dan objek atau cahaya. (kamus
internasional IALA mengenai sarana bantu navigasi laut). 2.2.8 Jangkauan Jarak Visual Ini merupakan jarak mekasimum dimana kontras dari objek terhadap latarnya dikurangi oleh atmosfir untuk ambang kontras dari pengamat. Jangkauan visual dapat ditingkatkan jika pengamat menggunakan pada binocular, stabilitas dari meskipun platform
efektivitasnya
tergantung
pengamat. Jangkauan visual dapat diterjemahkan sebagai jarak tempat cahaya tertentu dilihat oleh seorang pengamat. 2.2.9 Jangkauan Cahaya Ini merupakan jarak maksimum dimana isyarat cahaya tertentu dapat dilihat oleh mata pengamat pada waktu tertentu. Sebagaimana yang ditentukan Pada oleh waktu penglihatan itu, hal ini
meteorology
umum.
mempertimbangkan : 1. Tinggi Cahaya 2. Tinggi Mata Pengamat 3. Lekukan Bumi 2.3.1 Jangkauan Normal Jangkauan Nominal adalah jangkauan cahaya ketika ketika penglihatan meteorologi adalah 10 mil laut, yang untuk
suatu faktur transmisi T = 0,74. Jangkauan nominal umumnya adalah angka yang digunakan adalam dokumentasi resmi seperti peta laut, daftar cahaya, dst. 2.3.2 Lampu-Lampu sarana bantu Navigasi Sejarah Singkat Sampai aplikasi pertama dari listrik bagi lampu-lampu pada akhir abad kesembilan belas. Semua cahaya buatan dihasilkan oleh api. Sumber cahaya meningkat dari tumpukan kayu bakar (digunakan sampai tahun 1800 an). Untuk cahaya sumbu minyak, pembakar minyak uap dan gas, kemudian cahaya filmen tungsten dan arc. Alat-alat optik menyesuaikan perkembangan ini, pertama kali dengan sistem reflector dan kemudian dengan lensa. Adalah menarik utuk dicatat bahwa usaha-usaha untuk memahami persepsi manusia mengenai cahaya. Untuk memperbaiki efesiensi dan efektivitas dari sumber cahaya. Sarana bantu navigasi dan peralatan optik berada pada posisi depan dengan usaha ilmiah selama bertahun-tahun. Desain lensa kaca dipelopori oleh frensel sekitar 1820 tetap merupakan elemen utama dari cahaya sarana bantu navigasi modern meskipun saat ini lensa siang sering dibuat dari plastic dibandingkan kaca.
Beberapa negara masih memiliki lampu-lampu gas yang menggunakan asetiline atau propane. Bagaimanapun, mayoritas lampu-lampu sarana bantu navigasi menggunakan lampu-lampu listrik dari berbagai jenis pada akhirnya lebih banyak, lampu-lampu ini menarik tenaganya dari sumber energi yang dapat diperbaharui seperti surya, angin atau kekuatan gelombang. Lampu-lampu listrik khususnya telah dirancang bagi aplikasi sarana Navigasi. Bagaimanapun, lampu-lampu dipilih dari jangkauan besar dari hasil-hasil komersial juga telah digunakan atau diadaptasi bagian sarana bantu Navigasi. Teknologi cahaya memancarkan diode (LED) telah muncul sebagai suatu alternatif untuk lampu-lampu fibament. 2.3.3 2.3.4 Lampu-Lampu Gas Asetiline Cahaya asetiline memiliki tempat khusu dalam sejarah sarana bantu navigasi. Terutama sekali bagi alat layak pertama dari menara suar otomatis, pelampung suar dan rambu-rambu selama bagian awal dari abad ke 20. Sistem pencahayaan asetiline berasal dari penemuan Gustaf Dalen dan dibuat oleh sejumlah supplier. Gas asetilne memiliki property pembakaran yang tidak lazim dengan nyala api putih ketika dicampur dengan benar dengan udara. Hal ini
memungkinkan pengembangan lentera api terbuka yang sangat layak. Teknologi ditingkatkan oleh pencahayaan pengembangan asetiline mixer selanjutnya Dalen yang
mengijinkan gas dan udara ditarik ke dalam suatu ruangan dan kemudian dikonsumsi dalam mantel pijar untuk
menghasilkan sumber cahaya yang lebih terang dibandingkan jenis nyala terbuka. Mantel pijar dapat dijalankan dengan suatu sumber nyala sebentar-sebentar di dalam suatu lensa tetap atau sebagai sumber terus-menerus dalam lensa berputar. Pengembangan terkait memasukkan suatu
mekanisme yang dioperasikan gas bagi pemutar suatu lensa dan peralatan perubahan mesin jam. Sesuai Publikasi IALA Catatan praktisi bagi penanganan gas yang aman, oktober 1993 2.3.5 Propane dan Butane Gas Propane dan Butane telah digunakan sebagai bahan bakar bagi sistem pencahayaan gas, peralatan harus menggunakan pembakar mantel pijar sebagai gas membakar dengan nyala api kuning/orange. Ketika suatu pembakar nyala api terbuka digunakan instalasi pencahayaan gas terus mantel otomatis yang ditagani
digunakan dalam beberapa Negara. Dimana mereka dipilih bagi kekuatan dan kesederhanaan operasinya. Mereka telah digantikan oleh instalasi surya/listrik dalam banyak negara yang umumnya mengakibatkan penghematan signifikan dalam biaya operasi. 2.3.6 Lampu-Lampu Listrik Gambar Operasi 1. Dapat dijalankan secara langsung dari supplay listrik yang tepat. 2. Voltase nominal 6 b sampai 240 Volt, kedua AC dan DC. 3. Sumber cahaya ini telah digunakan disebagian negara dari paling tidak awal 1900-an. Banyak desain cahaya khusus telah digunakan selama bertahun-tahun. Sebagai ukuran, bentuk, dan lokasi filment harus sesuai dengan sistem lensanya. Penggunaan Umum : Semua jenis suar cahaya (cahaya utama, cahaya sector, cahaya 3600, lentera pada pelampung suar cahaya.). Beberapa negara dan pembuatan telah mengadopsi desain standar, sesuai dengan code, bagi lampu-lampu yang dirancang khusu bagi aplikasi menara suar. Desain ini umumnya termasuk dukungan filament untuk memelihara bentuk filament dan meyakinkan suatu output yang rata pada 3600 asimut.
2.4 Data dan Permasalahan A. Data-Data Untuk kelancaran transportasi dialur pelayaran wilayah Indonesia banyak kita temui sarana bantu navigasi pelayaran yang mendukung kelancaran keamanan, serta kenyamanan. Maka sangat diperlukan yang memudahkan bagi navigator untuk mencapai tujuan. Adapun sarana bantu navigasi pelayaran yang dimaksud: 1. Menara Suar 2. Rambu Suar 3. Pelampung Suar 4. Tanda Siang Untuk memahami keempat jenis sarana bantu navigasi pelayaran di atas, kami sampaikan definisi satu-persatu: 1. Menara Suar Adapun sarana bantu navigasi tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 20 mil laut yang membantu navigator dalam menentukan posisi dan haluan kapal serta menunjukkan arah daratan dan adanya pelabuhan serta dapat juga dipergunakan sebagai batas wilayah negara. Di sarana bantu navigasi pelayaran jenis menara suar terdapat beberapa sarana prasarana pendukung
yang dapat mengoptimalkan fungsi menara suar adalah sebagai berikut: a. Sumber tenaga b. Alat komunikasi c. Tenaga operasional 2. Rambu Suar Adalah sarana bantu navigasi yang bersuar dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10 mil laut yang dapat membantu navigator tentang adanya rintangan atau bahaya navigasi antara lain, karang, air dangkal, gosong, dan bahaya nterpencil serta menentukan posisi dan atau haluan kapal. Sumber tenaga yang dipergunakan pada rambu suar adalah solar sel yang dilengkapi dengan batere yang tentunya memerlukan perawatan serta pengawasan dan pemeliharaan untuk mempertahankan kehandalan dari rambi suar tersebut. 3. Pelampung Suar Adalah sarana bantu navigasi apung yang mempunyai jarak tampak lebih kurang 6 mil laut yang dapat membantu menunjukkan kepada para navigator adanya rintangan atau bahaya navigasi antara lain; karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal, dan untuk menunjukkan perairan aman serta pemisah alur. Yang menjadi sumber tenaga adalah solar sel
yang dilengkapi batere serta diatur sesuai dengan dimana pelampung suar tersebut ditempatkan. 4. Tanda Siang Semua sarana bantu navigasi berupa anak pelampung atau rambu siang untuk menunjukkan kepada navigator adanya bahaya atau rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal dan menunjukkan perairan yang aman serta pemisah alur yang hanya dapat
dipergunakan pada siang hari. Semua yang kami sampaikan di atas adalah
B. Permasalahan Dengan pentingnya sarana bantu navigasi pelayaran yang diuraikan di atas dipandang perlu diadakan pengawasan atau pemantauan terhadap sarana bantu navigasi yang telah
terpasang dari kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, seperti misalnya: 1. Batere pada rambu suar dan pelampung suar sering hilang; 2. Rusaknya sarana bantu navigasi pelayaran disebabkan kurangnya perawatan secara periodic; 3. Kurangnya sarana dan prasarana perbaikan.
Ketiga hal tersebut di atas merupakan kendala atau hambatan yang mempengaruhi optimalisasi sarana bantu navigasi pelayaran. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta teknologi yang tepat guna yang dapat mendukung terwujudnya pengoperasian sarana bantu navigasi pelayaran yang optimal. Penelitian tingkat keselamatan, akurasi data perairan penempatan SBNP yang tepat dan akurat sangat diperlukan untuk keselamatan berlayar. Dengan maksud meningkatkan keamanan dan
keselamatan serta efisiensi pengaruh lalu lintas laut terhadap lingkungan dan merencanakan tingkat keamanan di seluruh area perairan perlu ditetapkan pusat pelayanan informasi lalu lintas laut guna membantu perlindungan keselamatan pelayaran. Keselamatan di wilayah peraiaran mencakup: 1. Keselamatan di wilayah pantai; 2. Keselamatan di wilayah alur pelayaran; 3. Keselamatan di wilayah pelabuhan system sarana bantu navigasi pelayaran; 4. Penyelenggaraan SBNP; 5. Penggunaan peralatan modern dan hemat energi; 6. Survey kelautan dan penyediaan data kelautan; 7. Pelaksanaan hydrografi guna menjamin keselamatan berlayar;
8. Inventarisasi manajemen dan penyedia data hydrografi dan informasi. Perlindungan lingkungan laut dan pencegahan bencanan kelautan, pemerintah segera mengantisipasi terhadap bencana yang terjadi di pelaksanaan kegiatan untuk melindungi
lingkungan hidup kelautan. Pemerintah juga berupaya melindungi lingkungan laut dengan melaksanakan survey dan penelitian pencemaran laut. Serta meningkatkan kesadaran dalam memelihara lingkungan laut. Disamping itu untuk meningkatkan keamanan dan
keselamatan pelayaran perlu dilakukan pengaturan terhadap: 1. Adanya peningkatan volume lalu lintas dan syarat kapal melalui penetapan STS guna menghindari kecelakaan kapal. 2. Pemanfaatan ruang bawah air agar dapat digunakan kegiatan lainnya melalui penataan kegiatan bawah air guna
pengamanan fasilitas dari kerusakan maupun bencana serta efisiensi. 3. Perairan ataupun alur pelayaran melalui penjagaan dan pemeliharaan alur agar tetap lancar dan aman bagi kapal berlayar serta terhidar dari adanya pendirian bangunan ataupun instalasi baik diperairan maupun di atasnya. 4. Kegiatan ship to ship (STS) guna pengamanan area dan menjaga keselamatan kapal berlayar di sekitar area tersebut.
2.5 Pemecahan Masalah Hal-hal yang perlu diperhatikan karena adanya kegiatan di perairan: 1. Alur pelayaran merupakan bagian dari perairan yang alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari. Gunan
keselamatan dan keamanan, maka kondisi alur pelayaran harus dipelihara dan dilengkapi dengan fasilitas sarana bantu navigasi pelayaran. Adanya berbagai aktifitas di alur pelayaran perlu diinformasikan kepada masyarakat agar berhati-hati melintasi alur tersebut. 2. Untuk keselamatan bernavigasi selama masih berlangsungnya kegiatan, maka pemerintah menghimbau kerjasamanya semua kapal-kapal untuk mengamati dan mentaati peraturan
keselamatan lalulintas laut (maritime traffic safety laws). Dan peraturan lokal serta rekomendasi yang diperuntukkan pada area tersebut antara lain: 1) Masalah-masalah umum yang membutuhkan perhatian: a. Pusatkan perhatian kepada area kegiatan dan waktu kerja kegiatan dan posisi sarana bantu navigasi pelayaran sebagai indicator area kegiatan. b. Berikan perhatian ekstra hati-hati dalam maneuver kapal di wilayah perairan di sekitar area. Bagi kapal-
kapal yang membutuhkan boat sebagai pemandu diminta dahulu. 2) Masalah-masalah yang membutuhkan perhatian oleh kapal ketika akan melintasi area kegiatan untuk: a. Memberikan peringatan / hati-hati yang lengkap tentang cuaca, hydrografi dan kemampuan maneuver bagi kapal-kapal serta penyimpangan kapal-kapal di area kegiatan yang diakibatkan oleh angin maupun arus. b. Menjauhkan / menghindari area tersebut dengan posisi sejajar sarana bantu navigasi pelayaran dekat area kegiatan disebabkan lebar alur yang sempit di perairan sekitar kegiatan. c. Kapal-kapal yang tidak terpaksa berlayar di seluruh area tersebut harus segera keluar dari alur tersebut kecuali bahwa kedalaman perairan aman bagi kapalkapal yang melalui area tersebut. untuk mengajukan permohonan terlebih
2.6 Dasar Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 1. UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United National Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 (HUKUM LAUT) Lembaran Negara RI No. 76 Tahun 1985 2. UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 No. 98) 3. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian 4. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 7 Tahun 2009 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
2.7 Fungsi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) 1. Menentukan posisi dan haluan kapal 2. Memberitahukan adanya bahaya dan rintangan pelayaran 3. Menunjuk batas-batas alur pelayaran yang aman 4. Menandai garis-garis pemisah lalu lintas kapal 5. Menunjukkan kawasan dan kegiatan khusus di perairan 6. Penunjuk batas negara
2.8 Kewenangan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) 1. Petugas SBNP secepatnya memberikan teguran kepada kapalkapal yang berlayar di wilayah kerjanya, apabila mengetahui kapal melakukan pelanggaran SBNP di perairan.
2. Petugas SBNP secepatnya memberikan informasi kepada Badan SAR, apabila mengetahui terjadinya kecelakaan kapal dan mengambil tindakan penyelamatan sebelum Tim SAR tiba di lokasi kecelakaan. 3. Memantau dan mengamati setiap pergerakan kapal-kapal yang melintas di wilayah kerjanya. 4. Memperlihatkan zona keamanan dan keselamatan di sekitar instalasi dan Bangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian adalah deskriptif yang akan menggambarkan bagaimana pemberian pelayanan terhadap pengguna jasa laut yang ada di wilayah perairan Sulawesi Barat. Dan bagaimana respon terhadap pelayanan yang diberikan oelh petugas sarana bantu navigasi pelayanan yang bertugas di Sulawesi Barat.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di mercusuar yang ada di Sulawesi Barat, tepatnya di Kabupaten Mamuju. Pada lokasi ini mempunyai hubungan langsung dengan masyarakat pengguna jasa laut. Sedangkan waktu penelitian ini direncanakan bulan Maret s/d Mei 2011.
3.3 Populasi Sampel 3.3.1 Populasi Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh petugas Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) yang berjumlah 25 orang yang ada di wilayah Kabupaten Mamuju yang merupakan obyek pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa laut ini sendiri.
3.3.2 Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive (sengaja) dengan menggunakan snowball sampling. Hal ini dimaksudkan agar dapat memperoleh sampel informan berikutnya dengan informasi dan informan sebelumnya. Karena diharapkan informan yang terpilih betul-betul dapat mengetahui informasi yang akan digali dalam menjawab masalah penelitian ini.
3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data dalam penelitian adalah: 1. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh di lapangan melalui wawancara mendalam dengan sejumlah tenaga petugas sarana bantu navigasi pelayaran yang ada di Kabupaten Mamuju. 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumendokumen, brosur, buku, laporan-laporan penelitian yang erat hubungannya dengan penelitian ini.
3.5 Sumber Informasi Sumber informasi meliputi komponen unsur masyarakat pengguna jasa laut yang memanfaatkan jasa sarana bantu navigasi pelayaran.
3.6 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Wawancara, yaitu mengumpulkan data yang dilakukan secara langsung melalui tanya jawab atau percakapan dengan informan yang terkait dengan pemberian pelayanan; 2. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan yang berkaitan dengan aktifitas pemberian layanan kepada petugas sarana bantu navigasi pelayaran. 3. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui beberapa buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, meliputi: peraturan pemerintah, dan peraturan menteri serta dokumen lainnya yang terkait dengan obyek penelitian.
3.7 Definisi Operasional Konsep 1. Desentralisasi adalah kewenangan pemerintah pusat dalam pembuatan kebijakan. Indikator adalah keterlibatan aparat dan masyarakat dalam pembuatan kebijakan. 2. Fasilitas layanan adalah kelengkapan sarana dan prasarana kantor yang dimiliki oleh pemerintah pusat dalam melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan pelayaran.
3. Sumber daya manusia adalah kemampuan petugas yang membidangi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran.
3.8 Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif yaitu melukiskan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta yang diperoleh. Proses analisis dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Atas yang diperoleh dari wawancara digunakan untuk menguraikan secara negatif temuan penelitian. Secara teknik aplikasi, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan kinerja petugas menara suar yang ada di Sulawesi Barat.
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Untuk memberikan gambaran tentang potensi dari Sulawesi Barat, maka ini dapat kita lihat pada peta Propinsi Sulawesi Barat, Nampak jelas bahwa Propinsi Sulawesi Barat berada di tengahtengah dengan luas wilayah 38.140 km 2 posisi 4. 6 LS dan 119. 121 BT dengan batas wilayah : Sebelah Utara Propinsi Sulawesi Tengah Sebelah Timur Propinsi Sulawesi Tenggara Sebelah Selatan Propinsi Sulawesi Selatan Sebelah Barat Selat Makassar Pada bulan-bulan tertentu yakni bulan 12 sampai pertengahan bulan 3 masih terjadi angin kencang dan tinggi gelombang, kecepatan angin mencapai 17 - 21 mil/jam dan gelombang naik 1 sampai 3 meter. Untuk menunjang lancarnya lalu lintas di alur pelayaran baik itu kapal yang lewat di wilayah perairan Sulawesi Barat maupun yang keluar masuk pelabuhan yang dimiliki Propinsi Sulawesi Barat. Maka sangat penting pemasangan rambu-rambu laut, guna memperlancar kapal-kapal menentukan posisi sehingga mencegah
terjadinya kecelakaan kapal, baik itu tabrakan atau kandas, maka dari itu sangat penting adanya kelengkapan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP). Karena pentingnya peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) dalam suatu wilayah yang mempunyai alur kapal yang padat, dalam bagian ini perlu dikemukakan data-data Sarana Bantu Navigasi yang ada di Propinsi Sulawesi Barat berikut ini :
4.2.1 Data-Data Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang mempunyai petugas. 1. Menara Suar Pulau Ambo Daftar suar Indonesia 4660, jarak tampak 17 mil Posisi 2. Menara Suar Tg. Rangas Mamuju Daftar suar Indonesia 5090, jarak tampak 23 mil Posisi 3. Menara Suar Tg. Lallereh Daftar suar Indonesia 5100, jarak tampak 18 mil Posisi 4. Menara Suar Cape Mandar Daftar suar Indonesia 5080, jarak tampak 21 mil Posisi
5. Menara Suar Pasangkayu Daftar suar Indonesia 5105, jarak tampak 21 mil Posisi
4.1.3 Data-Data Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang tidak mempunyai petugas. 1. Rambu Suar Polewali Daftar suar Indonesia 5050, jarak tampak 4 mil Posisi 2. Rambu Suar Pelabuhan Majene Daftar suar Indonesia 5050, jarak tampak 4 mil Posisi 3. Rambu Suar Majene Daftar suar Indonesia 5071, jarak tampak 11 mil Posisi 4. Rambu Suar Tg. Binanga Daftar suar Indonesia 5082, jarak tampak 18 mil Posisi 5. Rambu Suar Tg. Ongkona Daftar suar Indonesia 5084, jarak tampak 12 mil Posisi
6. Rambu Suar Tg. Kai Daftar suar Indonesia 5087, jarak tampak 15,5 mil Posisi 7. Rambu Suar Pelabuhan Simboro Barat Daftar suar Indonesia 5091, jarak tampak 12 mil Posisi 8. Rambu Suar Simboro Mamuju Daftar suar Indonesia 5091,1 jarak tampak 12 mil Posisi 9. Rambu Suar Alur Pelabuhan Belang-Belang Daftar suar Indonesia 5095, jarak tampak 10 mil Posisi 10. Rambu Suar Alur Pelabuhan Belang-Belang Daftar suar Indonesia 5097, jarak tampak 10 mil Posisi 11. Rambu Suar Alur Pelabuhan Belang-Belang Daftar suar Indonesia 5098, jarak tampak 23 mil Posisi 12. Rambu Suar Pulau Liutang Daftar suar Indonesia 5098, jarak tampak 23 mil Posisi
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, maka terdapat beberapa kesimpulan yang bias diambil, sebagai berikut : 1. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran sangat penting fungsi dan keberadaannya di wilayah alur pelayaran di Indonesia khususnya yang ada di Sulawesi Barat, maka fungsi operasionalnya harus optimal. Untuk mencapai fungsi di atas tentunya harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Menjaga keamanan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran Menjaga fungsi dan keandalan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran Melaksanakan peraturan perundang-undangan tujuan yang
optimalisasi operasional Sarana Bantu Navigasi pelayaran di seluruh wilayah Indonesia. 2. Semua kegiatan yang berkaitan dengan masalah Sarana Bantu Navigasi Pelayaran maka fungsi peraturan pemerintah No. 21 Tahun 2000 tentang Kenavigasian berperan sangat penting.
3. Peningkatan kualitas dalam pelaksanaan tugas sangat diperlukan sumber daya manusia yang handal melalui pendidikan dan pelatihan untuk menambah kemampuan dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas.
5.2 Saran-Saran Setelah membaca, mendengar, melihat dan mengetahui sendiri baik dalam proses belajar maupun praktek kerja lapangan maka dapat disarankan : 1. Sebelum melaksanakan tugas di lapangan sebaiknya diadakan pelatihan-pelatihan dan praktek kerja lapangan secara optimal. 2. Pendidikan dan pelatihan sangat mendukung kualitas hasil kerja bagi para personil secara optimal. 3. Mohon pada masa yang akan datang pendidikan dan pelatihan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Praktek Kerja Lapangan minimal bisa mencapai 50 persen. 4. Setiap ada peralatan dan teknologi baru untuk operasional. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, agar dapat berfungsi optimal mohon diadakan job training atau kursus kilat.
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 No. 98). UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nastional Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 (HUKUM LAUT) Lembaran Negara RI No. 76 Tahun 1985. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 7 Tahun 2009 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2011 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen. Keputusan Menhub No. 173/AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The IALA, MARITIME Bouyoge System untuk Regional dalam Tatanan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Indonesia. Keputusan Menhub No. 24 Tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan. Hasibuan, Melayu S.P, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia Dasar dan Kunci Keberhasilan. Gibson, Ivamsevich, 1996, Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur dan Proses, Jakarta ; Erlangga. Bungin, B. 2007, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta ; Raja Grafindo Persada.
Moenir, H.A.S, 1992, Manajemen Pelayaran Umum di Indonesia Jakarta, PT Bumi Aksara. Soedarsono, H Soekarto, et. All, 2000, Strategi Pelayaran Prima. Jakarta Lembaga Administrasi Negara RI. Indra Wijaya, Wijaya, 1996, Perilaku Organisasi, Bandung Sinar Baru Algasindo. Sunardi, 1996, Motivasi dan Pemotivasian dan Manajemen, Jakarta, PT. Rajawali. Suparjo, J. 1997, Pengukuran Tingkat Kepuasan Konsumen, Jakarta, Rineke Cipta. Poewadarma, H, J, S, 1991, Kamus, Umum, Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka. Sugiono, 1007, Metode Penelitian Administrasi, Bandung Alfabeta. Siagian, Sondang P. 1989, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta Bumi Aksara.