Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menghadapi masalah kemiskinan dengan segala kompleksitasnya. Sejak pemerintahan orde baru terutama mulai 1970-an, sangat gencar dikumandangkan pembangunan untuk mengatasi kemiskinan. Pembangunan adalah proses perubahan yang disengaja dan direncanakan, atau tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehendaki menuju arah yang dikehendaki. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan ekonomi bangsa adalah bidang pertanian, dalam hal ini perkebunan kelapa sawit. Salah satu usaha pemerintah mengembangkan perkebunan sawit adalah memperluas lahan perkebunan, Pemerintah terus melaksanakan targetnya hingga laju perluasan kebun sawit kini sudah mencapai 800 ribu hektar per tahun. Hal tersebut ternyata tidak hanya membawa dampak positif bagi sektor ekonomi daerah maupun nasional, namun seiring dengan perluasanya persoalan atas sawit pun meluas di berbagai aspek kehidupan. Berbagai jenis permasalahan yang timbul atas kemelut memunculkan ketidak percayaan dan amarah dari masyarakat serta menimbulkan agresifitas dan amarah masyarakat. Depresi ekonomi menyebabkan frustasi, yang mempengaruhi hampir semua orang. Akibatnya, berbagai bentuk agresi menjadi lebih umum. Perubahan sosial dan pola-pola kebijakan yang tidak sesuai dengan keadaan masyarakat akan menyebabkan terjadinya konflik. Sejauhmana korelasi antara beberapa variabel diatas akan menjadi telaah sehingga kita dapat menarik

kesimpulan sejauh dan sebesar apa potensi konflik yang muncul atas perluasan perkebunan sawit ini, dan harapannya diketahui solusi apa yang tepat untuk mengatasi kemelut ini. 1.2 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui sejarah dan perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. 2. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang dialami oleh petani kelapa sawit di Indonesia dari berbagai aspek. 3. Mengetahui potensi konflik atas pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. 1.3 Manfaat Penulisan 1. Bagi kalangan akademis diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan telaah dalam menyikapi persoalan atas sawit dan potensi konflik di dalamnya. 2. Bagi pemerintah hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dan rujukan untuk membuat keputusan di tingkat pusat maupun daerah

II. PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Perkembangan Perkebunan Sawit di Indonesia Kelapa sawit merupakan komoditas holtikutura dari Afrika Barat yang didatangkan pada tahun 1848 ke Indonesia oleh pemerintah Kolonial Belanda. Awalnya kelapa sawit didatangkan sebagai tanaman hias langka di Kebun Raya Bogor, barulah pada tahun 1911 kelapa sawit dibudidayakan secara komersial dalam bentuk perusahaan perkebunan. Perkembangan kelapa sawit terus mengalami pasang surut. Data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perkebunan (2007) menyebutkan bahwa produksi dan ekspor kelapa sawit dari tahun 1916 sampai tahun 2006 menunjukkan angka yang sangat signifikan dan fantastis terutama antara tahun 1990 sampai tahun 2006, total luas areal dari 1.126.677 ha menjadi 6.074.926 ha, sedangkan untuk produksi minyak sawit meningkat dari 7.000.508 ton menjadi 16.000.211 ton dan ekspornya dari 4.110.027 ton menjadi 12.101.000 ton. Dari jumlah tersebut sejumlah 4.582.733 ha atau 75,4 % berada di Pulau Sumatera dengan lahan terluas di Provinsi Riau yaitu 1.409.715 ha, data mengenai ekspor CPO tahun 2005 menunjukkan bahwa India merupakan negara tujuan ekspor terbesar yaitu dengan jumlah volume 1.786.000 ton, sedangkan untuk Eropa, Belanda merupakan negara tujuan ekspor terbesar yaitu 493.000 ton. Sejak masa kolonial sampai sekarang, sejarah Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti sangat penting dan menentukan dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit memegang peran strategis dalam pembangunan di Indonesia.

2.2 Keadaan Perkebunan Sawit di Daerah Potensial di Indonesia Tidak semua daerah di Indonesia potensial untuk dijadikan areal perkebunan sawit. Banyak dari daerah potensial meupakan daerah-daerah di pulau Sumatera dan Kalimantan. Tabel 2.1 Potensi Ketersedian Lahan Kelapa Sawit di Indonesia No. Provinsi Luas (ha) No. Provinsi Luas (ha) No. Provinsi 1. NAD 384.871 8. Bengkulu 208.794 15. Kaltim 2. Sumut 37.000 9. Lampung 336.872 16. Sulsel 3. Sumbar 355.814 10. Jabar 224.706 17. Sulteng 4. Riau 2.563.156 11. Banten 63.742 18. Sultra 5. Jambi 1.818.118 12. Kalbar 1.681.186 19. Papua 6. Sumsel 1.483.959S 13. Kalteng 3.610.819 7. Babel 593.038 14. Kalsel 1.162.959 Sumber : Riyan Kiryanto, 2008

Luas (ha) 4700.333 256.238 192.370 10.264 6.331.128

Hingga saat ini jumlah petani sawit di Indonesai ada sekitar 3 juta orang dan mengusai 34 % luasan kebun, namun sayangnya petani belum menduduki posisi yang strategis dalam hal menentukan kebijakan perkebunan sawit. 2.3 Permasalahan Perkebunan Kelapa Sawit Aspek Ekonomi Komoditas kelapa sawit memegang peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia, hal ini dikarenakan prospek yang baik dari komoditas ini. Kelapa sawit memiliki kedudukan sebagai komoditas ekspor favorit setelah meningkatnya permintaan CPO sebagai bahan baku bahan bakar nabati (biodiesel), menyerap banyak tenaga kerja sehingga menekan angka pengangguran, dan lain sebagainya. Selain itu pemerintah Indonesia dalam rancangan pembangunanya menjadikan sawit sebagai salah satu industri nonmigas yang dapat diandalkan. Mempopulernya komoditas sawit membuat orang berlomba-lomba

mengembangkannya. Hal ini berdampak pada penguasaan lahan oleh perusahaan,

yang merubah pola perekonomian penduduk sekitar dan privatisasi lahan walaupun sebenarnya hal tersebut tidak diperbolekan, padahal dalam penjelasan UUPA disebutkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaanya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, juga menjadi hak bangsa Indonesia jadi tidak semata-mata menjadi pemiliknya saja. Di halan lain mereka juga menjelaskan bahwa Negara diberikan kewenangan untuk mengatur tanah dan sumberdaya alam lainya. Permasalahan lain yang muncul kepermukaan adalah produksi sawit menjadi berlebihan. Ketersedian yang banyak dengan permintaan yang tidak sebanding maupun banyaknya pesaiang mengakibatkan menurunya harga komoditas sawit sehingga mengguncang perekonomian khususnya petani-petani sawit. 2.4 Permasalahan Perkebunan Kelapa Sawit Aspek Sosial Budaya Salah satu permasalahan yang dapat dikaji dari perubahan sosial budaya perkembangan perkebunan sawit adalah perubahan fungsi lahan dan kearifan lokal. Konversi lahan menyebabkan perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perubahan yang dimaksud berhubungan dengan perubahan struktur agraria, proses marginlisasi/kemiskinan dan pelaku konversi (warga masyarakat) tersubordinasi oleh pihak pemanfaat konversi. Struktur agraria yang berubah, proses kemiskinan, tentunya berpengaruh terhadap kondisi sosial budaya masyarakat sekitar perkebunan sawit pada khususnya dan seluruh masyarakat Indonsia pada umumnya. 2.5 Permasalahan Perkebunan Kelapa Sawit Aspek Lingkungan

Hingga tahun 2009 target pemerintah akan membuka lahan hutan untuk sawit di Papua seluas 5 juta hektar, dan diketahui pula bahwa total laju perluasan nasional kebun sawit sudah mecapai 800 ribu hektar per tahun. Hal tersebut tentunya akan memunculkan persoalan-persoalan baru baik dalam dimensi sosial, budaya, ekonomi, maupun lingkungan. Perkebunan sawit berkontribusi besar pada tingginya laju kerusakan hutan menurut data Direktorat Jendral Kehutanan bahwa setiap hari hutan alam mengalami deforestasi dengan laju kerusakan mencapai 2,1 juta hektar per tahun atau beberapa kali lipat lapangan sepak bola dalam sehari. 2.6 Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit dan Potensi Konflik Agraria Perkebunan sawit berhubungan dengan agraria, maka potensi konflik yang terjadi atas kemelut perkebunan sawit adalah konflik agraria. Jenis konflik agraria menurut sumber antara lain: 1. Persaingan yang meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam. 2. Penyebab-penyeab struktural dari konflik 3. Perubahan sosial-ekonomi yang menimbulkan konflik 4. Kebijakan-kebijakan, program-program dan proyek-proyek pengolahan sumberdaya sebagai sumber-sumber konflik. keempat jenis konflik agraria memiliki korelasi dengan permasalahan-permasalahan perkembangan perkebunan pertanian di berbagai aspek baik ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Potensialnya perkebunan sawit membuat banyak perusahaan maupun penduduk lokal berlomba-lomba untuk memanfaatkan sumberdaya alam sebesar-

besarnya. Persaingan akses lahan ini memicu konflik antar perusahaan, perusahaan dengan penduduk lokal maupun antar penduduk lokal itu sendiri Selain itu, potensi konflik sawit juga dapat disebabkan oleh penyebab stuktural konflik dan program serta proyek yang dikembangkan oleh berbagai pihak, salah satu yang termasuk penyebab konflik struktural adalah konflik yang terjadi dikarenakan sistem birokrasi pemerintahan. Pembangunan tentunya berhubungan dengan arah kebijakan pemerintah. Pemerintahan yang terkait dalam hal ini khususnya pemerintah daerah sampai dengan unit terkecil dari sistem pemerintahan yaitu desa. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkadang tidak sesuai dengan keinginan dan kondisi masyarakat. 2.7 Solusi Permasalahan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Banyak undang-undang Negara yang membahas tentang konflik agraria, konservasi sumberdaya, perkebunan, penatan ruang, perdagangan dan lain sebaginya yang berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit. Namun, pengelolaan perkebunan kelapa sawit seringkali kurang terkoordinasi sehingga dapat menyebabkan konflik. Hal utama yang harus dibenahi adalah komunikasi rasa saling menghargai dari berbagai pihak. Pengembangan sumberdaya alam juga harus memperhatikan berbagai aspek kehidupan seperti peningkatan kemakmuran serta kesejahteraan penduduk dalam bidang ekonomi,serta memperhatikan kelangsungan ekologi, salah satunya

memperhatikan konservasi lahan dan air serta menghargai sistem sosisal budaya daerah setempat. Dengan selarasnya berbagai aspek yang dikaji maka akan

meminimalisasi potensi konflik yang terjadi atas pengembangan perkebunan kelapa sawit.

III. KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan Pengembangan perkebunan kelapa sawit memberikan banyak keuntungan bagi semua pihak apabila dikelola secara bijak. Permasalahan atas pengembangan kelapa sawit akan muncul manakala salah satu atau banyak pihak merasa dirugikan. Hal tersebut dapat memicu terjadinya konflik yang harus dihidari serta keselarasan hidup yang dijaga bersama. 3.2 Saran Terwujudnya kesejahteraan masyarakat tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi. Setiap melakukan kegiatan ekonomi pertanian sebaiknya juga memperhatikan berbagai aspek lain seperti sosial budaya dan ekologi, serta menjalin komunikasi yang baik dan efektif agar tidak ada pihak yang dirugikan

MAKALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

OLEH:

FEBRIYANTI SALI T. L 131 10 349

JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TADULAKO 2012

Anda mungkin juga menyukai