A. Pendahuluan Cabai merah (Capsicum annum) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia. Cabai sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan sebagian lainnya untuk ekspor dalam bentuk kering, saus, tepung dan lainnya (Kementrian Pertanian, 2008). Konsumsi rata-rata cabai merah baik untuk rumah tangga dan industri senantiasa mengalami kenaikan. Konsumsi rata-rata cabai untuk rumah tangga di Jawa adalah 5.937 gram/kapita/hari. Pemakaian untuk masyarakat perkotaan sedikit lebih rendah dibanding dengan pedesaan. Jenis cabai yang sering dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan adalah cabai merah, cabai rawit dan cabai hijau. Kebutuhan akan cabai merah diduga masih dapat ditingkatkan dengan pesat sejalan dengan kenaikan pendapatan dan atau jumlah penduduk sebagaimana terlihat dari tren permintaan yang cenderung meningkat yaitu pada tahun 1988 sebesar 4,45 kg/kapita menjadi sebesar 2,88 kg/kapita pada tahun 1990 dan pada tahun 1992 meningkat kembali menjadi 3,16 kg/kapita. Permintaan cabai merah besar untuk kebutuhan industri dari tahun ke tahun senantiasa mengalami kenaikan. Pada tahun 1990 permintaan cabai merah sebanyak 2.221 kg. Pada tahun 1993 permintaannya mengalami kenaikan menjadi 3.419 kg (Bank Indonesia, 2000). Lebih lanjut Bank Indonesia (2000) menyebutkan bahwa volume ekspor cabai segar pada tahun 1986 sekitar 2.197 kg dengan nilai US $ 1.098 dan pada tahun 1986 meningkat hingga mencapai 135.368 kg ata setara dengan US $ 117.714. Volume ekspor tertinggi tercatat terjadi pada tahun 1992 sebesar 623.878 kg. Ekspor cabai kering pada tahun 1996 adalah 35.174 kg dengan nilai US $ 12.117 dan meningkat dengan nilai lebih besar dari cabai segar yakni mencapai 485.480 kg per September 1996 dengan nilai US $ 2.145.235. Hal ini menunjukkan produsen cabai merah dalam negeri (petani) dari tahun ke tahun semakin meningkatkan kapasistas produksinya selain pula menunjukkan bahwa pasar internasional untuk cabai merah besar segar maupun berbentuk olahan kering adalah sangat menjanjikan. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan produksi akan cabai merah yang lebih kompetitif diperlukan upaya peningkatan produksi yang mengacu pada peningkatan efisiensi baik ekonomis, mutu maupun produktivitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui intensifikasi budidaya tanaman cabai. Upaya 1
saling berdekatan. Mahkota bunga berbentuk seperti bintang, corong atau terompet, bersudut 5 sampai 6, berwarna putih dan berdiameter 8 mm sampai 15 mm. Jumlah benang sari berjumlah 5 sampai 6 buah dengan kepala benang sari berwarna kebiruan dan berbentuk memanjang. Kepala putik berwarna hijau. Bakal buah beruang dua atau lebih. e. Buah dan Biji Buah cabai besar adalah cabai buni, memiliki tiga ruang, berukuran panjang atau pendek dengan variasi ukuran antara 1 cm sampai 30 cm, berbentuk bulat atau kerucut. Pada saat masih muda buah berwarna hijau dan setelah tua berwarna merah, kuning atau oranye, tergantung varietasnya.Biji cabai berukuran kecil antara 3 mm sampai 5 mm, berwarna kuning serta berbentuk bulat, pipih dan ada bagian yang sedikit runcing.
Cabai merah dapat tumbuh atau dibudidayakan di dataran rendah maupun rendah, pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian 0-1000 meter dpl. Tanah yang baik untuk pertanaman cabai adalah yang berstruktur remah atau gembur, subur banyak mengandung bahan organik dengan pH antara 6-7. Tanaman cabai yang dibudidayakan akan lebih baik jika ditanam pada akhir musim hujan, sedangkan di tegalan pada saat musim hujan (BPPT, 2008). Unsur hara masuk ke dalam tanaman melalui dua cara, yaitu melalui akar dan daun. Akar mengambil unsur hara dari dalam tanah, tetapi daun mengambil unsur 3
Fungsi pupuk adalah sebagai salah satu sumber zat hara buatan yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan nutrisi terutama unsur-unsur nitrogen , fosfor, dan kalium. Sedangkan unsur sulfur, kalsium, magnesium, besi, tembaga, seng, dan boron merupakan unsure-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrien). Fungsi nitrogen pada tanaman adalah untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, menambah tinggi tanaman, dan merangsang pertunasan, Memperbaiki kualitas, terutama kandungan proteinnya, Menyediakan bahan makanan bagi mikroba (jasad renik). Nitrogen diserap dalam tanah berbentuk ion nitrat atau ammonium. Kemudian, didalam tumbuhan bereaksi dengan karbon membentuk asam amino, selanjutnya berubah menjadi protein. Nitrogen termasuk unsure yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman karena 16-18% protein terdiri dari nitrogen. Pupuk yang paling banyak mengandung unsure nitrogen adalah pupuk urea (Lingga, 1995). Unsur fosfor diperlukan diperlukan dalam jumlah lebih sedikit daripada unsure nitrogen. Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk apatit kalsium fosfat, FePO4, dan AlPO4. Fosforus (P) bagi tanaman berperan dalam proses respirasi dan fotosintesis, penyusunan asam nukleat, pembentukan bibit tanaman dan penghasil 4
penginaktan dalam berat kering protoplasma yang irreversible. Pertumbuhan pada tanaman sering dikatakan sebagai pertumbuhan tak terbatas karena selama hidupnya berlangsung maka akan terus menabah tingginya, akan tetapi organ-organ tertentu seperti daun dan bunga tumbuh secara terbatas. Dari tingkat seluler, proses pertumbuhan ini melewati tiga tahapan yaitu pembelahan sel, ekpansi sel, differensiasi dan spesialisasi sel. Pola pertumbuhan tanaman tergantung pada letak meristem. Meristem apikal berada pada ujung akar dan pada pucuk tunas menghasilkan sel-sel bagi tumbuhan untuk tumbuh memanjang. Pemanjangan ini disebut pertumbuhan primer, memungkinkan akar membuat jalinan di dalam tanah dan tunas untuk meningkatkan pemaparannya terhadap cahaya matahari dan karbon dioksida. Pertumbuhan primer menghasilkan apa yang disebut tubuh primer tumbuhan 5
Fitohormon yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah auksin, giberelin, sitokinin, gas etilen, asan absisat, kalin, asam traumalin, Faktor luar yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman adalah kecukupan nutrisi, air, cahaya, suhu, dan kelembapan. Pertanian dalam arti luas dapat diartikan sebagai upaya manusia dalam membudidayakan tanaman dan atau ternak dengan mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi dengan bantuan cahaya matahari sehingga menghasilkan produk yang maksimal dan optimal untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan atau kebutuhan pasar. Pertanian dalam arti khusus adalah bahwa hanya menyangkut sektor pertanian rakyat atau pembudidayaan tanaman pangan. Menyadari hal- hal tersebut di atas maka dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian maka pemerintah Indonesia sejak era 50-an menerapkan revolusi hijau yang pada dasarnya merupakan program penerapan teknologi dalam kegiatan budidaya pertanian. Penerapan revolusi hijau di satu sisi memang mampu meningkatkan produktivitas pertanian namun di sisi lain penerapan revolusi berdampak besar terhadap degradasi lingkungan khususnya agroekosistem. Hal ini diakibatkan oleh kesalahpahaman petani dalam mengaplikasikan bahan-bahan kimia berbahaya seperti pupuk anorganik dan pestisida. Dewasa ini penggunaan pupuk anorganik begitu marak dilakukan oleh petani. Padahal penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dengan takaran tinggi memiliki dampak yaitu zat yang terkandung alam tanah menjadi diikat oleh molekulmolekul kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tak dapat dilakukan lagi. Akibatnya ketahnan tanah atau daya dukung tanah dalam memproduksi menjadi kurang hingga nantinya tandus. Tak hanya itu penggunaan pupuk kimiawi secara 6
mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi tanaman (Erianto Simalango, 2009) dalam Resti Larasati (2011). Sementara itu penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah sesuai dengan pernyataan Heru Primantoro (2007) dalam Resti Larasati (2011) bahwa pupuk organik adalah pupuk lengkap, artinya mengandung unsure hara makro dan mikro meskipun dalam jumlah yang sedikit. Walaupun demikian pupuk organik lebih unggul dari pupuk anorganik karena pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah serta menjadi sumber makanan bagi tanaman. Selain itu pupuk organik memiliki beberapa fungsi bagi tanah, diantaranya untuk mempertahankan jumlah udara yang terkandung di dalam tanah (aerasi). Oleh karena itu tanah yang berbahan organik tinggi tidak mudah mengalami pemadatan dan pengerasan. Kondisi seperti ini menguntungkan tanaman, karena oksigen yang berada dalam tanah lebih tersedia dan baik untuk perkembangan akar. Di samping itu, bahan organik juga membantu proses penyerapan air dan sinar matahari bagi tanah sehingga menjadi lebih subur. Dengan demikian maka dilakukan percobaan budidaya tanaman cabai dalam pot (polibag) untuk mengetahui pengaruh pengurangan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan tanaman dilihat dari jumlah daun dan tinggi tanaman. Dalam laporan ini fokus analisis ditujukan kepada penggunaan pupuk anorganik pada dosis 8 gram per tanaman. D. Metode dan Hasil Pengamatan i. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi di Jalan Siliwangi No.24 Kota Tasikmalaya. Berlangsung mulai tanggal 10 Mei sampai 7 Juni 2012.
iii.
Metode Percobaan Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial yang terdiri dari tiga taraf perlakuan. Perlakuan terhadap pupuk NPK terdiri dari : 1. N0: 6 gram Pupuk NPK 2. N1: 8 gram Pupuk NPK 3. N2: 10 gram Pupuk NPK Jumlah Ulangan : 4 ulangan tanaman Akan tetapi peneliti hanya akan menganalisis pertumbuhan tanaman pada perlakuan pupuk 8 gram serta ulangan yang ke I.
iv.
Pelaksanaan Percobaan a. Penyiapan Media Tanam Percobaan dilakukan dirumah kasa. Terlebih dahulu dibersihkan rumah kasa dari gulma-gulma yang ada. Kemudian ambil polibag ukuran 5 kg, dan diisi dengan tanah sebanyak 2 polibag. Lalu polibag tersebut disusun di rumah kasa dengan bentuk 1 ulangan. Media tanam terdiri dari campuran tanah dan pupuk organic dengan perbandingan 1:1. b. Persemaian Penyemaian dilakukan dipolibag kecil, yaitu dengan cara menam benih cabai kedalam polibag kecil yang sudah diisi dengan tanah sebanyak satu benih tiap polibag. c. Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara mengambil bibit cabai dari lahan penyemaian. Bibit yang dipakai adalah bibit yang memiliki 2-3 helai daun, batangnya kuat serta bebas daru hama dan penyakit. Kemudian bibit tersebut ditanam ke polibag yang sudah tersedia. Bibit cabai diusahakan
Tinggi Tanaman (CM) 2 MST 13,25 13,50 3 MST 19,00 23,00 4 MST 27,00 31,00 5 MST 38,00 57,00
8,25 8,50
vii.
Pembahasan a. Keadaan umum pertumbuhan cabai Selama percobaan berlangsung terdapat serangan hama dan penyakit yang mulai muncul pada umur 14 hari setelah tanam juga terdapat beberapa gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai tetapi dapat ditanggulangi dengan baik, karena pemeliharaan dilakukan secara intensif. Tanaman mulai berbunga pada umur 40 hari setelah tanam dan pada 60 hari setelah tanam bunga telah berubah menjadi buah. Serangan hama dan penyakit mulai muncul pada umur 7 hari setelah tanam. Adapun hama yang bermunculan adalah kutu daun, thrips, tungau dan lalat buah. Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan cara manual dan aplikasi pestisida. Secara manual, hama yang ada pada tanaman cabai diambil dan dimatikan dengan tangan.
10
Gambar 1. Pertambahan Tinggi Tanaman Dari Grafik tersebut terlihat bahwa pertambahan tinggi tanaman pada dari minggu ke minggu cenderung menurun. Presentase pertambahan tinggi tanaman dari umur 1 MST sampai 5 MST berturut-turut adalah 60,6 %, 43,39 %, 29,62 %, 40,74 %. Hal ini karena dari dua tanaman yang diamati pada perlakuan P1N1 ulangan ke I, salah satu tanamannya disulam dengan tanaman cabai yang baru. Kegiatan ini dilakukan karena tanaman tersebut terserang penyakit dan berpotensi untuk mati sebelum masa panen tiba. Dengan demikian maka rata-rata tanaman untuk perlakuan ini menjadi lebih kecil dan pada minggu awal pemindahan bibit ke polibag, tanaman masih melakukan adaptasi sehingga pertumbuhan masih relatif lambat akan tetapi pada minggu terkahir pengamatan pertambahan tinggi tanaman meningkat kembali. Perbedaan laju pertumbuhan di antara dua tanaman yang diamati terjadi karena adanya perbedaan laju pertumbuhan dan aktivitas jaringan meristem yang tidak sama sehingga perbedaan laju pembentukan tidak sama pada pembentukan organ (Lakitan, 1996) dalam Resti Larasati (2011).
11
Gambar 2. Grafik Pertambahan Jumlah Daun Jumlah daun tanaman cabai dari minggu ke minggu cenderung mengalami kenaikan. Presentase pertambahan jumlah daun dari minggu awal pengamatan sampai terakhir berturut-turut adalah sebagai berikut : 58,82 %, 70, 37 %, 34, 78%, 83,87 %. Hal ini artinya berbanding terbalik dengan pertambahan tinggi tanaman yang cenderung menurun. Peristiwa ini mungkin terjadi sebagai respon atas perkembangan hama yang memakan daun-daun untuk tanaman berfotosintesis. E. Kesimpulan Percobaan penanaman tanaman cabai merah di lahan Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Tahapan- tahapan yang harus dilalui untuk membudidayakan cabai merah adalah terdiri dari persiapan media tanam, persemaian, penanaman dan pemeliharaan.
12
13