Anda di halaman 1dari 16

Jumat, 23 Juli 2004

Belajar Sejarah dengan Alat Peraga


Acap kali guru mengeluh karena dalam proses belajar mengajar siswa loyo, tidak bersemangat, terutama pada empat jam pelajaran terakhir. Ini membuat Dra Eliyarni, guru SLTP Negeri 3 Sungai Rumbai, Sawahlunto, Sumatra Barat membuat metode mengajar yang lain dari biasanya. Dia menerapkan kombinasi metode DISTINQ dengan alat peraga sebagai upaya pengembangan dan penerapan keterampilan siswa pada pelajaran sejarah. Sebelum model pembelajaran ini dimulai, ada tiga unsur yang perlu dipersiapkan. Yakni, siswa, guru, dan perangkat pembelajaran. Ketiga unsur ini, kata dia, merupakan hal yang paling dominan dan menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Ketiganya harus saling mendukung. Kalau ketiga unsur ini dapat berperan dengan baik, maka akan menghasilkan mutu pembelajaran yang baik pula. Untuk itu, siswa perlu dipersiapkan menerima pelajaran. Pelajaran yang akan diberikan minggu depan, diberikan dulu hal-hal yang harus mereka lakukan. Persiapan untuk siswa akan berbedabeda, tergantung materi apa yang akan diajarkan. Misalnya pada pembelajaran 'Peranan Wali Sanga dan Peninggalan Sejarah Bercorak Islam'. Menjelang dua minggu materi disajikan, siswa diminta mencari gambar masjid sebanyak dua buah dengan bentuk atap yang berbeda. Gambar masjid diambil dari kalender bekas dan dikumpulkan pada minggu berikutnya. Seminggu menjelang disajikan, siswa diminta mengamati masjid/surau yang terdapat di lingkungan sekolah dan di lingkungan tempat tinggalnya. Setelah itu, guru menyortir semua gambar yang terkumpul dan memilih 14 gambar yang bisa digunakan sebagai alat peraga dalam pembelajaran ini. Gambar-gambar yang dipilih, diberi plastik kaca dan diisolasi sehingga bagus untuk ditampilkan. Setiap gambar diberi nomor dari 1 - 14 dari kertas karton. Guru membagi siswa dalam dua kelompok dan membuat semacam kuis yang akan dijawab oleh siswa kemudian didiskusikan dalam kelompok untuk kemudian membuat laporan. Ada beberapa kegiatan pokok yang dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran ini. Pertama, mempersiapkan kelas untuk menerima pembelajaran. Kedua, kegiatan inti pembelajaran seperti membimbing siswa dalam mengamati gambar agar keadaan kelas tetap aman dan tertib, memperhatikan cara kerja siswa dalam kelompoknya, mengawasi siswa dalam pembuatan laporan, mendiskusikan temuan-temuan yang didapat siswa, dan bersama-sama siswa mengumpulkan gambar-gambar serta mengatur kelas. Kegiatan penutup, bersama siswa mengambil simpulan. Dari ketiga kegiatan itu, yang perlu mendapat penjelasan adalah kegiatan inti. Kegiatan ini sangat berhubungan dengan pelaksanaan metode DISTINQ dan alat peraga. Langkah-langkah proses belajar mengajar dengan menggunakan alat peraga meliputi: - Dalam kelas dipersiapkan dua deretan bangku yang disusun memanjang ke belakang, masingmasing diberi tanda A dan B. - Di atas meja tersebut diletakkan 7 buah gambar dengan bentuk atap yang berbeda-beda. - Siswa yang telah dibagi dalam dua kelompok akan mengamati gambar yang terletak di deretan meja yang sama dengan kelompoknya. - Siswa menjawab kuis/pertanyaan yang diberikan guru. - Siswa berdiskusi dan membuat laporan kelompok. - Laporan dibacakan di depan kelas. - Bersama guru membahas temuan-temuan dan mengambil sipulan. - Melaksanakan tes.

Setelah pelaksanaan proses belajar mengajar dengan metode ini dan alat peraga, terdapat indikasi yang menunjukkan adanya peningkatan terhadap suasana belajar mengajar serta kualitas dan kuantitas hasil belajar. Ternyata, dengan pelaksanaan metode ini terdapat peningkatan yang sangat tajam dibandingkan dengan sebelumnya. Dari hasil yang dicapai, diketahui siswa secara klasikal dapat menuntaskan pelajaran ini dengan nilai rata-rata 8,5. Nilai ini meningkat jauh dari sebelumnya yang rata-rata hanya 5,6. Ini berarti, ada peningkatan sebesar 2,9 poin. Secara kuantitas, semakin banyak jumlah anak yang mendapatkan nilai yang lebih baik dan dapat menuntaskan pelajarannya. Model pembelajaran yang diterapkan Eliyarni kepada siswanya ini sudah menuai pengakuan. Model ini dinyatakan sebagai pemenang ketiga Lomba Kreativitas Guru tingkat Nasional 2002 untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan

http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp? mid=1&id=167474&kat_id=105&kat_id1=151&kat_id2=192

Pendidikan dan Sensitivitas Guru yang Kreatif


Achmad Sapari JIKA kita mau membuka mata tanpa prasangka terhadap dunia pendidikan yang berkembang saat ini, kita akan melihat sebuah fenomena pendidikan yang khas, terutama menyangkut tiga pilar, yaitu (1) transparansi manajemen; (2) pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan (PAKEM); dan (3) peran serta masyarakat. Tiga pilar manajemen berbasis sekolah (MBS) yang dikembangkan UNICEF-UNESCO-Pemerintah RI di sekolah rintisan di seluruh Tanah Air tampaknya sudah menjadi sumsum, tulang, dan darah bagi pelaksanaan pendidikan kita, khususnya pada jenjang sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah. Di Magelang, Jawa Tengah, tepatnya di Sekolah Dasar (SD) Pasuruan II, ada seorang guru yang sangat kreatif bernama Yasro Arifin. Dia mengajar Matematika untuk kelas tinggi. Dia tidak terpaku pada model pembelajaran yang monoton. Sebaliknya, dia mengajar dengan berbagai model pembelajaran yang diyakini memiliki dampak positif terhadap hasil belajar siswa. Dia pun menciptakan alat pembelajaran (alat peraga) Matematika yang sangat efektif bagi terciptanya pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan. Alat peraga yang diciptakan bukan hanya satu atau dua, melainkan sangat banyak, sesuai dengan topik atau pokok bahasan yang sesuai kurikulum. Oleh karena Yasro Arifin dapat mengembangkan PAKEM di sekolahnya, dia menjadi panutan bagi guru-guru, tidak hanya di gugus sekolahnya, melainkan di Provinsi Jawa Tengah. Yasro Arifin pun sangat dibutuhkan para guru di Jawa Tengah sehingga dia harus menatar di beberapa wilayah di Jawa Tengah. Dia bukan hanya milik SD Pasuruan II, melainkan sudah menjadi milik guru di Jawa Tengah. Pada diklat penulisan bahan ajar bernuansa PAKEM di Yogyakarta beberapa waktu lalu, Yasro Arifin mencoba mempraktikkan cara mengajar yang PAKEM di hadapan peserta dari berbagai penjuru Tanah Air. Hasilnya cukup menggembirakan meskipun banyak pula peserta dari daerah lain yang hanya pandai mengkritik, tetapi tidak mampu memberikan solusinya. Lepas dari itu semua, apa yang dilakukan Yasro Arifin sebagai seorang guru yang mencoba mengembangkan PAKEM benar-benar dapat dicontoh para guru di Tanah Air.

Lain lagi cerita Purwi Nuryantini (Bu Wiwik), seorang guru SD Negeri Maronwetan I, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, yang mengembangkan PAKEM, khususnya pada kelas rendah. Oleh karena SD Maronwetan I merupakan salah satu sekolah rintisan MBS UNICEF-UNESCO, secara otomatis SD tersebut sering dikunjungi berbagai kalangan yang peduli pendidikan, dari para guru, kepala sekolah, pengawas, sampai pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan dan Komisi E DPRD. Bahkan, para stakeholder pun tidak ketinggalan. Mereka adalah Komite Sekolah, tokoh masyarakat, maupun tokoh pendidikan yang sama-sama ingin menimba pengalaman dari berbagai kegiatan pendidikan di SD rintisan. Kepiawaian Bu Wiwik yang mengajar di kelas I SD Maronwetan I tergambar dari bagaimana dia menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan sehingga anak-anak betah belajar di kelas. Suasana pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) yang dipadukan dengan pembelajaran aktif (active learning) telah "membius" murid-murid kelas I SD Maronwetan I untuk terus belajar dan belajar. Bahkan, ketika bel berdentang sekalipun mereka masih merasa ingin terus belajar. Para konsultan UNICEF-UNESCO, sebut saja seperti Jiyono, Faesol Muslim, bahkan Mr Stewart, terkagum-kagum mengamati pembelajaran yang berlangsung di ruang kelas I tempat Bu Wiwik mengajar. Kelas yang dipenuhi hasil karya siswa berupa pajangan merupakan sumber belajar yang tidak habis-habisnya untuk digali. Anak-anak selalu menjadikan pajangan kelas sebagai media untuk belajar. Mereka mengamati, mendiskusikan (menurut versi mereka), dan bahkan saling memuji karya temannya. Dengan celoteh yang polos, mereka belajar dipandu Bu Wiwik yang selalu berupaya untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan bukan semata-mata pembelajaran yang mengharuskan anakanak untuk tertawa terbahak-bahak, melainkan sebuah pembelajaran yang di dalamnya terdapat kohesi yang kuat antara guru dan murid dalam suasana yang sama sekali tidak ada tekanan. Yang ada hanyalah jalinan komunikasi yang saling mendukung. Pembelajaran yang membebaskan, menurut konsep Paulo Fraire, adalah pembelajaran yang di dalamnya tidak ada lagi tekanan, baik tekanan fisik maupun psikologis. Sebab, tekanan apa pun namanya hanya akan mengerdilkan pikiran siswa, sedangkan kebebasan apa pun wujudnya akan dapat mendorong terciptanya iklim pembelajaran (learning climate) yang kondusif. Dalam konsep pembelajaran kontekstual (contextual learning), roh pembelajaran ada pada bagaimana hubungan antara guru dan murid dapat dijalin dengan pendekatan didaktik metodik yang bernuansa "pedagogis". Artinya, interaksi antara guru dan murid tidak dijalin dengan komunikasi yang "kaku" seperti "orang yang serba tahu" dengan "anak yang serba tidak tahu". Sensitivitas guru Sensitivitas guru yang dimaksud dalam tulisan ini adalah bagaimana guru dapat mengembangkan kepekaan-kepekaan pedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran, bukan perilaku sensitif yang bermakna konotatif. Dengan demikian, sensitivitas guru merupakan kepekaan dalam kerangka konteks pembelajaran. Sensitivitas Bu Wiwik dalam konteks pembelajaran tampak dari bagaimana dia menangkap apa yang diinginkan siswanya, bukan pada apa yang harus diperolehnya. Dengan demikian, sensitivitas guru lebih mengarah kepada upaya untuk memberikan pelayanan secara prima kepada siswa-siswinya. Pelayanan semacam ini akan terwujud manakala guru benar-benar dapat memerankan diri sebagai fasilitator, bukan sebagai orang yang harus dilayani. Sensitivitas Bu Wiwik di SD Maronwetan I juga tercermin pada Maria Ulfa (Bu Maria) di Mojokerto. Melalui sensitivitas yang dibangun dengan PAKEM, murid-murid yang diasuh Bu Maria benarbenar dapat menikmati pembelajaran yang menyenangkan. Bukan itu saja. Mereka seolah-olah

menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Bu Maria. Makanya, ketika Bu Maria Ulfa harus menjadi narasumber di berbagai pelatihan PAKEM tingkat nasional, murid-muridnya berceloteh, "Kenapa Ibu selalu keluar? Kenapa Ibu lama tidak mengajar?" Tentu saja celoteh semacam ini sulit dihindari karena di satu sisi dia menjadi bagian tak terpisahkan dari anak-anaknya, pada sisi lain dia dibutuhkan para guru di Tanah Air. Dalam hal ini tentu saja perlu dikembangkan Pak Yasro-Pak Yasro serta Bu Wiwik-Bu Maria yang lain yang dapat memerankan diri sebagai "lilin-lilin kecil" bagi dunia pendidikan kita. Rasanya, kita sudah terlalu penat dengan model pembelajaran yang sentralistik dan memaksa guru untuk selalu nrima ing pandhum (menerima apa adanya) serta hanyut dalam apatisme dan kepasrahan yang tidak proporsional. Kini saatnya, ketika desentralisasi pendidikan sedang digulirkan dan paradigma baru pendidikan kita dikembangkan, tidak ada jalan lain kecuali kita harus secara terus-menerus memberdayakan guru dengan mengembangkan sensitivitas dan kreativitasnya. Tanpa itu semua, pendidikan akan berjalan di tempat dan kita sulit untuk menjadi "pemenang" yang elegan, bahkan kita hanya akan menjadi "pecundang" yang kehilangan jati diri. Nauzubillah! Achmad Sapari Kasi Kurikulum Subdinas TK/SD, Dinas Diknas Kabupaten Probolinggo

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0312/08/Didaktika/722842.htm

MATEMATIKA SD YANG DIKEHENDAKI OLEH GURU, MURID, DAN ORANG TUA


Siti Rohmi Yuliati Education is a conscious effort to develop human potency. This is especially important for elementary education since it serves as a foundation for the students. One of course offered in elementary school is Mathematic which is targeted on building logical ability of the students. However, it is not an easy task to provide effective Mathematics course in elementary school because of the perceived difficulties from students, parents, and teachers toward the course as well as lack of teachers capabilities in teaching the course. It is therefore important to evaluate what characteristics and topics perceived to be important by students, parents, and teachers and to evaluate teachers ability to tech the course. This article discusses the issue based on data from 144 teachers, 1417 students, and 1300 parents in 24 elementary schools in Jakarta selected using stratified random sampling show. Key words: elementary school, Mathematics, random sampling, stratified

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran, termasuk pula di dalamnya usaha peningkatan mutu proses pembelajaran. Pemerintah cq. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sampai saat ini memprioritaskan pendidikan dasar melalui wajib belajar (Wajar) 9 tahun yang terutama ditujukan pada jenjang sekolah dasar (SD) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989). Hal

ini disebabkan adanya kecenderungan di masyarakat yang menilai bahwa pendidikan di SD adalah jenjang pendidikan yang paling mudah untuk ditangani. Padahal sebaliknya, justru pendidikan di SD adalah dasar dari pendidikan di jenjang selanjutnya. Ironisnya, masalah dan beban yang begitu berat tersebut kadang-kadang hanya dibebankan pada pundak guru yang bertugas di SD. Pada kenyataannya perlu juga disadari bahwa kemampuan dan latar belakang pendidikan guru SD masih banyak yang belum sesuai dengan tugas yang diampunya. Meningkatkan mutu SDM, dalam hal ini mutu lulusan secara umum, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak faktor yang mempengaruhi yang perlu mendapat perhatian, misalnya masalah anak didik, alat pendidikan, guru, metode dan materi anak, sarana dan prasarana. Di antara banyak faktor tersebut, guru, siswa, dan orang tua adalah serangkaian faktor yang saling mendukung satu sama lain. Guru misalnya, dalam menjalankan tugas dan profesinya memerlukan aneka ragam pengetahuan dan keterampilan keguruan yang memadai. Soediyarto (1997/1998) menyatakan bahwa melalui pendidikan diharapkan dapat ditingkatkan kemampuan, mutu kehidupan, dan martabat manusia Indonesia. Uzer (1997) menyatakan bahwa peran guru adalah menciptakan serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuan, selain tujuan pembelajaran itu sendiri. Untuk itu, setiap guru harus mempunyai tekad dari dalam dirinya untuk selalu meningkatkan profesionalismenya. Hal tersebut juga dibutuhkan untuk jenjang pendidikan guru SD di Indonesia yang hanya lulusan SPG (setingkat dengan lulusan SMTA). Melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 0854/0/1999, ditetapkan peraturan pemerintah bahwa guru SD harus berkualifikasi setingkat Diploma Dua (D-II). Mulai tahun 2002 dikeluarkan suatu kebijakan baru yang menyatakan bahwa para guru SD sudah dimungkinkan untuk menempuh pendidikan setara S1, khususnya S1 bidang ke-SD-an. Hal ini memang harus diprioritaskan untuk mengikuti tuntutan dan kemajuan di banyak hal. Sementara itu fenomena kurangnya jumlah dan kualifikasi guru SD di Indonesia masih menjadi isu yang sering dibicarakan (Kompas, 7 Februari 2002). Institusi SD tidak semata-mata berfungsi sebagai sarana sosialisasi awal bagi siswa tetapi juga sebagai awal pembentukan watak dan pribadi anak. Hal ini sejalan dengan tujuan diberikannya mata pelajaran Matematika di SD yakni membentuk sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilihat Matematika SD seperti apa yang dikehendaki oleh guru, siswa, dan orang tua. Artikel ini ditulis dengan tujuan menjawab dua pertanyaan (1) karakteristik dan topik matapelajaran Matematika seperti apa yang dikehendaki guru, siswa, dan orang tua siswa SD, dan (2) sampai sejauh mana kemampuan guru mengajar Matematika SD. Dengan menjawab ke dua hal ini diharapkan dapat ditemukan bentuk penyelesaian masalah yang dihadapi oleh para guru SD sebagai kunci keberhasilan proses pembelajaran Matematika di SD. Dalam penelitian yang mendasari artikel ini, topik matapelajaran dibatasi hanya pada empat topik, yaitu (1) konsep bilangan, (2) bangun dimensi dua, (3) bangun dimensi tiga, dan (4) pengukuran. Untuk itu dilakukan terlebih dahulu identifikasi terhadap topik pada materi Matematika SD yang masih menjadi masalah yang dihadapi oleh guru, siswa, dan orang tua. Sementara itu, karakteristik matapelajaran Matematika yang perlu diperhatikan adalah (1) sifat pelajaran Matematika, keterlibatan orang tua, manfaat Matematika dan aplikasi Matematika dalam kehidupan sehari-hari. Populasi kegiatan penelitian ini adalah seluruh SDN yang terdapat di wilayah provinsi DKI Jakarta. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik stratified random sampling, yakni secara acak diambil 25 SDN yang tersebar di lima wilayah Propinsi DKI Jakarta. Untuk setiap wilayah terpilih secara acak 5 kecamatan yang berbeda, kemudian untuk masing-masing kecamatan diambil secara acak satu SDN. Jadi secara keseluruhan sampel atau khalayak sasaran

melibatkan 25 SDN yang tersebar di 25 kecamatan yang berbeda di wilayah provinsi DKI Jakarta. Responden secara keseluruhan melibatkan guru SD dari kelas 1 sampai dengan kelas 6, masing-masing kelas 10 siswa, dan masing-masing kelas 10 orang tua. Sebuah SDN di Jakarta Pusat tidak jadi digunakan sebagai sampel karena keterbatasan waktu. Dengan demikian jumlah SDN yang terlibat menjadi 24 SDN. Jumlah Responden penelitian terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Responden Penelitian
Keterangan Jumlah Responden yang Direncanakan Jumlah Responden yang Mengembalikan Instrumen

Guru Kelas 1 s/d 6 Siswa Kelas 1 s/d 6 Orang tua kelas 1 s/d 6 Jumlah

6 x 24 = 144 10 x 6 x 24 = 1440 10 x 6 x 24 = 1440 3024

144 1417 1300 2861

Untuk mengumpulkan data tentang Matematika yang dikehendaki oleh guru SD, siswa, dan orang tua digunakan instrumen berupa angket dalam bentuk skala sikap. Disamping itu digunakan rambu wawancara untuk guru SD. Sedangkan untuk menilai kemampuan guru mengajar digunakan APKG (Alat Penilaian Kemampuan Guru), terdiri dari APKG 1 untuk menilai rencana pembelajaran, APKG 2 untuk menilai pelaksanaan pembelajaran, dan APKG 3 untuk menilai hubungan personal-sosial. Instrumen ini merupakan alat penilaian yang sudah dibakukan di FIP UNJ. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik dan Topik Matematika yang Dikehendaki Guru SD Tabel 2 menampilkan ringkasan analisis data tentang matematika yang dikehendaki oleh guru SD. Dari Tabel 2 dapat disimpulkan lima hal berikut ini. a. Mata pelajaran matematika masih dikehendaki oleh guru, dengan alasan: sangat penting (44,44%), sangat menarik (27,08%), sangat senang mengajarkannya (20,83%), dan sangat mudah (18,06%). Namun demikian 11,81% masih menganggap bahwa mempelajari matematika sangat sulit, dan 2,78% sangat membosankan. b. Konsep bilangan yang terdiri dari bilangan cacah, bilangan asli, bilangan bulat, bilangan pecahan, beserta operasinya masih menarik untuk diajarkan pada siswa (27,08%), guru mengajarkan dengan sangat yakin (27,78%), dan sangat siap (45,14%). Namun masih ada 1,39% guru yang ragu-ragu untuk mengajarkan bilangan dan operasinya; dan sangat bingung (2,78%) khususnya untuk mengajarkan bilangan pecahan dan operasinya. c. Konsep dan ciri-ciri bangun berdimensi dua dan tiga yang termasuk dalam geometri masih sangat menarik untuk diajarkan (20,14), apalagi jika diminta membuat alat peraganya, 43,06% guru segera mengerjakan. d. Guru merasa sangat mampu (36,81%) untuk mengajarkan aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari, hal ini menggembirakan karena mempelajari matematika tanpa penerapan dalam kehidupan sehari-hari (real mathematics) menjadikan matematika kering dan membosankan.

e. Pengukuran dan satuan pengukuran masih dikehendaki oleh guru untuk diajarkan karena guru sangat mampu mengajarkannya (43,06%), sangat tertarik (24,31%), dan sangat baik untuk diajarkan (36,81%) karena berhubungan dengan penerapan Matematika. Namun demikian 8,33% guru merasa sangat sulit mengajarkan satuan pengukuran. Hal ini mungkin disebabkan karena guru mengajarkannya tanpa menggunakan alat peraga. Tabel 2. Karakteristik dan Topik Matematika yang Dikehendaki oleh Guru SD
No. Uraian 1. Pelajaran matematika SD bagi Ibu/Bapak guru SD: Keterangan Sangat sulit Sangat mudah Sangat membosankan Sangat menarik Sangat benci Sangat senang Sangat sepele Sangat penting Sangat yakin Sangat ragu-ragu Sangat bosan Sangat tertarik Sangat berhasil Sangat gagal Sangat siap Sangat tidak siap Sangat bingung Sangat mantap Sangat yakin Sangat ragu-ragu Sangat suka Sangat tidak suka Sangat jengkel Sangat senang Segera mengerjakan Tidak mengerjakan Sangat tidak mampu Sangat mampu Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Segera mengerjakan Tidak mengerjakan Sangat tidak mampu Sangat mampu Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Sangat yakin Sangat tidak yakin Sangat mampu Sangat tidak mampu Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Sangat mampu Sangat tidak mampu Sangat frustrasi Sangat tidak frustrasi Persentase 11,81 18,06 2,78 27,08 0,00 20,83 1,39 44,44 27,78 1,39 0,69 27,08 16,67 0,00 45,14 0,00 2,78 22,92 29,17 2,08 36,81 1,39 0,69 25,69 43,06 1,39 1,39 29,17 20,14 4,17 20,14 0,00 36,11 2,78 0,69 27,08 17,36 2,78 18,06 0,00 25,69 0,69 36,81 1,39 34,03 0,00 21,53 0,69 43,06 0,69 0,69 7,64

2.

Jika diminta mengajarkan tentang konsep bilangan (cacah, asli, bulat) dan operasinya kepada siswa, reaksi Ibu/Bapak guru SD:

3.

Jika Ibu/Bapak harus mengenalkan konsep bilangan pecahan dan operasinya, mengubah pecahan biasa menjadi pecahan desimal daan persen, sikap Ibu/Bapak Guru:

4.

Untuk mengajar konsep dan ciri-ciri bangun berdimensi dua, Ibu/Bapak diminta membuat alat peraga terlebih dahulu, reaksi Ibu/Bapak guru:

5.

Untuk mengajar konsep dan ciri-ciri bangun berdimensi tiga, Ibu/Bapak diminta membuat alat peraga terlebih dahulu, reaksi Ibu/Bapak guru:

6.

Agar pelajaran matematika bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, sebagai guru SD Ibu/Bapak diminta untuk memberikan contoh-contoh aplikasi matematika, maka Ibu/Bapak guru:

7.

Bila tiba waktunya Ibu/Bapak harus mengajarkan tentang makna pengukuran, maka menurut Ibu/Bapak guru:

No.

Uraian

8.

Pengertian satuan standar untuk pengukuran panjang, luas, volume, berat, perlu, menurut Ibu/Bapak guru:

Keterangan Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Sangat sulit Sangat mudah Sangat buruk Sangat baik Sangat senang Sangat tidak senang Sangat siap Sangat tidak siap

Persentase 30,56 0,69 24,31 0,69 8,33 24,31 0,69 36,81 21,53 0,00 18,06 1,39

Siswa SD Tabel 3 menampilkan ringkasan analisis data tentang matematika yang dikehendaki oleh siswa SD. Tabel 3. Karakteristik dan Topik Matematika yang Dikehendaki oleh Siswa SD
No. Uraian 1. Pelajaran matematika SD bagi saya: Keterangan Sangat sulit Sangat mudah Sangat membosankan Sangat menarik Sangat benci Sangat senang Sangat sepele Sangat penting Sangat yakin Sangat ragu-ragu Sangat bosan Sangat tertarik Sangat berhasil Sangat gagal Sangat siap Sangat tidak siap Sangat bingung Sangat mantap Sangat yakin Sangat ragu-ragu Sangat suka Sangat tidak suka Sangat jengkel Sangat senang Segera mengerjakan Tidak mengerjakan Sangat tidak mampu Sangat mampu Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Segera mengerjakan Tidak mengerjakan Sangat tidak mampu Sangat mampu Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Persentase 15,46 28,09 1,69 18,35 0,56 25,26 0,56 33,80 24,98 6,49 2,19 22,30 18,14 3,11 42,27 2,40 11,08 6,70 16,58 7,20 33,45 3,32 2,05 35,36 46,15 1,91 6,14 15,81 19,76 1,69 13,90 1,91 35,85 2,19 6,07 16,58 18,00 2,47 12,14 1,83

2.

Jika diminta mengerjakan PR tentang penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian bilangan (cacah, asli, bulat), saya:

3.

Jika disuruh menyelesaikan soal-soal cerita, saya:

4.

Agar dapat mengenali konsep dan ciri-ciri bangun berdimensi dua, saya diminta membuat alat peraga terlebih dahulu, maka saya:

5.

Agar dapat mengenali konsep dan ciri-ciri bangun berdimensi tiga, saya diminta membuat alat peraga terlebih dahulu, maka saya:

No. Uraian 6. Agar pelajaran matematika bermanfaat saya diminta untuk memberikan contoh-contoh penerapan/aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari, maka saya:

7.

Ketika saya mempelajari pengukuran (panjang, keliling, luas, volume, berat, waktu), maka saya:

8.

Pengertian satuan standar untuk pengukuran panjang, luas, volume, berat, perlu, menurut saya:

Keterangan Sangat yakin Sangat tidak yakin Sangat mampu Sangat tidak mampu Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Sangat mampu Sangat tidak mampu Sangat frustrasi Sangat tidak frustrasi Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Sangat sulit Sangat mudah Sangat buruk Sangat baik Sangat senang Sangat tidak senang Sangat berguna Sangat tidak berguna

Persentase 25,48 5,65 24,63 4,52 21,38 2,05 13,27 1,41 31,83 6,28 7,41 7,06 20,61 2,26 16,58 2,54 14,96 14,61 2,26 17,08 14,33 2,82 33,59 0,35

Data pada Tabel 3 menunjukkan lima hal berikut ini. a. Mata pelajaran Matematika masih dikehendaki oleh siswa, dengan alasan sangat penting (33,80%), sangat mudah (28,09%), sangat senang mempelajarinya (25,26%), dan sangat menarik (18,35%). Namun demikian 15,46% masih menganggap bahwa mempelajari matematika sangat sulit, dan 1,69% sangat membosankan. b. Dalam mengerjakan PR matematika 42,27% siswa sangat siap, sangat yakin (24,98%). Namun masih terdapat 2,19% siswa sangat bosan mengerjakan PR matematika, dan tidak siap (2,40%). Hal ini mungkin terjadi bila PR yang diberikan terlalu banyak. c. Konsep dan ciri-ciri bangun berdimensi dua dan tiga yang termasuk dalam geometri masih sangat menyenangkan untuk dipelajari (19,76), apalagi jika diminta membuat alat peraganya, 46,15% siswa segera mengerjakan. d. Siswa merasa sangat mampu (24,63%) dan sangat yakin (25,48%) untuk memberikan contohcontoh aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari, hal ini menggembirakan karena matematika yang dipelajari anak harus bermakna (meaningfull), mempelajari matematika tanpa penerapan dalam kehidupan sehari-hari (real mathematics) menjadikan matematika kering dan membosankan. e. Pengukuran dan satuan pengukuran masih dikehendaki oleh siswa untuk dipelajari karena sangat berguna (33,59%), sangat mampu untuk mempelajarinya (31,83%), dan sangat senang (20,61%). Namun demikian 14,96% siswa merasa sangat sulit mempelajari satuan pengukuran. Hal ini mungkin disebabkan karena siswa hanya diajarkan secara simbolik saja, tanpa diberi pengkayaan aplikasi pengukuran dalam kehidupan sehari-hari, juga alat peraga tentang pengukuran belum optimal digunakan. Orang Tua Siswa SD Tabel 4 menampilkan ringkasan data tentang karakteristik dan topik Matematika yang dikehendaki oleh orang tua siswa SD. Tabel 4. Karakteristik dan Topik Matematika yang Dikehendaki oleh Orang Tua Siswa SD

No. 1.

Uraian Sebagai orang tua, pelajaran Matematika SD bagi Ibu/Bapak:

2.

Jika diminta memeriksa kembali PR hitungan Matematika putra/ putri anda, Ibu/Bapak orang tua siswa:

3.

Jika Ibu/Bapak ditanya anak tentang bilangan pecahan dan operasinya, mengubah pecahan biasa menjadi pecahan desimal daan persen, sikap Ibu/Bapak orang tua siswa:

4.

Agar putra/putrid anda mudah mengenali konsep dan ciri-ciri bangun berdimensi dua, Ibu/Bapak diminta membuat alat peraga terlebih dahulu, reaksi Ibu/Bapak orang tua siswa:

5.

Agar putra/putri anda mudah mengenali konsep dan ciri-ciri bangun berdimensi tiga, Ibu/Bapak diminta membuat alat peraga terlebih dahulu, reaksi Ibu/Bapak orang tua siswa:

6.

Agar pelajaran matematika bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, sebagai orang tua Ibu/Bapak diminta untuk memberikan contoh aplikasi matematika, maka Ibu/Bapak orang tua siswa:

7.

Bila Ibu/Bapak ditanya putra/putri tentang makna pengukuran, maka reaksi Ibu/Bapak orang tua siswa:

8.

Pengertian satuan standar untuk pengukuran panjang, luas, volume, berat, perlu, menurut Ibu/Bapak

Keterangan Sangat sulit Sangat mudah Sangat membosankan Sangat menarik Sangat benci Sangat senang Sangat sepele Sangat penting Sangat bingung Sangat tidak bingung Sangat khawatir salah Sangat tidak khawatir Sangat berhasil Sangat gagal Sangat mampu Sangat tidak siap Sangat bingung Sangat mantap Sangat yakin Sangat ragu-ragu Sangat suka Sangat tidak suka Sangat jengkel Sangat senang Segera mengerjakan Tidak mengerjakan Sangat tidak mampu Sangat mampu Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Segera mengerjakan Tidak mengerjakan Sangat tidak mampu Sangat mampu Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Sangat yakin Sangat tidak yakin Sangat mampu Sangat tidak mampu Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Sangat mampu Sangat tidak mampu Sangat frustrasi Sangat tidak frustrasi Sangat senang Sangat tidak senang Sangat tertarik Sangat bosan Sangat sulit Sangat mudah Sangat buruk Sangat baik Sangat senang

Persentase 10,85 20,85 1,46 17,54 0,15 12,92 0,31 55,15 5,77 17,38 18,00 16,92 15,00 0,77 39,92 1,23 16,00 13,54 20,77 10,69 23,23 0,77 1,08 26,54 44,00 4,77 6,00 19,15 16,77 2,00 15,23 1,69 45,08 3,85 5,23 18,77 19,77 1,46 15,62 0,92 20,38 4,54 35,00 3,54 28,62 1,00 19,77 0,69 35,00 5,54 2,23 11,00 33,54 1,08 22,23 0,77 13,54 20,54 0,23 40,23 16,46

No.

Uraian

Keterangan Sangat tidak senang Sangat siap Sangat tidak siap

Persentase 0,69 17,62 1,31

Data pada Tabel 4 mencerminkan enam hal berikut ini. a. Mata pelajaran Matematika masih dikehendaki oleh orang tua siswa, dengan alasan sangat penting (55,15%), dan sangat mudah (17,54%). Namun demikian 10,85% masih menganggap bahwa matematika sangat sulit, dan 1,46% sangat membosankan. b. Dalam memeriksa PR Matematika putra/putrinya, orang tua merasa sangat mampu (39,92%), sangat berhasil (15,00%). Namun masih terdapat 18,00% orang tua yang khawatir salah, hal ini mungkin terjadi karena kadang-kadang jawaban yang tidak sesuai dengan kunci gurunya langsung disalahkan. Guru perlu mempersiapkan jawaban yang tidak linear (hanya satu jawaban), tetapi banyak jawaban/alternatif pemecahannya, hal ini akan menumbuhkan kreativitas siswa dalam mempelajari matematika. Masih terdapat 5,77% orang tua sangat bingung bila memeriksa PR putra/putrinya, karena ada kemungkinan matematika yang dipelajari ketika ia sekolah dahulu, berbeda dengan matematika yang dipelajari anaknya sekarang. c. Konsep dan ciri-ciri bangun berdimensi dua dan tiga yang termasuk dalam geometri masih sangat menyenangkan untuk dipelajari putra/putrinya (19,77), apalagi jika diminta membantu membuat alat peraganya, 45,08% orang tua siswa segera mengerjakan. Hal ini sangat menggembirakan karena dengan menggunakan alat peraga, konsep dan ciri-ciri geometri akan mudah dipelajari oleh putra/putrinya. d. Terdapat 16,00% orang tua sangat bingung ketika ditanya anaknya tentang bilangan pecahan dan operasinya. e. Orang tua siswa merasa sangat mampu (35,00%) dan sangat senang (28,62%), dan sangat yakin (20,38%) ketika diminta memberikan contoh-contoh aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menggembirakan karena sebagai orang tua berarti telah merasakan bahwa tiada hari tanpa matematika dalam kehidupan pribadi maupun berhubungan dengan orang lain. f. Pengukuran dan satuan pengukuran sangat baik (40,23%) diberikan pada putra/putrinya dan sangat mampu (35,00%) membantu putra/putrinya mempelajarinya. Namun demikian 13,54% orang tua merasa sangat sulit ketika ditanya tentang satuan pengukuran. Kemampuan Mengajar Kemampuan Guru dalam Merencanakan Pembelajaran Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran yang dinilai menggunakan format penilaian APKG 1, dengan skor terendah 1 dan tertinggi 4, yang meliputi 14 komponen, yaitu: penggunaan bahan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum, perumusan tujuan pembelajaran khusus, pengorganisasian materi pembelajaran, penentuan alat bantu mengajar, penentuan sumber belajar, pilihan jenis kegiatan belajar, susunan langkah mengajar, penetapan alokasi waktu mengajar, pilihan cara pengorganisasian siswa agar dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar, pilihan cara memotivasi siswa, penentuan jenis dan prosedur penilaian, pembuatan alat-alat penilaian, kebersihan dan kerapihan, serta penggunaan bahasa tulis. Berdasarkan hasil observasi, diperoleh rerata kemampuan guru merencanakan pembelajaran untuk kelompok guru kelas 1 sampai kelas 6 (lihat Tabel 5). Tabel 5. Rerata Kemampuan Guru Merencanakan Pembelajaran

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kelompok Guru Kelas 1 Guru Kelas 2 Guru Kelas 3 Guru Kelas 4 Guru Kelas 5 Guru Kelas 6

Rerata Kemampuan Guru Merencanakan Pembelajaran 2,54 2,59 2,66 2,57 2,71 2,64

Hasil ini memperlihatkan bahwa kemampuan guru merencanakan pembelajaran masih dalam kategori sedang. Kemampuan Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran dinilai menggunakan format penilaian APKG 2, dengan skor terendah 1 dan tertinggi 4, yang meliputi 16 komponen, yaitu: penyiapan kondisi pembelajaran; menggunakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, siswa, materi, dan lingkungan; menggunakan alat bantu pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, siswa, materi, dan lingkungan; melaksanakan kegiatan dalam urutan yang logis; keterampilan memberi penjelasan/petunjuk yang berkaitan dengan isi pembelajaran; menggunakan variasi stimulus dalam pembelajaran secara tepat; mendemonstrasikan kemampuan pembelajaran dengan menggunakan metode yang tepat; upaya guru untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar; memelihara keterlibatan siswa dalam pembelajaran; membuat rangkuman/ringkasan materi pembelajaran dan memberi balikan; efektivitas penggunaan waktu; penggunaan bahasa pengantar; kepedulian terhadap kesalahan berbahasa siswa; penampilan guru dalam pembelajaran; melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar; serta menutup pelajaran. Berdasarkan hasil observasi, diperoleh rerata kemampuan guru melaksanakan pembelajaran untuk kelompok guru kelas 1 sampai kelas 6 (lihat Tabel 6). Tabel 6. Rerata Kemampuan Guru Melaksanakan Pembelajaran
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kelompok Guru Kelas 1 Guru Kelas 2 Guru Kelas 3 Guru Kelas 4 Guru Kelas 5 Guru Kelas 6 Rerata Kemampuan Guru Melaksanakan Pembelajaran 2,59 2,65 2,62 2,69 2,75 2,61

Hasil ini memperlihatkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran masih dalam kategori sedang. Kemampuan Guru dalam Hubungan Personal-Sosial Kemampuan guru dalam mengadakan hubungan personal-sosial yang dinilai menggunakan format penilaian APKG 3, dengan skor terendah 1 dan tertinggi 4, meliputi 15 komponen, yaitu: membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri, membantu siswa menumbuhkan kepercayaan diri, membantu menjelaskan pikiran dan perasaan siswa, membantu siswa agar mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan dirinya, menunjukkan sifat terbuka terhadap pendapat siswa dan orang lain, menunjukkan sikap luwes baik di dalam maupun di luar kelas, menerima siswa sebagaimana adanya (kelebihan dan kekurangannya), menunjukkan sikap simpati dan sensitif terhadap perasaan dan kesukaan siswa, menunjukkan kegairahan dalam

mengajar, merangsang minat siswa dalam belajar, memberikan kesan kepada siswa bahwa guru bergairah dengan apa yang diajarkan dan cara mengajarkannya, mengembangkan hubungan antar pribadi yang sehat dan serasi, memberikan tuntutan agar interaksi antar siswa serta antar guru dan siswa terpelihara dengan baik, dan menangani perilaku siswa yang tidak diinginkan. Berdasarkan hasil observasi, diperoleh rerata kemampuan guru dalam mengadakan hubungan personal-sosial untuk kelompok guru kelas 1 sampai kelas 6 (lihat Tabel 7). Hasil ini memperlihatkan bahwa kemampuan guru dalam mengadakan hubungan personal-sosial dalam kategori mendekati baik. Apabila ketiga kemampuan guru di atas dirangkum dan dihitung dengan rumus: menghasilkan rerata kemampuan guru mengajar untuk kelompok guru kelas 1 sampai kelas 6 (lihat Tabel 8). Tabel 7. Rerata Kemampuan Guru dalam Hubungan Personal-Sosial
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kelompok Guru Kelas 1 Guru Kelas 2 Guru Kelas 3 Guru Kelas 4 Guru Kelas 5 Guru Kelas 6 Rerata Kemampuan Guru dalam Hubungan P-S 2,76 2,68 2,74 2,76 2,80 2,94

Tabel 8. Rerata Kemampuan Guru Mengajar


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kelompok Guru Kelas 1 Guru Kelas 2 Guru Kelas 3 Guru Kelas 4 Guru Kelas 5 Guru Kelas 6 Rerata Kemampuan Guru Mengajar 2,60 2,64 2,65 2,66 2,75 2,68

Hasil ini memperlihatkan bahwa kemampuan guru mengajar dalam kategori sedang. Hasil Wawancara Hasil wawancara dengan guru mengenai pembelajaran Matematika SD, dapat dirangkum dalam Tabel 9. Tabel 9. Rangkuman Hasil Wawancara dengan Guru SD
No. 1. Keterangan Media yang paling efektif untuk pembelajaran matematika adalah: Alasan *alat peraga/benda-benda konkrit. *Alat bantu yang sesuai dengan materi yang diajarkan. *Buku sumber/buku latihan. *Gambar, tabel, poster *Anak dapat mengerti pokok bahasan/sub pokok bahasan. *Sesuai dengan tingkat kemampuan anak. *Memberi penerapan matematika lebih mudah. *Anak lebih cepat mengerti. *Materi pelajaran matematika tidak

2.

Materi pelajaran matematika yang tercantum dalam kurikulum (kurikulum 1994, Suplemen kurikulum 1999, kurikulum KBK) telah sesuai dengan perkembangan anak, karena:

No.

Keterangan

Alasan padat. *Menekankan pelajaran berhitung. *Banyak contoh penerapan matematika yang berhubungan dengan mata pelajaran lainnya.

Materi pelajaran matematika yang tercantum dalam kurikulum (kurikulum 1994, Suplemen kurikulum 1999, kurikulum KBK) tidak sesuai dengan perkembangan anak, karena:

3.

Metode yang digunakan dalam pembelajaran matematika di SD, sebaiknya dengan urut-urutan sebagai berikut:

4.

Cara pemecahan masalah ketika menghadapi siswa yang berkesulitan belajar matematika adalah:

*Anak belum terlalu aktif. *Kurang kreativitasnya. *Tidak sesuai dengan kemampuan anak karena terlalu tinggi materi yang dipelajari. *Materi sulit diterima oleh anak. *KBK belum dilaksanakan, maka belum sesuai dengan situasi anak sekarang. Ceramah, sebab: *dapat digunakan untuk menerangkan materi kepada siswa. *materi dapat disampaikan secara menyeluruh, dan lebih efektif. *anak lebih paham, dapat menangkap materi yang diberikan. Pemberian tugas, sebab: *guru dapat mengukur tingkat kemampuan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru. *untuk melatih anak mengerjakan soalsoal *untuk mengetahui keaktivan anak Demonstrasi, sebab: *anak cepat mengerti dan jelas *agar anak tahu yang sebenarnya *agar anak tidak berpikir abstrak Diskusi, sebab: *dapat digunakan dalam pemecahan masalah *siswa berani mengeluarkan pendapatnya *siswa dapat bersosialisasi dengan temannya *merangsang kreativitas berpikir anak *memanggil siswa yang berkesulitan belajar *siswa diberi tugas tambahan, remedial, privat *orang tua dipanggil *diperbanyak pekerjaan rumah *pemberian tambahan belajar di waktu jam kosong Awal proses, sebab: *guru dapat mengetahui kesiapan siswa menerima materi melalui tanya jawab Selama proses, sebab:

5.

Prosedur evaluasi yang digunakan adalah:

No.

Keterangan

Jenis evaluasi yang digunakan adalah:

Bentuk evaluasi yang digunakan adalah:

Alasan *untuk mengetahui sejauh mana siswa menyimak penjelasan guru Akhir proses, sebab: *untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang sudah diserap oleh siswa Tertulis, sebab: *guru dapat melihat kesalahan dan kebenaran siswa mengerjakan soal *pekerjaan siswa dapat dikoreksi kembali *anak dapat lebih memahami soal *guru dapat melihat keberhasilan siswa *di kelas 1 melatih kemampuan menulis dan membaca soal *anak bebas mengerjakan Lisan, sebab: *untuk melatih keberanian anak *anak belajar mengungkapkan pendapat *merangsang ingatan dan pola pikir anak Tes perbuatan, sebab: *melatih keaktivan anak *melatih keberanian *menimbulkan motivasi anak Isian singkat, sebab: *dapat diketahui kemampuan siswa dalam mengerjakan soal *anak tidak asal pilih *melatih kreativitas siswa *anak tidak terbiasa untuk main tebak dalam mengerjakan soal Uraian, sebab: *mengetahui kemampuan siswa *melatih daya serap anak Tes objektif, sebab: *memudahkan mengoreksi *kemampuan anak dalam menulis terbatas, terutama di kelas rendah *anak dapat menentukan pilihan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, maka kesimpulan dalam kegiatan penelitian ini adalah: 1. Pada dasarnya responden sebagian guru SD menganggap bahwa Matematika adalah matapelajaran yang sangat penting dan materi pada pembelajaran matematika tidak bermasalah untuk diajarkan hanya sebagian kecil yang kurang memahami konsep dasar materi.

2. Pada dasarnya responden murid SD menganggap bahwa matapelajaran Matematika sangat penting, siap untuk dipelajari, senang membuat alat peraga tentang bangun berdimensi dua dan tiga, serta materi pada pecahan, konsep pengukuran, akan tetapi sebagian sangat mengharapkan guru dalam mengajarkan menggunakan alat peraga dan lebih banyak memberi contoh penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan berlatih soal cerita. 3. Pada dasarnya para orang tua yang mempunyai anak di SD tertarik dengan mata pelajaran Matematika dan siap membantu anaknya untuk mengerjakan tugasnya. Akan tetapi ada perasaan khawatir salah. Hanya dalam beberapa materi tertentu masih bingung, kurang mampu, dan bosan untuk mempelajarinya. 4. Pencapaian skor rerata kemampuan guru mengajar dalam kategori sedang. Hasil ini belum sesuai dengan yang diharapkan. Rekomendasi Berhubung masih adanya anggapan dari sebagian guru, murid, dan orang tua bahwa Matematika itu adalah mata pelajaran yang sangat sulit dan membosankan, dan beberapa orang tua yang kurang dapat memahami materi tertentu, serta beberapa murid yang bosan, ditambah berdasarkan skor kemampuan guru mengajar dan rencana peneliti semula untuk melakukan penelitian tindakan maka peneliti menyarankan kepada aparat yang berwenang (dalam hal ini adalah pemerintah DKI Jakarta), untuk: 1. Melakukan pelatihan pembuatan rencana pembelajaran Matematika. 2. Pelatihan peningkatan metode/strategi pembelajaran Matematika SD. 3. Mengadakan pelatihan tentang materi pelajaran Matematika SD dan bagaimana mengajarkannya, tidak dicampur dengan bidang studi lain. 4. Pelatihan tentang permainan Matematika SD, life skill melalui pembelajaran matematika. 5. Perlunya distribusi alat peraga secara merata. DAFTAR RUJUKAN Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). Keputusan Mendikbud tentang Pengadaan dan Penyetaraan Guru SD. Jakarta: Depdikbud. Kompas. (7 Februari 2002). Fenomena Guru SD di Indonesia. Jakarta. Soediyarto. (1997/1998). Memantapkan Kinerja Sistem Pendidikan Nasional dalam Menyiapkan Manusia Indonesia Memasuki Abad Ke-21. Jakarta: Proyek Perencanaan Terpadu dan Ketenagaan Diklusepora. Uzer, U. (1997). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

http://psi.ut.ac.id/jp/61maret05/yuliati.htm

Anda mungkin juga menyukai