Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Konteks Penelitian Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor urusan agama (KUA) kecamatan sooko kabupaten mojokerto, bahwa telah terjadi kasus talak dan perceraian. Pada tahun 2010 jumlah talak mencapai 15 kasus dan perceraian mencapai 24 kasus sedangkan pada tahun 2011 talak berjumlah 17 kasus dan perceraian 23 kasus.Dengan demikian di kecamatan sooko kabupaten mojokerto kasus perceraian terjadi pasang surut disetiap tahunnya. Padahal Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan perceraian sebagaimana sabda Rosulullah yang artinya Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah Talak. Dengan demikian, bila hubungan pernikahan itu tidak dapat lagi dipertahankan dan dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan

kemudharatan, maka islam membuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan demikian, pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang dalam istilah ushul fiqh disebut Makruh. Oleh sebab itu, dalam ajaran Islam hal-hal atau perbuatan-perbuatan yang dapat mengancan persekutuan suci harus dihindarkan darinya. Diantara upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut, dilarangnya jenis perkawinan yang sebatas ingin mencicipi, sekedar merasai atau kawin cerai. Dalam riwayat hadits; Allah melaknat setiap orang yang hanya ingin saling merasakan kemudian berpisah (maksudnya kawin cerai). Begitu juga dalam Al-Quran tidak terdapat ayat yang secara jelas dan terang menyuruh atau melarang terjadinya perceraian, sedangkan untuk perkawinan ditemukan beberapa ayat yang menyuruh

melakukannya. Walaupun banyak ayat yang mengatur talak, namun isinya hanya mengatur jika talak itu mesti terjadi. Kalaupun akan menjatuhkan talak seharusnya dalam keadaan istri siap untuk memasuki masa iddah, dalam Al-Quran surat At-Thalaq ayat 1 disebutkan;

Hai Nabi, Apabila kamu men-talak wanita maka hendaklah kamu menthalaq mereka pada waktu mereka (menghadapi) iddah

Kata ( )iza/apabila pada awal uraian ayat di atas mengesankan bahwa perceraian bukanlah sesuatu yang sejalan dengan tujuan perkawinan. Walaupun demikian Allah membuka kemungkinan itu sebagai jalan keluar bagi kesulitan yang boleh jadi dialami oleh pasangan suami istri dan yang ternyata tidak lagi dapat teratasi. Katatallaqtum terambil dari akar kata yang berarti melepas. Hubungan suami istri terjalin melalui akad nikah yang dilukiskan oleh Allah sebagai misaqan galizan/ikatan yang sangat kukuh. Menceraikan istri berarti melepas ikatan itu. Dari sini perceraian dinamakan talaq/pelepasan ikatan. Penggunaan kata kerja lampau disini, dimaksudkan dengan dekatnya masa akan dijatuhkannya perceraian. Ini serupa antara lain dengan perintah berwudhu sesaat sebelum shalat yang juga menggunakan kata kerja masa lampau. Salah satu yang tidak disenangi istri dalam perkawinan adalah perceraian. Ini disebabkan bahwa selama ini perceraian sering

dipergunakan laki-laki dengan semena-mena kepada istrinya. Padahal perceraian menurut Islam seperti yang kita ketahui, merupakan emergency exit yang hanya dibuka apabila terjadi keadaan darurat. Penggunaan hak cerai yang serampangan tersebut bukan saja merugikan kedua belah pihak, tetapi juga terutama anak keturunan dan juga masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini, undang-undang berusaha mengatasinya dengan memberi aturan, baik tata cara, alasan serta usaha lainnya. Usaha tersebut pada hakikatnya berupaya menekan intensitas perceraian dan segala eksesnya.Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan

tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak dan untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Adapun tata cara perceraian menurut undang-undang adalah sebagai berikut: 1. Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan surat pemberitahuan perceraian terhadap isterinya disertai alasanalasannya kepada Pengadilan di tempat tinggalnya , serta meminta pada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu (pasal 14). 2.Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud tersebut. Dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil pengirim surat dan juga istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu (pasal 15), pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan peceraian apabila terdapat ada alasan yang jelas, dan pengadilan berpendapat bahwa pasutri yang bersangkutan tidak lagi dapat didamaikan untuk hidup rukun dalam berumah tangga (pasal 16). 3. Setelah dilakukan sidang pengadilan maka ketua pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut dan dikirim pada pegawai pencatat di tempat perceraian untuk dicatat (pasal 17). 4. Perceraian ini terjadi terhitung pada saat perceraian telah dinyatakan di depan di depan sidang pengadilan. Dari peraturan perundangan di atas dapat kita simpulkan bahwa perceraian hanya terjadi di depan pengadilan, pengadilan sebelumnya telah mengusahakan perdamaian, harus cukup alasan dan kerukunan sangat kecil. Ini mengindikasikan bahwa Undang-Undang Perkawinan, seperti halnya hukum Islam berusaha mempersulit perceraian.Kompilasi Hukum Islam, sebagai referensi keputusan pengadilan agama memberikan perhatian lebih teknis dan lebih detil terhadap

masalah perceraian ini. Terlihat banyak pasal yang berkaitan dengan perceraian, dari mulai tempat perceraian dilaksanakan, alasan-alasan, teknis sampai bentukbentuk perceraian. Disebutkan pula perceraian harus dilaksakan di depan pengadilan sesuai pasal 117:Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.Dalam Kompilasi Hukum Islam juga disebutkan langkah-langkah permohonan talak kepada pengadilan agama;Pasal 129 Seorang suami yang akan mengajukan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.Pasal 130 Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding atau kasasi. Pasal 131(1) Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud pasal 129 Kompilasi Hukum Islam edan dalam waktu selambatlambatnya tiga puluh hari memanggil pemohon dan istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak. (2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasihati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, Pengadila Agama menjatuhkan keputusan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak. (3) Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami mengukrarkan talaknya di depan siding Pengadilan Agama dihadiri oleh istri atau kuasanya. (4) Bila suami tidak mengikrarkan talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginyamempunyai hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh. (5) Setelah sidang penyaksian ikrar talak Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat yang nerupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan istri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada

Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami istri dan helai keempat disimpan oleh pengadilan Agama. Belajar mempunyai peranan penting dalam kehidupan dengan belajar manusia akan mendapatkan sebuah pengetahuan yangdiinginkan, belajar juga merupakan usaha seseorang dalam mencapai perubahan dimana seseorang itu yang awalnya belum tahu menjadi tahu, yang tidak bisa menjadi bisa serta mengubah sesorang yang semula bodoh menjadi berpengetahuan bahkan orang yang selalu belajar dia akan mampu melakukan persaingan dalam tantangan mencari pengetahuan baik secara formal maupunn non formal. Sedangkan pendidikan atau pembelajaran merupakan proses seseorang untuk mendapatkan pengetahuan, setelah pembelajaran itu dilakukan maka seseorang akan belajar untuk mencapai pengetahuannya/ kesuksesan. Islam adalah agama yang paling benar disisi Allah, agama Islam juga merupakan kesempuranaan dari berbagai agama yang ada dimuka bumi ini.Agama Islam ialah agama yang diturunkan untuk umat manusia melalui para utusan Allah. Jika disambungkan pembelajaranIslam dapat diartikan bahwa proses untuk mendapatkan pengetahuan tentang sesuatu sebagai bekal atau sarana dalam menempuh suatu tujuan yang terbaik. Dalam proses mendapatkan pengetahuan tersebut dilandasi dengan syariat Islam yang terkandung dalam dua pedoman yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam setiap perbuatan pastinya didasarkan pada dua sumber tersebut agar tidak salah langkah atau terperosot dalam kehancuran. Begitu juga sebelum kita melakukan pernikahan sebaiknya kita harus tahu sumber atau dasar hukum sebuah pernikahan serta mengetahui tata cara pernikahan dan kewajiban suami istri dalam berumahtangga agar tercipta keluarga yang sakinah, mawadah wa rohmah serta terhindar dari talak. Untuk itu sebaiknya sebelum seseorang melangsungkan pernikahan diberi pembelajaran atau pendidikan tentang pernikahan agar tidak mudah terjadi perceraian dan kekerasan dalam rumahtangga.

Selain diberi pendidikan atau pembelajaran pasangan pra-nikah juga harus belajar tentang hakekat pernikahan dan segala hal yang tercakup pada pernikahan baik itu hal yang dilakukan pra-nikah maupun hal yang dilakukan pasca-nikah.

1.2.

Fokus Penelitian Dari konteks penelitian diatas penelitian ini dapat difokuskan sebagai berikut: Apa saja faktor-faktor yang melatar belakangi pemahaman pendidikan pernikahan pada pasangan pra-nikah di KUA kecamatan Sooko? Bagaimana pemahaman pendidikan pernikahan pada pasangan pra-nikah di KUA kecamatan Sooko?

1.3.

Tujuan Penelitian Memberikan pengetahuan terhadap pasangan remaja atau dewasa tentang hal-hal yang harus dilakukan sebelum melangsungkan pernikahan. Mengajarkan perihal yang seharusnya dilaksanakan setelah menikah. Mengajarkan pula tatakrama berhubungan suami istri yang baik menurut islam. Memberikan pengetahuan tentang kewajiban-kewajiban suami istri untuk membina rumah tangganya.

1.4.

Kegunaan Penelitian Secara Teoritik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk mengetahui perihal tentang pernikahan pada pasangan pra nikah dan orang awam pada umumnya. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga bagi masyarakat secara umum, secara khusus penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran kepada para pasangan sebelum melangsungkan aqad

nikah mengenai kewajiban kewajiban dalam berumah tangga agar terbentuk keluarga yang sakinah mawadah warohmah. 1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada remaja usia 20 tahun atau lebih dan pada perempuan/laki-laki yang akan melangsungkan pernikahan di kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto. 1.6. Definisi Istilah Fikih, munakahat, pasangan pra-nikah Menurut Muhaimin istilah pendidikan islam dapat dipahami dalam beberapa perspektif yaitu: 1. Pendidikan menurut islam, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu Al-Quran dan AsSunnah. 2. Pendidikan ke-Islaman, yakni upaya mendidik agama Islam/ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi pedoman hidup (way of life) seseorang. 3. Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktek penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam.1 Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam2[1]. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan nikah mengharamkan zina. Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar.Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai
1

Muhaimin,PengembanganKurikulumPendidikanAgamaIslam,Jakarta:RajaGrafindoPesada,(2010: 7) 2 H. Idris Ahmad, 1983; jil. 2, 54

suatu perjanjian yang kokoh dan suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaimana firman Allah Taala.

Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (An-Nisaa : 21). Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sungguhsungguh dan penuh tanggung jawab.Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail. Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Quran dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -pen). Dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang terjadi di masyarakat kita Pasangan pra nikah adalah pasangan yang belum melangsungkan aqad nikah karena beberapa faktor tertentu misalnya dari segi usia yang masih terlalu muda, masih dalam pendidikan formal/sekolah, belum ada persiapan baik psikis maupun fisik. Agar tidak terjerumus dalam hal yang tidak diinginkan maka penting sekali pasangan yang pra nikah melakukan atau mengikuti pembelajaran baik pengajian atau membaca artikel tentang pernikahan. 1.7. Sistematika Pembahasan

Agar mudah untuk memperoleh gamabaran tentang masalah yang menjadi bahasan dalam proposal ini, maka penulisan sistematika pembahasan dalam proposal ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian 1.2.Fokus Penelitian 1.3.Tujuan penelitian 1.4.Kegunaan penelitian 1.5.Batasan Penelitian 1.6.Definisi Istilah 1.7.Sistematika Pembahasan BAB II KAJIAN PUSTAKA Mengupas tentang hal-hal yang berhubungan dengan pernikahan baik dari persiapan sampai pada praktek berumah tangga. BAB III METODE PENELITIAN Berisi tentang jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, dan teknik pengumpulan data.

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Islam 2.1.1. Pengertian Pendidikan Islam Prof.Dr. Muhammad At-Taumi dalam bukunya falsafatut tarbiyah menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses pertunbuhan membentuk pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalan tingkahlaku individu dan kelompok melalui interaksi dengan alam dan lingkungan hidup.3 Pengertian pendidikan yang lebih rinci sesuai dengan konteks saat ini, diberikan oleh Zarkawi Soejati sebagaimana dikutip oleh A.Malik fajar bahwa pendidikan Islam mempunyai arti: Pertama, jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaranya didorong oleh hasrat dan semangat citacita untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam baik yang tercermin dalam nama lembaga maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakannya. Disisi lain kata Islam, ditempatkan sebagai sumber nilai yang akan diwujudkan dalam seluruh kegiatan pendidikannya. Kedua, jenis pendidikan yang memberikan perhatian dan sekaligus menjadikan ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakannya. Disini, kata Islam ditempatkan sebagai bidang studi, sebagai ilmu yang diperlakukan seperti ilmu yang lain. Ketiga, jenis pendidikan yang mencakup kedua pengertian itu.Disini, kata Islam ditempatkan sebagai sumber nilai, juga sebagai bidang studi yang ditawarkan lewat bidang studi.4

2.1.2. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan pembelajaran islam tidak lain hanya membawa pada kebaikan yang hakiki serta kehidupan yang terindah di akherat pada nantinya.
3 4

Adnin Armas,TujuanPendidikan Islam,http;www.insistnet.com,2009. A. Malik Fajar,1995,Pengembangan Pendidikan Islamdalam Nafis (Ed),Kontekstualisasi Ajaran Islam:70.Prof. Dr. Munawir Sjadzali, MA Jakarta:IPHI dan Pramadhina

11

2.1.3. Dasar Pembelajaran Islam Dasar atau pengambilan hokum pada agama islam berdasarkan pada dua sumber yaitu Alquran dan sunnah namun ada juga yang diambil dari ijtihad para alim ulama. 2,2 Pernikahan Islam Menganjurkan Nikah, islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu anhu berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.(Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim). Islam Tidak Menyukai MembujangRasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu anhu berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras. Dan beliau bersabda : Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.(Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban). Suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya . Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :

12

Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan.Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab.Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri.Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan. Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini.Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun

spiritual.Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah. Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Taala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa

13

menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!. Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firmanNya: Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagiMaha Mengetahui.(An-Nur : 32). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya : Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya. (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu anhu). Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.Ibnu Masud radliyallahu anhu pernah berkata : Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan. (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul Arus hal. 20). 2.2.2 TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM 1. Untuk MeMenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini

14

dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam. 2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur Sasaran utama dari disyariatkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur.Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasai, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi). 2. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami Dalam Al-Quran disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut : Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara maruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim. (Al-Baqarah : 229).

15

Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syariat Allah.Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas : Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui . (Al-Baqarah : 230). Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syariat Islam dalam rumah tangganya.Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syariat Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal a. Harus Kafaah b. Shalihah a. Kafaah Menurut Konsep Islam Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua.Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja.Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian.Masalah Kufu

(sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.

16

Menurut Islam, Kafaah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafaah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13). Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujuraat : 13). Dan mereka tetap sekufu dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175). b. Memilih Yang Shalihah Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al-Quran wanita yang shalihah ialah :

17

Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka). (An-Nisaa : 34). Menurut Al-Quran dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :

Taat kepada Allah, Taat kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berduaduaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Taat kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Taat kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya. Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat. 4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia.Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan

18

dan bertanya : Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ? Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :Ya, benar. Beliau bersabda lagi : Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167168 dan Nasai dengan sanad yang Shahih). 1. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman : Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucucucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?. (An-Nahl : 72). Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak Lembaga Pendidikan Islam, tetapi isi dan caranya tidak Islami.Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah.Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar. Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai

19

aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam. 2.2.3. TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Quran dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya : 1. Khitbah (Peminangan) Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi). 2. Aqad Nikah Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi: a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai. b. Adanya Ijab Qabul. c. Adanya Mahar. d. Adanya Wali. e. Adanya Saksi-saksi. Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat. 3. Walimah Walimatul urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin.Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.

20

Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orangorang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan RasulNya.(Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah). Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam : Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa. (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Said Al-Khudri 2.2.4 SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN 1. Pacaran Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya Berpacaran terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya. Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untuk menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja.Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru.Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syariat Islam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).

21

Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya haram. 2. Tukar Cincin Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, Nashiruddin Al-Bani) 3. Menuntut Mahar Yang Tinggi Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal.Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi. Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah. (Lihat Irwaul Ghalil 6, hal. 347-348). 4. Mengikuti Upacara Adat Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya.Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu

meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan. Sungguh sangat ironis!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam. Allah Subhanahu wa Taala berfirman : Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?. (Al-Maaidah : 50). Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Taala :

22

Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali-Imran : 85). 5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa Wal Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa Wal Banin (=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.Dari Al-Hasan, bahwa Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah :Birafa Wal Banin. Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata : Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu alaihi wa sallam melarang ucapan demikian. Para tamu bertanya :Lalu apa yang haruskami ucapkan, wahai Abu Zaid ?. Aqil menjelaskan : Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka Alaiykum (= Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain). Doa yang biasa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah : Baarakallahu laka wa baarakaa alaiyka wa jamaa baiynakumaa fii khoir Doa ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan doa : (Baarakallahu laka wabaraka alaiyka wa jamaa baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudahmudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan. (Hadits

23

Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148). 6. Adanya Ikhtilath Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya. 7. Pelanggaran Lain Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar. 2.2.5. Tatakrama Setelah Aqad Nikah Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia ingin masuk menemui istrinya maka disenangi baginya untuk melakukan beberapa perkara berikut ini: Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si istri, hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan hubungan dan kedekatan di antara keduanya.Didapatkan dari perbuatan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah menemui istrinya, sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu anha (HR. Muslim no. 590). Kedua: Disenangi baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana akan disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma. Ketiga: Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin As-Sakan radhiyallahu anha, ia berkata, Aku mendandani Aisyah radhiyallahu anha untuk dipertemukan dengan

24

suaminya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Setelah selesai aku memanggil Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk melihat Aisyah.Beliau pun datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau minum darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu.Asma` pun menegur Aisyah, Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.Aisyah pun mengambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut. (HR. Ahmad, 6/438, 452, 458 secara panjang dan secara ringkas dengan dua sanad yang saling menguatkan, lihat Adabuz Zafaf, hal. 20) Keempat: Meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istrinya (ubun-ubunnya) sembari mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:

Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah Subhanahu wa Taala, mendoakan keberkahan dan mengatakan: Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya. (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud) Kelima: Ahlul ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan mendoakan istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal ini dinukilkan dari atsar Abu Said maula Abu Usaid Malik bin Rabiah AlAnshari. Ia berkata: Aku menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang sejumlah sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, di antara mereka ada Ibnu Masud, Abu Dzar, dan Hudzaifah radhiyallahu anhum.Lalu ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimami.Namun orang-orang

25

menyuruhku agar aku yang maju.Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka menjawab memang seharusnya demikian.Aku pun maju mengimami mereka dalam keadaan aku berstatus budak.Mereka mengajariku dan mengatakan, Bila engkau masuk menemui istrimu, shalatlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah Subhanahu wa Taala dari kebaikannya dan berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu.(Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq.Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal.23, Sanadnya shahih sampai ke Abu Said). Wallahu taala alam bish-shawab. 1. Namun bukan berarti janda terlarang baginya, karena dari keterangan di atas Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memperkenankan Jabir radhiyallahu anhu memperistri seorang janda. Juga, semua istri Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dinikahi dalam keadaan janda, kecuali Aisyah rad.. 2. Bahkan Al-Imam Ahmad rahimahullahu sampai memiliki beberapa riwayat dalam masalah ini, di antaranya: Pertama: Yang boleh dilihat hanya wajah si wanita saja. Kedua: Wajah dan dua telapak tangan. Sebagaimana pendapat ini juga dipegangi oleh Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafiiyyah. Ketiga: Boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasa tampak di depan mahramnya dan bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki, dan semisalnya. Tidak boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasanya tertutup seperti bagian dada, punggung, dan semisal keduanya. Keempat: Seluruh tubuhnya boleh dilihat, selain dua kemaluannya. Dinukilkan pendapat ini dari Dawud Azh-Zhahiri.

26

Kelima: Boleh melihat seluruh tubuhnya tanpa pengecualian. Pendapat ini dipegangi pula oleh Ibnu Hazm dan dicondongi oleh Ibnu Baththal serta dinukilkan juga dari Dawud Azh-Zhahiri. PERHATIAN: Tentang pendapat Dawud Azh-Zhahiri di atas, Al-Imam An-Nawawi berkata bahwa pendapat tersebut adalah suatu kesalahan yang nyata, yang menyelisihi prinsip Ahlus Sunnah. Ibnul Qaththan menyatakan: Ada pun sau`atan (yakni qubul dan dubur) tidak perlu dikaji lagi bahwa keduanya tidak boleh dilihat. Apa yang disebutkan bahwa Dawud membolehkan melihat kemaluan, saya sendiri tidak pernah melihat pendapatnya secara langsung dalam buku murid-muridnya. Itu hanya sekedar nukilan dari Abu Hamid Al-Isfirayini.Dan telah saya kemukakan dalil-dalil yang melarang melihat aurat.Sulaiman At-Taimi berkata: Bila engkau mengambil rukhshah (pendapat yang ringan) dari setiap orang alim, akan terkumpul pada dirimu seluruh kejelekan. Ibnu Abdilbarr berkata mengomentari ucapan Sulaiman At-Taimi di atas: Ini adalah ijma (kesepakatan ulama), aku tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini. (Shahih Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlihi, hal. 359) Selain itu ada pula pendapat berikutnya yang bukan merupakan pendapat Al-Imam Ahmad: Keenam: Boleh melihat wajah, dua telapak tangan dan dua telapak kaki si wanita, demikian pendapat Abu Hanifah dalam satu riwayat darinya. Ketujuh: Boleh dilihat dari si wanita sampai ke tempat-tempat daging pada tubuhnya, demikian kata Al-Auzai. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar hal. 392,393, Fiqhun Nazhar hal. 77,78)

27

Al-Imam Al-Albani rahimahullahu menyatakan bahwa riwayat yang ketiga lebih mendekati zahir hadits dan mencocoki apa yang dilakukan oleh para sahabat. (Ash-Shahihah, membahas hadits no. 99)

28

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode atau pendekatan eksploratif kualitatif dengan rancangan studi kasus. Menurut Brannen (Alsa, 2003) Pendekatan kualitatif berasumsi bahwa manusia adalah makhluk yang aktif, yang mempunyai kebebasan kemauan, yang perilakunya hanya dapat difahami dalam konteks budayanya, dan perilakunya tidak didasarkan pada hukum sebab-akibat. Oleh sebab itu logis jika penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif tidak bertujuan untuk membuat hukum-hukum melainkan bertujuan untuk memahami objeknya. Alsa (2003) mengatakan bahwa penelitian dengan rancangan studi kasus dilakukan untuk memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu atau subjek yang diteliti. Penelitian studi kasus lebih mementingkan proses daripada hasil, lebih mementingkan konteks daripada variabel khusus, lebih ditujukan untuk menemukan sesuatu daripada kebutuhan konfirmasi. Pemahaman yang diperoleh dari studi kasus dapat secara langsung mempengaruhi kebijakan, praktek dan penelitian berikutnya. Moleong (1996) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Memanfaatkan metode kualitatif mengandalkan analisis data secara induktif, bersifat deskriptif, mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus dan memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitian bersifat sementara, hasil disepakati kedua pihak yaitu peneliti dan subjek penelitian. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitataif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1996). Penelitian kualitatif dalam konteks penelitian terapan menurut Nawawi dan Martini (1994),

29

adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan yang sewajarnya atau sebagaimana adanya, dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan. 3.2.Subyek Penelitian Kriteria yang dipakai memilih subjek penelitian ini, yaitu individu-individu yang berdasarkan kriteria yang telah ditentukan disebut sebagai Pasangan Pra Nikah.Subjek penelitian adalah remaja-remaja pasangan yang telah menikah. . 3.3.Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di rumah Subjek untuk hal-hal yang bersifat rahasia dan membutuhkan suasana yang kondusif.

1. Metode Pengumpulan Data Alsa (2003) berpendapat bahwa peneliti kualitatif cenderung

mengumpulkan data melalui kontak secara terus menerus dengan subjek dalam setting alamiah, seperti rutinitas mereka sehari-hari. Metode pengumpulan data yang paling mewakili karakteristik penelitian kualitatif adalah interview dan observasi partisipan. a. Wawancara Berdasar taxonomi bentuk pertanyaannya, wawancara dapat

dikelompokkan menjadi beberapa bentuk yaitu verbal dan non verbal. Ada dua bentuk pertanyaan verbal yaitu pertanyaan langsung dan tidak langsung; sementara itu untuk yang non verbal juga mempunyai dua bentuk pertanyaan yaitu overt dan covert. Sementara itu pertanyaan langsung dari verbal mempunyai dua bentuk yaitu terbuka dan tertutup (Werner dan Schoepfle, 1987 dalam Koentjoro, 2007). Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara partisipan dan tidak berstruktur, pemilihan model wawancara ini didasarkan atas kemampuan model ini untuk terhindar dari bias. Koentjoro (2007) membagi interview berdasar cara pengambilan datanya menjadi dua, yaitu interview partisipatif dan non partisipatif. Wawancara partisipatif pada umumnya berbentuk verbal terstruktur maupun tidak, terbuka maupun tertutup. Yang membedakan adalah adanya kecenderungan

30

responden

tidak

menyadari

kalau

tengah

diinterview,

karena

peneliti

memanfaatkan momen-momen khusus. Karenanya penggunaan interview partisipatif dapat menekan bias khususnya yang berbetuk faking good dan faking bad. b. Observasi Walaupun sudah dilakukan interview, peneliti akan melakukan observasi untuk memperoleh informasi-informasi mengenai perasaan-perasaan subjek penelitian, Bogdan (1993) menegaskan peneliti juga melakukan pencatatan tentang perasaan perasaan subjektif dan sikap pribadi sebagai peneliti atas tematema yang dibahas. Selain itu tujuan observasi adalah untuk mendapat data tentang suatu masalah sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. (Koentjoro, 2007).

Anda mungkin juga menyukai