Anda di halaman 1dari 5

IDEALISME DAN TELEVISI

Arubisama

Tepat pukul sebelas lebih tiga puluh menit sebuah lagu monoton membahana di kantor saya. Seluruh pegawaipun memasuki kantin untuk makan siang. Setelah selesai mengantri untuk mengambil makanan, saya duduk di meja bersama beberapa rekan lainnya. Diantara kami ada dua orang perempuan yang heboh membicarakan perceraian pasangan selebritis yang entah siapa namanya. Di samping saya ada pak Ukar, yang membawahi divisi tempat saya ditugaskan. Sama seperti saya, beliau tidak punya televisi di rumahnya. Bukan kami tidak mampu membeli televisi. Kalau memang ingin mempunyai televisi, kami bisa membelinya lewat koperasi dengan harga yang jauh lebih murah. Kami memang sengaja tidak menyimpan televisi di rumah kami masing-masing. Meskipun terkadang pak Ukar harus rela begadang di pos kamling di dekat rumahnya untuk menonton pertandingan sepak bola. Di seberang meja ada bu Pipih, yang menjadi atasan langsung saya. Beliau memiliki televisi di rumahnya. Tapi hanya untuk menonton film dari DVD player saja. Beliau sengaja tidak memasang antena untuk menangkap siaran stasiun-stasiun televisi yang ada. Keputusan kami untuk menolak televisi mungkin berbeda-beda tapi didasari oleh fakta bahwa televisi sudah terlalu banyak membawa pengaruh buruk untuk penontonnya. Saya sudah tidak menonton televisi sejak di bangku kuliah melalui pertimbangan yang tidak saya pikirkan ulang karena fakta-faktanya sudah terlalu jelas untuk direnungi lagi. Yang saya tahu, sejak TVRI bukan lagi menjadi satu-satunya stasiun televisi di Indonesia, kita dimanjakan oleh berbagai suguhan yang dikemas oleh berbagai stasiun televisi swasta. Dari mulai balita hingga manula, semua punya acara kesayangan di stasiun televisi pilihan mereka. Namun, keragaman acara stasiun-stasiun televisi swasta tersebut mulai menjadi seragam. Kebiasaan latah yang dianggap lucu oleh beberapa orang, ikut menghinggapi dunia televisi. Sebutlah acara berita kriminal, pemutaran film asing, kuis, sinetron hingga infotainment atau gosip semuanya ada di hampir setiap stasiun televisi. Keberagaman yang menarik perlahan menjadi keseragaman yang menjemukan. Bahkan sebuah film yang diputar di salah satu stasiun televisi terkadang diputar lagi oleh televisi yang lain beberapa hari setelahnya. Apabila salah satu stasiun televisi memiliki suatu tayangan yang sukses, televisi lain akan segera menirunya. Sebuah fenomena plagiarisme? Yang pasti istilah trend kini sudah mulai dianut oleh televisi. Semuanya dilakukan demi mengangkat rating yang dapat mendatangkan sponsor lebih banyak dan tentunya akan meningkatkan pendapatan stasiun televisi tersebut. Pernah suatu hari, saat saya sedang merokok setelah makan nasi gila di sebuah warung makan sepulang kuliah, warung tersebut kebetulan sedang menayangkan berita kriminal di televisi yang ditempatkan diatas rak tempat menyimpan kaleng-kaleng kerupuk di pojok warung tersebut. Saat acara tersebut menampilkan sebuah video pemukulan warga terhadap seorang maling motor yang tertangkap, koki sekaligus pemilik warung tersebut mengencangkan volume suara televisi. Ketika tendangan salah seorang warga tepat mengenai hidung maling sial itu, sang koki menggumamkan komentar yang direspon oleh dua orang pengunjung yang sedang makan sambil menonton tayangan tersebut.ada tiga orang pengunjung yang sedang makan saat itu. Saya adalah pengunjung ke empat yang sedang mengistirahatkan perut sebelum pulang ke tempat kost. Sementara dua orang pengunjung tadi bersama sang koki mengomentari berita kriminal tersebut sambil sesekali membuat lelucon dan tertawa, pengunjung yang satu lagi makan dengan fokus meski matanya lebih sering menatap layar televisi ketimbang melihat sendok dan piringnya. Makan, bercanda dan

tertawa saat melihat seorang maling yang adalah manusia dipukuli sampai babak belur. Lalu salah satu dari pengunjung mungkin akan bercerita kepada kawannya tentang insiden tendangan jitu di tayangan tersebut. Tayangan berita kriminal memang banyak digemari hingga penayangannya selalu ditunggu-tunggu oleh penggemarnya untuk menikmati fakta kebrutalan manusia yang diselingi oleh iklan-iklan yang sengaja dibuat menarik bahkan kocak agar yang menonton tertarik untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan. Ingat kejahatan selalu mengincar anda! Jangan lupa tarif murah menelpon ke sesama! Waspadalah! Waspadalah! Mau? Saat saya sedang makan mie ayam di lingkungan kampus, saya kembali dihadapkan dengan televisi dan tayangannya. Saat itu yang sedang ditayangkan rupanya salah satu acara reality show. Konon, sorang perempuan ditinggalkan oleh pacarnya entah kemana. Perempuan tersebut lalu menghubungi tim reality show itu untuk mencari pacarnya yang hilang. Pencarian tersebut dilakukan dengan berbagai rintangan yang menghadang seperti kakak perempuan pacarnya yang galak dan mendorong jatuh perempuan tersebut lalu marahmarah kepada kameramen. Kameramen yang dimarahi tersebut rupanya benar-benar profesional karena meskipun dengan kamera yang dioperasikan dengan tangan agar bisa dibawa kemana-mana, gambar yang dihasilkan sama sekali stabil dan tidak ada guncangan sedikitpun. Padahal kalau saya menjadi kameramen tersebut, gambar yang dihasilkan akan sedikit berguncang karena secara refleks tangan akan bergetar seiring dengan emosi yang saya rasakan. Setelah berbagai rintangan dilalui seperti ibunya yang menentang pencarian pacar anaknya tersebut, ayah pacarnya yang tidak mau dihubungi serta teman-teman pacarnya yang mengusir tim reality show saat didekati, perempuan itu akhirnya mendapatkan kabar dari ibu pacarnya bahwa pacarnya tersebut sudah meninggal karena kanker. Lantas apa yang menjadi alasan kakak pacarnya sampai marah-marah bahkan mendorongnya jatuh tadi? Kenapa ibunya menentang pencarian anaknya? Kenapa ayah pacar perempuan tadi tidak mau dihubungi? Kenapa teman-teman pacarnya mengusir perempuan itu? Kenapa ibu pacarnya yang sedang berduka, sempat berdandan? Kenapa perempuan yang mencari pacarnya itu juga sempat berdandan dan beberapa kali berganti pakaian bahkan gaya rambut? Kenapa tidak ada yang memberi tahu perempuan itu mengenai kematian pacarnya yang menurut saya adalah berita besar yang harus diberitahukan kepada semua orang yang mengenalnya? Apakah perempuan itu adalah selingkuhan pacarnya atau mungkin baru berkenalan lalu memutuskan untuk berpacaran sehingga tidak tahu dimana pacarnya tinggal padahal ia nampak kenal dengan ibu dan teman-teman pacarnya? Reality show yang sama sekali bersifat unreal. Teman saya sampai tersedak pada beberapa adegan acara tersebut yang dinilai konyol. Dari teman saya yang tersedak dan chef mie ayam tempat saya makan tersebut, saya mendapatkan informasi mengenai tayangan yang bergenre reality show di televisi. Rupanya genre tersebut sedang naik daun pada saat itu. Ada yang menyorot kehidupan orang pinggiran dengan segala problematika kehidupannya lalu memberinya uang banyak untuk dibelanjakan dalam waktu yang sudah ditentukan sehingga orang tersebut berlarian kesana-kemari bahkan terjerembab beberapa kali untuk membeli berbagai barang yang ia perlukan sebelum sisa uangnya diambil kembali. Apakah menonton orang miskin yang diberi imbalan berupa barang-barang yang ia dapatkan dengan susah payah itu menghibur? Karena menurut teman saya, dari beberapa kali tayang, ada-ada saja yang dibeli orang-orang yang diberi uang tersebut. Wajar saja, karena mereka tidak pernah memiliki uang sebanyak itu. Jika saya tibatiba diberi uang seratus juta lalu disuruh untuk menghabiskan uang tersebut dalam waktu satu jam, saya sudah pasti membeli sebuah tempat kost untuk investasi kedepannya. Tapi bagiorang-orang tersebut, mereka akan membeli barang-barang yang selama ini hanya ada dalam bayangan mereka saja. Tidak ada yang lucu mengenai orang yang membeli barang yang

mereka impikan dalam desakan waktu dan himpitan kebutuhan mereka. Ada juga acara yang memberikan imbalan untuk orang yang menolong aktor yang berpura-pura sedang berada dalam kesulitan. Ada yang membenahi rumah orang yang tidak mampu sementara orang tersebut dibawa menginap di hotel berbintang. Apapun formatnya, saya pikir apabila niatnya beramal baik lebih baik tidak usah ditayangkan bahkan sampai mengerjai orang yang akan ditolong demi hiburan yang menonton. Itu sama saja mencari aktor sandbag dadakan yang murah meriah. Bukankah beramal baik itu lebih baik apabila tidak ada orang lain yang mengetahuinya selain kita dan orang yang kita tolong? Dalam kesempatan yang lain, ketika saya sedang bertandang ke rumah salah seorang teman untuk bersilaturahmi sekaligus berusaha mendapatkan makan malam gratis, saya kembali dihadapkan dengan televisi. Kali ini sebuah acara yang biasa disebut sinetron. Semalaman saya dan teman saya mengomentari acara yang sedang ditonton oleh adik perempuan dan pembantunya tersebut. Entah dari mana ide yang menjadi acuan acara tersebut. Pastinya bukan dari mayoritas kelas masyarakat yang ada pada kehidupan nyata. Berdasarkan pengalaman saya yang sering diundang bertamu ke rumah teman untuk perbaikan gizi, pada setiap rumah yang saya kunjungi, baik itu teman saya atau anggota keluarganya, tidak ada seorangpun yang memakai sepatu ke kamar tidur atau memakai lensa kontak serta make up sebelum dan setelah tidur. Yah, sinetron memang bersifat fiksi adanya. Sebuah cerita dunia khayalan dimana orang-orang memakai sepatu ke kamar tidur mereka, berselingkuh, mengatur siasat licik untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, berbicara sendiri dengan ekspresi wajah yang absurd, berfoya-foya tanpa bekerja, berkeluh kesah, berdoa hanya ketika galau saja, meratapi kekasihnya yang pergi, memarahi orang tua dan seratus persen fokus terhadap kehidupan cintanya seolah-olah dunia ini hanya dipenuhi oleh masalah cinta, permusuhan dan perebutan harta. Akan tetapi, sementara mereka bergelut dengan rasa bingung dalam memilih pasangan, tak terhitung lagi jumlah anak jalanan yang menjadi korban pelecehan seksual. Para buruh bekerja dengan upah minim. Para petani terlilit hutang pada lintah darat. Satpol PP menginjak hati nurani mereka demi gaji yg diberikan oleh pemberi instruksi. Pedagang kaki lima kocar kacir. Waria berlari masuk got menghindari aparat. Preman memalaki pengamen. Pekerja seks menjajakan tubuhnya di jalanan. Dunia ini tidak sekecil dan sesederhana seperti yang digambarkan sinetron rupanya. Ada lagi yang lebih unik. Pada sebuah stasiun televisi, ada sebuah sinetron yang lebih kontemporer. Entah apa yang mempengaruhi penulis cerita dan sutradaranya. Bisa saja mereka mengkonsumsi meth atau mungkin ergot dalam jamur yang sama-sama memiliki kandungan halusinogen tinggi atau memang pada dasarnya mereka memang sudah kaya akan imajinasi. Ada beberapa hal yang saya garis bawahi dari acara tersebut: - Bila ingin berpura-pura hamil, mintalah bantuan pada teman anda untuk membawa pompa sepeda. Masukkan ujung selang pompa tersebut ke mulut anda dan mintalah teman anda untuk mulai memompanya. Maka perut anda akan segera menggembung seperti balon. - Amnesia dapat terjadi apabila kepala anda terbentur pada benda keras, meski hanya meja kayu saja. - Pada jaman kerajaan dahulu kala, selain berpakaian tradisional, ada juga beberapa orang yang memakai kaos distro. Jadi hal itu membuktikan bahwa kaos distro telah ditemukan pada sekitar abad 6 di Indonesia. - Apabila memang keberadaan naga itu ada, mereka punah karena terlalu warna kulitnya kontras dengan lingkungan hidupnya. Juga karena gerakan tubuhnya terlalu terbatas

sehingga dapat dikalahkan oleh satu orang pendekar yang menarikan jurus-jurus yang ajaib. - Pada kehidupan silam tersebut, orang-orang lebih awet muda sehingga sulit sekali membedakan anak dan orang tuanya dari wajah saja kecuali saat sang anak masih balita atau remaja. - Di zaman kerajaan, semua pendekar bisa terbang dan berbicara banyak bahkan memberikan petuah setelah terluka parah dan sedang sekarat. Dengan warna-warna yang mencolok mata dan efek yang memprihatinkan, genre sinetron tersebut menyajikan sesuatu yang oleh teman saya yang adalah seorang dosen sejarah, dianggap merendahkan nalar dan logika semua orang yang pada dasarnya sudah mengetahui sejarah secara sederhana melalui foto-foto pada masa kolonial belanda saja. Saya sependapat dengan beliau yang berkata bahwa membuat suatu tayangan terutama apabila tayangan tersebut berkaitan dengan sejarah, untuk tujuan hiburan bahkan parodi sekalipun, memerlukan riset yang teliti agar tidak menyalahi fakta-fakta yang telah tercatat dalam sejarah tersebut. Apabila meluncurkan novel fiksi yang disisipkan dalam salah satu peristiwa bersejarah saja membuka forum diskusi dan debat untuk membahas keakuratan nilai-nilai sejarahnya, kenapa tayangan televisi yang memiliki konsumen jauh lebih luas dari novel bahkan sangat luas, bisa seenaknya menyisipkan nilai-nilai sejarah tanpa didahului oleh riset, membuka ruang diskusi dan tanpa pertanggungan jawab apapun. Lain lagi ceritanya dengan infotainment. Sebuah sajian penghibur hati para detektif rumah tangga. Dari pagi hingga sore dokumentasi kehidupan para penghias layar kaca terus menerus disajikan pada seluruh lapisan masyarakat. Istilah gunjing, gosip, aib dan privasi menjadi baur dalam genre sajian yang memiliki berbagai judul dan format namun tetap serupa isinya ini. Apakah perceraian, perselingkuhan, pertengkaran dan kemewahan itu layak mendapatkan perhatian lebih sehingga beberapa orang selalu menanti-nanti ditayangkannya acara gosip ini? Entah apa yang mendasari pemikiran objek-objek infotainment tersebut untuk mengumbar aibnya sendiri untuk dikonsumsi umum. Mungkin mereka melakukannya untuk menaikkan rating ketenaran mereka. Mungkin juga aib mereka memang sengaja dikuak oleh beberapa pemburu berita infotainment. Mungkin beberapa penonton infotainment merasa kehidupannya lebih baik bila dibandingkan dengan kehidupan para selebritis yang notabene dianggap bergelimang harta dan kemewahan tapi rajin bercerai dan hidup dengan penuh prahara. Saya kira menggunjingkan pesinetron, aktor, aktris dan artis itu sama saja dengan menggunjingkan tetangga atau saudara karena pada dasarnya mereka adalah manusia juga. Mereka punya rasa malu dan ingin kehidupan pribadinya tetap menjadi kehidupan pribadi tanpa disorot oleh publik. Kecuali tentu saja, segelintir selebritis yang memang menikmati dan memanfaatkan sorotan tersebut. Teknologi bahkan memudahkan akses untuk mendapatkan informasi gosip terbaru melalui laman-laman situs web atau bahkan melalui SMS yang dikirim lansung ke ponsel. Maka tujuan diciptakannya otak manusia untuk berpikir dan memikirkan hal-hal yang penting telah meleset jauh dengan serbuan infotainment yang menyajikan bahan-bahan pemikiran yang sama sekali tidak penting dan tidak ada kaitannya dengan kehidupan yang sedang diperjuangkan. Atau memang tujuan hidup ini adalah untuk mengetahui aib dan kesalahan orang lain sebanyak-banyaknya? Semua itu saya serahkan kembali kepada anda sebagai manusia. Saat beberapa orang melalui organisasi dan kelompoknya masing-masing mulai resah dengan tayangan yang ada, maka televisi mulai mempublikasikan berbagai label dan logo untuk pemirsanya. Logo-logo kecil dan transparan diujung layar kaca dengan tulisan Anakanak, Bimbingan Orang Tua, Semua Umur, Dewasa dan lain sebagainya mulai menghiasi

setiap tayangan y yang ada sebagai be entuk klasif fikasi kela ayakan kon nsumsi acar yang ra ditayangkan terseb Akan te but. etapi bebera dari kit seperti h apa ta, halnya pak Ukar dan bu Pipih b yang si ibuk dengan pekerjaan masing-m n n masing, tetap tidak bisa mengontr sepenuh p a rol hnya apa yang d ditonton ol leh anak-a anak saat mereka te elah memp pelajari dan menguas cara n sai mengop perasikan r remote telev visi. Hal in terjadi pada keponakan saya yang kedu orang ni p ua tuanya sibuk menc nafkah untuk mas depan ke cari h sa eluarganya. Pada usia empat tahu anak un, tersebut sudah fasi melancar t ih rkan kata-k kata yang sa yakin d pelajari dari televis Iapun aya dia si. hapal la agu-lagu ga alau yang tid pantas d dak dinyanyikan anak-anak Istilah pa n k. acaran, hamil, cerai, selingku dan lain uh, nnya sudah dipelajari d usianya yang masih terlalu din untuk dik di y h ni kenalkan dengan hal-hal sep perti itu. Ca anak ter ara rsebut bicar rapun sudah mengikut gaya bica salah h ti ara satu ak ktris yang n namanya tid mungki saya tuli disini. O dak in is Orang tuany mungkin bangga ya dengan kemampua sang ana mempela an ak ajari hal-hal baru. Tapi saya sepen l i ndapat deng adik gan saya ya sedang mempelaja ilmu ps ang ari sikologi di universitas tempat saya belajar, berkata bahwa a anak terseb sedang d but dalam usia b bermain dan mencoba hal baru. Ia akan mena n a anyakan apapun yang tidak ia pahami dan meniru apapun yang sering ia lihat. Ap k u pabila orang tuanya g tidak d dapat menje elaskan den ngan baik apa yang ia tanyakan maka pengertian anak itu n, a hanyala sejauh pe ah egertian ora tuanya, bahkan kur ang rang dari itu Apabila y u. yang sering ia lihat g adalah t tayangan si inetron, info otainment d tayangan serupa lai dan n innya, maka apa yang ia sukai a dari tay yangan terse ebutlah yang ia tiru. Ha g asilnya, tida jauh berb ak beda dari ya anda bay ang yangkan tentu sa aja. Meskipun tel M levisi sudah menyediak logo-lo untuk m h kan ogo memilah tayangan-tayan ngannya kedalam kelas-kelas usia yan sesuai, k m ng kemudahan untuk men n ngakses tel levisi dan berbagai b tayanga annya tetap mengharuskan kita y yang merup pakan peno ontonnya m menjadi juri, hakim, , penuntu pembela sekaligus e ut, a eksekutor d dalam proses penyeleks sian tayanga televisi tersebut. an t Entah b bagaimana d dengan and tapi saya pernah mengalami h da, a m hidup yang lebih baik sebelum televisi menjadi m media penge eksploitasi k kesedihan, arena gunji dan me ing enjadi telad yang dan buruk b bagi penon ntonnya. Ti idak ada y yang melara ang anda u untuk men nonton telev visi dan andapun tidak dil n larang untu tidak m uk menonton te elevisi. Me emiliki telev visi diruma anda ah bukanla suatu aib Demikian pula denga pilihan an untuk ti ah b. n an nda idak memiliki televisi dirumah d anda. M Meskipun m mengetahui b berita itu pe enting, terut tama berita olah raga b bagi beberap orang pa yang m menggemarin nya, namun tidak sed n dikit tayangan yang tid ada pen dak ntingnya ta tetap api ditayangkan oleh televisi. Ja adilah peno onton yang cerdas dengan cara mengetahu kapan ui a an matikan tele evisi anda. Jadilah man J nusia yang cerdas deng cara gan saatnya menyalaka dan mem mengetahui kapan saatnya m n membeli ata memban au nting televis anda lalu membaka si u arnya di tengah jalan raya sebagai ben ntuk penola akan yang tegas! Mun t ngkin suatu saat nanti, apabila tidak a ada orang yang mendahului, sa aya akan melakukann m nya sebaga manifestasi dari ai idealism yang say rasa lebih penting ke me ya h etimbang hi iburan tanpa makna sem a mata!

Bandung, 22 Mei 2010 2

Anda mungkin juga menyukai