Anda di halaman 1dari 18

UJIAN TENGAH SEMESTER HUKUM TATA NEGARA

Algy Nugraha 110110080321 Diberikan Kepada Dosen: Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata S.H., M.H. Rahayu Prasetianingsih S.H.

UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010

HUKUM TATA NEGARA 1. Definisi Hukum Tata Negara (HTN) menurut beberapa pakar, serta persamaan dan perbedaannya yaitu: a. Menurut Kusumadi Pudjosewojo Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal) dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik) yang menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun bawahan beserta tingkatan-tingkatannya yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat perlengkapan dari masyarakat hukum itu beserta susunan wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat perlengkapan itu. b. Menurut Vanvollen Hoven Hukum Tata Negara adalah mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan rakyatnya dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masingmasing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum disana serta menentukan susunan dan wewenangnya dari badan-badan tersebut. c. Menurut Scolthen Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada negara. d. Menurut Vanderpot Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masingmasing, Hubungan satu dengan yang lainnya dan hubungannya dengan individu-individu. e. Menurut Wade dan Philip Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi-organisasi negara, struktur organisasi, kedudukan tugas dan fungsi serta hubungan antar organ-organ tersebut. f. Menurut Logemann Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara. a. Menurut Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim Hukum Tata Negara adalah sebgai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi negara, hubungan alantar alta perlengkapan negara dalam garis vertical dan horisontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya.

Persamaan definisi dari beberapa pakar hukum Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas banyak terdapat kesamaan, yaitu hampir semua definisi membicarakan tentang organisasi Negara, alat-alat perlengkapan negara, susunan, wewenang dan hubungannya satu dengan yang lain. Apabila dilihat dari definisi Kusumadi Pudjosewojo banyak persamaannya dengan definisi yang dikemukakan oleh Van Volen Hoven. Mereka membahas masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya menentukan wilayah dan menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing serta menentukan susunan dan wewenangnya. Pada hakikatnya para pakar memiliki prisip yang sama dalam mendefinisikan Hukum Tata Negara yaitu Hukum Tata Negara merupakan hukum kenegaraan yang berada di ranah hukum publik. Sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi dalam negara, hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak azasinya. Dimana memuat norma-norma hukum yang mengatur tentang struktur organisasi negara dan mekanisme pemerintahan. Perbedaan definisi dari beberapa pakar hukum Keragaman perumusan definisi Hukum Tata Negara yang dirumuskan oleh para pakar hukum pada hakikatnya tidak membedakan secara prinsipil karena perbedaan hanya terletak pada perkembangan histori, dimana setiap negara memiliki latar belakang yang berbeda meskipun menganut sistem yang sama. Perbedaan juga dapat disebabkan oleh perbedaan pandangan para ahli hukum itu sendiri dan perbedaan sistem yang dianut oleh negara yang dijadikan objek penelitian. Artinya definisi Hukum Tata Negara dipengruhi oleh kondisi hukum di Negara masing-masing, bergantung pula pada dasar-dasar dan nilai serta aspek filosofi dalam Negara. Seperti definisi yang dikemukakan oleh Kusumadi Pudjosewojo dengan definisi yang dikemukakan oleh Van Volven Hoven perbedaannya dari segi perkembangannya. Dimana dari definisi yang dikemukakan oleh Kusumadi Pudjosewojo menambahkan definisi yang dikemukakan oleh Van Volven Hoven mengenai bentuk negara dan bentuk pemerintahan tetapi tetap

membicarakan juga tentang masyarakat hukum, alat perlengkapan negara, wewenangnya, susunan dan hubungan serta tingkatan imbangannya. Kusumadi Pudjosewojo mengembangkan definisi Van Vollen Hoven berdasarkan perbedaan unsur-unsur negara objeknya. Maka dapat disimpulkan semua definisi tersebut berdasar kepada bagaimana struktur penyusun negaranya. Perkembangannya Hukum Tata Negara yaitu merupakan hukum publik, yang memberikan landasan yuridis bagi pembentukan struktur negara dan mekanisme pemerintahan. Berkembang yang memuat norma hukum yang mengatur organisasi negara sebagai organisasi kekuasaan. Lalu mengatur hubungan antara pemegang kekuasaan dan individu sebagai warga negara. Serta memandang negara sebagai suatu organisasi yang terdiri dari berbagai lembaga yang mendukung organisasi tersebut. Semua definisi tersebut berdasar kepada bagaimana struktur penyusun Negara. 2. Ruang lingkup Hukum Tata Negara menurut Usep Ranawijaya dan JHA Logeman, persamaan dan perbedaan ruang lingkup HTN menurut pendapat dua pakar tersebut. a. Ruang lingkup Hukum Tata Negara menurut Usep Ranawijaya dan JHA Logeman. Ruang lingkup Hukum Tata Negara menurut Usep Ranawijaya adalah ketentuan hukum administrasi negara sebagai bagian dari organisasi negara bertugas melaksanakan yang ditetapkan pokok-pokoknya oleh badan ketatanegaraan yang lebih tinggi dan ketentuan hukum mengenai organisasi negara lainnya. Ruang lingkup Hukum Tata Negara menurut JHA Logeman mencakup Susunan dari jabatan, penunjukan mengenai jabatan, tugas dan kewajiban dari lembaga dan pimpinan, kebenaran dan kewenangan dari lembagalembaga negara, batas wewenang dan tugas dari jabatan beberapa daerah dan yang dikuasainya, hubungan antar lembaga dan hubungan antara jabatan dan pejabat. b. Persamaan ruang lingkup Hukum Tata Negara kedua pakar hukum tersebut adalah merupakan ketentuan hukum yang mengatur kewenangan dari lembaga-

lembaga Negara, mengatur batas wewenang yang telah ditetapkan menurut kaidah-kaidah yang telah berlaku, dimana yang menentukan pokok-pokoknya adalah badan ketatanegaraan yang lebih tinggi. c. Perbedaan ruang lingkup Hukum Tata Negara dua pakar hukum tersebut adalah menurut Usep Ranawijaya yaitu mengenai ketentuan hukum administrasi Negara sebagai bagian dari organisasi Negara sedangkan menurut JHA Logeman meliputi ajaran tentang pribadi dan tingkah laku. Perbedaannya terletak pada masalah-masalah manusia sebagai subjek hukum yang memiliki kewajiban, hak personifikasi, hak organisasi, perwakilan, pembatasan wewenang dan mengenai batas-batas, cara-cara, waktu dan lingkup wilayah subjek hukum dapat bersikap sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. 3. Sumber hukum tata Negara menurut beberapa pakar. Istilah sumber hukum mempunyai arti yang bermacam-macam, tergantung dari sudut mana melihatnya. Sumber hukum menurut Sudikno Mertokusumo yaitu terbagi atas dua hal: Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materi itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis, dll. Sumber Hukum Formal merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar negara, yuris prudensi dan kebiasaan. Sumber hukum menurut Utrecht dapat dibedakan dalam arti formal dan materiil. Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuknya. Karena bentuknya itu, hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati. Sumber hukum formal juga diartikan sebagai tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan

dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku formal. Dengan demikian, sumber hukum formal ini merupakan bentuk pernyataan bahwa sumber hukum materiil bisa berlaku jika sudah diberi bentuk atau dinyatakan berlaku oleh hukum formal. Sumber hukum formal disebut juga sebagai sumber berlakunya hukum. Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang mentukan isi hukum. Sumber hukum materiil bergantung pada sumber hukum formal, dimana sumber hukum materiil dapat ditentukan setelah ditentukan sumber hukum formalnya. Sumber hukum menurut G.W. Keeton terbagi atas : Binding Sources (formal), yang terdiri dari Custom, Legislation, dan Judicial precedents. Persuasive Sources (materiil), yang terdiri dari Principles of morality or equity, Professional opinion. Contoh sumber hukum tata Negara. Contoh sumber hukum materil tata negara adalah sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum tata negara, yaitu: Dasar dan pandangan hidup bernegara sepeti pancasila sebagai pandangan hidup Negara Indonesia Kekuatan politik yang berpengaruh pada saat merumuskan kaidah hukum tata Negara. Sepeti kekuatan dalam proses perumusan dan perancangan perundang-undangan yang tidak lepas dari pada kepentingan kelompok partai dalam merumuskan hukum. Contoh sumber hukum dalam arti formal, yaitu: Hukum perundang-undangan ketatanegaraan adalah hukum tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwewenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Seperti UU, UUD, keppres di Indonesia Hukum adat ketatanegaraan merupakan hukum asli bangsa Indonesia yang tertulis, namun tumbuh dan dipertahankan oleh masyarakat hukum adat

Hukum adat kebiasaan atau konvensi ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan Negara untuk melengkapi, menyempurnakan dan menghidupkan(mendinamisasi) kaidah-kaidah hukum perundang-undangan atau hukum adat ketatanegaraan Yurisprudensi pengadilan Trakta atau hukum perjanjian internasional ketatanegaraan adalah persetujuan yang diadakan Indonesia dengan Negara-negara lain,doktrin ketatanegaraan ajaran-ajaran tentang hukum tatanegara yang ditemukan dan dikembangkan di dalam dunia ilmu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan dan pemikiran saksama berdasarkan logika formal yang berlaku. Doktrin yaitu ajaran dari suatu rezim yang dianggap benar sehingga harus dipatuhi. Konvensi ketatanegaraan Dalam pelaksanaan perundang-undangan dasar banyak perubahan yang terjadi terhadap norma yang terkandung didalamnya tanpa melalui proses perubahan formal, melainkan hanya terjadi begitu saja melalui kebiasaan ataupun konvensi ketatanegaraan. Menurut professor Ismail Suny, perubahan yang terjadi dalam sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 yakni dengan dipraktikannya sistem pertanggungjawaban mentri sebagaimana termuat dalam maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, merupakan salah satu contoh konvensi ketatanegaraan yang telah mengubah bunyi teks UUD 1945 mengenai pertanggungjawaban pemerintah. Menurut K.C. Wheare konvensi ketatanegaraan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam hukum tata negara dan dianggap mempunyai kekuatan yang sama dengan Undang-undang, diterima dan dijalankan seperti halnya Undang-undang. Bahkan seringkali konvensi ketatanegaraan menggeser berlakunya perundang-undangan tertulis. Menurutnya konvensi merupakan bagian dari Negara konstitusi maka konvensi dianggap sangat penting. Dimana Negara-negara konstitusi berpegang pada kebiasaan yang diwarisi serta karena tidak ada hukum tertulis yang bersifat mutlak. Konvensi tidak dapat dipaksakan oleh pengadilan, dan merupakan bagian dari kaidah ketatanegaraan yang ketatanegaraan adalah kumpulan putusan-putusan

tumbuh, diikuti dan ditaati dalam praktik penyelenggaraan negara. Konvensi bukan hanya kebiasaan yang sudah sering terjadi melainkan dapat juga ketentuan baru dari penyimpangan berdasarkan norma. Pada hakikatnya hukum tertulis tidak bersifat mutlak dan memiliki hukum tambahan yang bersifat tidak tertulis, sewaktu-waktu dapat ditambah atau dikurangi dalam melakukan perbaikan. Kaidah hukum yang tidak tertulis tersebut dinamakan konvensi ketatanegaraan. Perubahan UUD merupakan proses perbaikan sistem berdasarkan ketentuan hukum tidak tertulis dan kebiasaan. Karena dalam praktik, konvensi ketatanegaraan juga dianggap sebagai salah satu cara untuk mengubah apa yang tertulis dalam teks konstitusi, sesuai dengan kebutuhan yang baik untuk memastikan bekerjanya norma konstitusi dalam praktik. Menurut K.C. Wheare banyak perubahan yang terjadi dalam rangka pelaksanaan undang-undang dasar tanpa mengubah secara mutlak hukum ketentuan yang mengatur pemerintahan, melainkan terjadi begitu saja melalui kebiasaan dan konvensi. (hal 238) Konvensi ketatanegaraan berkembang dalam sistem hukum Indonesia Konvensi ketatanegaraan berkembang dalam sistem hukum Indonesia karena Indonesia merupakan negara konstitusional. Dimana konvensi ketatanegaraan merupakan bagian dari Negara konstitusi. Konvensi dalam kosntitusi meliputi kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, adat istiadat dan praktikpraktik. Semua hal tersebut berkembang di Indonesia. Di Indonesia juga banyak sekali usages dan practices (praktik-praktik) dalam penyelenggaraan negara yang tidak didasarkan atas peraturan tertulis. Melainkan hanya didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan yang diwarisi dari masa lalu. Kebiasaan ketatanegaraan seperti presiden menerima tamu umum pada hari raya idul fitri, renungan pada tanggal 17 Agustus,dll merupakan praktik dalam kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan berulang kali yang diterima dan ditaati dalam kegiatan penyelenggaraan Negara meskipun tidak ada ketentuan tertulis. Contohnya pidato kenegaraan presiden pada setiap tanggal 16 Agustus didepan rapat paripurna DPR-RI dapat juga dikatakan konvensi ketatanegaraan karena itu merupakan kebiasaan atau hal yang sering terjadi tiap tahunnya meskipun berganti presiden. 4. Pengertian sistem pemerintahan menurut Sri Soemantri dan dua pakar lain.

Sistem pemerintahan pada hakikatnya membahas pola hubungan antara kekuasaan eksekutif dengan legislative. Pengertian sistem pemerintahan menurut Sri Soemantri Menurut Sri Soemantri, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Apabila meneliti UUD 1945, kita akan menemukan unsur-unsur negara hukum tersebut di dalamnya. pertama, prinsip kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2). Kedua, pemerintahan berdasarkan konstitusi (penjelasan UUD 1945). Ketiga, jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (pasal 27, 28, 29, 31). Keempat, pembagian kekuasaan (pasal 2, 4, 16, 19). Kelima, pengawasan peradilan (pasal 24). Keenam, partisipasi warga negara (pasal 28). Dan ketujuh, sistem perekonomian terhadap hak asasi manusia. (pasal Sementara negara merupakan 33). organisasi Esensi dari negara hukum yang berkonstitusi adalah perlindungan kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat. Agar kekuasaan ini tidak liar, maka perlu dikendalikan dengan cara disusun, dibagi, dibatasi, serta diawasi baik oleh lembaga manusia. Pengertian sistem pemerintahan menurut Montesquire Pengertian sistem pemerintahan yaitu suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan, Kekuasaan Legislatif yang berarti kekuasaan membentuk undang-undang, dan Kekuasaan Yudiskatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Pengertian sistem pemerintahan menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan. Pengertian sistem pemerintahan menurut CF. Strong pengawasan yang mandiri dan merdeka maupun oleh warga masyarakat. Sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi

Pengertian

system

pemerintahan

adalah

tata

aturan

unsur-unsur

pemerintah yang berjalan beriringan untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dimana pemerintah adalah organisasi mengatur, menyelenggarakan dan melaksanakan kekuasaan negara. Perbedaan system pemerintahan presidensil dan parlementer beserta cirricirinya menurut pendapat pakar: System pemerintahan parlementer Dalam sistem pemerintahan parlementer ini ada pengawasan terhadap eksekutif oleh legislatif, jadi kekuasaan parlemen yang besar dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan pada rakyat. Menurut Alan R. Ball sistem pemerintahan parlementer merupakan the parliamentary types of government dengan ciri-ciri sebagai berikut: Kepala negara hanya mempunyai kekuasaan nominal. Hal ini berarti bahwa kepala negara hanya merupakan lambang / simbol yang hanyanmempunyai tugas-tugas yang bersifat formal, sehingga pengaruh politiknya terhadap kehidupan negara sangatlah kecil Pemegang kekuasaan eksekutif yang sebenarnya/ nyata adalah perdana menteri bersama-sama kabinetnya yang dibentuk melalui lembaga legislatif/parlemen, kekuasaan eksekutif dengan riil demikian kabinet sebagai jawab pemegang badan harus bertanggung kepada

legislatif/parlemen dan harus meletakkan jabatannya bila parlemen tidak mendukungnya Badan legislatif dipilih untuk bermacam-macam periode yang saat pemilihannya ditetapkan oleh kepala negara atas saran dari perdana menteri. Berbeda dengan pendapat menurut C.F. Strong yang menamakan system pemerintahan parlementer itu dengan istilah the parliamentary executive yang ciri-cirinya sebagai berikut: Anggota kabinet adalah anggota parlemen; ciri ini berlaku antara lain di Inggris dan Malaysia, sedang di negara-negara lain ciri ini sudah mengalami modifikasi Anggota harus mempunyai pandangan politik yang sama dengan parlemen; ciri ini antara lain berlaku di Inggris, sedang negara-negara

yang yang tidak menganut sistem dua partai, hal itu sering dilakukan melalui kompromi di antara partai-partai yang mendukung cabinet Adanya politik berencana untuk dapat mewujudkan programnya; Ciri ini tampak universal Perdana menteri dan kabinetnya harus bertanggung jawab kepada badan legislatif/parlemen Para menteri mempunyai kedudukan di bawah perdana menteri; Hal ini tidak terlepas dari sistem kepartaian di Inggris dimana ketua partai politik yang telah memenangkan pemilihan umum akan ditunjuk menjadi perdana menteri yang mempunyai tanggung jawab lebih besar daripada anggota kabinet yang lainnya. Dari apa yang telah dikemukakakan baik oleh Alan R. Ball maupun oleh C.F. Strong di atas tentang ciri-ciri sistem parlementer belum terlihat adanya satu ciri yang sangat penting yaitu adanya kewenangan bagi kepala negara untuk membubarkan parlemen. Dikatakan ciri ini penting justru karena ia dapat dijadikan Menurut sarana pendapat untuk dari menekan Mr. sekecil mungkin kelemahan ciri-ciri sistem sistem pemerintahan parlementer yaitu ketidakstabilan pemerintahan. Achmad Sanusi tentang pemerintahan parlementer yaitu: Kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen Susunan personalia dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak di parlemen Masa jabatan kabinet tidak ditentukan dengan tetap atau pasti berapa lamanya Kabinet dapat dijatuhkan pada setiap waktu oleh parlemen, sebaliknya parlemen dapat dijatuhkan oleh pemerintah. Sedangkan menurut SL Witman dan JJ.Wuest mengemukakan empat ciri dan syarat system pemerintahan parlementer, yaitu: it is based upon the diffusion of powers principle there is mutual responsibility between the executive and the legislature, hence the executive may dissolve the legislature or the must resign together with the rest of the cabinet when his policies are nt longer

accepted by the majority of the membership in the legislature there is mutual responsibility between the executive and the cabinet the executive (prime minister, premier or chancellor) is chosen by the titular head of state (Monarch or President, according to the support of the majority in the legislature. System pemerintahan presidensil Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah. Ada tiga istilah yang digunakan untuk menyebut sistem pemerintah presidensiil yaitu : 1) Presidential type of government (pemerintahan dengan tipe presidensiil) 2) Non parliamentary (non parlementer) atau fixed executive (jabatan eksekutif yang pasti) 3) Separation of power (sistem pemisahan kekuasaan). Adapun ciri-ciri dari sistem pemerintah presidensiil yaitu: The president is both nominal and political head of state (presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan) The president is elected not by legilative, but directly by the total electorate (the electoral collage in the united states i a for mality, and is likely to disappear in the near future) (Presiden tidak dipilih oleh badan perwakilan tetapi oleh dewan pemilih dan belakangan peranan dewan pemilih tidak tampak lagi) The president is not part of the legislative (Presiden bukan merupakan bagian dari lembaga legislatif) The president cannot removed from office by the legislative except through rare legal impeachments (Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh badan legilatif, kecuali melalui dakwaan yang biasanya jarang terjadi) The president cannot dissolve the legislative and call a general election (Presiden tidak dapat membubarkan badan legislatif untuk kemudian memerintahkan pemilihan umum) Usually the president and the legislative are elected for fixed terms (Biasanya, presiden dan lembaga legislatif dipilih untuk suatu jangka waktu jabatan yang pasti). Semua itu dapat disimpulkan dari pengertian ketiga pakar sebagai berikut: Menurut Alan R. Ball menamakan sistem pemerintahan presidensiil sebagai the presidential type of government. Sedangkan C.F. Strong member nama the non parliamentary atau the fixed

executive. Sementara itu R. Kranenburg dalam bukunya Political Theory menggunakan istilah pemerintahan perwakilan rakyat dengan pemisahan kekuasaan. Sementara itu menurut S.L. Witman dan J.J. Wuest mengemukakan empat ciri dan syarat system pemerintahan presidensiil, yaitu: it is based upon the separation of power principle the executive has no power to dissolvethe legislature nor must he resign when he loses the support of the majority of its membership there is no mutual responsibility between the president and his cabinet, the latter is wholly responsible to the chief executive the executive is chosen by the electorate Pada dasarnya perbedaan system pemerintahan parlementer dan system presidensiil adalah sistem pemerintahan parlementer dimana pemerintah (eksekutif) bertanggungjawab kepada parlemen (legislatif), sedangkan system pemerintahan presidensiil adalah sistem pemerintahan dimana Kepala pemerintahan dipegang oleh Presiden, dan pemerintah tidak bertanggungawab kepada Parlemen. System pemerintahan Indonesia pasca perubahan UUD 1945 Sistem pemerintahan yang dianut Indonesia berdasarkan UUD 1945 pasca perubahan adalah sistem pemerintahan Indonesia memenuhi prinsipprinsip dasar sistem presidensial. Sistem presidensial Indonesia dapat dilihat dari aspek pemisahan kekuasaan, kekuasaan presiden, cara pemilihan presiden dan atau wakil presiden, masa jabatan presiden dan wakil presiden, pemberhentian presiden dan atau wakil presiden, pertanggungjawaban presiden, serta kedudukan menteri-menteri negara. Perubahan yang mendasar dan menegaskan sistem presidensial dalam UUD 1945 pascaperubahan adalah rekonstruksi konsep kedaulatan dan kelembagaan MPR yang mengakibatkan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Konsekuensinya, presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR dan tidak lagi dipilih MPR. Presiden dipilih langsung oleh rakyat, sehingga presiden juga bertanggung jawab secara langsung kepada rakyat. Pertanggungjawaban tersebut adalah melalui mekanisme pemilihan umum pada periode berikutnya. Karena sudah tidak dipilih lagi oleh MPR dan kedudukannya sederajat, presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR. Selain itu, presiden juga berkedudukan sederajat dengan DPR. Perimbangan kedudukan tersebut diwujudkan dalam ketentuan bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD Pasal 4 ayat (1), sedangkan DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang Pasal 20 ayat (1). Dengan demikian kedudukan presiden tidak bergantung pada parlemen seperti dalam sistem

parlementer. DPR ataupun MPR tidak dapat dengan mudah memberhentikan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya, kecuali karena melakukan pelanggaran hukum tertentu yang harus diputuskan terlebih dahulu melalui mekanisme hukum dalam forum pengadilan Mahkamah Konstitusi. Sistem Pemerintahan setelah amandemen meliputi: MPR bukan lembaga tertinggi lagi Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat Presiden tidak dapat membubarkan DPR Kekuasaan Legislatif lebih dominan. 5. Dalam siklus kekuasaan menurut Aristoteles, Monarc, aristocracy dan polity merupakan good forms of government serta Tyranny, oligarchy dan democracy merupakan bad forms of government. Dalam siklus kekuasaan menurut Aristoteles. Berdasarkan kreteria kuantitas (jumlah orang yang memgang kekuasaan) dan kualitas (ditujukan untuk siapakah pelaksanaan pemerintahan itu), Aristoteles membagi bentuk pemerintahan menjadi : Monarkhi adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang ditujukan untuk kepentingan umum. Bentuk monarkhi dapat merosot menjadi Tyrani Tyrani adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang kekuasaannya ditujukan untuk kepentingan sendiri Aristokrasi adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah/beberapa orang terbaik (misalnya kaum cerdik pandai atau bangsawan), yang kekuasaannya ditujukan untuk kepentingan umum. Bentuk aristokrasi dapat merosot menjadi oligarkhi dan bentuk oligarkhi dapat melahirkan Plutokrani atau Plutokrasi Oligarkhi adalah pemerintahan yang dipegang oleh beberapa orang, yang kekuasaannya untuk kepentingan kelompok mereka sendiri Plutokrani adalah pemerintahan yang dijalankan oleh orangorang kaya untuk kepentingan mereka sendiri Polity adalah pemerintahan yang dipegang banyak orang, yang pelaksanaan pemerintahannya ditujukan untuk kepentingan umum.

Demokrasi

adalah

pemerintahan

yang

kekuasaan

tertinggi

negara

dipegang oleh rakyat. Menurut Aritoteles, Tiga bentuk pemerintahan yang baik itu adalah, Monarki, Aristokrasi dan Polity. Di samping itu pula ada tiga bentuk pemerintahan yang buruk yang merupakan kemerosotan dari bentuk-bentuk pemerintahan yang baik yaitu Tirani sebagai bentuk kemerosotan dari Monarki, Oligarki sebagai bentuk kemerosotan dari Aristokrasi dan Demokrasi sebagai bentuk merosot dari Polity. Kesimpulan tersebut berasal dari penyelidikan empiris konstitusi-konstitusi polis (negara kota di Yunani Kuno) yang pernah ada dan yang masih ada di Yunani Kuno, Aristoteles kemudian mengadakan klasifikasi bentuk-bentuk pemerintahan atas dasar dua criteria secara kuantitatif, yaitu berdasarkan jumlah orang-orang yang memegang kekuasaan dalam suatu negara dan secara kualitatif yaitu berdasarkan pelaksanaan kesejahteraan umum untuk penguasa-penguasa negara itu.

Demokrasi merupakan Bad forms, tapi demokrasi dianggap sistem yang baik bagi Negara-negara modern Pendapat aristoteles bertentengan dengan pendapat Plato, dimana Plato berpendapat bahwa bentuk demokrasi merupakan bentuk ideal (terbaik) yang dapat merosot menjadi mobokrasi (Okhlokrasi). Di jaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. seperti diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950, dari 83 UUD Negaranegara yang diperbandingkannya, terdapat 74 negara yang konstitusinya secara resmi menganut prinsip kedaulatan rakyat(90%). Hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman dimana konsep-konsep agamawi yang tadinya dipakai sebagai dasar bergeser menjadi konsep-konsep duniawi. Muncullah pendapat bila kekuasaan yang besar tidak diberikan kepada negara maka masyarakat akan kacau. Mereka mengakui bahwa kekuasaan negara memang berasal dari rakyat, tetapi kekuasaan itu diberikan justru untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Dari sinilah system demokrasi dianggap system yang baik bagi Negara-negara modern karena rakyatnya semakin berkembang sesuai berkembangan pengetahuan dan perkembangan jaman. Demokrasi di Indonesia Demokrasi di Indonesia masih banyak mengalami perubahan seiring dengan adanya transisi menuju system pemerintahan yang baru. Sejarah

demokrasi di Indonesia dalam 4 periode yaitu: Periode 1945-1959 Berlaku demokrasi perlementer. Sistem parlementer berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamasikan dan diperkuat dalam UUD 1945. Demokrasi ini kurang cocok dengan Indonesia yang merupakan sistem demokrasi model barat, memberi peluang yang sangat besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik. Periode 1959-1965 Berlaku demokrasi terpimpin. Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh politik presiden,terbatasnya peranan partai politik dan berkembangnya pengaruh komunis serta peranan ABRI dalam panggung politik nasional. Periode 1965-1998 Merupakan masa pemerintahan presiden Soeharto dengan Orde Barunya. Hal yang sangat disayangkan adalah para penguasa Orde Baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip demokrasi. Periode Pasca Orde Baru (Reformasi) Berlaku demokrasi Pancasila yang ditandai oleh niat dan semangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, serta untuk menghindarkan berbagai instabilitas di bidang politik dan ekonomi. Adanya perubahan demokrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperbaiki system demokrasi yang tidak sesuai. Demokrasi di Indonesia saat ini adalah demokrasi pancasila, sudah berjalan sebagaimana mestinya, ditandai dengan pemilihan umum bagi semua rakyat untuk memilih ketua ataupun presiden sesuai keinginannya. Namun masih banyak fenomena di Indonesia yaitu DPR diberi fungsi kontrol, namun mekanisme recall (penggantian antar waktu) masih dipertahankan. Pimpinan DPR tidak lagi diberi jabatan menteri, namun merupakan tokoh-tokoh partai tertentu yang menjadi kendaraan politik bagi presiden, khususnya dalam setiap pelaksanaan pemilu. Ketetapan MPRS No.III/1963 dibatalkan, namun tidak ada kejelasan/ketegasan terhadap pasal 6 UUD 1945 tentang istilah Dan Sesudahnya Dapat Dipilih Kembali. Penghargaan terhadap HAM dan kebebasan berpendapat ditingkatkan,

namun masih banyak warga yang tidak mendapatkan atau tidak menggunakan haknya. Faktor stabilitas dan keamanan diprioritaskan, namun mengurangi ruang gerak masyarakat sipil yang tergusur oleh peran sosial politik ABRI. Prinsip trias politika ditegakkan, namun presiden mempunyai determinasi yang amat kuat dalam/pengangkatan jabatan politis, dan masih banyak PR tentang masalah perekonomian Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA http://koesjreng.blogspot.com/2009/04/bentuk-pemerintahan.html http://witantra.wordpress.com/2008/05/30/sistem-pemerintahan/ http://www.asiamaya.com/konsultasi_hukum/ist_hukum/sumber_tatahukum.htm diakses pada selasa 9 november 2010 http://dewaputu.co.cc/ diakses pada selasa 9 november 2010 http://patawari.wordpress.com/2009/05/28/bahan-hukum-tata-negara/ http://daveboys.blogspot.com/2010/03/sumber-hukum-tata-negara-htn.html http://tomyrambozha.blogspot.com/2010/05/sumber-hukum-tata-negara.html http://www.google.com www.mahfudmd.com http://fkmh-ubk-sppi.blogspot.com/2010/04/hukum-tata zx=4e64174f6d94f9bc http://www.bloggaul.com/meitanisyah/readblog/99689/sistem-presidensial-pascaperubahan-uud-1945 http://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/03/11/paradigma-baru-politik-pasca-perubahan-uud-1945/ http://pustaka.ut.ac.id/website/index http://www.bphn.go.id/index http://anisyubidubss.blogspot.com/2010/11/pancasila-dalam-konteksketatanegaraan.html http://www.bintorolawfirm.com/the-news/103-konstitusi-dan-hukum-tatanegara.html http://miftakhulhuda.wordpress.com/2010/01/28/konvensi-ketatanegaraan/ negara.html?

http://ulum.blog.com/index.php/opini/kewenangan-mk-dalam-memutusphpud.html R. Herlambang Perdana Wiratraman. 2008. UUD sebagai Sumber Utama hukum Tata Negara. Surabaya. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid 1. Jakarta. Secretariat Jendral dan kemaniteraan MK. RI. Prof. Miriam Budiardjo. 1977. Dasar-dasar ilmu politik. Jakarta. PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai