Bab IrevI

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling mulia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Ada pendapat yang mengatakan bahwa di dunia ini tak ada makhluk hidup yang sedemikian tidak berdayanya seperti bayi manusia. Sebaliknya, tidak ada makhluk lain di dunia ini yang setelah dewasa mampu menciptakan apa yang telah diciptakan manusia dewasa. (Ngalim Purwanto, 2002: 83). Bagaimana bayi manusia yang tidak berdaya dapat menjadi manusia dewasa yang mampu mencipta? Jawabannya adalah manusia telah mengalami proses belajar. Hilgard dan Bower (dalam Ngalim Purwanto, 2002:84) mengatakan Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulangulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang. Sedangkan Morgan (dalam Ngalim Purwanto, 2002:84) mengatakan Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Dari pendapat-pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang diakibatkan oleh pengalaman manusia itu sendiri. Pada mulanya manusia telah dirancang untuk menyimpan pengalamannya di otak untuk kemudian berperilaku. Manusia pertama diberi tugas untuk memberi nama kepada binatang yang dihadapkan kepadannya, interaksi dengan binatang-binatang yang beraneka ragam membawa insight (pencerahan) pada manusia pertama bahwa tidak ada yang seperti dirinya (Kejadian 2:20). Proses belajar yang dialami manusia akan berlangsung seumur hidup, walaupun secara formal proses belajar berpuncak pada tingkat doktoral.

Pencapaian belajar seseorang yang satu berbeda dengan manusia yang lain, ada orang yang prestasi belajarnya tinggi ada orang yang prestasi belajarnya rendah. Apa yang mempengaruhi perbedaan prestasi belajar yang dialami manusia dan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Siswa kelas IX berada pada rentang usia 14-16 tahun, dalam teori perkembangan berada pada tahap perkembangan remaja (Desmita 2007: 190). Masa remaja sering diasumsikan sebagai masa yang paling indah bagi sebagian besar orang. Masa ini juga sering disebut masa transisi dari kanakkanak ke dewasa selalu menjadi masa-masa kritis bagi para remaja maupun orang tuanya. Masa remaja diawali oleh datangnya pubertas, yaitu proses bertahap yang mengubah kondisi fisik dan psikologis seorang anak menjadi seorang dewasa. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh kaum remaja merupakan bagian dari proses perkembangannya. Pada masa ini pula, remaja mencari jati dirinya. Dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah masa-masa kritis. Remaja yang mampu mengatasi tugas perkembangan dengan baik akan lebih berhasil dibanding dengan remaja yang gagal menjalankan tugas perkembangannya. Salah satu yang harus diselesaikan pada masa remaja adalah pendidikan formal tingkat menengah. Dalam masyarakat Indonesia, gelar akademik masih menjadi salah satu indikator keberhasilan seseorang, selain tentu saja tingkat ekonomi. Orangorang yang memiliki gelar akademik tinggi akan menjadi orang terpandang di masyarakat. Status Sosial Ekonomi adalah tingkatan kendudukan seseorang dalam hierarki kemasyarakatan dan tingkatan perekonomian dalam

masyarakat. Dengan kata lain posisi seseorang di dalam masyarakat ditinjau dari berapa banyak uang dan kekuatan ekonomi yang dimiliki orang tersebut. Siswa-siswa dengan orang tua yang memiliki orang tua yang memiliki status sosial ekonomi terpandang, secara nalar seharusnya memiliki fasilitas pembelajaran yang lebih baik dari pada siswa-siswa yang status sosial ekonomi orang tuanya berada di bawah. Kemudian apakah siswa-siswa yang

memiliki orang tua yang status sosialnya tinggi akan selalu memiliki prestasi yang tinggi pula? Menurut Murray (dalam Hall dan Lindzey, 2000:33), kebutuhan merupakan dorongan untuk mewujudkan tindakan tertentu. Ada dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan primer atau kebutuhan viskerogenik (viscerogenic needs) dan kebutuhan sekunder atau kebutuhan psikogenik (psychogenic needs). Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa organis tertentu yang khas dan secara khusus berkenaan dengan kepuasan-kepuasan fisik, misalnya kebutuhan akan udara, air, makanan, seks, laktasi, kencing, dan defekasi. Kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan yang dianggap berasal dari kebutuhan-kebutuhan primer dan ditandai oleh tidak adanya hubungan vokal dengan proses-proses organis atau kepuasan fisik khusus sehingga dipandang sebagai kebutuhan murni psikologikal, misalnya kebutuhan akan belajar (pemerolehan), konstruksi, prestasi, pengakuan, ekshibisi, kekuasaan, otonomi, dan kehormatan. Setiap kebutuhan pada dasarnya menuntut suatu pemenuhan. Murray mengatakan bahwa tingkah laku individu mengarah pada usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang muncul. Kebutuhan yang dapat dipenuhi akan membawa individu pada situasi yang menenangkan atau memuaskan. Kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi akan membuat individu merasa kecewa atau sakit hingga mengalami tekanan. (Hall dan Lindzey, 2000:32) Kebutuhan primer siswa-siswa yang status sosial ekonomi orang tuanya tinggi cenderung telah dipenuhi. Namun apakah kebutuhan psikologis siswasiswa tersebut juga telah dipenuhi. Sigmund Freud (dalam Zimbargo dkk, 2000:322) menyatakan bahwa kehidupan yang sehat memiliki dua tujuan cinta dan berkarya. Kita mencari kepuasan dan kebahagiaan tidak hanya dalam percintaan, tapi juga karya yang baik dan berhasil. Hasrat untuk mencapai suatu tujuan, entah ingin mendapatkan nilai A atau mencapai puncak gunung Himalaya, adalah sebuah motif psikologis yang memberi kekuatan pada aksi banyak orang. Tidak

seperti kebutuhan makan dan seks, motivasi berprestasi mungkin dapat dipuaskan oleh pengalaman seseorang yang telah dia raih sebagai pencapaian dari tujuan pribadinya. Berdasarkan uraian di atas Peneliti tertarik untuk mencari tahu apakah status sosial ekonomi orang tua memiliki korelasi dengan prestasi belajar siswa, apakah pemenuhan kebutuhan psikologis memiliki korelasi dengan prestasi belajar siswa, dan apakah motivasi berprestasi memiliki korelasi dengan prestasi belajar siswa? Serta apakah status sosial ekonomi orang tua, pemenuhan kebutuhan psikologis dan motivasi berprestasi secara bersamasama memiliki korelasi dengan prestasi belajar siswa? Penelitian ini disusun dalam bentuk skripsi dengan judul: Hubungan antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua, Pemenuhan Kebutuhan Psikologis dan Motivasi Berprestasi

dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Delanggu.

B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Delanggu Tahun Pelajaran 2010/2011, 2. Apakah ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan psikologis siswa dengan prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Delanggu Tahun Pelajaran 2010/2011, 3. Apakah ada hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Delanggu Tahun Pelajaran 2010/2011, 4. Apakah ada hubungan antara status sosial ekonomi orang tua, pemenuhan kebutuhan psikologis, dan motivasi berprestasi secara bersama-sama dengan prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Delangggu Tahun Pelajaran 2010/2011.

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Delanggu Tahun Pelajaran 2010/2011, 2. Hubungan antara pemenuhan kebutuhan psikologis siswa dengan prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Delanggu Tahun Pelajaran 2010/2011, 3. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Delanggu Tahun Pelajaran 2010/2011, 4. Hubungan antara status sosial ekonomi orang tua, pemenuhan kebutuhan psikologis, dan motivasi berprestasi secara bersama-sama dengan prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Delangggu Tahun Pelajaran 2010/2011.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Memberikan informasi kepada sekolah mengenai pentingnya

peningkatan motivasi berprestasi siswa demi peningkatan prestasi belajar siswa. b. Memberikan informasi kepada orang tua siswa-siswi SMP Negeri 3 Delanggu mengenai penting peningkatan fasilitas belajar terhadap prestasi belajar. c. Memberikan informasi kepada siswa-siswi SMP Negeri 3 Delanggu mengenai pentingnya meningkatkan prestasi belajar. 2. Manfaat Praktis a. Memberi masukan kepada siswa-siswi SMP Negeri 3 Delanggu tentang cara-cara meningkatkan prestasi belajar. b. Memberi masukan kepada orang tua siswa-siswi SMP Negeri 3 Delanggu tentang pentingnya pentingnya meningkatkan prestasi belajar dan dukungan apa yang bisa diberikan orang tua untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. c. Memberi masukan kepada SMP Negeri 3 Delanggu tentang kiat-kiat meningkatkan prestasi siswa-siswi.

Anda mungkin juga menyukai