1
LEGAL ASPEK
BIDANG JALAN
2
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2004
TENTANG
JALAN
3
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
5
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar
teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta
penelitian dan pengembangan jalan;
2. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan
pemeliharaan jalan;
3. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan
tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan;
4. Penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan
kewenangannya;
5. Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus
dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya
persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar ruang milik
jalan;
6
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
7
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP
Pasal 2
8
BAB III
PERAN, PENGELOMPOKAN,
DAN BAGIAN-BAGIAN JALAN
Pasal 7
1.Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder.
2.Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan sistem jaringan jalan dengan peran pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan.
3.Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
4.Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem jaringan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan
pemerintah.
9
BAB III
PERAN, PENGELOMPOKAN,
DAN BAGIAN-BAGIAN JALAN
Pasal 8
11
BAB III
PERAN, PENGELOMPOKAN,
DAN BAGIAN-BAGIAN JALAN
Pasal 9
1. Jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jalan umum dalam
sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan
dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan
antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di
dalam kota.
2. Jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang
menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta
jalan lingkungan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai status jalan umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) di atur dalam peraturan
pemerintah.
13
BAB IV
JALAN UMUM
Bagian Keenam
Pembinaan Jalan Umum
Pasal 23
Pembinaan jalan umum meliputi pembinaan jalan secara umum dan jalan nasional, jalan
provinsi, jalan kabupaten dan jalan desa, serta jalan kota.
Pasal 24
Pembinaan jalan secara umum dan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
meliputi :
Pasal 25
Pembinaan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi:
15
BAB IV
JALAN UMUM
Bagian Keenam
Pembinaan Jalan Umum
Pasal 26
16
BAB IV
JALAN UMUM
Bagian Keenam
Pembinaan Jalan Umum
Pasal 27
17
BAB IV
JALAN UMUM
Bagian Ketujuh
Pembangunan Jalan Umum
Pasal 29
18
BAB IV
JALAN UMUM
Bagian Ketujuh
Pembangunan Jalan Umum
Pasal 30
20
BAB VI
PENGADAAN TANAH
Bagian Pertama
Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan
Pasal 58
Pasal 60
Untuk dapat kepastian hukum, tanah yang sudah dikuasai oleh Pemerintah
dalam rangka pembangunan jalan didaftarkan untuk diterbitkan sertifikat hak
atas tanahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pertanahan.
22
BAB VII
Peran Masyarakat
1) Masyarakat berhak:
a. Memberikan masukan kepada penyelenggara jalan dalam rangka pengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan;
b. Berperan serta dalam penyelenggaraan jalan;
c. Memperoleh manfaat atas penyelenggaraan jalan sesuai dengan standar
pelayanan minimal yang ditetapkan;
d. Memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan jalan;
e. Memperoleh ganti kerugian yang layak akibat kesalahan dalam pembangunan
jalan; dan
f. Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pembangunan
jalan.
23
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2006
TENTANG
JALAN
24
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
25
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Penyelenggara jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.
2. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan,
penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan peraturan
perundang-undangan jalan.
3. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar
teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta
penelitian dan pengembangan jalan.
4. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan
pemeliharaan jalan.
5. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan
tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan.
26
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
27
BAB II
JALAN UMUM
Bagian Kedua
Sistem Jaringan Jalan
Pasal 6
2) Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari
sistem jaringan jalan primer, dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin
dalam hubungan hierarki.
3) Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah
dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan/atau dalam
kawasan perkotaan, dan kawasan pedesaan.
Pasal 7
Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan sebagai berikut:
b. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah,
pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
c. Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional
28
BAB II
JALAN UMUM
Bagian Kedua
Sistem Jaringan Jalan
Bagian Ketiga
Fungsi Jalan, dan Persyaratan Teknis Jalan
Pasal 9
4) Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi
jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan.
5) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pada sistem
jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
6) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada sistem jaringan primer
dibedakan atas arteri primer, kolektor primer, lokal primer, dan lingkungan
primer.
7) Jalan dengan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sebagai
jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan
lingkungan primer.
8) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada sistem jaringan
sekunder dibedakan atas arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal sekunder dan
lingkungan sekunder.
29
9) Jalan dengan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sebagai
Bagian Ketiga
Fungsi Jalan, dan Persyaratan Teknis Jalan
Paragraf 2
Persyaratan Teknis Jalan
Pasal 12
• Persyaratan teknis jalan meliputi kecepatan rencana,
lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan
sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan,
penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan tidak
terputus.
• Syarat teknis jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, dan
lingkungan.
30
Paragraf 2
Persyaratan Teknis Jalan
Pasal 13
3) Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu
lintas rata-rata.
32
Paragraf 2
Persyaratan Teknis Jalan
Pasal 15
Pasal 16
2) Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 15 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5
meter.
3) Persyaratan teknis jalan lingkungan primer sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda tiga atau lebih.
4) Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor
beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit
3,5 meter.
33
Paragraf 2
Persyaratan Teknis Jalan
Pasal 17
34
Paragraf 2
Persyaratan Teknis Jalan
Pasal 18
35
Paragraf 2
Persyaratan Teknis Jalan
Pasal 19
39