Anda di halaman 1dari 4

ANGKOT, GADIS MANIS DAN FASISME

Arubisama

'Sia mah fasis, anjing!' Demikianlah kalimat yang tertangkap oleh telinga saya saat sedang berjalan melintasi kerumunan anak muda berdandanan eksentrik yang sedang asyik bercengkrama di trotoar jalan Dewi Sartika, Bandung beberapa hari yang lalu. Saya sempat menoleh karena kata 'fasis' tersebut terdengar seperti 'pasis' seperti yang seringkali saya lafalkan, namun para pemuda itu telah begitu terhanyut dalam obrolan mereka untuk menyadari bahwa seseorang sedang memperhatikan mereka sambil merokok. Karena tidak mendapat sambutan yang hangat, saya pun kembali menoleh ke arah angkot yang saya tunggu. Begitu angkot pertama yang terseok dengan kecepatan mobil belajar mengemudi muncul, saya langsung menumpanginya. Di angkot, sudah ada beberapa penumpang. Seorang pria di jok sebelah sopir, tiga orang gadis remaja berpenampilan ala girlband Korea di jok sebelah kiri dan penumpang di jok sebelah kanan yang terdiri dari seorang perempuan setengah baya berpenampilan seperti guru dengan kerudung yang dibelitkan sedemikian rupa untuk mengikuti mode, seorang gadis berpenampilan seperti mahasiswi yang asyik dengan perangkat elektroniknya, dan sepasang kekasih yang berpegangan tangan dengan mesra. Sudah merupakan suatu kewajaran bagi manusia yang sadar pada status sosialnya untuk mengikuti hierarki angkot, yakni para penumpang yang terlebih dahulu naik berhak untuk menatap penumpang yang baru naik dan penumpang yang baru naik tersebut hanya dapat menatap mereka beberapa saat setelah selesai menjadi pusat perhatian. Apabila ada penumpang lain yang naik lagi, maka kedudukan penumpang tadi menjadi setingkat dengan penumpang yang terdahulu. Hierarki yang berdasarkan senioritas tersebut hampir tidak pernah terlewatkan di angkot jurusan manapun. Saat itu kebetulan saya menjadi penumpang yang baru saja naik. Secara hierarki, saya harus merelakan keberadaan saya diamati dan menjadi bahan penilaian penumpang lain. Rasanya seperti baru masuk kerja ke sebuah kantor atau baru pindah sekolah. Menjadi orang baru diantara orang lama itu tidak menyenangkan. Karena segala macam bentuk hierarki adalah penghambat kebebasan, maka saya tatap setiap mata penumpang yang menatap saya. Manusia apabila tertangkap basah sedang menatap orang lain biasanya segera memalingkan tatapannya ke arah lain kecuali apabila sedang mencari masalah, akan berkelahi, tidak tahu malu, terkesima atau menunjukan ketertarikan secara seksual. Mungkin karena para penumpang angkot tersebut adalah orang-orang baik yang tahu sopan santun, merekapun akhirnya memalingkan muka ke arah lain setelah tatapannya bertabrakan dengan tatapan saya. Tak lama berselang, seorang gadis berjilbab menaiki angkot tersebut. Ia terpaksa menduduki bekas tempat saya di jok selebritis yang membelakangi sopir dan berada tepat ditengah-tengah ruang belakang angkot. Maka secara hierarkis, semua penumpang kembali menyerang gadis tersebut dengan tatapan masing-masing. Maka, saya yang telah berpindah ke jok sebelah kiri dapat dengan tenang membiarkan benak saya terbang kemana-mana hingga akhirnya hinggap di kata fasis yang diucapkan salah seorang bagian dari kerumunan pemuda berpenampilan eksentrik tadi. Saya mencoba menerka-nerka alasan hingga pemuda tersebut mengucapkan kata tersebut pada temannya sambil bercanda. Namun, setelah beberapa skenario diciptakan untuk menjadi alasan yang mendukung pemakaian kata tersebut, saya akhirnya menyadari bahwa kata seseram apapun tidak akan membawa

pengaruh besar terhadap masyarakat Indonesia, khususnya di Bandung. Meskipun memiliki sejarah atau makna yang dalam dan panjang, biasanya kata tersebut hanya akan menjadi bagian dari guyonan atau menjadi sebuah kata yang lumrah dipakai tanpa diketahui lagi sejarah dan makna yang dikandungnya. Demikian pula nasib kata Fasisme yang juga tak luput dari pergeseran makna oleh masyarakat Indonesia. Bila angkot tersebut adalah sebuah mesin waktu yang bisa bertamasya ke Eropa antara tahun 1920 hingga tahun 1944, maka semua penumpangnya akan dapat menyaksikan langsung penerapan kata Fasisme sebagai sebuah ideologi yang telah berhasil mengubah haluan beberapa negara bahkan menorehkan namanya pada sejarah dunia. Kata Fasisme atau Fascism itu sendiri berasal dari bahasa Latin Fasces yang kemudian diserap oleh bahasa Italia Faccio yang dapat diartikan sebagai ikatan. Kata tersebut diterapkan menjadi gambar batang-batang kayu yang diikat menjadi satu dan dipakai oleh bangsa Romawi Kuno untuk melambangkan sebuah kekuatan dari persatuan sekaligus sebagai lambang pengakuan yang disertai loyalitas terhadap kekuasaan negara sebagai sumber dari segala hukum serta penerapan aturan pemerintahnya dalam semua aspek kehidupan. Sedikit berbeda dengan periode Romawi Kuno, Fasisme yang berlangsung pada tahun 1920 hingga 1944 muncul dari reaksi ketidak puasan rakyat terhadap pemimpin yang lemah sekaligus sebagai jalan keluar dari krisis. Kenapa Fasisme dianggap sebagai solusi? Pertamatama karena Fasisme adalah kekuatan. Fasisme membangun kekuatan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Fasisme mengatur kehidupan rakyat dengan disiplin militer bahkan hingga ke tiap-tiap keluarga dan sekolah dasar. Fasisme memuja kekuatan dan menjadikan negara mutlak berada diatas segala-galanya. Seluruh aspek negara dan rakyatnya diatur hingga negara dapat menjadi sebuah kekuatan yang disegani oleh negara-negara lain. Fasisme membangun negara totaliter dimana rakyat ada hanya untuk memenuhi kepentingan negara dan untuk menyuplai negara dengan kekuasaan dan kekuasaan yang absolut. Dari segi ekonomi, Fasisme memaksa roda pembangunan untuk terus berputar secepatcepatnya. Semua rakyat dibuat sesehat-sehatnya agar dapat menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk bekerja demi negara. Tidak ada pengangguran di dalam negara penganut Fasisme. Semua pekerjaan termasuk penggajian dan penerapan aturan perusahaan, bahkan perusahaan swasta sekalipun, dikelola oleh negara. Berbagai riset militer dan non militer dikembangkan untuk mendatangkan kekuatan dan kebanggaan negara. Seperti halnya dalam sosialisme, kepemilikan bersama adalah utama dan kepemilikan pribadi tidaklah penting. Fasisme mendorong kaum petani, pekerja dan cendekiawan untuk terus menyumbangkan hasil kepada negara dengan cara menjamin kebahagiaan, kesejahteraan dan kesehatan mereka. Namun, tidak ada ruang untuk berserikat ataupun berpendapat selama itu menentang negara atau pemimpinnya. Konsepsi pemujaan terhadap kekuatan dan negara juga menciprati pemimpinnya. Pemimpin sebuah negara fasis notabene adalah diktator. Akan tetapi diktator yang didukung oleh rakyatnya karena dianggap telah menyediakan jalan keluar dari krisis yang menimpa mereka. Pemimpin dari negara fasis memberi kesan bahwa negara adalah sesuatu yang suci dan harus dijunjung tinggi. Untuk menjaga kesan tersebut, ia tidak segan-segan mengeksekusi pejabat dan pegawai pemerintahan yang menyelewengkan wewenangnya. Pemimpin negara fasis selalu mengingatkan rakyatnya terhadap kejayaan masa lalu bangsanya dan berusaha menghidupkan kembali kejayaan tersebut dengan segala cara terutama dengan kekuatan. Maka militer dan teknologi semakin diperkuat untuk memprasaranai keyakinan bahwa kebesaran negara dapat diukur dari perolehannya serta berangkat dari pemikiran bahwa manusia secara naluriah adalah makhluk yang buas dan

memiliki kecenderungan kuat terhadap perilaku kekerasan. Maka setelah teknologi dan militer menjadi maju dan negara dianggap tak lagi memiliki kelemahan, sebagai manifestasi dari kebanggaan akan kekuatan, invasi terhadap negara lain pun dilakukan! Saya jadi membanding-bandingkan antara pemimpin pada tahun-tahun tersebut dan pemimpin jaman sekarang. Pemimpin pada masa itu sebagian besar adalah orator ulung. Sosok agitator yang dapat menggerakkan suatu negara untuk mencapai suatu tujuan bersama. Buas seperti singa dan cerdik seperti kancil, sehingga rakyat tidak memiliki celah untuk menyimpan rasa tidak percaya bahkan sampai menjelek-jelekkan pemimpinnya seperti yang terjadi sekarang ini. Disaat pemimpin menjadi sosok yang tegas, hukum dipatuhi dan rakyat menjadi kekuatan, maka negara menjadi suatu entitas kekuatan yang disegani dimata dunia. Seperti itulah ideologi awal dari Fasisme. Sebuah pemaknaan yang pada akhirnya berkembang jauh hingga menumbuhkan sebuah rezim bertangan besi, rasisme, perang hingga pemusnahan suatu bangsa. Bagi saya pribadi, Fasisme akan muncul oleh dorongan krisis. Baik itu krisis ekonomi maupun krisis kepercayaan terhadap suatu pemerintahan dalam suatu negara. Karena Fasisme adalah ideologi dari rasa marah dan ketidak puasan terhadap suatu keadaan. Karena rakyat menghendaki pemimpin yang kuat dan tegas daripada pemimpin yang lemah dan lembek seperti agar-agar. Adapun di Indonesia, Fasisme telah menyusup melalui kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi yang tidak pernah secara terang-terangan menyebut dirinya sebagai fasis. Walaupun demikian, tindakan yang mereka ambil dalam menyelesaikan suatu masalah merupakan suatu praktek Fasisme yang nyata meski yang mereka agungkan bukanlah negara melainkan agama, suku atau organisasi. Tindakan unjuk kekuatan dan kekerasan dalam menyelesaikan masalah adalah tindakan yang sejalan dengan Fasisme. Loyalitas dari anggota-anggota yang membangun kekuatan kelompok atau organisasinya seperti batangbatang kayu yang diikat menjadi satu sehingga sulit untuk dipatahkan. Pada akhirnya bukan agama, suku atau organisasi yang mereka agungkan, melainkan pemimpin mereka. Setiap gerakan dari kelompok atau organisasi tersebut adalah berdasarkan dari perintah dari pemimpinnya. Idealisme yang dibentuk melalui doktrin untuk tujuan yang sama adalah manifestasi dari Fasisme. Maka apabila Fasisme tumbuh di Eropa pada tahun 1920 hingga 1945 karena bobroknya demokrasi, hancurnya ekonomi dan lemahnya pemimpin suatu negara, saat ini fasisme menyusup melalui beberapa kelompok masyarakat yang bukan tidak mungkin, saat Indonesia mengalami masalah yang serupa dengan negara-negara Eropa pada masa itu, akan bersatu atau saling adu kekuatan hingga muncul suatu kekuatan yang absolut dan menciptakan rezim diktator yang baru dalam nafas Fasisme! Lagipula rakyat yang bandel biasanya hanya bisa diatur melalui kendali disiplin yang kuat serta tegas. Saya menghela nafas karena tercekik oleh pikiran saya sendiri. Rasanya saya ingin menyulut sebatang rokok saat itu juga kalau saya tidak memikirkan gadis cantik berjilbab yang duduk di jok selebritis itu. Gadis tersebut adalah seorang pasifis yang membiarkan dirinya menjadi sasaran dari berbagai penilaian para penumpang melalui tatapan-tatapan mereka. Hierarki angkot itu tidak berjalan lama. Mungkin sang gadis telah mengetahui hal itu dan membiarkan hierarki yang selalu menciptakan tekanan tersebut mati perlahan hingga akhirnya tercipta ketenangan. Angkot adalah gambaran kecil dari sebuah negara. Apabila sopir yang memiliki peranan sebagai pemimpin menjalankan angkotnya dengan lambat, maka akan lambatlah pula pencapaian terhadap tujuan pribadi masing-masing penumpang sebagai rakyatnya. Namun apabila sopir menjalankan angkotnya dengan cepat seakan merajai jalanan, akan lebih cepat pula tercapainya tujuan masing-masing penumpang meski dibawah tekanan rasa takut hingga mereka berpegangan pada apapun yang dapat mereka jadikan

peganga Cepat a an. atau lambatn laju an nya ngkot, tergan ntung pada sopirnya d keputusan sopir dan secara t tidak langsu bergan ung ntung pada penumpang gnya. Maka hierarki diantara pen a numpang harus d ditiadakan agar para penumpan dapat bersatu unt ng b tuk menegu sopirnya untuk ur a memper rcepat atau memperlam laju an mbat ngkot untuk mencapai t tujuannya. P Perbedaan pendapat p diantara penumpan dapat dih a ng hilangkan ap pabila kepe entingan yan bersifat p ng pribadi dihi ilangkan demi ke epentingan bersama. A Apabila sopi bukanlah pemimpin, melainkan rakyat yan diberi ir , n ng keperca ayaan dan p penumpang adalah ra g akyat yang bersatu dalam seman ngat solidaritas dan persama maka t aan, terciptalah a angkot yang menyenan g ngkan! Saya menjad agak sant dan men di tai nggeser pos duduk s sisi saya ke uju jok sebe ung elah kiri dan me enghadap kedepan. La belakan dari peri atar ng istiwa pemu yang m uda mengucapka kata an fasis di kerumuna berpenam an mpilan eksen ntrik saya biarkan menj misteri Tanpa say sadari njadi i. ya seulas s senyuman y yang mewak kebebasan dari pole kili emik tadi te tersung elah gging di wajah saya. Karena saya meng ghadap kear depan d jok sele rah dan ebritis itu ki ada di b ini bagian kana depan an i tik b mbalas senyu uman saya meski agak terkejut. Sayapun k S saya, si gadis cant berjilbab pun mem tidak m menyangka bahwa sen nyuman ya ang tidak saya tujuka kepada siapapun tersebut an mendap pat balasa an. Saya lalu men nganggukkan kepala menandak kan bahw saya wa mengho ormatinya s sebagai sesa ama penum mpang. Manakala gadis tersebut m s membalas an nggukan kepala s saya, sebuah solidaritaspun terben h ntuk di angk tersebut! kot !

Cikarang, 3 Juli 2012

Anda mungkin juga menyukai