Anda di halaman 1dari 26

Proposal Skripsi

Analisis Korelasional Penerapan Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran Fisika Melalui Metode Diskusi terhadap Peningkatan Hasil Belajar Fisika pada materi GLBB

Disusun Oleh: Nabela Noviandini 0905716

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

A. Latar Belakang Pembelajaran IPA erat kaitannya dengan pembelajaran tentang Alam. Begitupun fisika sebagai bagian dari IPA, dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Kedekatan sumber belajar fisika dengan lingkungan peserta didik, dalam hal ini fenomena alam yang teramati, seharusnya membuat konsep fisika lebih mudah untuk dipelajari. Namun pada kenyataanya fisika masih dianggap sulit oleh siswa. Dari hasil observasi Uswatun Hasanah pada tahun 2009, di salah satu SMA di kota bandung didapatkan hasil bahwa mata pelajaran fisika menempati peringkat terbawah dari 14 mata pelajaran lain berdasarkan nilai Tes Unit, UTS dan UAS di SMA tersebut. Adapun dari hasil wawancara yang dilakukan pada guru didapatkan bahwa pada saat pembelajaran siswa kurang aktif. Di lain pihak, saat diwawancarai, siswa menyatakan bahwa metode yang dipakai dalam pembelajaran sudah baik, yaitu ceramah, diskusi ,dan tanya jawab. Namun guru jarang memberi tugas kepada siswa, dan fisika masih dianggap sulit oleh siswa karena terlalu banyak rumus. Dari informasi di atas terlihat bahwa pembelajaran di kelas belum dapat memaksimalkan aktifitas belajar siswa. Siswa juga jarang dilatih kemampuan kognitifnya melalui latihan karena siswa jarang diberi tugas oleh guru. Sehingga saat menghadapi kasus fisika, siswa merasa kesulitan karena terlalu banyak rumus. Hal itu menunjukkan siswa mengerjakan kasus fisika hanya berdasarkan rumus yang ada. Siswa belum dapat menghubungkan materi fisika yang didapatkan dengan kasus fisika. Ini menunjukan masih rendahnya tingkat pemahaman dan daya analisis siswa terhadap kasus fisika. Untuk itu, dalam pembelajaran fisika, kemampuan analisis siswa perlu dilatihkan melalui pemberian kasus fisika. Tapi untuk dapat menganalisis kasus fisika tersebut, siswa perlu membangun pemahamannya terlebih dahulu, sehingga pemahaman akan materi fisika itu , kemudian akan digunakan untuk menganalisis kasus fisika tersebut. Dengan adanya pemahaman dan kemampuan analisis kasus fisika , dapat diasumsikan, kasus-kasus fisika pada Tes Unit, UTS, UAS, atau tes kognitif lainnya dapat lebih mudah diselesaikan, sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Karena itu, guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran seyogyanya menggunakan metoda mengajar dengan pendekatan yang dapat meningkatkan aktifitas

belajar siswa melalui analisis kasus-kasus fisika, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika yang dapat memicu aktifitas belajar siswa melalui analisis kasus ialah pembelajaran dengan pendekatan problem posing semi terstruktur melalui metoda diskusi. Menurut B. Suryosubroto( 2009: 203) dengan pendekatan ini siswa dipancing untuk menemukan pengetahuan melalui upaya mereka mencari hubungan hubungan dalam informasi yang dipelajarinya. Semakin luas informasi yang dimiliki akan semakin mudah pula menemukan hubungan- hubungan tersebut. Melalui pendekatan problem posing, pemahaman siswa dibangun melalui kegiatan resume awal, dan pengajuan kasus atau masalah serta solusi masalah tersebut. Kemudian daya analisis siswa diasah ketika siswa harus memberikan solusi pada kasus yang diajukan siswa lain kepadanya. Pendekatan problem posing ini dipadukan dengan metode diskusi, karena metode ini dapat memacu aktivitas belajar siswa pada siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda. Siswa dengan kemampuan di atas rata-rata dapat membantu temannya dalam memahami dan menganalis kasus fisika. Sehingga dapat diasumsikan perpaduan metode diskusi dengan pendekatan problem posing ini berpengaruh positif pada peningkatan hasil belajar siswa. Karena itulah, penelitian mengenai Analisis Korelasional Penerapan Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran Fisika Melalui Metode Diskusi terhadap Peningkatan Hasil Belajar Fisika pada materi GLBB penting untuk dilakukan.

Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diteliti adalah,bagaimanakah korelasi antara penerapan pendekatan problem posing melalui metode diskusi dengan peningkatan hasil belajar siswa pada materi GLBB? Rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana keterlaksanaan penerapan pendekatan problem posing melalui metode diskusi pada pembelajaran fisika dikelas? 2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran fisika dengan pendekatan problem posing melalui metode diskusi?

3. Apakah terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara penerapan pendekatan problem posing melalui metode diskusi dengan peningkatan hasil belajar siswa?

B. Batasan Masalah Supaya permasalahan penelitian tidak meluas, maka Pendekatan problem posing semi terstruktrur melalui diskusi intra kelompok Hasil belajar siswa tebatas pada hasil belajar dalam ranah kognitif.

C. Variabel Penelitian 1. Pendekatan problem posing melalui diskusi kelompok 2. Hasil belajar siswa

D. Definisi Operasional 1.Pendekatan problem posing ialah pendekatan pembelajaran melalui pengajuan masalah yang dituangkan dalam dalam bentuk pertanyaan yang diupayakan untuk dicari jawabannya baik secara individu atau kelompok atau dengan bertanya pada guru. Pendekatan ini hampir mirip dengan pendekatan problem solving perbedaanya adalah problem posing memfokuskan pada upaya peserta didik secara sengaja menemukan pengetahuan dan pengalaman baru. Pada kKesesuaian penerapan problem posing yang sesuai dengan tahapan yang telah disusun diamati dan dinilai keseuaiannya melalui lembar observasi. 2. keaktifan siswa merupakan tingkat tinggi rendahnya partisipasi siswa dalam pembelajaran. Keaktifan dengan demikian masuk ke dalam ranah afektif khususnya ranah afektif dalam poin merespon. Dimana merespon sendiri ialah mereaksi perangsang atau gejala tertentu. Keaktifan siswa diukur melalui lembar observasi dan lembar problem posing. 3.Hasil belajar kognitif adalah tingkat penguasaan siswa dalam memperoleh pengetahuan pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran terhadap pokok bahasan yang diajarkan sebagai eksperimen berlangsung yang ditandai dengan selisih skor yang diperoleh dari tes awal dan tes akhir.

E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan umum dari peneltian ini adalah ingin mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran fsika dengan pendekatan problem posing. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan problem solving pada pembelajaran fisika terhadap aktivitas siswa di kelas. 2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan problem posing pada pembelajaran fisika terhadap kemampuan analisis soal siswa 3. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan kedua aspek di atas terhadap peningkatan hasil belajar siswa

F. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Sebagai bahan referensi untuk mengembangkan pendekatan problem posing pada penelitian berikutnya. 2) Sebagai salah satu sumber informasi yang dapat dijadikan masukan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pengajaran, khususnya dalam dunia pendidikan fisika, sehingga dapat ditempuh suatu kebijakan dalam upaya meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas 3) Merupakan latihan bagi penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah sehingga dapat mengembangkan proses berpikir ilmiah dan pengkajian faktor-faktor empiris.

G. Asumsi dan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah hipotesis dari penelitian ini merupakan dalam bentuk hipotesis kerja . Agar pemilihan lebih terperinci maka diperlukan hipotesis alternatif yang kemudian disebut H1 dan hipotesis nol yang kemudian disebut H0. Dari uraian tersebut penulis dapat mengambil hipotesis yaitu terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar kognitif siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan problem posing . Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji-t dengan kriteria sebagai berikut: H0 : m1 = m2 (tidak terdapat perbedaan) H1 : m1 m2 (terdapat perbedaan)

H. Kajian Teori MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING Pendekatan problem posing merupakan pendekatan melalui pengajuan masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian diupayakan untuk dicari jawabannya baik secara individu maupun bersama dengan pihak lain, misalnya sesama peserta didik atau dengan pengajar sendiri. Dalam pembelajaran dengan pendekatan ini, siswa menemukan pengetahuan melalui upaya siswa mencari hubungan dalam informasi-informasi yang dipelajarinya. penemuan pertanyaan petanyaan dan jawaban pada akhirnya akan merubah ketergantungan siswa pada penguatan luar. Siswa akan merasa puas dengan keberhasilan menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan yang diajukan padanya. Menurut brunner, untuk mencapai tujuan pembelajaran, diperlukan metode yang bukan hanya menekankan pada efektifitas bahan ajar, tapi juga pada bagaimana cara peserta didik memperoleh informasi dan memecahkan masalah. Dengan memperoleh dan memecahkan masalah sendiri, akan timbul dorongan berpikir karena adanya eksplorasi oleh siswa sehingga diperoleh pengetahuan. Pendekatan problem posing hampir sama dengan metode problem solving intrinsik. Problem solving intrinsik sendiri ialah pemecahan masalah yang didasarkan pada keinginan siswa sendiri. Perbedaannya problem solving terfokus pada pemecahan masalah oleh siswa sedangkan problem posing lebih terfokus pada upaya peserta didik secara sengaja menemukan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru. Ranah kognitif dan afektif sebagai sasaran

Ranah kognitif dan afektif merupakan sasaran yang diharapkan perubahannya dengan peneapan pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Menurut Bloom, aspek penalaran atau kognitif secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Mengetahui, yakni mengenali kembali hal hal yang umum dan khas, mengenali kembali metode dan proses, serta mengenali kembali pola, struktur dan perangkat. 2. Mengerti, dapat diartikan sebagai memahami. 3. Mengaplikasikan , merupakan kemampuan menggunakan abstraksi dalam di dalam situasi situasi konkret. 4. Menganalisis, adalah menjabarkan sesuatu ke dalam unsur-unsur , bagian-bagian, atau komponen-komponen sedemikian rupa sehingga tampak jelas susunan atau hierarki gagasan yang ada di dalamnya, atau tampak jelas hubungan antara berbagai gagasan yang dinyatakan dalam sesuatu komunitas. 5. Mensintesiskan , menyatukan unsur-unsur atau bagian bagian sedemikian rupa sehinggga membentuk suatu keseluruhan yang utuh 6. Mengevaluasi, kemampuan menilai metode komunikasi untuk tujuan tertentu. Sedangkan untuk aspek afektif, menurut bloom terdiri atas: 1. Menerima atau memperhatikan ialah kepekaan terhadap kehadiran gejala atau perangsang tertentu. 2. Merespons ialah mereaksi perangsang atau gejala tertentu 3. Menghargai, berikut pengertian, bahwa suatu hal , gejala atau tingkah laku mempunyai harga atau nilai tertentu. 4. Mengorganisasikan nilai, mencangkup mengatur nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai, menyusun jalinan nilai-nilai itu dan menetapkan berlakunya nilai nilai dominan dan merasuk. 5. Mewatak, yaitu suatu kondisi dimana nilai-nilai dari sistem nilai yang diyakini telah benar-benar merasuk di dalam pribadi seseorang. Aplikasi Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran terhadap Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Afektif

Penilaian Ranah Kognitif dalam Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing Pendekatan problem posing merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat memotivasi peserta didik serta memperkaya pengalamam belajarnya. Pendekatan ini menghendaki siswa untuk mengajukan pertanyaan pertanyaan. Sejalan dengan hal hal yang termasuk ranah kognitif, berikut adalah tingkat bertanya dimulai dari tingkat yang paling rendah: 1. Pertanyaan Pengetahuan 2. Pertanyaan pemahaman 3. Pertanyaan Aplikatif 4. Pertanyaan Analisis 5. Pertanyaan Sintesis 6. Pertanyaan Evaluasi Pertanyaan pengetahuan hanya menuntut jawaban yang hanya sesuai dengan fakta, hasil observasi, definisi atau dalil yang pernah dipelajari. Contoh: apa yang disebut dengan fluida ideal? Pertanyaan Pemahaman ialah pertanyaan yang mengandung jawaban tentang kemampuan si penjawab dalam mengorganisasikan suatu informasi secara mental. Jawaban terhadap pertanyaan pemahaman ini menuntut siswa memahami bahan informasi yang dapat ditunjukkan dengan menggambarkan ke dalam bahasa sendiri, menerjemahkan uraian verbal ke dalam bentuk grafik, rumus skema, atau membuat suatu perbandingan. Contoh: gagasan apa yang disajikan pada hukum bernouli? Pertanyaan aplikasi ialah pertanyaan yang mengandung jawaban tentang bagaiman pengaplikasian fakta yang telah diketahui dan dipahami. Contoh: bagaimana pengaplikasian hukum bernouli dalam karburator mobil? Pertanyaan analisis ialah pertanyaan yang melibatkan proses-proses berpikir sebagai yaitu: mengidentifikasi penyebab fenomena, menganalisis informasi agar didapatkan kesimpulan, dan menganalisis kesimpulan agar didapatkan bukti yang menunjang atau mendukung kesimpulan tersebut. Contoh: tunjukkan bukti bahwa kekentalan cairan mempengaruhi kecepatan gerak kelereng di suatu cairan tertentu!

Pertanyaan sintesis meminta jawaban yang menggambarkan kemampuan membuat prediksi dan kemampuan memecahkan masalah. Contoh: Pada pipa dengan luas penampang serba sama air mengalir dari bawah ke atas setinggi 2 meter dengan kecepatan di atas dan di bawahnya masing masing 2 m/s dan 5 m/s dengan menggunakan bantuan pompa. Tentukan perbedaan tekanan air yang ditimbulkan oleh pompa! Pertanyaan evaluasi gambaran jawaban yang diinginkan adalah pemecahan masalah, ideide, tanggapan berdasarkan isu. Penilaian ranah afektif Kemampuan yang termasuk ke dalam ranah afektif ialah kemampuan menerima,

merespon, menghargai,menorganisasikan, sampai mewatak. Penilaian yang tepat pada ranah ini lebih pada performance, yakni tingkah laku yang dapat diamati. Karena belajar merupakan proses perubahan tingkah laku jika diberi stimulus tertentu dalam hal ini perubahan sikap siswa saat pembelajaran fisika. Pendekatan problem posing dapat menunjang peningkatan dari sisi afeksi, jika dilakukan dengan metode lain. untuk pendekatan ini, metode diskusi ialah metode yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa kemudian dapat digulirkan dalam forum diskusi. Adapun penilaian dalam ranah tersebut yaitu sebagai berikut: Aspek menerima, aspek ii dapat dinilai dengan memperhatikan performance yang tampak saat siswa berdiskusi. Aspek merespon. Pada penilaian aspek ini, gejala yang diamati adalah reaksi siswa terhadap pertanyaan atau tanggapan dari suatu masalah yang diungkapkan siswa lain. dalam hal ini siswa diharapkan untuk tidak hanya mendengarkan dengan baik lawan bicaranya tapi juga memberi tanggapan. Aspek menghargai aspek ini merupakan penyempurnaan dari aspek yang ke dua. Peserta didik dianggap mempunyai afeksi yang baik jika dapat menghargai tanggapan siswa lain.

Mengorganisasikan nilai merupakan kemampuan mengukur nilai nilai menjadi suatu sistem nilai. Yang terakhir adalah mewatak.contoh aspek ini adalah peserta didik telah mempunyai sistem nilai yang diyakini secara sungguh-sungguh sehingga menjadi ciri

kepribadiaanya. Gambaran konkret pelaksanaan pengajaran dengan pendekatan problem posing 1. Tahapan Perencanaan a. Penyusunan rancangan kegiatan dan bahan pembelajaran b. Guru mengorganisasi bahan pembelajaran dan mempersiapkannya. c. Guru menyusun rncana pembelajaran, termasuk di antaranya kisi-kisi hasil belajar ranah kognitif dan afektif 2. Tindakan a. Guru menjelaskan tentang pembelajaran yang akan diharapkan kepada siswa dengan harapan mereka dapat mengikuti dengan baik proses pembelajaran baik dari segi frekuensi maupun intensitas. Penjelasan meliputi bahan yang akan diberikan kegiatan samnpai dengan prosedur penilaian yang mengacu pada ketercapaian prestasi belajar baik dari ranah kognitif maupun afektif. b. Guru melakukan tes awal yang hasilnya digunakan untuk mengetahui tingkat daya kritis siswa. Hasil tes tersebut akan menjadi dasar pengajar dalam membagi peserta didik ke dalam sejumlah kelompok. Apabila jumlah siswa dalam satu kelas ada 30 orang. Agar kegiatan dalam kelompok dapat berjalan secara proporsional maka ssetiap kelompok terdiri atas 5 orang sehingga akan ada 6 kelompok. Fungsi pembagian kelompok ini antara lain, untuk memperoleh pengamatan yang terfokus, namun juga merata , dalam arti setiap kelompok hendaknya terdiri atas siswa yang memiliki kecerdasan heterogen. c. Pengajaran kemudian menugaskan setiap kelompok belajar untuk meresume beberapa buku yang berbeda dengan sengajadibedakan antar kelompok d. Masing-masing siswa dalam kelompok membentuk pertanyaan berdasarkan hasil resume yang telah dibuatnya dalam lembar problem posing I yang telah disiapkan(antara 5-7 pertanyaan) e. Kesemua tugas membentuk membentuk pertanyaan dikumpulkan kemudian dilimpahkan pada kelompok yang lainnya. Misalnya tugas membentuk pertanyaan kelompok 1 diserahkan kepada kelompok 2 untuk dijawab dan dikritisi, tugas kelompok

2 diserahkan kepada kelompok 3, dan seterusnya hingga kelompok 6 kepada kelompok 1. f. Setiap siswa dalam kelompoknya melakukan diskusi internal untuk ,menjawab pertanyaan yang mereka terima dari kelompok lain disertai dengan tugas resume yang telah dibuat kelompok lain tersebut. Setiap jawaban atas pertanyaan ditulis pada lembar problem posing II. g. Pertanyaan yang telah ditulis pada lembar problem posing I dikembalikan pada kelompok asal untuk kemudian diserahkan pada guru dan jawaban yang terdapat pada lembar problem posing II diserahkan kepada guru. h. Setiap kelompok mempresentasikan hasil rangkuman dan pertanyaan yang telah dibuatnya pada kelompok lain. diharapkan lain. diharapkan adanya diskusi menarik di antara kelompok-kelompok baik secara eksternal maupun internal menyangkut pertanyaan yang telah dibuatnya dan jawaban yang paling tepat untuk mengatasi pertanyaan pertanyaan bersangkutan. Pada saat yang bersamaan guru menyerahkan pula format penilaian yang diisi siswa sendiri( evaluasi diri). Jadi, siswa diberikan kesempatan untuk menilai sendiri proses dan hasil pembelajarnnya masing masing. 3. Observasi Kegiatan observasi sebetulnya dilakukan bersamaan dan setelah rangkaian tindakan yang diharapkan pada siswa. Observasi yang dilakukan bersamaan dengan tindakan adalah pengalaman terhadap aktifitas dan dan produk dalam kelompoknya masingmasing dan terhadap kelompok lainnya. Produk yang dimaksudkan disini adalah sejauh mana kemampuannya dalam membentuk pertanyaan. Apakah pertanyaan ataupun aktivitas lebih mengarah pada aspek afektif. Hasil Belajar Kognitif Siswa Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howward Kingsley (Nana Sudjana, 2006) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, dan (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar tersebut dapat diisi dengan bahan yang telah diterapkan dalam kurikulum. Sedang Gagne (Nana Sudjana, 2006) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) informasi intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris.

Menurut Benjamin S. Bloom pengelompokan tujuan pendidikan harus senantiasa mengacu pada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri siswa, yaitu: 1) 2) 3) Ranah proses berpikir (cognitive domain), Ranah nilai atau sikap (affective domain), dan Ranah keterampilan (psychomotor domain) (Anas Sudijono, 1996:49).

Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti hanya menilai/meneliti siswa dari segi ranah kognisinya. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom bahwa segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk ranah kognitif. (Anas Sudijono, 1996:49-50). Dalam ranah kognitif terdapat empat jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang yang dimaksudkan adalah: 1) 2) 3) 4) 5) Pengetahuan (knowledge), selanjutnya disebut C1. Pemahaman (colprehension), selanjutnya disebut C2 Analisis (analysis), selanjutnya disebut Sintesis (synthesis), selanjutnya disebut Evaluasi (evalution), selanjutnya disebut (Eman Suherman, 2003:223-224).

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Proses belajar mengajar merupakan proses yang kompleks sifatnya. Kekompleksan itu disebabkan oleh banyaknya faktor yang berpengaruh yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap hasil yang dicapai oleh peserta didik. Dengan demikian membicarakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa diklasifikasikan oleh Prof. Dr. Sumadi Suryabrata sebagai berikut: Faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik digolongkan menjadi dua golongan yaitu a) b) Faktor-faktor non sosial, dan Faktor-faktor sosial.

Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik digolongkan menjadi dua golongan yaitu: a) Faktor-faktor fisiologis, dan

b)

Faktor-faktor psikologis.

Hal di atas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa pada garis besarnya terbagi atas dua bagian pokok yaitu; faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik biasa juga disebut faktor internal, dan faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik bisa juga disebut faktor eksternal. Salah satu faktor yang menyebabkan prestasi belajar siswa cenderung rendah ialah kurangnya kemampuan anak dalam menghubungkan konsep fisika dengan kasus di kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam soal soal fisika. Menurut Bloom kemampuan tersebut ialah kemampuan menganalisis yang termasuk dalam aspek kognitif. Saat

menganalisis, siswa menjabarkan sesuatu ke dalam unsur-unsur, bagian-bagian, atau komponen-komponen sedemikian rupa, sehingga tampak jelas susunan atau hierarki gagasan yang ada di dalamnya, atau tampak jelas hubungan antara berbagai gagasan yang dinyatakan dalam suatu komunitas ( B. Suryosubroto, 2009: 205). Upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis soal diharapkan dapat mengurangi tingkat kesulitan tersebut sehingga hasil belajar siswa meningkat.

I. Metode Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian dan rumusan masalah yang telah dipaparkan dan sesuai dengan kutipan di atas, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi eksperiment). Jika kita akan menerapkan model pembelajaran kepada sampel penelitian, maka kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada sampel penelitian. Sehingga kita hanya membutuhkan kelas eksperimen tanpa memerlukan adanya pembanding atau kelas kontrol. Dalam metode penelitian eksperimen semu ini, keberhasilan suatu model pembelajaran yang diujikan dapat dilihat berdasarkan nilai tes kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan (pretest) dan nilai tes setelah diberi perlakuan (posttest), yaitu berupa penerapan pendekatan problem posing pada pemebelajaran fisika. Instrumen yang digunakan untuk pretest dan posttest merupakan instrumen yang sama, dimaksudkan supaya tidak ada pengaruh perbedaan kualitas instrumen terhadap perubahan pengetahuan dan pemahaman yang terjadi J. Populasi dan Sampel Populasi Untuk lebih mudah memahami tentang populasi dalam penelitian ini terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian tentang populasi sebagai berikut:

Populasi adalah keseluruhan aspek tertentu dari ciri-ciri fenomena atau konsep yang menjadi pusat perhatian (Arif Tiro, 2003:3). Pendapat lain dikemukakan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:130) Berdasarkan pengertian populasi di atas maka, dapat disimpulkan bahwa populasi adalah objek penelitian yang menjadi pusat atau sasaran dalam penelitian. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Siswa Kelas XI IPA 2 SMA 1 Margahayu Bandung. Sampel Sampel adalah suatu proporsi kecil dari populasi yang seterusnya diteliti, yang dipilih, atau ditetapkan untuk keperluan analisis (Anas Sudijono, 2006:280) Sasaran dalam penelitian ini adalah satu kelas, maka sampel yang digunakan adalah sampel total (sampel jenuh), artinya jumlah seluruh populasi adalah subjek penelitian. Adapun cara pengambilan sampel mengacu pada pendapat bahwa Apabila subjeknya kurang dari seratus, lebih baik diambil keseluruhannya (Suharsimi Arikunto, 2006:134). Dengan demikian, sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Siswa Kelas XI IPA 2 SMA 1 Margahayu, Bandung.

K. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, calon penelitian menggunakan tiga metode pengumpulan data: Tes Tes digunakan sebagai metode untuk mendapatkan data tentang hasil belajar kognitif Siswa Kelas XI IPA 2 SMA 1 Margahayu, Bandung . Tes ini terbagi dua macam yaitu pre test dan post test. Adapun pre test adalah tes yang diberikan kepada siswa mengenai bahan yang diajarkan kepadanya sebelum kegiatan belajar mengajar (Suryosubroto, 1997: 161). Pre test diberikan kepada siswa bertujuan untuk mengetahui sampai dimana tingkat penguasaan materi khususnya pokok bahasan impuls dan momentum, post test adalah tes yang diberikan kepada siswa setelah proses belajar selesai (Suryasubroto, 1997:161) post test bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan pembelajaran pemberian umpan balik pada pokok bahasan impuls dan momentum.

Pedoman Observasi Pedoman observasi dalam penelitian ini merupakan jurnal harian yang meliputi enam indikator yang diamati pada saat proses belajar mengajar yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Kehadiran siswa Siswa yang memperhatikan materi yang diajarkan guru. Siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat pembahasan materi pembelajaran Siswa aktif mengerjakan soal dalam kelompok Siswa yang aktif membuat soal dalam kelompok Siswa yang aktif meresume materi dari buku yang diberikan guru.

L. Rancangan Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah one group pre test-post test. Penelitian ini terkait dengan tes di bagian awal sebelum diberi perlakuan dan bagian akhir setelah diberi perlakuan. Desain Penelitian One pre test-post test Pretest (T) T1 Treatment (X) X1 Posttest (T) T2

Keterangan: T1 : tes awal (pretest) sebelum perlakuan pembelajaran T2 : tes akhir (posttest) sesudah perlakuan pembelajaran Instrumen yang digunakan pada pretest dan posttest dalam penelitian ini merupakan instrumen untuk mengukur keterampilan proses sains yang telah diujicobakan terlebih dahulu.

M. Teknik Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri dari Perencanaan

1)

Menelaah silabus mata pelajaran fisika siswa kelas XI IPA 2 SMAN 1 Margahayu

dengan tujuan menetapkan waktu pelaksanaan pembelajaran. 2) Membuat rancangan proses pembelajaran (RPP) untuk mengefektifkan

pembelajaran dikelas. 3) 4) Mempersiapkan soal-soal untuk tes awal (pre tes) Mengidentifikasi keadaan siswa berupa kesiapan belajarnya dengan materi

prasyarat sehubungan dengan pokok bahasan. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan tindakan dilakukan selama 6 kali pertemuan. Tiap minggu 2 kali pertemuan dan tiap pertemuan waktunya 2 x 40 menit. Pertemuan pertama digunakan pre test. Pertemuan kedua sampai kelima dilaksanakan untuk proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran umpan balik. Sedangkan pertemuan keenam untuk

pelaksanaan post test. Pengamatan Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi yang memuat enam indikator yang terdapat pada pedoman observasi di atas. Refleksi Membandingkan pre test dan post test untuk menentukan sejauh mana perbedaan hasil belajar kognitif siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif. 1. Data Kuantitatif Data kuantitatif dalam penelitian diperoleh melalui kegiatan tes Keterampilan Proses Sains untuk mengetahui keterampilan Proses Sains siswa. Tes ini dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). 2. Data kualitatif Data kualitatif dalam penelitian diperoleh melalui lembar observasi yang bertujuan untuk mengukur keterlaksanaan keterampilan proses sains siswa yang dilatihkan pada saat proses pembelajaran berlangsung dan untuk mengukur keterlaksanaan model pembelajaran sains teknologi masyarakat yang dilakukan oleh guru. Pengisian lembar observasi ini dilakukan oleh observer pada saat pembelajaran berlangsung.

N. Teknik Pengolahan Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif. Data Kuantitatif Data kuantitatif dalam penelitian diperoleh melalui kegiatan tes Keterampilan Proses Sains untuk mengetahui keterampilan Proses Sains siswa. Tes ini dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Data kualitatif Data kualitatif dalam penelitian diperoleh melalui lembar observasi yang bertujuan untuk mengukur keterlaksanaan keterampilan proses sains siswa yang dilatihkan pada saat proses pembelajaran berlangsung dan untuk mengukur keterlaksanaan model pembelajaran sains teknologi masyarakat yang dilakukan oleh guru. Pengisian lembar observasi ini dilakukan oleh observer pada saat pembelajaran berlangsung.

Analisis instrumen penelitian yang diperoleh dari hasil uji coba dilakukan dengan teknikteknik berikut: a. Data Kuantitatif 1. Validitas Instrumen Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas tes ini dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product momen yang dikemukakan oleh Pearson (Pearson Product Moment), yaitu sebagai berikut:

Keterangan : rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan.

X = skor tiap butir soal. Y = skor total tiap butir soal. N = jumlah siswa. Dengan kategori validitas sebagai berikut : Tabel Interpretasi Validitas Koefisien Korelasi 0,80 < r 1,00 0,60 < r 0,80 0,40 < r 0,60 0,20 < r 0,40 0,00 < r 0,20 Kriteria validitas sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah sangat rendah

2. Reliabilitas Instrumen Realibilitas tes adalah tingkat konsistensisuatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah). Suatu tes dapat mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode belah dua (split-half method), pembelahan dapat dilakukan dengan ganjil-genap atau awal-akhir. Untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes harus digunakan rumus Spear-Brown sebagai berikut:
2r12 12 (1 r12 12 )

r11 =

(Arikunto, 2010 : 223)

Keterangan : r11 = reliabilitas instrumen

r 12 12 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes Untuk meginterpretasikan nilai reliabilitas tes yang diperoleh dari perhitungan di atas, digunakan kriteria reliabilitas tes seperti berikut: Tabel Interpretasi Reliabilitas Koefisien Korelasi 0,81 r 1,00 0,61 r 0,80 0,41 r 0,60 0,21 r 0,40 0,00 r 0,21 Kriteria reliabilitas sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah sangat rendah (Arikunto, 2005 : 75)

3. Taraf Kemudahan Butir Soal Taraf kemudahan suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang dapat menjawab soal dengan benat pada butir soal tersebut. Taraf kemudahan dihitung dengan rumus: P=

B JS

(Arikunto, 2009 : 208)

Keterangan: P = indeks kemudahan. B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes Tolak ukur yang digunakan untuk menginterpretasikan taraf kemudahan butir soal yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Interpretasi Kemudahan Butir Soal

Taraf Kemudahan Sukar Sedang Mudah

Nilai TK 0,00-0,30 0,31-0,70 0,71-1,00 (Arikunto, 2005 : 210)

Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda soal uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu :
DP B A BB JA JB

(Arikunto, 2005 : 213) Keterangan : DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu B A = Banyaknya kelompok atas yang menjawab soal dengan benar B B = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab dengan benar J A = Banyaknya peserta kelompok atas J B = Banyaknya peserta kelompok bawah Adapun tolak ukur yang digunakan untuk menginterpretasikan indeks daya pembeda yang telah diperoleh, digunakan tabel berikut: Tabel Interpretasi Tingkat Kesukaran Indeks Pembeda Negatif Sangat buruk, harus dibuang Daya Kriteria Daya Pembeda

0,00 0,20

Buruk dibuang

(poor),

sebaiknya

0,20 0,40 0,40 0,70 0,70 1,00

Cukup (satisfactory) Baik (good) Baik sekali (excellent) (Arikunto, 2005 : 218)

Pengolahan data hasil tes awal dan akhir dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik berikut: 1. Pemberian skor Semua jawaban pretest dan posttest siswa diberi skor. Sebelum memberi skor, terlebih dahulu ditentukan standar penyekorannya. 2. Menghitung gain dan gain yang dinormalisasi Gain adalah selisih antara skor pretest dengan skor posttest, secara matematis dituliskan sebagai berikut: G = Skor posttest Skor pretest Menghitung rata-rata skor gain yang dinormalisasi. Rata-rata skor gain yang dinormalisasi merupakan perbandingan antara skor gain yang diperoleh siswa dengan skor gain maksimum yang dapat diperoleh, dituliskan sebagai berikut: <g>=

Tf Ti SI Ti

Keterangan: <g> = gain dinormalisasi Tf Ti = skor posttest = skor pretest

SI

= skor ideal/ skor maksimum

3. Uji statistik (uji hipotesis dengan uji statistik parametrik dan uji statistik non parametrik) b. DataKualitatif Observasi Format observasi ini berbentuk rating Scale dan membuat kolom ya/tidak, observasi ini dilakukan untuk mengukur keterlaksanaan keterampilan proses sains siswa yang dilatihkan pada saat proses pembelajaran berlangsung dan mengukur keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat yang dilakukan oleh guru. Untuk observasi keterlaksanaan Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa yang dilatihkan dihitung dengan: Untuk observasi keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dihitung dengan: O. Agenda Penelitian

Kegiat an 1

September 2 3 4 1

Oktober 2 3 4 1

November 2 3 4 1

Desember 2 3 4 1

Januari 2 3 4

Menyusun Proposal Penelitian Seminar

Proposal Membuat surat izin

Penelitian Menghubun gi Pihak

Sekolah Menyusun instrumen penelitian Melakukan uji coba

instrumen penelitian Melaksanak an penelitian studi pendahulua n Melakukan Pre Test Proses pembelajar an Melaksanak an Test Mengolah dan menganalisi s data Post

Menyusun hasil penelitian dan kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Al-Raniri ,Suryan Nuloh. Penerapan Pendekatan Problem Posing Secara Berkelompok Pada Pembelajaran Fisika di SMA. Online. Tersedia: Repository.upi.edu/skripsiview.php. [14 Januari 2012] Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta Bumi Aksara, 1991. Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Fathulah, Amal (2011). Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning Pada Mata Pelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Aktivitas Belajar Siswa.[Online]. Tersedia : http: //repository. Upi. Edu/skripsiview.php [ 30 Desember 2011] Hasanah,Uswatun.(2009). Pembelajaran Fisika Berbasis Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar pada Siswa di Kelas XII IPA 4 SMA Pasundan 8 Bandung. Makalah Observasi Bimbingan dan Konseling, Bandung. Lutianasari, Lia. Pengaruh Model Pembelajaran PBI Terhadap Kemampuan Analisis Siswa Dalam Pokok Bahasan Gerak Melingkar Beraturan. Online. Tersedia

:Repository.upi.edu/skripsiview.php. [30 Desember 2011] Purwanto. (2010). Metodologi penenlitian kuantitatif( untuk Psikologi dan Pendidikan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudjiono, Anas.(2009). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Suharni,(2008). Efektivitas Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Berbasis Konsep Untuk Meningkatkan Kemampuan Analisis Siswa SMA :Penelitian Eksperimen Terhadap Siswa SMA Negeri 2 Bandung Tahun Ajaran 2007/2008. [Online]. http://repository .upi.edu/skripsiview.php[ 30 Desember 2011] Tersedia:

Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta :Penerbit Rineka Cipta.

Pretest (T) T1

Treatment (X) X1

Posttest (T) T2

Anda mungkin juga menyukai