Anda di halaman 1dari 12

PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG Karya Tulis Ilmiah, Juni

2012 Asih Wijayanti* Fery Agusman** Ristiana Triwik MD ABSTRAK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PADA IBU BERSALIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN MEDIS OPERASI WANITA DI RSUP DR KARIADI TAHUN 2012 Xi + 70 halaman +12 tabel + 5 lamp Langkah kebijakan pembangunan keluarga berencana diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meningkatkan keluarga kecil berkualitas, dengan mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB, terutama bagi keluarga miskin dan rentan serta daerah terpencil, meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi, bagi pasangan usia subur tentang kesehatan reproduksi, melindungi peserta KB dan dampak negatif pengguna alat kontrasepsi. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui faktor-faktor pada ibu bersalin yang berhubungan dengan pemilihan Medis Operasi Wanita di RSUP Dr Kariadi Tahun 2012 Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif korelasi yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan atau objektif dan mencari hubungan antara dua variable. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah ibu bersalin di Ruang Kebidanan RSUP Dr Kariadi Semarang sejumlah 180 orang yang diambil dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari hasil olah data didapatkan ada hubungan antara usia dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 24,754 dan X2 tabel 5,591, ada hubungan antara paritas dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 46,250 dan X2 tabel 5,591. Tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 0,010 dan X2 tabel 3,481, dan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 10,464 dan X2 tabel 5,591.

Kata Kunci : ibu bersalin dan pemilihan medis operasi wanita Daftar pustaka : 25 (2001 2011). * : Mahasiswa Prodi D-IV Kebidanan STIKES Karya Husada Semarang ** : Dosen Prodi D-IV Kebidanan STIKES Karya Husada Semarang LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara berkembang dengan jumlah penduduk kira-kira lebih dari 200 juta, termasuk dalam Negara-negara yang paling banyak jumlah penduduknya. Penduduknya mendiami daerah-daerah di berbagai pulau yang tersebar tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk yang besar ini menimbulkan berbagai masalah seperti kekurangan pangan dan gizi sehingga mengakibatkan kesehatan yang buruk, pendidikan yang rendah, kurangnya lapangan pekerjaan, tingkat kematian dan kelahiran tinggi, khususnya di Negara berkembang (Wiknjosastro, 2003). Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang diakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Apabila hal ini di biarkan, maka pendidikan generasi mendatang akan terpuruk sehingga menghasilkan banyak pengangguran dan mutu tenaga kerja Indonesia dengan produktivitas yang tidak baik.

Badan pusat stastistik mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia selama periode 2000-2010 lebih tinggi dibanding periode 1990-2000. Laju pertumbuahn penduduk 2000-2010 mencapai 1,49% atau lebih tinggi dibanding periode 1990-2000 yang hanya mencapai 1,45 %. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang berdasarkan hasil sementara Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, lebih tinggi dari hasil proyeksi sebanyak 234 juta jiwa dan merupakan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Jumlah yang besar ini kualitasnya relatif masih rendah. Dari segi kualitas, penduduk Indonesia menempati urutan ke-108 dari 188 negara di dunia. Kualitas penduduk Indonesia yang masih rendah ini terjadi hampir di seluruh wilayah baik di daerah padat maupun di daerah jarang penduduk (Depkes, 2010). Pemerintah sudah berupaya mengatasi laju pertumbuhan penduduk yang cepat ini dengan mencanangkan program KB yang dimulai sejak tahun 1970. Meski program ini cenderung bersifat persuasif ketimbang dipaksakan. Program ini dinilai berhasil menekan tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia. Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga Berkualitas tahun 2015", Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Wiknjosastro, 2003). Langkah kebijakan pembangunan keluarga berencana diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meningkatkan keluarga kecil berkualitas, dengan mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB, terutama bagi keluarga miskin dan rentan serta daerah terpencil, meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi, bagi pasangan usia subur tentang kesehatan reproduksi, melindungi peserta KB dan dampak negatif pengguna alat kontrasepsi. Pemerintahan kabupaten/kota belum sepenuhnya menaruh perhatian besar terhadap pembangunsn berwawasan kependudukan termasuk program KB (BKKBN, 2010). Apabila kondisi ini terus berlangsung dikhawatirkan

selain sasaran program tidak tercapai juga berbagai upaya mengatasi permasalahan yang masih dihadapi menjadi terhambat. Dampaknya adalah semakin sulit bagi pemkab/pemkot untuk mengelola daerahnya masing-masing (BKKBN, 2010). Salah satu permasalahan yang dihadapi pembangunan bidang kependudukan dan keluarga berencana antara lain adalah masih rendahnya pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP) seperti IUD, Implant, dan MOW/MOP. Hal ini didukung dengan data BKKBN tahun 2010 tercatat di Indonesia terdapat 5.155.761 jiwa peserta KB aktif dengan rincian peserta akseptor suntik sebanyak 56,78%, akseptor pil sebanyak 17,65%, akseptor AKDR sebanyak 10,21%, akseptor implant sebanyak 9,31% dan akseptor MOW sebanyak 6,05%. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang lebih ditekankan karena MKJP dianggap lebih efektif dan lebih mantap dibandingkan dengan alat kontrasepsi pil, kondom maupun suntikan (BKKBN, 2010). Di propinsi Jawa Tengah pada tahun 2010, cakupan peserta KB aktif 79,18%. Peserta mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 sebesar 78,37 % (BKKBN Prov Jateng, 2011). Angka ini masih di bawah target tahun 2010 sebesar 80% (Dinkes Prov Jateng, 2010). Walaupun target pencapaian peserta KB aktif belum terealisasi, namun sasaran peserta KB baru MKJP Jawa Tengah tahun 2010 sudah dapat terealisasi yaitu sebesar 110%. Medis Operatif Wanita sebagai salah satu Metode Kontrasepsi Jangka Panjang merupakan salah satu metode KB yang paling efektif, ekonomis, bersifat permanen, dan relatif aman serta tidak memerlukan keterlibatan nyata yang terus menerus dari pihak pemakai (Pendit, 2007). Keuntungan yang terdapat dalam Medis Operasi Wanita (MOW) belum bisa membuat akseptor KB memilih metode ini. Hal ini dapat dilihat data dari Dinkes Kota Semarang, Jumlah peserta KB baru MOW/MOP kota Semarang bulan Januari-Agustus tahun 2010 sebesar 5,3875%. Angka tersebut mengalami penurunan 2 tahun belakangan ini yaitu dari Jumlah peserta KB MOW/ MOP tahun 2009 sebesar 5,42% dan tahun 2008 sebesar 5,63%. RSUP DR Kariadi Semarang juga berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program keluarga berencana melalui PKBRS dangan Pelayanan KB Paripurna. Pelayanan KIE dan Konseling KB di rumah sakit salah satunya diarahkan pada terciptanya penanganan

KB Mantap (MOW/MOP) dan penanganan KB pasca persalinan dan pasca keguguran. Tahun 2010 RSUP DR. Kariadi memiliki prosentase pencapaian peserta KB baru pasca persalinan menurut jenis kontrasepsinya yaitu, Suntik 28,24%, kondom 33.86%. Pil 7,54%, Implant 0,34%, IUD 14,77%, dan MOW 13,36% (Data Poli KBRSDK, 2011). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa peserta KB baru MOW berada di urutan ketiga dari bawah dan masih lebih rendah dibandingkan yang menggunakan kontrasepsi suntik, kondom, dan IUD. Peserta KB baru MOW pada tahun 2010 tersebut hanya tercapai 50,22% dari seluruh ibu bersalin yang memenuhi syarat (dengan indikasi paritas lebih dari 2 dan usia lebih dari 26 tahun) untuk dilakukan MOW. Peserta KB baru MOW di RSUP Dr Kariadi dari tahun 2006-2010 terdapat perubahan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 peserta KB baru MOW sebesar 10,97%. Pada tahun 2007 rnengalami penurunan menjadi 4,5%. Kemudiaan, pada tahun 2008 rnengalami peningkatan sebesar 16,15%. Namun, pada tahun 2009 peserta KB baru MOW menjadi sebesar 13,38% rnengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan tahun 2010 menurun kembali menjadi 13,36%. Banyak hal yang mempengaruhi akseptor dalam memilih alat kontrasepsi antara lain adalah faktor pribadi, faktor kesehatan umum, faktor ekonomi dan aksesibilitas, serta faktor budaya (Pendit, 2007). Disamping itu efek samping yang merugikan dari suatu alat kontrasepsi juga berpengaruh dalam menyebabkan bertambah atau berkurangnya akseptor suatu alat kontrsepsi. Alasan sebagian besar akseptor memilih MOW adalah karena sudah tidak ingin memiliki anak lagi. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang. dilakukan Pramundari dengan judul Studi Deskriptif Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Penggunaan Kontrasepsi MOW di Wilayah Puskesmas Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Tahun 2003-2004, hasilnya akseptor yang paling banyak menggunakan kontrasepsi MOW adalah akseptor dengan umur lebih dari 30 tahun, akseptor dengan paritas lebih dari 2, akseptor dengan tingkat pendidikan menengah ke atas, akseptor dengan tingkat pendapatan cukup dan akseptor yang mendapat dukungan oleh suami. Berdasarkan data-data tersebut di atas, peneliti melakukan studi pendahuluan di Ruang Kebidanan RSUP Dr. Kariadi Semarang

pada tanggal 4 Maret 2011, dari 10 pasien pasca persalinan dengan klasifikasi paritas primipara ada 5 pasien, multipara ada 4 pasien, dan 1 pasien grandemultipara. Alat kontrasepsi yang dipilih pasien yaitu kondom sebanyak 4 pasien. Suntik dipilih 2 pasien, IUD dipilih 2 pasien dan 2 pasien sisanya memilih MOW. Dari 2 pasien yang memilih MOW tersebut dapat diketahui bahwa mereka berusia 30 tahun dan 42 tahun, masing-masing pendidikan terakhirnya adalah SD dan SMU, serta keduanya beragama Islam. Pasien yang memilih MOW tersebut mengatakan bahwa memutuskan menggunakan MOW karena sudah disetujui suami, pendapatan keluarga di atas 1 juta serta tidak ingin memiliki anak lagi karena masing-masing pasien sudah memiliki 3 anak dan 5 anak. Dari uraian di atas perlu dilakukan pengkajian kembali pada faktor usia, paritas pendapatan dan tingkat pendidikan dalam memilih Medis Operasi Wanita sehingga Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Analisis Faktor-Faktor pada Ibu Bersalin yang Berhubungan dengan Pemilihan Medis Operasi Wanita di RSUP Dr Kariadi Tahun 2012". METODE PENELITIAN Metode Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif korelasi dengan pendekatan waktu cross sectional. Sampel terdiri dari 180 orang. Data penelitian ini diperoleh dari hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner yang telah di isi oleh responden. Dianalisis dengan uji statistic non parametric dengan chi square. HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini untuk mengetahui tentang analisis faktor-faktor pada ibu bersalin yang berhubungan dengan pemilihan medis operasi wanita di RSUP Dokter Kariadi Semarang Tahun 2011, dengan jumlah sampel sebesar 180 responden. Hasil penelitian disajikan dalam tiga bagian yaitu analisa univariat, bivariat dan multtivariat. Untuk analisa univariat yang mencakup variabel usia, paritas, pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan, sedangkan analisa bivariat mencakup variabel usia, paritas, pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW dan analisa multivariat menggunakan faktor-faktor usia, paritas, pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan yang paling berhubungan terhadap pemilihan MOW.

1. Analisa Univariat a. Jumlah Responden Berdasarkan Pemilihan MOW Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang
No. Pemilihan MOW 1. Ya 2. Tidak Jumlah Frekuensi 43 137 180 Prosentase 23,9% 76,1% 100%

d. Jumlah Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga di RSUP Dokter Kariadi Semarang No. Pendapatan Frekuensi 1. Di atas UMR 93 2. Di bawah UMR 87 Jumlah 180 Prosentase 51,7% 48,3% 100%

Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak memilih MOW yaitu 137 responden (76, t %), sedangkan yang memilih MOW hanya 43 responden (23,9%) b. Jumlah Responden Berdasarkan Usia Ibu Bersalin Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Ibu bersalin di RSUP Dokter Kariadi semarang
No. Usia Ibu Bersalin 1. Usia muda 2. Reproduksi sehat 3. Usia tua Jumlah Frekuensi 7 101 72 180 Prosentase 3,9% 56,1% 40,0% 100%

Dari tabel 4.4, menunjukkan bahwa responden yang terbanyak adalah responden dengan pendapatan keluarga di atas UMR yaitu 93 responden (51,7%), kemudian responden dengan pendapatan keluarga di bawah UMR sebanyak 87 responden (48,3%). e. Jumlah Responden Berdasarkan tingkat Pendidikan . Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUP Dokler Kariadi Semaraog
No. Pendidikan 1. Dasar 2. Menengah 3. Lanjutan Jumlah Frekuensi 86 75 19 180 Prosentase 47,8% 41,6% 10,6% 100%

Dari tabel 4,2 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah dalam usia reproduksi sehat sebaayak 101 responden (56,1%), sedangkan yang berusia tua sebanyak 72 responden (40,0%) dan paling sedikit adalah usia muda yaitu 7 responden (3,9%). c. Jumlah Responden Berdasarkan Paritas Ibu bersalin Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Paritas Ibu Bersalin di RSUP Dokter Kariadi Semarang
No. Paritas Ibu Bersalin 1. Primipara 2. Multipara 3. grandemultipara Jumlah F 68 105 7 180 % 37,8% 58,3% 3,9% 100%

2.

Dari tabel 43 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah responden dengan multipara yaitu 105 responden (58,3%), kemudian primipara yaitu 68 responden (37,8%), dan yang paling sedikit adalah grandemultipara sebanyak 7 responden (3,9%).

Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah tingkat pendidikan dasar yaitu SD dan SMP sebanyak 86 responden (47,8%), sedangkan untuk tingkat pendidikan menengah sebanyak 75 responden (41,7%) dan paling sedikit adalah tingkat pendidikan lanjutan yaitu 9 responden (10,6%). Analisa Bivariat a. Hubungan Usia Ibu Bersalin dengan Pemilihan MOW Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa ibu yang memilih MOW paling banyak berusia tua yaitu sebanyak 31 responden (17,2%), kemudian yang berada dalam reproduksi sehat sebanyak 12 responden (6,7%), dan berusia muda tidak ada yang memilih MOW. Ibu bersalin yang tidak memilih MOW paling banyak pada usia reproduksi sehat yaitu, antara 20-30 tahun sebanyak 89 responden (49,4%), kemudian berusia tua 44 responden (22,2%), dan paling sedikit berusia muda yaitu 7 responden (3,9%).

Tabel 4.6 Tabel Silang Usia Ibu Bersalin dengan Pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang
N o Usia Ibu Bersalin Ya f 1. 2. 3. Usia muda Reproduksi Sehat Usia tua Jumlah 0 12 31 43 Pemilihan MOW Tidak Jumlah % f % f % 0,0 7 3,9 7 3,9 6,7 89 49,4 101 56,1 17,2 41 22,8 72 40,0 23,9 137 76,1 180 100

ditolak dan Ha diterima, yang artinya ada hubungan antara Paritas ibu bersalin dengan, Pemilihan MOW. c. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Pemilihan MOW Tabel 4.8 Tabel Silang Pendapatan Keluarga dengan Pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang
N o. 1. 2. Pendapatan Keluarga Di atas UMR Multipara Jumlah Ya f 23 20 43 Pemilihan MOW Tidak Jumlah % f % f % 12,8 70 38,9 93 51,7 11,1 67 37,2 87 48,3 23,9 137 76,1 180 100

Untuk mengetahui hubungan antara usia ibu bersalin dengan pemilihan MOW di RSUP Dokter, Kariadi Semarang dibuat tabel kontingensi 3x2, dengan derajat kebebasan 2 serta level signifikan 5%. Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 17.0, maka didapatkan harga x2 hitung 24,754 > x2 tabel 5,591, dengan p value 0,000 < 0,05. Maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya ada hubungan antara usia ibu bersalin dengan pemilihan MOW. b. Hubungan Paritas dengan Pemilihan MOW Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa Paritas Ibu yang memilih MOW paling banyak yaitu multipara 35 responden (19,4%), grandemultipara 7 responden (3,9%) dan paling sedikit pada primipara yaitu 1 responden (0,6%). Paritas Ibu yang tidak memilih MOW paling banyak pada multipara yaitu 70 responden (38,9%), primipara 67 responden (37,2%) dan tidak ada responden yang tidak: memilih MOW pada grandemultipara. Tabel 4.7 Tabel Silang Paritas dengan Pemiiihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang
N o 1. 2. 3. Paritas Primipara Multipara Grandemultipara Jumlah Ya f % 1 0,6 35 19,4 7 3,9 43 23,9 Pemilihan MOW Tidak f % 67 37,2 70 38,9 0 0,0 137 76,1 Jumlah f % 68 37,8 105 58,3 7 3,9 180 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa bahwa pendapatan keluarga, ibu yang memilih MOW paling banyak di atas UMR yaitu 23 responden (1,8%), dan di bawah UMR sebanyak 20 responden (11.1%). Pendapatan keluarga Ibu yang tidak memilih MOW paling banyak di atas UMR yaitu 70 responden (38,9%) dan di bawah UMR sebanyak 67 responden(37,2%). Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang dibuat tabel kontingensi 2x2, dengan derajat kebebasan 1 serta level signifikan 5%. Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 17.0, maka didapatkan harga x2 hitung 0,010 < x2 tabel 3,481, dengan p value 0,921 > 0,05. Maka dapat disimpulkan Ho diterima dan Ha ditolak, yang artinya tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW. d. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemilihan MOW Tabel 4.9 Tabel Silang tingkat Pendidikan dengan Pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang
Pemilihan MOW No. 1. 2. 3. Tingkat Pendidikan Dasar Menengah Lanjutan Jumlah f 29 9 5 43 Ya % 16 5 2,8 24 Tidak f 57 66 14 137 % 32 37 7,8 76 Jumlah f 86 75 19 180 % 48 42 11 100

Untuk rnengetahui hubungan antara Paritas Ibu bersalin dengan pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang dibuat tabel kontingensi 3x2, dengan derajat kebebasan 2 serta level signifikan 5%. Dan hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 17.0, maka didapatkan harga x2 hitung 46,250 > x2 tabel 5,591, dengan p value 0,000 < 0,05. Maka dapat disimpulkan Ho

Dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa ibu yang memilih MOW paling banyak berpendidikan dasar yaitu sebanyak 29 responden (16,1%), berpendidikan menengah sebanyak 9 responden (5,0 %) dan pendidikan lanjutan sebanyak 5 responden (2,8%). Ibu yang tidak memilih MOW paling banyak memiliki tingkat pendidikan menengah yaitu 66 responden (36,7%), kemudian tingkat pendidikan dasar 57 responden (31,7%), dan paling sedikit tingkat pendidikan lanjutan yaitu 14 respnden (7,8%). Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang dibuat tabel, kontingensi 3x2, dengan derajat kebebasan 2 serta level signiftkan 5%. Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 17.0, maka didapatkan harga x2 hitung 10,464 > x2 tabel 5,591, dengan p value 0,005 < 0,05. Maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW. 4.2. Pembahasan Setelah didapat hasil penelitian sesuai dengan judul "Analisis Faktor-Faktor Pada Ibu Bersalin yang Berhubungan Dengan Pemilihan Medis Operasi Wanita di RSUP Dokter Kariadi Semarang Tahun 2011, maka penulis akan melakukan pembahasan yang disajikan dalam tiga bagian yaitu analisa univariat, bivariat dan multivariat. 1. Analisa Univariat a. Pemilihan MOW Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar ibu bersalin tidak mernilih MOW yaitu sebanyak 137 responden (76,1%), hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran akseptor dalam hal ini ibu bersalin dalam memilih salah satu Metode Kontrasepsi Jangka Panjang yaitu Medis Operasi Wanita (MOW). Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain usia anak terkecil, pengaruh petugas kesehatan dan kesalahan persepsi mengenai suatu metode. Usia anak terkecil suatu pasangan dapat memengaruhi pemilihan metode kontrasepsi. Di

b.

daerah-daerah tempat angka kematian bayi tinggi, sebagian pasangan dengan anak yang masih kecil dan tidak lagi menginginkan anak menunda pemakaian metode kontrasepsi permanen sampai mereka cukup yakin bahwa anak mereka akan bertahan hidup. Seorang wanita yang baru melahirkan mungkin mengandalkan efek kontrasepsi dan menyusui atau memilih metode komplementer yang dapat digunakan sewaktu menyusui. Pengaruh petugas kesehatan juga memengaruhi pemikiran kontrasepsi. Informasi dan anjuran petugas kesehatan sedikit banyak memberikan pemahaman baru terhadap akseptor dalam hal ini ibu bersalin karena petugas kesehatan dianggap memiliki pengetahuan yang baik tentang metode kontrasepsi sehingga saran yang diberikan disesuaikan dengan keadaan akseptor itu sendiri. Banyak klien membuat keputusan mengenai kontrasepsi berdasarkan informasi yang salah yang diperoleh dari teman dan keluarga atau dari kampanye pendidikan yang membingungkan. Rumor pada metode steril menyebutkan bahwa pelaksanaan operasi steril pada wanita adalah dengan mengangkat seluruh rahim sehingga banyak wanita merasa takut melakukan Medis Operasi Wanita. Informasi yang diperoleh dari penyedia layanan dan sumber lain dapat menyesatkan atau sensasional dengan persepsi negatifnya diperbesar sedangkan sifat positif diabaikan. Usia Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden tergolong dalam reproduksi sehat yaitu 20-30 tahun sejumlah 101 responden (56,1%), sedangkan yang berusia tua sebanyak 72 responden (40,0%) dan berusia

c.

muda hanya 7 responden (3,9%). Hal ini menunjukkan sebagian besar responden bersalin dalam usia reproduksi sehat. Ini menunjukkan sudah banyak ibu yang mengandung dan melahirkan anak di usia reproduksi sehat. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa semakin cukup umur, tingkat kemantapan dan kekuatan akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja, sehingga dari data tersebut di atas diharapkan dari usia yang sudah dewasa dapat memberikan tingkat pemahaman yang tebih baik terhadap pemiiihan alat kontrasepsi. Hal tersebut didukung pernyataan Sukmadinata (2003) yang menyebutkan pengalaman seseorang tentang berbagai hal yang diperoleh dari lingkungan merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi pemahaman dan pengetahuan. Pengalaman erat hubungannya dengan informasi yang seorang dapatkan, sehingga dengan meningkatnya pergaulan seseorang maka semakin besar info yang didapatkan. Dari hasil penelitian ini mayoritas berada di usia reproduksi sehat. Ibu bersalin sudah mampu mengemban perannya sebagai ibu juga sudah sadar akan pentingnya kesehatan dalam reproduksinya. Paritas Dalam penelitian ini paritas ibu bersalin terbesar adalah yaitu yang sudah bersalin 2 sampai 4 kali sebanyak 105 responden (58,3%), primipara 68 responden (37,8%) dan grandemultipara 7 responden (3,9%). Ini menunjukkan bahwa jumlah ibu bersalin di RSUP Dokter Karidadi Semarang yang termasuk pada grandemultipara yaitu bersalin lebih dari 4 kali sudah sangat sedikit, artinya

d.

kejadian "4 terlalu" dapat ditekan serendah mungkin (Saifudin, 2601). Namun program BKKBN "dua anak lebih baik" juga tidak tampak keberhasilannya karena kategori multipara dengan jumlah terbanyak bukan hanya yang bersalin 2 kali tetapi termasuk juga yang sudah bersalin 3 dan 4 kali. Paritas adalah angka-angka yang menunjukkan kehamilan yang pernah dilalui ibu serta status terminasi kehamilan tersebut atau persalinannya (Manuaba, 2008). Semakin sering ibu bersalin maka resiko yang menyertai ibu pun semakin tinggi. Jadi, grandemultipara lebih besar resikonya daripada multipara dan multipara juga memiliki reiko lebih tinggi daripada primipara Pendapatan Keluarga Data hasil penelitian didapatkan bahwa pendapatan keluarga ibu bersalin terbesar berada di atas UMR yaitu sebanyak 93 responden (51,7%). Dalam pembahasan ini UMR yang digunakan adalah UMR Kota Semarang sebesar Rp. 961.323,-. Penghasilan keluarga yaitu banyaknya uang yang didapat oleh anggota keluarga yang bekerja. Dalam memenuhi kebutuhan pokok ataupun sekunder, keluarga dalam status ekonomi lebih baik akan lebih mudah tertutupi dibanding dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa keluarga yang berpendapatan tinggi lebih memilih menggunakan alat kontrasepsi yang berbiaya mahal tapi dengan efektifitas tinggi dan keluarga yang berpendapatan rendah lebih memilih alat kontrasepsi dengan biaya yang terjangkau (Wiknjosastro, 2001).

e.

Bagi masyarakat dengan status ekonomi kurang atau rendah statusnya berfikir bahwa membatasi anak dengan keluarga berencana sangat membantu untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, sehingga pemerintah membantu untuk keluarga yang tidak mampu dalam melaksanakan program keluarga berencana. Ibu yang bersalin di RSUP Dokter Kariadi memiliki pendapatan keluarga di atas Rp. 961.323,-. Dalam keluarga responden rata-rata memiliki dua sumber penghasilan baik dari suami maupun istri. Biaya hidup yang tinggi di kota Semarang menyebabkan penghasilan mereka diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok terlebih dahulu, kontrasepsi pasca melahirkan mereka dapatkan dengan bantuan program pemerintah yang dapat diperoleh secara gratis. Tingkat Pendidikan Dari hasil penelitian didapatkan responden berlatar belakang pendidikan dasar atau SD - SMP sejumlah 47,8% dan hanya 10,6% berpendidikan lanjutan, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tingkat pendidikannya rendah. Kondisi tersebut mempengaruhi pengetahuan responden, yang pada akhirnya mempengaruhi keinginan memilih MOW. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya ada hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah untuk menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2001).

2.

Dari hasil penelitian ini mayoritas ibu bersalin di RSUP Dokter Kariadi berpendidikan dasar yaitu SD dan SMP, namun bukan berarti mereka tidak bisa merespon informasi dengan baik terhadap informasi yang datang pada mereka. Banyaknya media dan informasi yang tersedia, memudahkan mereka memiliki pelayanan kesehatan di tempat tinggalnya dan alat kontrasepsi yang akan mereka pakai. Pengalaman yang mereka peroleh dari lingkungan kehidupan juga akan menambah informasi yang mereka dapat. Analisa Bivariat a. Hubungan Usia dengan Pemilihan MOW Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan antara usia degan pemilihan MOW. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan yang mengatakan adanya hubungan antara usia dengan pemilihan MOW, dengan x2 hitung sebesar 24,754 dan x2 tabel dengan derajat kebebasan 2 sebesar 5,591. Penggunaan metode kontap MOW paling banyak diminati pada masa usia tua yaitu > 30 tahun dibanding pada usia yang lain karena pada usia ini sudah mempunyai kesiapan fisik dan mental. Usia lebih dari 30 tahun adalah fase mengakhiri kehamilan. Prioritas penggunaan alkon adalah metode kontrasepsi efektif (terutama kontap). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa usia seorang wanita dapat mempengaruhi kecocokan dan akseptabilitas metode-metode kontrasepsi tertentu terbukti dalam penelitian ini, wanita yang berusia muda menghindari penggunaan kontrasepsi mantap karena sterilisasi wanita merupakan metode yang cocok bagi wanita perimenopouse yang

b.

tidak lagi menginginkan anak (Pendit, 2007). Dalam penelitian ini, ibu bersalin usia muda di RSUP Dokter Kariadi Semarang tidak ada yang memilih MOW. Hal ini berarti semakin muda usia ibu bersalin, maka pemilihan MOW pun semakin rendah. Namun, bukan berarti ibu berusia tua juga lebih memilih MOW karena alasan tertentu seperti ingin memiliki anak kembali. Hubungan Paritas dengan Pemilihan MOW Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan antara paritas responden dengan pemilihan MOW. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan yang mengatakan adanya hubungan antara paritas dengan pemilihan MOW dengan x2 hitung sebesar 46,250 dan x2 tabel dengan derajat kebebasan 2 sebesar 5,591. Selain salah satu syarat melakukan MOW adalah paritas ibu > 2, namun, ibu dengan paritas minimal 2 sudah banyak yang memilih MOW sebagai metode kontrasepsi yang digunakan. Paritas termasuk dalam indikasi obstetrik dalam sterilisasi yaitu keadaan dimana resiko kehamilan berikutnya meningkat (Siswosudarmo, 2001). Hal tersebut sesuai anjuran Pendit (2007) bahwa pada wanita dengan paritas dua atau lebih sebaiknya mengakhiri kesuburan. Sedangkan pada akseptor dengan paritas 1, alasan mereka menggunakan metode Medis Operasi Wanita (MOW) adalah alasan kesehatan dari ibu seperti penyakit jantung, diabetes mellitus, hipertensi ataupun status kesehatan yang akan membahayakan kesehatan ibu dan janin. Mayoritas ibu bersalin yang memilih MOW di RSUP Dokter Kariadi Semarang adalah ibu dengan multipara. Ini disebabkan

c.

karena responden sudah merasa cukup dengan anak yang mereka miliki. Para ibu bersalin sudah meningkat kesadarannya dalam memelihara kesehatan reproduksinya saat ini dan di masa yang akan datang. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Pemilihan MOW Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan tidak adanya hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan yang mengatakan adanya hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW, dengan x2 hitung sebesar 0,010 dan x2 tabel dengan derajat kebebasan 1 sebesar 3,481. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan salah satu studi pada orang Indian Quecha di Peru yang mendapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dan keputusan dalam mendapatkan hubungan yang signifikan antara pendapatan dan keputusan dalam memilih kontrasepsi (Pendit, 2007). Pendit dalam bukunya juga menyebutkan dalam suatu survey terhadap pasangan di Brazil, biaya dicantumkan sebagai kendala utama dalam sterilisasi. Hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan dari kontrasepsi yang akan digunakan dipengaruhi oleh biaya yang akan dikeluarkan seperti misalnya biaya hanya satu kali atau serangkaian biaya ringan selama beberapa waktu. Akseptor sering beralasan karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transportasi, dan sebagainya. Keluarga yang memiliki penghasilan tinggi akan lebih memperhatikan kesehatan anggota keluarganya termasuk untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi (Notoatmodjo, 2003).

d.

Hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW. Hal ini dapat disebabkan pelayaaan kontrasepsi MOW bisa didapatkan dengan gratis di RSUP Dokter Kariadi karena sebagian besar ibu yang memutuskan melakukan MOW setelah persalinan selain masih dirawat, ibu juga memiliki jaminan kesehatan sehingga tidak ada biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi Medis Operasi Wanita (MOW) dalam hal ini sesuai keadaan saat ini dengan adanya program jaminan persalinan (jampersal) yang menanggung biaya dan masa kehamilan, persalinan, nifas hingga penggunaan alat kontrasepsi setelah melahirkan. Hubungan tingkat Pendidikan dengan Pemilihan MOW Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu bersalin dengan pemilihan MOW. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan yang mengatakan adanya hubungan antara pendidikan dengan pemilihan MOW, dengan x2 hitung sebesar 10,464 dan x2 tabel dengan derajat kebebasan 2 sebesar5,591. Hal ini berarti teori yang menyatakan pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan perilaku seseorang terbukti dalam penelitian ini. Dengan pendidikan yang diikuti, seseorang akan mengalami perkembangan berupa perubahan pola perilaku dan aspek kepribadian tertentu, sebagai hasil usaha dari individu yang bersangkutan sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula perilakunya. Tingkat pendidikan tidak saja memengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana tetapi juga pemilihan suatu

metode kontrasepsi. Pendit (2007) menyebutkan bahwa beberapa studi dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana yang efektif tetapi tidak ada untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagian metode kontrasepsi modern. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap info yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka peroleh dengan gagasan tersebut. Hal ini sesuai pernyataan Notoatmodjo (2007) bahwa yang berpendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan ibu bersalin di RSUP Dokter Kariadi Semarang, mayoritas yang memilih MOW adalah ibu bersalin yang berpendidikan dasar yaitu SD dan SMP. Meskipun mereka berpendidikan rendah, namun mereka memberi respon yang lebih rasional terhadap info yang datang. 4.3. Keterbatasan 1. Penelitian ini hanya terbatas pada variabel faktor-faktor yang diteliti, tidak melanjut ke semua faktor. 2. Penelitian hanya mengetahui hubungan tentang faktor-faktor pada ibu bersalin yang berhubungan dengan pemilihan MOW. 3. Tempat yang digunakan hanya di RSUP dr Kariadi Semarang 4. Instrumen dalam pengumpulan data hanya menggunakan kuesioner yang menanyakan faktor-faktor tertentu saja 5. Variabel tertentu (usia dan paritas) dikategorikan tidak sesuai dengan persyaratan pelaksanaan MOW karena peneliti ingin mengetahui dari semua

kategori sesuai dalam definisi operasional yang ditampilkan. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Dokter Kariadi Semarang pada bulan 2011 maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ibu bersalin sebagian besar tidak memilih MOW yaitu sebanyak 137 responden (76,1 %) 2. Ibu bersalin yang paling banyak berusia reproduksi sehat sejumlah 101 responden (56,1 %) 3. Paritas ibu bersalin yang terbesar adalah multipara yaitu sejumlah 105 responden (58,3%). 4. Ibu bersalin yang memiliki pendapatan keluarga di atas UMR sejumlah 93 responden (51,7%). 5. Ibu bersalin terbanyak berpendidikan dasar yaitu 86 responden (47,8 %) 6. Terdapat hubungan antara usia dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 24,754 dan X2 tabel 5,591. 7. Terdapat hubungan antara paritas dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 46,250 dan X2 tabel 5,591 . 8. Tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 0,010 dan X2 tabel 3,481, 9. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan MOW pada ibu bersalin, yaitu didapatkan X2 hitung 10,464 dan X2 tabel 5,591. 10. Dan uji regresi logistik pada variabel usia, paritas, pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan didapatkan yang paling dominan berhubungan dengan pemilihan MOW adalah variabel usia dengan nilai Exp(B)1.041E9. 5.2. Saran Penulis bermaksud menyampaikan saran - saran pada pihak yang terkait sehubungan pemilihan Medis Operas wanita (MOW) di RSUP Dokter Kariadi Semarang tahun2011. Saran yang dapat disampaikan adalah: 1. Bagi Rumah Sakit Perlunya ditingkatkan sosialisasi tentang metode MOW sebagai salah

2.

3. ,

satu alat kontrasepsi jangka panjang dan metode KB pasca persalinan kepada ibu bersalin. Hal ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memberi pengetahuan atau sosialisasi dengan tennga kesehatan lainnya Bagi Institusi Pendidikan Institusi pendidikan bisa menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi untuk acuan dalam pengembangan penelitian selanjutnya tentang pemilihan MOW sehingga mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan research bidang Keluarga Berencana Bagi Peneliti Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan meneliti faktor-faktor lain yang belum diteliti baik menggunakan kontrol variabel maupun tidak menggunakan kontrol variabel yang berhubungan dengan pemilihan Medis Operasi Wanita.

DAFTAR PUSTAKA Alimul, H Aziz. 2001 Riset Keperawatan Teknik Penulisan llmiah. Jakarta: Salemba Medika Azwar, A. 2003. Metodologi penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Batam: Bina Rupa Aksara. BKKBN. 2011. Evaluasi Pelaksanaan Program KB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Semarang: BKKBN BKKBN. 2010. Penggunaan DAK Bidang Keluarga Berencana hltp://www.bkkbn.go.id (2 Maret 2011) Dinkes Kota Semarang. 2009. Profil Kesehatan 2008. http.//www.dinkeskotasemarang.go.id. (28 Feb 2011) Dinkes Kota Semarang. 2008. Profil Kesehatan 2009. http.//www.dinkeskotasemarang.go.id. (28 Feb 2011) Dinkes Prov. Jateng, 2008. Profil Kesehatan 2008. http.//www.dinkesprovjawatengah.go.id (28 Feb 2011) Dinkes Prov. Jateng, 2009. Profil Kesehatan 2009. http.//www.dinkesprovjawatengah.go.id (28 Feb 2011)

Hartanto, Hanafi. 2002. Keluarga berencana dan Kontrasepsi. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan Hastono. 2001. Modul Analisis Data. Jakarta: FKM Ul Kemenkes RI 2010. Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam Pelayanan KB di Rumah Sakit. http://www.depkes.go.id (2 Maret 2011) Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: HOC Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam. 2001. Konsep Penerapan Metode Ilmu Keperawatan dan Pedoman. Jakarta: Salemba Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman skripsi, thesis, dan instrumen penelitian. Jakarta: Salemba Medika Pendit, Braten. 2007. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta : EGC Pramundari (2004). Studi Deskriptif Faktorfaktor yang berpengaruh dalam Penggunaan Kotrasepsi MOW di wilayah Puskesmas Tanggungharjo Kabupaten Ggrobogan Tahun 20032004. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Politeknik Kesehatan DepKes Semarang Saifuddin, Abdul Bari. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Siswosudarmo. 2001. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta : Gajah Mada Sugiyono. 2008. Metode penelitian untuk Pendidikan, Bandung: Atfabeta. Sukmadinata. 2003. Landasan Psikologi proses pendidikan Remaja. Bandung: Rosdakarya Wiknjosaatro, Hanifa. 2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Wiknjosastro. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI

Anda mungkin juga menyukai