Anda di halaman 1dari 41

BAB II PANDANGAN UMUM TERHADAP PERBANKAN SYARIAH A.

Sejarah Perbankan Syariah Konsep teoritis mengenai bank Islam muncul pertama kali pada tahun 1940an, dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan bagi hasil. Berkenaan dengan ini, dapat disebutkan pemikiran-pemikiran dari beberapa penulis, antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). Uraian yang lebih terperinci mengenai gagasan pendahuluan mengenai perbankan Islam ditulis oleh ulama besar Pakistan, yakni Abul Ala Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962). Maududi Uzair merupakan seorang perintis teori perbankan Islam dengan karyanya yang berjudul; A Groundwork for Interest Free Bank. 21 Pemikiran yang sudah muncul pada tahun 50-an tidak langsung memberikan jalan yang lapang bagi perbankan Islam. Tahun 1960-an, bank syariah hanya menjadi diskursus teortis. Belum ada langkah konkret yang memungkinkan implementasi praktis gagasan tersebut. Padahal, telah muncul kesadaran bahwa bank syariah merupakan solusi masalah ekonomi untuk menghasilkan kesejahteraan sosial di

negara-negara Islam. 22

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999) hal. 4.
22

21

Adrian Sutedi, Perbankan Syariah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009) hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

Sejarah awal mula perbankan syariah pertama sekali dilakukan adalah di negara Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 19-an, dan kemudian di negara Mesir. Perbankan syariah di negara Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini adalah Ahmad El Najjar, mengambil sebuah bentuk bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Myt, Myt Ghamr Bank pada tahun 1963 didirikan di Mesir. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967 dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung daam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang di dapat dengan para penabung. 23 Perkembangan selanjutnya adalah berdirinya Islamic Development Bank (IDB), yang bediri atas prakasa dari sidang menteri luar negeri negara-negara OKI (organisasi Konfrensi Islam) di Pakistan (1970), Libiya (1973), dan Jeddah (1975). Dalam sidang tersebut diusulkan penghapusan sistem keuangan berdasarkan bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil. Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negeri Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada akhir periode 1970-

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Ed. Keenam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2002) hal. 177.

23

Universitas Sumatera Utara

an dan awal periode 1980-an, bank-bank syariah muncul di Mesir, Sudan, negaranegara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, dan Turki. Bank Islam pertama yang bersifat swasta adalah Dubai Islamic Bank, yang didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari berbagai Negara. Pada tahun 1977, berdiri 2 (dua) bak Islam dengan nama Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan, dan pada tahun itu pula pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa bunga. Salah satu negara pelopor sistem perbankan syariah secara nasional adalah Pakistan. Pemerinah Pakistan mengkonversi seluruh sistem perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah. Sebelumnya pada tahun 1979, beberapa institusi keuangan terbesar di Pakistan telah menghapus sistem bunga dan mulai tahun itu pula pemerintah Pakistan mensosialisasikan pinjaman tanpa bunga, terutama pada petani dan nelayan. Secara internasional, perkembangan perbankan Islam pertama sekali diprakarsai oleh Mesir, pada sidang Menteri luar negeri negara-negara Organisasi Konfrensi Islam di Karachi, Pakistan, pada desember 1970. Mesir mengajukan

proposal berupa studi tentang pendirian bank Islam internasional untuk perdagangan dan pembangunan (international Islamic bank for trade and development) dan proposal pendirian federasi bank Islam (federation of Islamic banks). Inti usulan yang diajukan dalam proposal tersebut adalah bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga

Universitas Sumatera Utara

harus diganti dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut diterima dan sidang menyetujui rencana pendirian Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam, bahkan sebagi tambahan diusulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries), serta pembentukan-pembentukan perwakilan khusus, yaitu Asosiasi Bank-bank Islam (Association of Islamic Banks) sebagai badan konsultatif masalah-masalah ekonomi dan perbankan Islam. Diluar negeri banyak bank syariah yang umurnya sudah lama, misalnya sebagai berikut: 1. Bahrain Islamic Bank (1978) 2. Islamic Bank Bangladesh (!986) 3. Kuwait Finance House (1987) 4. Bank Islam Malaysia Berhad (1987) 5. Qatar Islamic Bank (1407) 6. Faysal Islamic Bank Sudan (1407) 7. Islamic Bank for Western Sudan (1987) 8. Sudanese Islamic Bank 1405) 9. Beit Ettanwil Saudi (B.E.S.T) (1986)

Universitas Sumatera Utara

10. Al Baraka Turkis Evkaf Finance House (1989) 11. Bank Al Taqwa (1989) 12. Nasser Social Ban2 (1971) 13. Dubai Islamic Bank (1975) 14. Kuwait Finance House (1977) 15. Faysal Islamic Bank, Mesir dan Sudan (1977) 16. Jordan Islamic Bank (1977) 17. The Islamic International Bank for Investment and Development Mesir (1980) 18. The International Islamic Bank of Dacca Bangladesh (1982) 19. Massraf Faysal Al Islami Bahrain (1982) 20. The Sharia Investment Service, Genewa (1980) Kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, tetapi juga bank milik non muslim. Saat ini bank Islam sudah tersebar diberbagai negara muslim dan non muslim, baik di benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan keuangan dunia, seperti ANZ , Chase, Chemical Bank, dan City Bank telah membuka cabang yang berdasarkan syariah. 24 Sementara itu, ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970-an. Dimana pembicaraan bank syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan 1976 dalam seminar yang diadakan oleh Lembaga Studi Ilmu- Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka
24

Ibid. hal 178

Universitas Sumatera Utara

Tunggal Ika. Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat Islam Indonesia memiliki perbankan Islam sendiri mulai behembus sejak saat itu, seiring munculnya kesadaran batu kaum intelektual dan cendikiawan muslim dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Pada awalnya memang sempat terjadi perdebatan mengenai hukum bunga bank dan hukum zakat, pajak dikalangan para ulama, cendikiawan, dan intektual muslim. 25 Namun ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide pendirian bank syariah ini. Adapun alasan tersebut antara lain: 1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur dan karena itu tidak sejalan dengan undang-undang pokok perbankan yang berlaku, yakni Undang-undang No. 14 Tahun 1967 2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam, dan karena itu tidak dikehendaki pemerintah 3. Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam ini, sementara pendirian bank baru dari timur tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia. 26

25 26

Adrian Sutedi, Op. Cit. hal. 6.

Dawam Rahardjo, Islam dan Tansformasi Sosial-Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam dimana tokoh yang terlibat diantaranya adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A. M. Saefuddin, dan M. Amien Azis, sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktikkan dalam skala yang relatif terbatas, diantaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Rhido Gusti). Sebagai gambaran M. Dawam Rahardo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi bank syariat Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan riba, sekaligus menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebut dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudlarabah, musyarakah, dan murabahah. 27 Kemudian gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi di tahun 1988, disaat pemeintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada saat itu berusaha mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum yang bisa dijadikan dasar, kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0 %. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua Bogor tanggal 18-20 Agustus 1990, maka dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI tersebut, maka dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan

27

Adrian Sutedi, Op. Cit. hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

diberi tugas untuk melakukan pedekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.28 Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT. Bank Muammalat Indonesia, yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 November 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai bulan September 1999, Bank Muamalat Indonesia telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Dana tersebut berasal dari Presiden dan Wakil Presiden, sepuluh menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti

Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan dtetapkan sebagai yayasan penompang Bank Muammalat Indonesia. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muammalat Indonesia mulai beroperasi. 29 Setelah Bank Muammalat Indonesia mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah pertama di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menerapkan dan mempraktekkan sistem syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Namun karena kuatnya jaringan bank konvensional yang dimiliki para konglomerat dan pemerintah yang tayangan-tayangannya bahkan masuk
28 29

Ibid. hal.9.

Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001).

Universitas Sumatera Utara

ke pelosok desa dan kecamatan untuk menyedot dana dari masyarakat, membuat Bank Muammalat Indonesia hampir tidak bisa berbuat banyak, apalagi untuk menyediakan jasa kepada masyarakat yang jauh dari kota-kota besar. Kenyataan tersebut barangkali menjadikan Bank Muammalat Indonesia kemudian belum dapat memenuhi banyak harapan masyarakat muslim lapisan bawah yang selama berpuluhpuluh tahun tidak tersentuh kebijakan pemerintah yang memihak kepada mereka. Secara yuridis, walaupun pembicaraan-pemicaraan tentang bank berdasarkan prinsip syariah sudah lama ada di Indonesia, akan tetapi momentum akan lahirnya bank-bank yang brgerak dibidang berdasarkan prinsip syariah tersebut baru ada setelah lahirnya Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998. Memang Undang-undang Perbankan No 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 seakan-akan memukul gong terhadap lahirnya bank berdasarkan rinsip syariah tersebut. Sebab menurut pasal 6 huruf (m) juncto pasal 13 huruf (c) dari undang-undang tersebut dengan tegas membuka kemungkinan bagi bank untuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil dengan nasabahnya, baik untuk bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan pembiayaan bagi hasil tersebut kemudian oleh Undang-unang No.10 Tahun 1998 diperluas menjadi kegiatan apapun dari bank berdasarkan prinsip syariat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (dalam undang-undang yang lama ditetapkan oleh peraturan pemerintah). 30

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999) hal. 170

30

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, pasal 6 huruf (m) dan pasal 13 huruf (c) dari Undangundang Perbankan No.10 Tahun 1998 sekarang merupakan dasar hukum yang utama bagi eksistensi bank berdasarkan prinsip syariah. Adapun isi dari pasal 6 huruf (m) tersebut adalah: Pasal 6 huruf (m): Usaha bank meliputi: (m) menyediakan pembiayaan dan/ atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 13 huruf (c): Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi: (c) menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya sebagai pengejawantahan dari dasar hukum utama dari Undangundang Perbankan No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi Undangundang No.10 Tahun 1998, oleh Pemerinah Republik Indonesia telah dikeluarkan dasar hukum selanjutnya telah dikeluarkan dasar hukum selanjutnya bagi bank berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk peraturan pemerintah, yakni dengan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Adapun yang menjadi dasar-dasar Bank Bagi Hasil yang disebutkan dalam Peraturan Pemerinah No. 72 Tahun 1992 tersebut adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Kegiatan bank berdasarkan syariah dapat dilakukan oleh Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat (pasal 1 ayat(1)) 2. Jika Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat sudah melakukan kegiatan bank berdasarkan syariah, ,maka dia tidak boleh lagi merangkap melakukan juga kegiata-kegiatan lainnya (kegiatan konvensional) (pasal ayat (1) juncto pasal 6) 3. Bank berdasarkan syariah melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syaiat Islam (pasal 2 ayat (1)) 4. Bagi hasil bagi penyediaan dana kepada masyarakat termasuk juga kegiatan jualbeli (pasal 2 ayat (2)) 5. Bank berdasarkan syariah wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa bank berdasarkan prinsip syariah di Indonesia telah ada sebelum di undangkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 6 huruf (m) an pasal 13 huruf (c) Undang-undang No. 7 Tahun 1992, yang kemudian menjadi tonggak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. B. Pengertian Perbankan Syariah, Prinsip Operasi Bank Syariah dan Pengelolaan Perbankan Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Bank syariah, atau Bank Islam, merupakan salah satu bentuk dari perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariat (hukum) Islam. Menurut

Universitas Sumatera Utara

Schaik dalam bukunya yang berjudul Islamic Banking, bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah. 31 Definisi Bank Syariah menurut Muhammad dan Donna dalam bukunya yang brjudul Variabelvariabel yang Mempengaruhi Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam. 2. Prinsip Operasi Bank Syariah Bank syariah dapat dilakukan melalui: 1. Bank Umum Syariah 2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) 3. Islamic Windows, dan 4. Office Chanelling

Sudarsono , Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogiakarta: Penerbit Ekonisia, 2004)

31

Universitas Sumatera Utara

Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prnsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukum yang diperkenankan adalah perseroan terbatas atau PT, koperasi daerah 32 dengan modal disetor sekurang-kurangnya satu triliun rupiah. 33 Kegiatan usaha bank umum syariah Pasal 19 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 meliput i: Pasal 19 ayat (1) antara lain: a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadiah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; c. menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

Pasal 2 PBI No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Pasal 4 PBI No. 7/35/PBI/2005 Tentang Perubahan atas PBI No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
33

32

Universitas Sumatera Utara

e.

menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

f. menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; g. melakukan pengambilalihan hutang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; l. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;

Universitas Sumatera Utara

m. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; n. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; o. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah; p. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan q. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 ayat (1), antara lain: a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah; c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; d. bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pension berdasarkan Prinsip Syariah; e. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;

Universitas Sumatera Utara

f.

menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;

g. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; h. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal; dan i. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah. Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukumnya dapat berupa perseroan terbatas, koperasi atau perusahaan daerah. ditetapkan sebagai berikut: 1. Rp 2.000.000.000,- untuk di wilayah DKI Jakarta, Kab./Kota Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi 2. Rp 1.000.000.000,- untuk diwilayah ibu kota provinsi di luar wilayah DKI Jakarta, Kab./Kota Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi 3. Rp 500.000.000,- untuk wilayah lain. Pasal 2 PBI No. 6/17/PBI/2004 Tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
34 34

Modal disetor Bank Perkreditan Rakyat syariah

Universitas Sumatera Utara

Untuk kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat Syariah menurut Pasal 21 UU No. 21 Tahun 2008 meliputi: a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: 1. Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadiah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan 2. Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: 1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah; 2. Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna; 3. Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;

4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan 5. pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah; c. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadiah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Universitas Sumatera Utara

yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan e. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Untuk Islamic windows, pengaturannya terdapat dalam perubahan Pasal 6 UU No. 21 Tahun 2008 menjadi awal bagi pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional. Dimana dalam Pasal 6 di tegaskan sebagai berikut: Pasal 6: (1) Pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah dan UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia. (2) Pembukaan Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri oleh Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia. (3) Pembukaan kantor di bawah Kantor Cabang, wajib dilaporkan dan hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia. (4) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak diizinkan untuk membuka Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar negeri.

Universitas Sumatera Utara

Sebelum berlakunya Undang-undang Perbankan Syariah (Undang-undang No.21 Tahun 2008), pembukaan kantor cabang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) PBI No. 8/3/ PBI/2006, yang menetapkan pembukaan tersebut ditetapkan dengan cara: 1. Pembukaan kantor cabang bank syariah dan unit usaha syariah hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia 2. Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnyadi luar negeri oleh bank umumkonvensional yang memiliki unit usaha syariah hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia 3. Pembukaan kantor dibawah kantor cabang wajib dilaporkan dan hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia 4. Bank pembiayaan rakyat syariah tidak diizinkan untuk membuka kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar negeri. Adapun syarat pembukaan Islamic Windows berdasarkan pasal 14-16 PBI No.8/3/PBI/2006 adalah: 1. Menyisihkan modal kerja untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, minimum untuk mengcover biaya operasional awal, antara lain sewa gedung, gaji karyawan, dan overhead coast 2. 3. Memenuhi rasio kewajiban modal minimum bagi unit usaha syariah Memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah 4. 5. Menyusun laporan keuangan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah Memasukkan laporan keuangan di atas dalam laporan keuangan gabungan

Universitas Sumatera Utara

6.

Wajib mencantumkan kata syariah pada setiap penulisan nama kantornya. Office channeling merupakan istilah yang diberikan guna menandai

dimungkinkannya melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah dikantor cabang dan/ atau kantor cabang pembantu bank umum konvensional, sebelumnya praktek yag demikian tidak dimungkinkan. Praktik perbankan syariah tidak diperkenankan dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang berpraktek konvensional. Dalam PBI No.4/1/PBI/2002, dibuka kesempatan pada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang syariah dengan syarat yang cukup ketat, yaitu adanya pemisahan pembukuan, pemisahan modal, pemisahan pegawai, dan pemisahan keragaan ruangan. Disini ditetapkan bahwa pembukuan kantor kas dan kantor cabang pembantu dapat dilakukan dalam satu wilayah kantor Bank Indonesia dengan kantor cabang induknya. Alasan bagi dimungkinkannya office channeling , dapat dilihat di Bagian Umum Penjelasan PBI No.8/3/PBI/2006, yakni mendorong percepatan pertumbuhan jaringan kantor bank umum konvensional yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam rangka memperluas jangkauan layanan kepada masyarakat. Menurut Pasal 2 UU No.21 Tahun 2008, perbankan syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Kemudian dalam penjelasan Pasal 2 dikemukakan kegiatan usaha yang berasaskan:

Universitas Sumatera Utara

1.

Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:

a.

riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang

mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasiah); b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan; c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah; d. e. 2. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. Yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. 3. Yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan usaha perbankan syariah diatur dalam Pasal 36-37 PBI No. 6/24/PBI/2004. Secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9 fungsi yaiitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Penghimpunan dana Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti: a. Deposito Mudharabah Adalah suatu jenis deposito atau simpanan yang penarikannya dilakukan pada suatu waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diantara kedua belah pihak, dengan membagi hasil oleh bank kepada nasabah sesuai dengan porsi bagian laba yang ada b. Deposito Karya Mudharabah Ini merupakan deposito mudharabah dengan jumlah minimal tertentu dan untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembagian laba sesuia dengan proporsi yang telah disepakati bersama c. Tabungan Mudharabah Ini merupakan simpanan mudharabah dalam bentuk tabungan, sehingga dibenarkan adanya mutasi dari dana tersebut sehingga dilakukan perhitungan ratarata untuk dapat membagi hasil secara proporsional d. Tabungan Mudharabah Muamalah Merupakan suatu tabungan dengan pembagian laba yang dihitung secara presentasi yang telah disepakati dan dihitung dari saldo rata-rata dalam waktu tertentu. Karena merupakan tabungan, berarti dapat dibenarkan adanya mutasi. Tabungan ini diperuntukkan untuk beasiswa, nikah, rumah, serta sebagai jaminan atas fasilitas pembiayaan yang diterima oleh nasabah e. Giro Wadhiah

Universitas Sumatera Utara

Adalah suatu bentuk giro atau titipan yang dapat diberikan suatu bonus tertentu kepada nasabah. 35 2. Penyaluran dana (langsung tidak langsung) Pembiayaan langsung yang berdasarkan prinsip jual-beli,bagi hasil, sewa menyewa dan pinjam meminjam. Serta tidak langsung/ indirect finance yaitu bank garansi, letter of credit. 3. Jasa pelayanan perbankan a. Jasa pelayanan perbankan berdasarkan wakalah, hawalah, kafalah, dan rahn b. Menyediakan tempat menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadiaah yad amanah (safe depsit box) c. Melakukan kegiatan penitipan, termasuk pengusahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah (kustodian). 4. Berkaitan dengan surat berharga a. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah b. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan pemerintah dan/atau Bank Indonesia (sertifikat Wadhiah Bank Indonesia) c. Menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah. 5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran

35

Munir Fuady, Op. Cit. hal. 177

Universitas Sumatera Utara

Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing (sharf) 6. Berkaitan pasar modal Wali amanat (wakalah) 7. Investasi a. Penyertaan modal di bank atau perusahaan lain dibidang keuangan berdasarkan pinsip syariah, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan b. Penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan Bank Indonesia 8. Dana pensiun Pendirian dan pengurusan dana pensiun (DPLK) berdasarkan prinsip syariah 9. Sosial Penerima dan penyalur dana social (zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah). Secara pokok syariah membagi akad menjadi yang bersifat komersil (tijarah) dan non komersial (tabbaru). Tijarah pada hakikatnya memang diperuntukkan untuk mengambil keuntungan, sedangkan tabbaru lebih sebagai media mempermudah pelayanan/ kebaikan natar manusia. Pendapat dominan para terpelajar bidang keuangan syariah berpendirian bahwa akad tijarah hanyalah akad-akad yang berbasis jual beli (murabhah, salam, istisna), bagi hasil (mudharabah, musyarakah), dan

Universitas Sumatera Utara

sewa-menyewa (ijarah, IMBT). Selebihnya, qardh, wadiah, rahn, kafalah, hawalah, wakalah, sharf merupakan akad-akad yang tabarru. 36 Dalam konsep perbankan syariah, konsep bunga mendapat kritikan keras. Bunga dipandang tidak adil, mengingat bunga menghilangkan keterkaitan antara untung rugi dengan resiko. Dalam konsep konvensional, bank harus menanggung keuntungan nasabah penyimpan apapun yang terjadi dengan kinerja usahanya. Resiko kegagalan usaha yang menyebabkan bank merugi misalnya, tidak dapat dijadikan rasio untuk tidak membayar bunga simpanan sebagaimana dijanjikan sebelumnya dan sebaliknya, nasabah debitur dengan kebutuhan apapun yang telah difasilitasi dengan kredit harus tetap membayar kewajiban bunga kepada bank, tanpa dapat mengemukakan alasan apapun berkenaan dengan resiko untung rugi bisnisnya. 37 Bila bunga merupakan model manfaat yang tidak diperkenankan secara syariah, maka manfaat apakah yang bisa diambil para pihak dalam transaksi perbankan. Memang tidak ada peraturan yang sekaligus mengatur mengenai penghapusan bunga, melainkan telah memberi tempat tumbuhnya alternatif selain bunga. Dimana dalam ketentuan pasal 1 butir 25 huruf (a) UU No. 21 Tahun 2008 secara eksplisit dinyatakan adanya frasa imbalan atau bagi hasil sebagai manfaat yang bisa diambil bank dari skema pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dari

36 37

Adiwarman Karim, Analisis Foqoh dan Keuangan, hal. 58 Adrian sutedi, Op.Cit hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

pasal 1 tersebut, maka pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Di dalam PBI No.7/ 4/PBI/2005 pasal 2 ayat (3) juga dinyatakan bahwa bukan saja sistem bunga yang tidak boleh ada dalam transaksi syariah, melainkan juga halhal sebagai berikut ini: 1. Gharar, yaitu taransaksi yang mengandung tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak yang lain dirugikan 2. Maysir, yaitu transaksi yang mengandung unsur perjudian, untung-untungan atau spekulatif yang tinggi 3. Riba, yaitu transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jualbeli, pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan ajaran Islam 4. Zalim, yaitu tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan kerugian

Universitas Sumatera Utara

5. Risywah, tindakan suap daal bentuk uang, fasilitas atau bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapat fasilitas atau kemudahan dalam suatu transaksi 6. Barang haram dan maksiat, yaitu barang atau fasilitas yang dilarangdimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.

3.

Pengelolaan Perbankan Syariah

Dasar dan Tujuan Manajemen

a. . Kebutuhan Fitrah Manusia sebagai Dasar Manajemen

Manusia itu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal dan hati. Unsur-unsur manusia itu memiliki kebutuhannya masing-masing. Manusia mempunyai tubuh yang tunduk pada hukum fisik, yang oleh karenanya merupakan subyek dari fisiknya. Guna mempertahankan hidupnya manusia perlu makan, minum, pakaian dan perlindungan (QS 7:31). Tetapi manusia bukanlah semata-mata terdiri dari tubuh saja, sehingga semua persoalan tidak dapat dengan hukum-hukum fisik semata. Manusia juga adalah makhluk biologis

Akumulasi interaksi antara nafsu, akal dan hati inilah yang akan menentukan kualitas nilai diri manusia tersebut. Diri yang seimbang (nafs al muthmainnah) hanya akan memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan fitrahnya saja, yaitu kebutuhan yang dihalalkan oleh Allah Swt., dalam jumlah yang diperlukan saja, tidak berlebihan dan

Universitas Sumatera Utara

dengan cara-cara yang dibenarkan oleh ajaran Allah dan RasulNya. Lain halnya dengan diri yang serakah (nafs al lawwamah) dan liar (nafs al amarah) yang selalu terdorong memenuhi segala keinginan, seperti yang diciptakan oleh setan-setan kapitalis yang memang sangat kreatif dan aktif dalam menciptakan, memproduksi, dan mendorong timbulnya kebutuhan-kebutuhan secara berlebihan, yang justru merusak kualitas hidup manusia, seperti makanan haram, minuman keras, obat-obat terlarang, judi, seks bebas dan sebagainya.

Untuk mendapatkannya pun ditempuh dengan cara-cara yang dilarang oleh Islam, seperti menyuap, merampas, korupsi, menipu, mencuri, merampok, riba, judi, perdagangan gelap, menimbun dan usaha-usaha lain yang menghancurkan masyarakat. Dorongan-dorongan itulah yang melandasi paradigma ekonomi kapitalis yang menyatakan bahwa kebutuhan tidak terbatas, sehingga mereka terus memproduksi apa saja asal masih ada yang menginginkan, meskipun produk itu tidak bermanfaat, bertentangan dengan fitrah kebutuhan manusia, bahkan merusak masyarakat secara keseluruhan. 38

b. Tujuan hidup manusia sebagai tujuan manajemen

Allahberfirman : Dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka hanya mengabdi kepada-Ku (QS 51:56). Inilah tujuan hidup manusia

Zainul Arifin, http://shariahlife.wordpress.com

38

Pola

Manajemen

Bank

Syariah,

Universitas Sumatera Utara

menurut ajaran Allah SWT., yang berintikan tauhid (pengesaan Tuhan) diikuti dengan seruan agar manusia beriman dan cinta kepada Allah dan Rasulnya serta yakin akan adanya hari akhirat . Segala tindakan dan kegiatan manusia hendaknya dilandasi motivasi untuk memperoleh keridlaan Allah, orientasinya kepada kebahagiaan akhirat (tanpa melupakan bagiannya di dunia) dan aplikasinya adalah ditegakkannya hukum (syariah) Allah di bumi. Inilah yang membedakannya dengan orang-orang sekuler, yang motivasi dan orientasi sikap, tindakan dan kegiatannya hanya untuk memperoleh kesenangan hidup di dunia saja, dan aplikasinya adalah tujuan menghalalkan segala cara.

Beberapa faktor strategis dan fundamental harus dipertimbangkan dalam menentukan penilaian dasar dan tujuan manajemen yaitu:

1. hak asasi manusia

Bahwa manusia adalah makhluk termulia yang diciptakan Tuhan (QS 17:70). Oleh karena itu semua kegiatan manusia haruslah dalam rangka memelihara nilai kemuliaannya itu. Manajemen harus bertolak dari prinsip memelihara nilai-nilai kemuliaan manusia, yang telah diberikan contoh oleh Allah . Nilai-nilai serta hakekat dari manusia tidak boleh dikurangi, atau diabaikan dalam pelaksanaan manajemen, karena semua yang ada di permukaan bumi ini disediakan untuk manusia, bukan sebaliknya. Manusia tidak diperkenankan oleh Allah menyembah benda, betapapun pentingnya benda tersebut bagi manusia. Manusia juga tidak boleh menyembah

Universitas Sumatera Utara

seorang oknum, betapapun besarnya kekuasaan dan kekayaannya. Manusia hanya wajib menyembah Allah. Inilah hakikat hak asasi manusia yang harus dianut pula dalam manajemen.

2. hak dan kewajiban bekerja

Ajaran Islam tidak mengenal kelas dalam masyarakat yang membagi manusia menurut tingkat-tingkat yang dibuat oleh manusia itu sendiri, untuk menimbulkan tidak adanya persamaan (musawah) diantara manusia, seperti antara kelas bangsawan dan kelas kawula di masyarakat feodalistis ataupun kelas majikan dan buruh dalam masyarakat kapitalis dan komunis. Ajaran Islam juga tidak mengenal adanya kelas manajer, karena adanya sekelompok orang yang berfungsi sebagai manajer hanya dapat dilihat dari pembagian kerja, atas dasar persetujuan bersama, atau atas dasar kemampuan manajerial semata. Disini Islam hanya mengenal konsep pembagian kerja yang didasarkan pada kemampuan fisik, ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing manusia. Menurut Roger Garaudy, bekerja memainkan peranan pokok yang sangat penting sebagai dasar pemilihan hak bekerja di dalam Islam. Adanya jenjang-jenjang dalam organisasi kerja hendaknya semata-mata dimaksudkan agar setiap potensi, baik potensi fisik, ilmu dan teknologi dapat disinergikan, sebagaimana firman Allah : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu ? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa

Universitas Sumatera Utara

derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari pada apa yang mereka kumpulkan. (QS 43: 32).

3. akhlakul karimah

Ajaran Islam didasarkan dan ditujukan untuk membentuk akhlak yang luhur. Dengan akhlak yang luhur, manusia diharapkan melakukan perbuatan yang baik, indah, serasi dan harmonis. Dengan demikian, prinsip manajemen dan

pelaksanaannya wajib dijiwai, dipimpin dan diarahkan untuk mencapai kebaikan (mashlahat), berdasarkan konsepsi dan norma-norma yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya.

Konsepsi ajaran akhlak menuju perbuatan baik dan terpuji (amal shaleh), berfaedah dan indah, untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah. Konsep amal shaleh menjadi inti ajaran Islam yang harus diterapkan dan untuk melatar-belakangi manajemen, baik dalam konsepsi, struktur maupun operasinya.

C. Pengawasan dalam Perbankan Syariah Sebagai suatu lembaga yang mengelola dana masyarakat, bank berdasarkan syariah mesti diawasi secara ketat sebagaimana juga pengawasan yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

terhadap bank konvensional. Untuk bank berdasarkan prinsip syariah berlaku sistem pengawasan rangkap (two tier), yaitu: 1. Pengawasan Umum Yang dimaksud dengan pengawasan umum adalah suatu pengawasan yseperti yang berlaku juga terhadap bank-bank umum. Dalam hal ini Bank Indonesia akan bertindak sebagai pengawas utama, disamping pengawasan-pengawasan lain seperti pengawasan internal oleh dewan komisaris bank, dan lain-lain. 39 Undang- undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengenal dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan Bank Perkerditan Rakyat, dengan tidak membedakan antara bank-bank yang beroperasi secara konvensional dengan bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariat Islam. Oleh karena itu, semua ketentuan bank konvensional pada dasarnya juga diberlakukan terhadap bank yang beroperasi berdasarkan syariat Islam. 40 Bank Muamalat Indonesia dan BPR Islam sebagai lembaga perbankan di Indonesia berada di bawah pembinaan dan pengawasan Bank Indonesia. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:

39 40

Munir Fuady, Op. Cit. 173

Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Yang Terkait, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1997), hal. 125

Universitas Sumatera Utara

1. Menciptakan sistem perbankan yang sehat dan kompetiti sehingga dapat berfungsi sebagai sarana pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi dan moneter yang efektiif. 2. Mengarahkan dan membina perbankan dan lembaga keuangan bukan bank agar menjadi sehat dan tumbuh secara wajar sehingga dapat: a. Memberikan kredit dengan dana yang berasal dari masyarakat b. Meningkatkan efisiensi dan jenis pelayanan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat c. Memperluas jaringan kantor-kantor kedaerah potensial guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan d. Ikut serta dalam kegiatan perbankan dan lembaga keuangan internasional untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi dan perbankan nasional. 41 Dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pembinaan terhadap BPR, pada tangal 7 Desember 1988 telah diadakan penyempurnaan organisasi bidang perbankan yakni Urusan Pembinaan dan Pengaasan Bank Swasta dengan satuan-satuan kerja yang terdiri atas: 1. Biro Pemeriksaan Bank Swasta 2. Bagian Pengawasan Bank Swasta Devisa dan LKBB 3. Bagian Penawasan Bank Swasta Bukan Bank Devisa 4. Bagian Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat.

41

Ibid. hal. 126

Universitas Sumatera Utara

Dalam melakukan tugas pembinaan dan pengawasan terhadap BPR, Bank Indonesia melakukan melalui 2 cara pendekatan yaitu: 1. Pengawasan yang dilakukan melalui laporan-laporan yang wajib disampaikan bank. 42 Cara pengawasan seperti ini sering juga disebut pengawasan secara pasif atau pengawasan tidak langsung. Efektifitas cara pengawasan ini sangat tergatung pada kepatuhan bank dalam memenuhi kewajiban pelaporan serta kebenaran dari data/ angka-angka yang dilaporkan. Adapun bentuk alat pengawasan pasif yang ada untuk setiap BPR adalah: a. Laporan tentang anggaran dasar beserta perubahannya. b. Laporan tentang susunan pengurus beserta riwayat hidup dan setiap perubahannya. c. Laporan tentang alamat tempat kedudukan kantor bank. d. Laporan kuantitatif yakni meliputi: (1) Laporan neraca beserta perincian pos-pos neraca (2) Laporan perhitungan rugi/laba (3) Laporan perhitungan kebutuhan modal (capital adequacy) (4) Laporan atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim pemeriksa Bank Indonesia e. Laporan tentang program kerja.

Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991) hal. 19.

42

Universitas Sumatera Utara

2. Pengawasan yang dilakukan melalui pemeriksaan ketempat

bank

yang

bersangkutan. 43 Cara pengawasan seperti ini sering disebut juga pemeriksaan atau pengawasan aktif atau pengawasan langsung. Suatu tim pemeriksa akan memeriksa bank antara lain tentang sistem dan tata kerja, keadaan keuangan, administrasi dan lain-lain secara teliti sehingga setiap penyimpangan yang terjadi akan dapat diketahui. Oleh karena itu dalam pengelolan bank tidak perlu ada yang ditutup-tutupi. Dengan sistem pengawasan pasif maupun aktif pada setiap bank, setiap bulan dilakukan penilaian atas keadaan tingkat kesehatannya sehingga dapat dideteksi sejak dini bank-bank yang menunjukkan adanya gejala potensi yang membahayakan kelangsungan bank. Secara teknis tata cara penilaian dituangkan dalam suatu surat edaran, sehingga terhadap setiap bank dapat dilakukan penilaian atas tingkat kesehatan banknya. Factor-faktor yang dinilai meliputi likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan kepatuhan terhadap ketentuan atau peraturan yang berlaku. Predikat penilaian adalah sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat. Secara garis besar dapat ditemukan bahwa dalam pengelolaan BPR perlu diperhatikan beberapa aspek sebagai berikut: 1. Aspek Likuiditas

43

Ibid. hal. 20

Universitas Sumatera Utara

Meskipun bagi BPR tidak dikenakan kewajiban memelihara kewajiban likuiditas minimum seperti halnya yang berlaku bagi bank-bank umum, bank-bank pembangunan dan bank tabungan serta LKBB, namun sebagai suatu lembaga keuangan yang mengemban kepercayaan masyarakat, perlu diperhitungkan kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dengan tepat, jika tidak, maka akan dapat berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat yang pada akhirnya dappat menimbulkan terjadinya rush . 2. Aspek Rentabilitas Penilaiannya adalah perbandingan laba/ rugi dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha. Hal ini dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam memperoleh laba. Setiap terjadinya kerugain yang diderita maka yang menanggung beban adalah modal dan kerugian tidak dapat dibebankan kepada pemilki dana masyarakat. 3. Aspek Solvabilitas Penilaiannya adalah perbandingan modal yang tersedia dengan jumlah kebutuhan modal berdasarkan perhitungan capital adequacy. Hal ini dimaksudkan untuk menilai besarnya penyediaan modal untuk menjaga perkembangan bank secara sehat dan sekaligus juga meningkatkan pemilik bank tidak cukup bekerja hanya dari dana pihak ketiga melainkan tetap perlu ada imbalan dari setoran modal pemilik pada ratio-ratio tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Bagi BPR sebagian besar penanaman adalah dalam bentuk pemberian kredit, sehinga penilaian akan tertuju kepada kualitas dari pinjaman yang diberikan. BPR sebagai suatu bank yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelayanan akan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat pedesaan perlu senantiasa memperhatikan arah dan kebijakan perkreditan guna menopang kegiatan ekonomi yang lebih besar. Seperti diketahui arah dan kebijakan perkreditan disususn dengan

berpedoman kepada Pola Umum Pembangunan dibidang ekonomi dengan titik berat kepada: a. Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya. b. Sektor industri khususnya industri yang menghasilkan produk ekspor, banyak menyerap tenaga kerja, mengolah hasil pertanian serta dapat menghasilkan mesin-mesin industri. Dengan demikian tampak jelas bahwa bagi perbankan pada umumnya dan pada khususnya BPR yang berlokasi digaris terdepan pedesaan menghadapi tantangan dan peluang usah yang cukup besar. Kualitas pemberian kredit yang tinggi dan pemberian kredit yang sehat adalah jalan keluar yang paling tepat untuk menjawab tantangan tersebut. 4. Aspek Manajemen Esensi dari pengelolaan bank adalah bagaimana bank tersebut dapat dikelola secara hati-hati. Bank pada hakikatnya adalah lembaga yang menarik dana dan

Universitas Sumatera Utara

menyalurkannya kembali kepada masyarakat, oleh karena itu setiap pengelola bank harus memisahkan secara tegas antara kepentingan masyarakat dunia usaha dengan kepentingan usaha para pemilik bank tersebut. Keseluruhan aspek-aspek tersebut perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh karena bagi suatu bank yang ternyata dalam kurun waktu 9 bulan tidak mampu meningkatkan kembali tingkat kesehatannya menjadi cukup sehat selama sekurang-kurangnya 3 bulan terakhir berturu-turut maka izin usahanya dapat dipertimbangkan untuk dicabut oleh Menteri Keuangan. Ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank tersebut dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai: a. Tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Tolak ukur untuk menetapakan arah pembinaan dan pengembangan bank baik secara individual maupun indutri perbankan secara keseluruhan. 44 Menurut Surat Keputusan direksi Bank Indonesia No. 23/81/Kep/Dir dan SEBI No. 23/ 22/BPP/1991, dinyatakan bahwa tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, maupun Bank Indonesia sebagai pengawas dan Widjanarko, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Grafiti, 1992), hal. 100.
44

Universitas Sumatera Utara

Pembina bank. Oleh karena itu masing-masing pihak harus bersama-sama meningkatkan kualitas diri dalam upaya untuk mewujudkan suatu bank yang sehat. Bank sentral masih menghadapi kendala dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank Islam, karena bank Islam mempunyai keputusan dibidang organisasi maupun kegiatannya. Oleh karena itu dalam waktu dekat Bank Indonesia akan merumuskan pengawasan dan pembinaan serta memberikan fasilitas kepada bank Islam agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Tanpa harus bertentangan dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. 45 2. Pengawasan Khusus Pengawasan umum terhadap bank Islam oleh bnak Indonesia diperlakukan sama dengan bank konvensional. Namun, pengawasan terhadap bank Islam dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah yaitu sustu perangkat bank yang bersifat independen karena: a. Ketua dan anggotanya tidak tunduk dibawah kekuasaan administrasi bank b. Ketua dan anggotanya dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham c. Imbalan bagi ketua dan anggotanya tidak ditentukan oleh bagian personalia bank, tetapi ditentukan oleh Rapat Pemegang Saham Tugas dan wewenang Dewan Syariah secara garis besar ditetapkan dalam Pasal 16 akte pedirian BMI sebagai berikut: Dewan Pengawas Syariah melakukan

45

Warkum Sumitro, Op.Cit., hal. 135.

Universitas Sumatera Utara

pengawasan atas produk-produk perbankan dalam rangka menghimpun dan menyalurkan dana untuk masyarakat agar sesuai dengan ajaran Islam. Tugas dan kewenangan tersebut secara lebih rinci dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Memberikan pedoman dan garis-garis besar syariah baik untuk mengerahkan maupun menyalurkan dana serta kegiatan bank lainnya. b. Mengadakan perbaikan seadanya suatu produk yang telah sedang dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah c. Memberikan jawaban dalam bentuk fatwa terhadap permasalahan yang diajukan atau dihadapi oleh pihak eksekutif dan operasi d. Memeriksa buku laporan tahunan dan memberikan pernyataan tentang kesesuaian syariah dari semua produk dan operasi selama tahun berjalan. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut: 46 1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional ban terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN 2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank 3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank
46

Pasal 27 PBI No. 6 Tahun 2004

Universitas Sumatera Utara

4. Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fawa untuk dimintaka fatwa kepada DSN 5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada direksi, komisaris, DSN dan Bank Indonesia. Dalam rangka menjalankan tugas-tugas tersebut, Dewan Pengawas Syariah berhak dan mempunyai wewenang untuk : a. Bersama-sama maupun sendiri-sendiri dalam jam kerja kantor perusahaan untuk menanyakan atau memeriksa segala produk dan aktivitas perusahaan ditinjau dari sudut pandang Islam b. Untuk hal tersebut Direksi dan Aparat bank lainnya wajib ntuk memberikan penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan oleh Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah baik secara rutin maupun berkala senantiasa memberikan penyuluhan dan pembinaan keagamaan terhadap karyawan bank. Dari pembinaan tersebut diharapkan kesyiaran BMI tidak saja tercermin dalam produknya tetapi demikian juga dalam diri dan aktivitas segenap para karyawannya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai