Anda di halaman 1dari 106

KATA PENGANTAR Dengan Memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris sesuai waktu yang ditentukan. Karya Tulis Ilmiah ini disususun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Keperawatan pada Politeknik Kesehatan Banjarmasin Jurusan Keperawatan Banjarbaru. Dalam penyusunan, penulis banyak menemui kesulitan daan hambatan karena kemampuan penulis yang terbatas dalam memperoleh literatur dan bahan sebagai rujukan. Namun karena bantuan berbagai pihak hingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Dan dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Maharso, SKM, M. Kes selaku direktur Akper Poltekkes Banjarmasin Jurusan Keperawatan Banjarbaru. 2. Bapak Bahrul Ilmi, S.Pd, M. Kes selaku ketua Jurusan Keperawatan. 3. Bapak Hammad S. Kep, Ns selaku pembimbing I yang telah banyak sekali memberikan bimbingan kepada penulis. 4. Ibu Evi Risa Mariana, M. Pd selaku pembimbing II yang banyak memberikan masukan.

5. Dosen-dosen pengajar beserta staf pendidikan di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Banjarmasin. 6. Bapak Drs. H. Idis Nurdin Halidi, MAP selaku Bupati Tapin. 7. Bapak Drs. M. Hatta, MAP selaku mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapin. 8. Bapak Drs. Rusliansyah selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah. 9. Bapak H. Kusudiarto, MAP selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin. 10. Bapak Dwi Suryanto, SKM selaku mantan Ketua PPNI Kabupaten Tapin. 11. Bapak Arifin, S. Kep, Ners selaku Ketua PPNI Kabupaten Tapin. 12. Pimpinan Puskesmas Salam Babaris yang memperkenankan penulis untuk melakukan penelitian dan staf Puskesmas yang telah banyak membantu. 13. Dan seluruh rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis. Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan sebaik-baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak, untuk menyempurnakannya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Banjarbaru, Februari 2010

Penulis

Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Banjarmasin Karya Tulis Ilmiah, diujikan tanggal 22 Pebruari 2010 Ernawati, FAKTOR RESIKO TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALAM BABARIS KECAMATAN SALAM BABARIS KABUPATEN TAPIN xiv, 71 halaman, 19 tabel, 1 gambar, 13 lampiran.

ABSTRAK Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita dan jumlahnya selalu meningkat setiap tahunnya. Terjadinya ISPA dipengaruhi atau disebabkan oleh berbagai macam faktor resiko baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Penyuluhan kesehatan tentang penyakit ISPA perlu untuk disampaikan kepada orang tua supaya dapat meningkatkan pencegahan dan memiliki kesadaran untuk mengatasi faktor yang bisa menyebabkan ISPA. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Desain penelitian ini menggunakan metode deskriprif. Populasi penelitian adalah orang tua yang mempunyai balita yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA. Sampel diambil dengan teknik accidental sampling dalam waktu 2 minggu didapatkan sebanyak 30 orang reponden. Data dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel ddistribusi frekuensi dan presentasi, kemudian data yang diperoleh dinarasikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita di wilayah kerja puskesmas Salam Babaris yang paling dominan pada katagori sedang sebesar 17 orang (57 %), katagori rendah sebesar 13 orang (43 %), dan tidak ada yang berada pada katagori tinggi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka diharapkan kepada pihak Puskesmas untuk tetap memberikan penyuluhan tentang penyakit ISPA beserta pencegahan dan penanganannya. Sedangkan kepada pihak orang tua diharapkan untuk lebih meningkatkan kebiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam upaya pencegahan penyakit ISPA.

Keyword : Faktor resiko, ISPA, Balita Daftar bacaan : 22 (2000 2009)

DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING PERSETUJUAN SEMINAR KARYA TULIS ILMIAH RIWAYAT HIDUP....................................................................................... PERSEMBAHAN......................................................................................... KATA PENGANTAR.................................................................................. ABSTRAK..................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ................................................................... 1.2. Rumusan masalah .............................................................. 1.2.1. Pertanyaan Masalah................................................. 1.3. Tujuan penelitian ............................................................... 1.3.1. Tujuan Umum.......................................................... 1.3.2. Tujuan Khusus......................................................... 1.4. Manfaat penelitian ............................................................. 1 3 3 4 4 4 4 i ii iii v vi xi xiii xiv

1.4.1. Secara Teoritis......................................................... 1.4.2. Secara Praktis........................................................... 1.4.2.1. Bagi Puskesmas........................................... 1.4.2.2. Bagi Institusi Pendidikan............................ 1.4.2.3. Bagi Penulis................................................ 1.4.2.4. Bagi Responden / Keluarga........................

4 5 5 5 5 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori Tentang ISPA............................................. 2.1.1. Pengertian................................................................. 2.1.2. Etiologi.................................................................... 2.1.3. Tanda dan Gejala ISPA............................................ 2.1.4. Faktor Predisposisi................................................... 2.1.5. Patofisiologi............................................................. 2.1.6. Klasifikasi ISPA...................................................... 2.1.6.1. ISPA Bagian Atas........................................11 2.1.6.2. ISPA Bagian Bawah.................................... 2.1.6.3. Kelompok Umur Kurang Dari 2 Bulan...... 2.1.6.3.1. Pneumonia Berat........................ 2.1.6.3.2. Bukan Pneumonia...................... 2.1.6.4. Kelompok Umur 2 Bulan Sampai Kurang Dari 5 Tahun.............................................. 2.1.6.4.1. Pneumonia Berat........................ 2.1.6.4.2. Pneumonia.................................. 2.1.6.4.3. Bukan Pneumonia...................... 2.1.7. Penatalaksanaan Penderita ISPA.............................. 2.1.8. Cara Perawatan Balita Dengan Masalah ISPA........ 2.1.9. Pencegahan ISPA..................................................... 2.2. Tinjauan Tentang Faktor Resiko ISPA............................... 13 13 13 13 15 17 18 19 11 12 12 12 6 6 7 7 8 10 11

2.2.1. Umur......................................................................... 2.2.2. Jenis Kelamin........................................................... 2.2.3. Imunisasi................................................................... 2.2.4. Pemberian ASI.......................................................... 2.2.5. Status Gizi................................................................. 2.2.6. Lingkungan............................................................... 2.2.7. Perilaku Orang Tua.................................................. 2.2.8. Sosial Ekonomi......................................................... 2.2.9. Pendidikan................................................................ 2.3. Kerangka Konseptual........................................................... BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ......................................................... 3.2. Populasi dan Sampel........................................................... 3.2.1. Populasi..................................................................... 3.2.2. Sampel...................................................................... 3.3. Besar Sampel....................................................................... 3.4. Cara Pengambilan Sampel................................................... 3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional..................... 3.5.1. Variabel..................................................................... 3.5.2. Definisi Operasional................................................. 3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................... 3.6.1. Tempat Penelitian..................................................... 3.6.2. Waktu Penelitian...................................................... 3.7. Jenis dan Cara Pengumpulan Data...................................... 3.7.1. Jenis Instrumen......................................................... 3.7.2. Cara Pengumpulan Data........................................... 3.7.2.1. Data Primer................................................. 3.7.2.2. Data Sekunder............................................. 3.7.3. Pengolahan data........................................................

19 19 19 23 24 28 30 32 32 32

34 34 34 35 35 36 36 36 37 37 37 38 38 38 39 39 39 39

3.7.3.1. Editing Data................................................ 3.7.3.2. Coding......................................................... 3.7.3.3. Pembersihan Data....................................... 3.7.3.4. Penetapan Score.......................................... 3.8. Analisa Data......................................................................... 3.9. Etika Penelitian.................................................................... BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran umum.................................................................. 4.1.1. Keadaan Geografis................................................... 4.1.2. Keadaan Demografi.................................................. 4.1.3. Pendidikan................................................................ 4.1.4. Sosial Ekonomi......................................................... 4.1.5. Lingkungan Fisik dan Biologis................................ 4.1.5.1. Penyehatan Pemukiman.............................. 4.1.5.2. Penyediaan Air Bersih................................ 4.1.5.3. Jamban Keluargaa....................................... 4.1.5.4. SPAL (sarana Pembuangan Air Limbah)... 4.1.5.5. Pengelolaan Sampah................................... 4.1.6. Puskesmas Salam Babaris........................................ 4.1.6.1. Sarana Fisik................................................. 4.1.6.2. Sumber Daya Manusia (SDM)................... 4.1.6.3. Kegiatan puskesmas Salam Babaris........... 4.2. Hasil Penelitian.................................................................... 4.2.1. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita............ 4.2.1.1. Faktor Umur Balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA............................. 4.2.1.2. Faktor Jenis Kelamin Balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA..................... 4.2.1.3. Faktor Status Imunisasi Pada Balita

39 39 40 40 40 41

43 43 45 45 46 46 46 47 47 47 47 48 48 49 50 50 51 51 52

Terhadap ISPA .......................................... 4.2.1.4. Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA............................................................ 4.2.1.5. Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA........................................... 4.2.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA............ 4.2.1.7. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA............................................................ 4.2.1.8. Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA............................................................ 4.2.1.9. Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA 4.2.2. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita............ BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1. Pembahasan Penelitian........................................................ 5.1.1. Faktor Resiko Terrjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris............... 5.1.1.1. Faktor Umur Balita Terhadap ISPA........... 5.1.1.2. Faktor Jenis Kelamin Terhadap ISPA........ 5.1.1.3. Faktor Status Imunisasi Terhadap ISPA..... 5.1.1.4. Faktor Pemberian ASI Terhadap ISPA...... 5.1.1.5. Faktor Status Gizi Terhadap ISPA............. 5.1.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA............ 5.1.1.7. Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA 5.1.1.8. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga terhadap ISPA............................................................ 5.1.1.9. Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA............................................................ 5.1.2. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris...............

52 53 54 54 55 55 56 57

58 58 58 59 61 61 62 63 64 65 66 66

5.2. Keterbatasan Penelitian....................................................... 5.2.1. Waktu Penelitian...................................................... 5.2.2. Kualitas Data............................................................ 5.2.3. Kemampuan Penelitian............................................. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan.......................................................................... 6.2. Saran..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

68 69 69 69

70 71

DAFTAR TABEL

Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel 2.1 2.2

Halaman Dosis Pemberian Obat Antipiretik............................................ Dosis Pemberian Obat Antibiotik............................................. 17 17 37 38 41 44 45 46 49 51

3.1. Definisi Operasional.................................................................. 3.2. Kegiatan dan Waktu Penelitian................................................. 3.3. Klasifikasi Penilaian Faktor Resiko ISPA................................ 4.1. Luas Wilayah dan Perangkat Pemerintah Kecamatan Salam Babaris Tahun 2009................................................................... 4.2. Data Penduduk Wilayah Kecamatan Salam Babaris Tahun 2009........................................................................................... 4.3. Jumlah Sarana Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris............................................................................ 4.4. Keadaan Sumber Daya Manusia Di Puskesmas Slam Babaris Tahun 2009................................................................................ 4.5. Distribusi Umur Balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam babaris.................. 4.6. Distribusi Jenis Kelamin Balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris52 4.7. Distribusi Faktor Status Imunisasi Balita Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris................................

53

Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel

4.8. Distribusi Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris................................ 4.9. Distribusi Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris........................... 4.10. Distribusi Faktor Lingkungan Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris............................................... Kerja Puskesmas Salam Babaris............................................... 4.12. Distribusi Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris................................ 4.13. Distribusi Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris................................ 4.14. Distribusi Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris................................ 57 56 56 54 55 4.11. Distribusi Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA Di Wilayah 54 53

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman 33

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Faktor resiko ISPA....................................

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 2 Lembar Kuesioner Lampiran 3 Surat Permohonan Malakukan Izin Penelitian Lampiran 4 Kartu Bimbingan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Lampiran 5 Saran Perbaikan Seminar Proposal Karya Tulis Ilmiah Lampiran 6 Saran Perbaikan Karya Tulis Ilmiah Lampiran 7 Formulir Keikutsertaan Penyanggah Pendengar (Oponen) Lampiran 8 Tabel Hasil Penelitian Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Lampiran 9 Tabel Hasil Penelitian Faktor Status Imunisasi Lampiran 10 Tabel Hasil Penelitian Faktor Pemberian ASI Lampiran 11 Tabel Hasil Penelitian Faktor Lingkungan Lampiran 12 Tabel Hasil Penelitian faktor Perilaku Orang Tua Lampiran 13 Tabel Hasil Penelitian Faktor Sosial Ekonomi Keluarga

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Indonesia penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per tahun. Ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40 % - 60 % kunjungan berobat di puskesmas dan 15 % - 30 % kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Dep.Kes.RI, 2002 : 9-10). Word Healt Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15 % - 20 % pertahun. Menurut WHO 13 juta anak balita didunia meninggal setiap tahun dimana pneumonia merupakan salah

satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita setiap tahun (http:// syair.worpress.com/2009/04/26/faktor-resiko-kejadian-ISPA-pada-balita,

diakses tanggal 13 0ktober 2009). Di Kabupten Tapin, penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan utama masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari sub bagian P2M kabupaten Tapin tahun 2007 diperoleh informasi bahwa cakupan penemuan ISPA mencapai 5.167 balita (34,43 %). Angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2008 yaitu menjadi 6.156 balita (40 %). Berdasarkan laporan bulanan P2M Kabupaten Tapin pada triwulan III (JuliSeptember) penderita ISPA terbanyak pada tahun 2009 adalah golongan umur 1 sampai 4 tahun yaitu 1.851 balita (12 %), dan urutan kedua adalah golongan umur 1 sampai 12 bulan yaitu 1.271 balita (8,27 %). Puskesmas Salam Babaris merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Tapin. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Salam Babaris pada tahun 2007 dari 850 orang balita, 95 diantaranya terkena ISPA (11,17 %). Sedangkan tahun 2008 terjadi peningkatan dari 895 orang balita, 130 diantaranya terkena ISPA (14,52%). Tahun 2009 jumlah balita yang menderita ISPA pada bulan Januari sampai dengan bulan September sebanyak 162 balita (18,1 %). ISPA memang menjadi penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris dari tahun ke tahun. Penyakit ini juga selalu mendapat urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak.

Kematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA berat, paling sering kematian terjadi karena infeksi telah mencapai paru-paru atau pneumonia. Sebagian besar keadaan ini terjadi karena penyakit ISPA ringan yang diabaikan. Jika penyakitnya telah menjalar ke paru-paru dan anak tidak mendapat pengobatan serta perawatan yang tepat, anak tersebut bisa meninggal. Terjadinya ISPA dipengaruhi atau disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti virus, keadaan daya tahan tubuh, umur, jenis kelamin, status gizi, imunisasi, dan keadaan lingkungan (pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, polusi udara, ditambah dengan perubahan iklim terutama suhu, kelembaban, curah hujan) merupakan ancaman kesehatan bagi masyarakat terutama penyakit ISPA. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor tersebut diatas tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku dan tingkat jangkauan ke pelayanan kesehatan yang masih rendah. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang bisa menyebabkan penyakit ISPA, maka diharapkan penyakit ISPA penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan saat ini, diharapkan dapat lebih ditingkatkan lagi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

1.2 Perumusan Masalah 1.2.1 Pertanyaan Masalah Faktor resiko apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

1.3.2

Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi faktor umur pada balita yang menderita ISPA 1.3.2.2 Mengidentifikasi faktor jenis kelamin pada balita yang menderita ISPA. 1.3.2.3 Mengidentifikasi faktor status imunisasi pada balita yang menderita ISPA. 1.3.2.4 Mengidentifikasi faktor status gizi pada balita yang menderita ISPA. 1.3.2.5 Mengidentifikasi faktor pemberian ASI pada balita yang menderita ISPA. 1.3.2.6 Mengidentifikasi faktor lingkungan pada pada Balita yang menderita ISPA. 1.3.2.7 Mengidentifikasi faktor social ekonomi orang tua balita yang menderita ISPA. 1.3.2.8 Mengidentifikasi faktor pendidikan orang tua balita yang menderita ISPA.
1.3.2.9

Mengidentifikasi faktor perilaku orang tua balita yang menderita ISPA.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4..1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu keperawatan, khususnya dalam meningkatkan perawatan dan pencegahan terhadap penyakit ISPA.

1.4.2. Secara Praktis 1.4.2.1 Bagi Puskesmas Sebagai bahan masukan, dalam penentuan arah kebijakan program penanggulangan penyakit ISPA. 1.4.2.2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan, disamping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya. 1.4.2.3. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah didapat khususnya dalam perawatan dan pencegahan penyakit menular pada balita. 1.4.2.4. Bagi Responden / Keluarga Dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga tentang cara perawatan dan pencegahan penyakit menular khususnya penyakit ISPA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. 2.1.1

Tinjauan Teori tentang ISPA Pengertian Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Dalam Lokakarya Nasional ISPA tersebut ada dua pendapat berbeda, pendapat pertama memilih istilah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan pendapat kedua memilih istilah ISNA (Infeksi Saluran Napas Akut). Pada akhir lokakarya diputuskan untuk memilih istilah ISPA dan sampai sekarang istilah ini yang digunakan (Dep.Kes.RI, 2002:4). Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernapasan, dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut:

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli

beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini.

Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat belangsung lebih dari 14 hari (www.tempointeraktif.com /hg/narasi/ispa dan pneumonia, diakses tanggal 11 oktober 2009).

2.1.2

Etiologi Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,

Koronavirus,

Pikornavirus,

Mikoplasma,

Herpesvirus

dan

lain-lain

(Dep.Kes.RI, 2002:5).

2.1.3 Tanda dan Gejala ISPA Seorang anak dikatakan menderita ISPA jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1. Batuk 2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis). 3. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung. 4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C. 5. Sakit tenggorokan.

2.1.4

Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA terbagi menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik

(http://digilib.litbang.depkes.go.id/go/muluki, diakses tanggal 13 Oktober 2009).

Faktor intrinsik terdiri dari umur, jenis kelamin, status gizi, status imunisasi, dan pemberian ASI. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari lingkungan, sosial ekonomi, pendidikan, dan prilaku orang tua. Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 dalam Pedoman Pemberantasan Penanggulangan Penyakit Infeksi Pada Saluran Balita, Pernapasan faktor Akut Untuk yang

Pneumonia

pendukung

mempengaruhi ISPA adalah sebagai berikut : a. Kondisi ekonomi Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang

berkepanjangan berdampak pada peningkatan penduduk miskin disertai dengan menurunya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan pneumonia pada balita. b. Kependudukan Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi balita yang besar pula, atau dengan kata lain meningkatkan populasi sasaran program P2 ISPA sehingga berimplikasi pada membengkaknya anggaran, sarana dan peralatan yang dibutuhkan. Ditambah lagi dengan status

kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA. c. Geografi Sebagai daerah tropis Indonesia memiliki potensi daerah endemik beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kasus maupun kematian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor resiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. d. Perilaku hidup bersih dan sehat Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku hidup bersih dan sehat sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan balita agar tidak terkena penyakit ISPA, yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat. e. Desentralisasi manajemen kesehatan (UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999).

Dengan

diberlakukannya

otonomi

daerah

pada

Kabupaten/Kota

menyebabkan hubungan dengan Kabupaten/Kota dengan Propinsi maupun pusat tidak lagi hirarki (hubungan atasan bawahan). Implikasinya terdapat kecenderungan Kabupaten/Kota kurang disiplin memenuhi kewajiban pelaporan yang diminta dari atas. Akibatnya kecenderungan Kabupaten/Kota tidak memberikan data secara rutin akan menjadi hambatan terhadap pencapaian sasaran pemberantasan penyakit ISPA. f. Lingkungan dan iklim global Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim global terutama suhu, kelembaban, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA. Untuk tercapainya tujuan pemberantasan penyakit ISPA, maka salah satu upaya adalah dengan memperhatikan atau menanggulangi faktor resiko lingkungan.

2.1.5

Patofisiologi Terjadiya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara , inspirasi

dirongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglottis, pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme system pertahanan tersebut, akibatnya terjadi invasi didaerah-daerah saluran pernafasan atas maupun bawah (http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluranpernafasanakut-ispa/, diakses tanggal 29 Oktober 2009).

2.1.6 Klasifikasi ISPA Penyakit anatominya, yaitu : 2.1.6.1 ISPA bagian atas Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran napas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran napas mengenai bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa diantaranya melibatkan bagian-bagian spesifik saluran napas secara nyata. Yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah Nasofaringitis Akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk tonsillitis dan faringotonsilitis) dan Rinitis.
2.1.6.2

ISPA dapat di bagi menjadi dua berdasarkan letak

ISPA bagian bawah

Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran napas bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian bawah adalah Laryngitis, Asma Bronchial, Bronchitis Akut maupun Kronis. Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu peradangan pada paru-paru dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli (http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluran-pernafasanakut-ispa/, diakses tanggal 29 Oktober 2009). Klasifikasi ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur yaitu untuk golongan umur kurang dari 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan < 5 tahun. 2.1.6.3 Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas : 2.1.6.3.1 Pneumonia berat Ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe chest indrawing) (DepKes.RI, 2002:5). 2.1.6.3.2 Bukan pneumonia Bila tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.

Tanda bahaya untuk golongan umur kurang dari 2 bulan adalah kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume dari yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, dan demam/dingin (Dep.Kes.RI, 2002:5).

2.1.6.4 Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun 2.1.6.4.1 Pneumonia berat Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing). 2.1.6.4.2 Pneumonia Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan 40 kali per menit untuk anak usia 1 - < 5tahun. 2.1.6.4.2 Bukan pneumonia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun yaitu, tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk (Dep.Kes.RI, 2002). Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor resiko baik yang meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat pneumonia (Dep.Kes.RI, 2002:6). Faktor resiko yang meningkatkan insidens pneumonia : a) Umur < 2 bulan b) Laki-laki c) Gizi kurang d) Berat badan lahir rendah e) Tidak mendapat ASI memadai f) Polusi udara g) Kepadatan tempat tinggal h) Imunisasi yang tidak memadai

i) Membedung anak (menyelimuti berlebihan) j) Defisiensi vitamin A k) Pemberian makanan tambahan terlalu dini (Dep.Kes.RI, 2002:6)

Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia : a) Umur < 2 bulan b) Tingkat sosio ekonomi rendah c) Kurang gizi d) Berat badan lahir rendah e) Tingkat pendidikan ibu yang rendah f) Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah g) Kepadatan tempat tinggal h) Imunisasi yang tidak memadai i) Menderita penyakit kronis j) Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah (DepKes.RI, 2002:7).

2.1.7

Penatalaksanaan penderita ISPA Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 dalam Pedoman Pemberantasan Penanggulangan Penyakit Infeksi Pada Saluran Balita, Pernapasan kriteria atau Akut entry Untuk untuk

Pneumonia

menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana penderita ini terdiri dari 4 bagian yaitu : a) Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada penderita. b) Penentuan ada tidaknya tanda bahaya Tanda bahaya pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk. Anak atau bayi yang mempunyai salah satu tanda bahaya tersebut harus segera dirujuk kesarana rujukan.

c) Penentuan klasifikasi penyakit d) Tindakan dan pengobatan Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus segera dibawa kesarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis. Penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa bukan pneumonia bisa dilakukan perawatan dirumah, meliputi pertahankan suhu tubuh, teruskan pemberian ASI lebih sering dan bersihkan hidung bila tersumbat. Anjurkan ibu untuk kembali control, bila keadaan bayi memburuk, napas menjadi cepat, bayi sulit bernapas, bayi sulit untuk minum. Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi antibiotik 1 dosis serta antipiretik sebagai penurun demam. Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia, nasehati ibu untuk perawatan di rumah, beri antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk. Untuk balita yang terdiagnosa bukan pneumonia jika batuk > 30 hari, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan, obati penyakit lain bila ada nasehati ibu untuk perawatan di rumah. Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan dalam 2 hari. Jika keadaan penderita membaik (napasnya lebih lambat, panasnya turun, nafsu makan membaik), pemberian antibiotik dapat

diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Jika keadaan penderita memburuk (tak dapat minum, ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam, ada tanda bahaya), harus segera dikirim kesarana rujukan (DepKes.RI, 2002). Dalam pemberian antipiretik yang diberikan adalah parasetamol untuk demam tinggi (sampai > 38,5 C) dengan pemberian dosis sebagai berikut: Tabel 2.1 Dosis pemberian obat Antipiretik
Umur atau Berat Badan 1 sampai 6 bulan (4 - < 7 kg) 6 bulan sampai 3 tahun (7 - < 14 kg) 3 sampai 5 tahun (14 - < 19 kg) TABLET (500 mg) 1/8 1/4 1/2 TABLET (100 mg) 1/2 1 2 SIRUP (120 mg/5ml) 2,5 ml (1/2 sendok teh) 5 ml (1 sendok teh) 7,5 ml (1 sendok teh)

Sumber : Modul 3 MTBS tahun 2003 Dan untuk pemberian antibiotik pada umumnya diberikan kotrimoksazol tablet maupun sirup atau amoxilin tablet maupun sirup dengan dosis sebagai berikut : Tabel 2.2 Dosis pemberian obat Antibiotik
KOTRIMOKSAZOL (Trimetoprim + Sulfametoksazol) Beri 2 kali sehari selama 5 hari
TABLET DEWASA 80 mg trimetoprim + 400 mg sulfametoksazol TABLET ANAK 20 mg trimetoprim + 100mg sulfametoksazol SIRUP per 5 ml 40 mg trimetoprim + 200 mg sulfametoksazol

UMUR Atau BERAT BADAN

AMOXILIN Beri 3 kali sehari untuk 5 hari SIRUP 125 mg Per 5 ml 2,5 ml 5 ml

2 sampai 4 bulan (4 - < 6 kg) 4 sampai 12 bulan

1/4 1/2

1 2

2,5 ml 5 ml

(6 - < 10 kg) 12 bln - 5 thn (10 - < 10 kg)

atau 1

7,5 ml

10 ml

Sumber : Modul 3 MTBS tahun 2003

2.1.8

Cara perawatan balita dengan masalah ISPA Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA, adalah : a) Mengatasi panas (demam) Demam diatasi dengan memberikan obat penurun panas golongan parasetamol. b) Pemberian makanan Berikan makanan yang cukup gizi dan memperbanyak jumlahnya setelah sembuh. c) Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih) lebih banyak dari biasanya. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. d) Berikan kenyamanan pada anak Bila anak tersumbat hidungnya oleh ingus maka bersihkanlah hidung yang tersumbat tersebut agar anak dapat bernapas dengan lancar. Suruhlah anak beristirahat / berbaring di tempat tidur, pertahankan suhu tubuh. e) Perhatikan apakah ada tanda-tanda bahaya ISPA ringan / ISPA berat yang memerlukan bantuan khusus petugas kesehatan.

2.1.9

Pencegahan ISPA Pencegahan dapat dilakukan dengan : a) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik b) Imunisasi c) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan d) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA e) Pengobatan segera

2.2 2.2.1

Tinjauan tentang Faktor Resiko ISPA Umur ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Dari Survei Demografi Indonesia dilaporkan data tentang prevalensi dan insidens balita batuk dengan napas cepat, hasil survei menunjukkan kelompok umur dengan prevalensi tinggi cenderung bergeser ke kelompok umur yang lebih muda (Dep.Kes. RI, 2002:8).

2.2.2 Jenis kelamin Salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan insidens terjadinya infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia) pada anak balita adalah jenis kelamin laki-laki (Dep.Kes.RI, 2002).

2.2.3

Imunisasi Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (http://syair.wordpress.com/2009/04/26faktor-resiko-kejadian-ispa-pada-balita, diakses tanggal 13 Oktober 2009). Imunisasi biasanya lebih focus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap supaya bisa terhindar dari berbagai penyakit yang bisa membahayakan kesehatan dan hidup anak. Tujuan dari diberikannya imunisasi adalah untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi meliputi penyakit menular tertentu. Jenis penyakit menular tertentu yang dimaksud meliputi antara lain penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis, Influenza, Haemofilus Influenzae Tipe B, Kolera, Rabies, Japanese Encephalitis, Tipus Abdominalis, Pneumoni Pneumokokus, Yellow Fever (Demam Kuning), Shigellosis, Rubella, Varicella,

Parotitis Epidemica, Rotavirus (Direktorat Jenderal PP & PL dan Pusdiklat SDM Kesehatan Dep.Kes.RI, 2006:7). Ada dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Kekebalan aktif adalah perlindungan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan seseorang sendiri. Jenis kekebalan ini biasanya menetap seumur hidup. Sedangkan kekebalan pasif adalah perlindungan yang diberikan oleh zat-zat yang dihasilkan oleh hewan / manusia yang diberikan kepada orang lain, biasanya melalui suntikan. Kekebalan pasif sering memberikan perlindungan yang efektif, tetapi perlindungan ini akan menurun setelah beberapa minggu atau bulan (Direktorat Jenderal PP & PL dan Pusdiklat SDM Kesehatan Dep.Kes.RI, 2006:15). Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program Pengembangan Imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapat perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Campak, Poliomielitis, Hepatitis B. Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang (Dep.Kes.RI, 2006:15). Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di Indonesia adalah :
a) Vaksin BCG (Basillus Calmette Guerine)

Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC (Tuberkulosis). Vaksin ini mengandung kuman BCG yang masih hidup, jenis kuman ini telah dilemahkan. b) Vaksin DPT Vaksin jerap DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi. Tujuannya adalah untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap Difteri, Pertusis dan Tetanus. c) Vaksin TT Vaksin jerap TT (Tetanus Toksoid) adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan. Digunakan untuk mencegah tetanus pada bayi baru lahir dengan imunisasi WUS (wanita usia subur) atau ibu hamil juga untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi. d) Vaksin DT Vaksin jerap DT (Difteri dan Tetanus) adalah vaksin yang mengandung toksoid difteri dan tetanus yang telah dimurnikan. Manfaatnya adalah untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus. e) Vaksin Polio Vaksin oral polio adalah vaksin polio Trivalent yang terdiri dari suspense virus Poliomyelitis tipe I, II, dan III (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. Vaksin polio diberikan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.

f) Vaksin Campak Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak. g) Vaksin Hepatitis B Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasi dan bersifat non infecsious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi. Vaksin ini diberikan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis. h) Vaksin DPT / HB Vaksin mengandung DPT berupa toksoid difteri dan toksoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang diinaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HBsAg murni dan bersifat non infecsious. Vaksin ini diberikan untuk kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis. 2.2.4 Pemberian ASI Air susu ibu merupakan cairan tanpa tanding yang berguna untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam ASI berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan sarisari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem syaraf.

Penelitian menunjukkan, bayi yang diberi ASI secara khusus terlindung dari serangan penyakit sistem pernafasan dan pencernaan. Hal itu disebabkan zat-zat kekebalan tubuh didalam ASI memberikan perlindungan langsung melawan serangan penyakit. Sifat lain dari ASI yang juga memberikan perlindungan terhadap penyakit adalah penyediaan lingkungan yang ramah bagi bakteri menguntungkan yang disebut flora normal. Keberadaan bakteri ini akan menghambat perkembangan bakteri, virus, dan parasit berbahaya. Tambahan lagi, telah dibuktikan pula bahwa terdapat unsur-unsur didalam ASI yang dapat membentuk sistem kekebalan melawan penyakit-penyakit menular

(http://www.hyahya.org/indo/artikel/082.htm, diakses tanggal 27 oktober 2009). 2.2.5 Status gizi Fungsi umum zat gizi didalam tubuh antara lain : a) Untuk sumber energi b) Untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan-jaringan tubuh c) Untuk mengatur proses-proses didalam tubuh d) Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit sebagai zat anti oksidan. Zat gizi digolongkan kedalam 6 kelompok utama, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. a) Karbohidrat Fungsi karbohidrat adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk berbagai senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial, metabolisme normal lemak, menghemat protein, meningkatkan

pertumbuhan bakteri usus, mempetahankan gerak usus, meningkatkan konsumsi protein, mineral dan vitamin B. b) Lemak Berdasarkan bentuknya lemak digolongkan kedalam lemak padat (misal mentega dan lemak hewan) dan lemak cair atau minyak (misal minyak sawit dan minyak kelapa). Sedangkan berdasarkan penampakan, lemak digolongkan kedalam lemak kentara (misal mentega dan lemak pada daging sapi) dan lemak tak kentara (misal lemak pada telur, lemak pada alvokat, dan lemak susu). Fungsi lemak dalam menu adalah sumber energi padat, menghemat protein dan thiamin, membuat rasa kenyang lebih lama, membuat rasa makanan tambah enak, memberikan zat gizi lain yang dibutuhkan tubuh. Sedangkan fungsi lemak tubuh adalah sebagai simpanan lemak, sumber asam lemak esensial, precursor dari prostaglandin, dan senyawa-senyawa tubuh lainnya. c) Protein Protein dibentuk dari unit-unit pembentuknya yang disebut asam amino. Dua golongan asam amino adalah asam amino esensial dan asam amino nonesensial. Asam amino esensial adalah isoleasin, leusin, lysine, methionin, fenilalanin, threonin, triptopan, valin dan histidin. Protein dapat diklasifikasikan menurut mutunya (kelengkapan asam aminonya) kedalam protein lengkap dan protein tidak lengkap. Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan, membentuk

senyawa-senyawa

esensial

tubuh,

mengatur

keseimbangan

air,

mempertahankan kenetralan asam basa tubuh, membentuk antibodi dan mentranspor zat gizi. d) Vitamin Ada dua golongan vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah A, D, E, K. sedangkan vitamin yang larut dalam air adalah thiamin, riboflavin, niacin, piridoksin, asam pantothenat, asam folat, biotin, vitamin B12, cholin, inositol dan vitamin C. Kedua golongan vitamin tersebut mempunyai sifat umum sendiri-sendiri. Fungsi umum vitamin adalah sebagai bagian dari enzim atau koenzim, mempertahankan fungsi berbagai jaringan, membantu proses pertumbuhan dan pembentukan sel-sel baru, serta membantu pembuatan senyawa dalam tubuh. e) Mineral Mineral diklasifikasikan kedalam mineral makro dan mineral mikro. Termasuk kedalam mineral makro adalah kalsium, fosfor, kalium, sulfur, natrium, khlor, dan magnesium. Sedangkan yang termasuk mineral mikro adalah besi, seng, selenium, mangan, tembaga, iodium, molybdenum, cobalt, chromium, silicon, vanadium, nikel, arsen, dan fluor. Fungsi umum mineral adalah mempertahankan keseimbangan asam basa, sebagai katalis bagi reaksi-reaksi biologis, sebagai komponen esensial senyawa tubuh, mempertahankan keseimbangan air tubuh, mentransmisi

impuls syaraf, mengatur kontraksi otot, serta untuk pertumbuhan jaringan tubuh. f) Air Air merupakan komponen kimia utama dalam tubuh. Ada 3 komponen air tubuh, yaitu air intraseluler pada membran sel, air intravaskuler pada dinding kapiler. Dua komponen air terakhir disebut juga cairan ekstraseluler. Fungsi air bagi tubuh adalah sebagai berikut : a) Pelarut zat gizi b) Fasilitator pertumbuhan c) Sebagai katalis reaksi biologis d) Sebagai pelumas e) Sebagai pengatur suhu tubuh f) Sebagai sumber mineral bagi tubuh Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin, kondisi kesehatannya,

fisiologis pencernaannya dan macam pekerjaannya. Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh, karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktifitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan dengan balita yang mempunyai gizi normal, karena faktor daya tubuhnya yang kurang.

2.2.6 Lingkungan

Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya dan tersebarnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut. Rumah yang kotor, padat, kumuh, dan kurang mempunyai jendela menyebabkan pertukaran udara terkumpul di dalam rumah. Bayi atau anak-anak yang sering mengisap asap lebih mudah terserang infeksi saluran pernapasan. a) Pencemaran udara dalam rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga pencemaran tentunya akan lebih tinggi (http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/15/faktor-resiko-ISPA-padabalita/, diakses tanggal 13 oktober 2009). b) Ventilasi rumah

Pertukaran hawa(ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan peraturan bangunan Nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi aturan sebagai berikut : 1) Luas bersih dari jendela / lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai ruangan. 2) Jendela / lubang hawa harus meluas ke arah atas sampai setinggi minimal 1,95 dari permukaan lantai. 3) Adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit-langit sekurangkurangnya 0,35% luas lantai ruang yang bersangkutan (Mukono, 2000:158). Fungsi dari ventilasi, yaitu mensuplai udara bersih yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan, membebaskan ruangan dari bau-bauan asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara, mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang, mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh ataupun keadaan eksternal, serta mendisfungsikan udara secara merata. Pencahayaan harus cukup baik waktu siang maupun malam hari. Pada malam hari pencahayan yang ideal adalah penerangan listrik. Pada waktu pagi hari diharapkan semua ruangan mendapatkan sinar matahari. Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya kadar gas karbondioksida, adanya bau pengap, suhu udara ruangan naik, dan kelembaban udara ruangan bertambah.

c) Kepadatan hunian rumah Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Berdasarkan Dir. Higiene dan Sanitasi Depkes RI, 1993, maka kepadatan penghuni dikatagorikan menjadi memenuhi standar (2 orang per 8 m) dan kepadatan tinggi (lebih dari 2 orang per 8 m dengan ketentuan anak < 1 tahun tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun dihitung setengah). Keadan tempat tinggal yng padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah (Mukono, 2000:158). 2.2.7 Perilaku orang tua Faktor perilaku dalam pencegahan dan penangulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari dalam masyarakat atau keluarga. Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain melalui udara, kuman ISPA yang ada di udara terhisap oleh penjamu baru dan masuk keseluruh saluran pernafasan. Dari saluran pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi ini rentan, maka ia akan terkena ISPA.

Faktor perilaku orang tua yang bisa menyebabkan kejadian ISPA pada balita diantaranya adalah merokok didalam rumah, ada anggota keluarga yang menderita ISPA di rumah yang mempunyai kebiasaan kurang baik (tidak menutup mulut pada saat batuk atau bersin dekat balita), kebersihan rumah yang kurang, menggunakan obat nyamuk bakar, membawa anak pada saat memasak. Polusi udara oleh CO terjadi selama merokok. Asap rokok mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm selama dihisap. Konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap mengakibatkan kadar COHb di dalam darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok, adanya asap rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang berada di sekitarnya karena asapnya dapat terisap (www.digilib.unnes.ac.id, diakses tanggal 27 Oktober 2009). Aktivitas manusia berperan dalam penyebaran partikel udara yang berbentuk partikel-partikel kecil padatan dan droplet cairan, misalnya dalam bentuk asap dari proses pembakaran di dapur, terutama dari batu arang. Partikel dari pembakaran di dapur biasanya berukuran diameter di antara 1-10 mikron. Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem pernafasan (www.digilib.unnes.ac.id, diakses tanggal 27 Oktober 2009). Jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak jelas akan mempengaruhi polusi asap dapur ke dalam rumah yang dapurnya menyatu

dengan rumah dan jenis bahan bakar minyak relatif lebih kecil resiko menimbulkan asap daripada kayu bakar (www.digilib.unnes.ac.id, diakses tanggal 27 Oktober 2009). 2.2.8 Sosial ekonomi Tidak adanya kemampun menyediakan lingkungan perumahan yang sehat pada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah akan

meningkatkan kerentanan balita terhadap serangan berbagai penyakit menular, termasuk ISPA. Dengan penghasilan yang sedikit, akan berdampak pada kurang terpeliharanya gizi, berkurangnya kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh karena keterbatasan biaya, yang pada akhirnya akan mendorong meningkatnya angka kesakitan penyakit ISPA. 2.2.9 Pendidikan Pengetahuan mempunyai peranan yang sangat besar dalam mendukung perilaku seseorang, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan makin mudah bagi orang itu untuk menerima dan memahami informasi. Pengetahuan atau informasi yang cukup tentang ISPA akan sangat berperan pada sikap dalam penanganan dan pencegahan penyakit ISPA.

2.3

Kerangka Konseptual Penelitian Yang dimaksud dengan kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005:43).

Angka kesakitan dan angka kematian balita masih tinggi, salah satu penyebab tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita adalah ISPA, dimana ISPA selalu menduduki urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris, Kabupaten Tapin. ISPA merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, lebih sering terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun (balita). ISPA dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin, pemberian ASI, status gizi, lingkungan, perilaku orang tua, sosial ekonomi dan pendidikan. Berdasarkan landasan teori tersebut maka dibuatlah kerangka konsep sebagai berikut :

Etiologi : Virus Bakteri

Faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita : 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Status imunisasi 4. Pemberian ASI 5. Status gizi 6. Lingkungan 7. Perilaku orang tua 8. Sosial ekonomi 9. pendidikan

Tinggi

Sedang

Rendah

ISPA pada Bayi / Balita Keterangan : : diteliti : tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Faktor Resiko ISPA

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.

Rancangan Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini digunakan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan / analisis data, membuat kesimpulan, dan laporan (Notoatmodjo, 2005:138). Penelitian yang dilakukan dengan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau informasi terhadap objek yang akan diteliti tentang faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.

3.2.

Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005:79). Sedangkan menurut Dr. Siswojo, mengatakan definisi dari populasi adalah sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan peneliti (Setiadi, 2007:176). Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua dengan balita yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA diwilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin. 3.2.2 Sampel Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005:79). Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah semua orang tua yang memiliki balita yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA yang berobat ke Poli Umum di Puskesmas Salam Babaris dan ke Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.

3.3

Besar Sampel Dalam penelitian ini peneliti tidak menentukan jumlah sampel yang akan digunakan. Peneliti menggunakan rentang waktu penelitian selama 2

minggu dari tanggal 18 Januari sampai dengan 30 Januari 2010 dengan batas minimal jumlah sampel sebanyak 30 orang responden yang ada di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

3.4

Cara Pengambilan Sampel. Cara pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah teknik sampel secara Accidental Sampling. Pengambilan sampel secara Accidental ini dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia saat penelitian sedang berlangsung, yaitu semua orang tua yang memiliki balita yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA yang berobat ke Poli Umum di Puskesmas Salam Babaris dan ke Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.

3.5

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatnnya (Setiadi, 2007:161).

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2005:70). Variabel dalam penelitian ini adalah faktor resiko ISPA, yaitu umur, jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI, status gizi, lingkungan, perilaku orang tua, sosial ekonomi dan pendidikan.

3.5.2 Definisi Operasional Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2007:165).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Faktor resiko terjadinya ISPA pada Definisi Parameter Operasional Berbagai hal 1. Umur yang 2. Jenis mendorong kelamin atau 3. Status Alat Ukur kuesioner Skala Ordinal Skor Penilaian - 68-84 = Tinggi - 48-67 = Sedang

balita.

memperberat timbulnya Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA) pada bayi / balita.

imunisasi 4. Pemberian ASI 5. Status gizi 6. Lingkungan 7. Perilaku orang tua 8. Sosial ekonomi 9. Pendidikan

- 28-47 = Rendah

3.6 3.6.1

Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat penelitian Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.

3.6.2 Waktu Penelitian Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.2 Kegiatan dan Waktu Penelitilan

Kegiatan Studi Pendahuluan Penyusunan Proposal Pelaksanaan Tabulasi Data Pengolahan Hasil

Waktu September 2009 Oktober - Desember 2009 18 Januari 30 Januari 2009 1 Januari - 6 Januari 2010 Februari 2010

3.7 3.7.1

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lembar kuesioner. Kuesioner memuat pertanyaan yang mengacu pada kerangka konsep faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

3.7.2 Cara Pengumpulan Data 3.7.2.1 Data Primer Peneliti mengadakan pendekatan kepada keluarga untuk mendapatkan persetujuan keluarga sebagai responden. Responden diberi penjelasan mengenai cara mengisi kuesioner. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diajukan peneliti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diisi sendiri oleh responden. 3.7.2.2 Data sekunder Diperoleh dari laporan tahunan dan laporan bulanan Puskesmas Salam Babaris tahun 2008 dan 2009.

3.7.3 Pengolahan Data 3.7.3.1 Editing data Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data kepada para responden. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah selesai ini dilakukan terhadap kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan, dan relevansi jawaban. 3.7.3.2 Coding Adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam katagori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda / kode pada masing masing jawaban. 3.7.3.3 Pembersihan Data

Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan bahwa data telah bersih dari kesalahan, baik pada waktu pengkodean maupun pada waktu membaca kode sehingga siap di analisa. 3.7.3.4 Penetapan Score Setelah data terkumpul dan kelengkapannya diperiksa, kemudian dilakukan tabulasi data dan diberi skor. Nilai maksimal untuk setiap pertanyaan tentang faktor resiko ISPA adalah 3 dan nilai minimal adalah 1. 3.8 Analisa Data Analisis deskriptif adalah suatu prosedur pengolahan data dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik (Setiadi, 2007:196). Pada penelitian ini data disajikan secara deskriptif dengan

menggunakan tabel distribusi frekuensi dan presentasi, kemudian hasil yang diperoleh dinarasikan. Setelah kuesioner diberi bobot nilai, selanjutnya dibuat kategori dari setiap kuesioner untuk kualitas jawaban dari responden berdasarkan nilai. Tiap jawaban diberi nilai maksimal 3 dan minimal 1. Kemudian ditetapkan klasifikasi (kriteria nilai) tersebut dengan perhitungan statistik sederhana.

Klasifikasi (kriteria nilai) kuesioner faktor resiko ISPA dalam analisa data :

1) Nilai tertinggi adalah bobot nilai tertinggi dikalikan jumlah pertanyaan yaitu 3 x 24 = 72 2) Nilai terendah adalah bobot nilai terendah dikalikan jumlah pertanyaan yaitu 1 x 24 = 24 3) Range / rentang adalah jumlah nilai tertinggi dikurangi jumlah nilai terendah yaitu 72 24 = 48 4) Interval / kelas adalah jumlah skala nilai yaitu 48 : 3 = 16 Tabel 3.3 Klasifikasi Penilaian Faktor Resiko ISPA No 1 2 3 Klasifikasi nilai 58 72 41 57 24 40 Kategori Tinggi Sedang Rendah

3.9

Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian ini peneliti telah mendapat izin dari pihak instansi Puskesmas Salam Babaris. Prinsip etika yang dilaksanakan peneliti dalam penelitian ini adalah : 1) Persetujuan penelitian (informed consent) Harus ada persetujuan dari responden bahwa dia bersedia untuk terlibat sebagai sampel, dan pada saat minta persetujuan jelaskan semua tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan. Informed consent tidak terbatas pada responden saja, tetapi juga pada instansi tempat penelitian. 2) Tanpa nama (Anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan, responden berhak untuk tidak menonjolkan identitasnya. Peneliti cukup dengan memberikan nomor kode pada lembar pengumpulan data. 3) Kerahasiaan (Confidentiality) Data yang dikumpulkan dari individu hendaknya bersifat rahasia dan tidak diketahui orang lain, kecuali peneliti sendiri. Untuk itu peneliti hendaknya mengumpulkan segera lembaran instrument yang sudah diisi responden dan sebaiknya tidak dikumpulkan melalui orang lain. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum dari tempat penelitian, profil lokasi penelitian, hasil penelitian tentang faktor resiko ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Gambaran umum tempat penelitian diantaranya adalah keadaan goegrafis, keadaan demografi, pendidikan, sosial ekonomi serta keadaan lingkungan fisik dan biologis. Sedangkan profil lokasi penelitian adalah letak Puskesmas Salam Babaris, Sarana Fisik, Sumber Daya Manusia (SDM), dan Kegiatan Puskesmas Salam Babaris. Hasil Penelitian mengenai faktor resiko terjadinya ISPA pada balita terdiri dari faktor umur, jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI, status gizi, lingkungan, sosial ekonomi, pendidikan dan perilaku orang tua.

4.1.

GAMBARAN UMUM

4.1.1. Keadaan Geografis Puskesmas Salam Babaris terletak di wilayah Kecamatan Salam Babaris, yang merupakan Kecamatan pemekaran sejak 1 Juni 2005. Luas wilayah Kecamatan Salam Babaris 153.000 Km, dengan tipologi geografi berupa pegunungan. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Salam Babaris sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bungur

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Binuang c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tapin Selatan Puskesmas Salam Babaris terletak di desa Salam Babaris dan berdekatan dengan kantor Kecamatan Salam Babaris. Kecamatan Salam Babaris dikepalai oleh seorang Camat. Wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris meliputi 6 desa masing-masing dikepalai oleh kepala desa, 18 RW masingmasing dikepalai oleh ketua RW dan 70 RT masing- masing dikepalai oleh ketua RT. Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Perangkat Pemerintah Kecamatan Salam Babaris Tahun 2009 Jumlah RW RT 1 Pantai Cabe 34.000 3 15 2 Salam Babaris 35.000 4 13 3 Suato Baru 6.500 3 9 4 Suato Lama 7.500 3 14 5 Kembang Habang Baru 35.000 3 8 6 Kembang Habang Lama 35.000 2 11 Total 153.000 18 70 Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009 No Desa Luas Wilayah (KM)

4.1.2. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009 sebanyak 10.358 jiwa dan 3.185 KK dengan jumlah dari setiap desa sebagai berikut : Tabel 4.2 Data Penduduk Wilayah Kecamatan Salam Babaris Tahun 2009 Jumlah Penduduk Jiwa 1 Pantai Cabe 1.068 969 2.037 2 Salam Babaris 1.029 1.038 2.067 3 Suato Baru 541 548 1.079 4 Suato Lama 786 889 1.685 5 Kembang Habang Baru 842 864 1.706 6 Kembang Habang Lama 915 869 1.784 Total 5.181 5.177 10.358 Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009 No Desa Jumlah Jumlah KK 564 599 422 555 492 553 3.185

4.1.3. Pendidikan Secara keseluruhan sarana pendidikan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Jumlah Sarana Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris

Tahun 2009 Sekolah Jumlah TK Umum 5 TK / TPA Al Quran 8 SDN 12 Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) 2 SMPN 2 Total 29 Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009 No 1 2 3 4 5

4.1.4. Sosial Ekonomi Mata pencaharian penduduk mayoritas adalah petani (sawah dan kebun karet), selebihnya adalah swasta, pedagang, PNS, dan lain-lain. Agama yang dianut lebih dari 95 % adalah Islam.

4.1.5. Lingkungan Fisik dan Biologis Kondisi lingkungan yang sehat merupakan suatu keharusan demi tercapainya derajat kesehatan yang optimal, disamping ada beberapa faktor lain yang berpengaruh, diantaranya : 4.1.5.1Penyehatan pemukiman Jumlah rumah di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris kurang lebih 3.185 rumah. Berdasarkan pemeriksaan, dari jumlah tersebut yang di anggap sebagai rumah sehat baru 2.100 rumah (65,9 %) dan selebihnya masih belum merupakan rumah sehat. 4.1.5.2Penyediaan air bersih

Jangkauan pemenuhan air bersih di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris baru mencapai 906 KK (28,4 %). Sisanya 71,6 % masih menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 4.1.5.3Jamban keluarga Dari seluruh rumah yang ada, yang sudah menggunakan jamban keluarga baru mencapai 76,7 %. Sebagian yang lainnya buang air besar masih di sungai. 4.1.5.4. SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah) Dari 3.185 rumah yang ada di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris, baru 246 rumah (7,7 %) yang mempunyai sarana pembuangan air limbah yang memenuhi syarat. 4.1.5.5. Pengelolaan Sampah Sampah-sampah yang ada di tampung dalam tempat pembuangan sampah sementara (TPS). Di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris terdapat 3 TPS. 1 buah TPS terletak di desa Pantai Cabe, 1 buah TPS di desa Suato Lama, dan 1 buah TPS di desa Kembang Habang Baru.

4.1.6. Puskesmas Salam Babaris

Puskesmas Salam Babaris terletak di Kecamatan Salam Babaris dengan alamat jalan Salam Babaris, Kecamatan Salam Babaris, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. 4.1.6.1. Sarana Fisik Sarana fisik yang ada di Puskesmas Salam Babaris sebagai penunjang pelayanan kesehatan adalah : 1. Gedung Puskesmas Secara administrasi dan organisasi Puskesmas Salam Babaris berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin. 2. Puskesmas Pembantu (PUSTU) Ada 4 buah pustu yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas Salam Babaris yaitu Pustu Suato Lama yang dikelola oleh perawat PNS, Pustu Suato Baru yang dikelola oleh perawat PNS, Pustu Kembang Habang baru yang dikelola oleh Perawat PNS, Pustu Kembang Habang Lama yang dikelola oleh perawat PNS. 3. Poskesdes Ada 3 buah Poskesdes di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris yaitu Poskesdes Pantai Cabe dikelola oleh bidan desa, Poskesdes Suato Lama yang dikelola oleh bidan desa, dan Poskesdes Kembang Habang Baru dikelola oleh bidan desa.

4. Rumah Dinas

Rumah Dinas terdiri dari satu buah rumah dinas dokter umum dan 3 buah rumah dinas untuk paramedis. 5. Kendaraan Dinas Terdapat 1 buah mobil Puskesmas Keliling dan 13 buah sepeda motor dinas. 4.1.6.2. Sumber Daya Manusia (SDM) Keadaan Sumber Daya Manusia di Pukesmas Salam Babaris sampai akhir tahun 2009 dapat di lihat dari tabel berikut : Tabel 4.4 Keadaan Sumber Daya Manusia Di Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009 1 1 (DIII) 4 (SPK) 1 (S1) 3 Bidan Puskesmas 2 4 Bidan di Desa 5 5 Perawat Gigi 3 (SPRG) 6 Nutrisionis (Gizi) 1 (AKZI) 7 Sanitarian (Kesling) 1 (AKL) 1 (SPPH) 8 Asisten apoteker 1 9 Tata Usaha 3 10 Honorer (TKS) 1 (Perawat) 1 (Loket/kartu) Jumlah 26 orang Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009 Dari tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa perawat terbanyak di Puskesmas Salam Babaris adalah perawat lulusan SPK. 4.1.6.3. Kegiatan Puskesmas Salam Babaris No Jabatan 1 Dokter Umum 2 Perawat Jumlah

Seperti tercantum dalam Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009, program pokok Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009 adalah sebagai berikut : a. Promosi Kesehatan 1. Promosi desa sehat 2. Promosi posyandu dan upaya perbaikan gizi keluarga (UPGK). 3. Promosi kesehatan melalui UKS dan UKGS 4. Promosi P2M dan Gizi b. Kesehatan Lingkungan c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Upaya perbaikan gizi masyarakat e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular f. Upaya Pengobatan g. Upaya kesehatan gigi dan mulut.

4.2.

Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Januari sampai dengan 30 Januari 2010. Subjek Penelitian adalah semua orang tua yang memiliki balita yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA yang berobat ke Poli Umum di Puskesmas Salam Babaris dan ke Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin. Hasil penelitian ini diperoleh berdasarkan lembar kuesioner. Jumlah sampel yang didapatkan adalah 30 orang.

Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut. Hasil penelitian ini disajikan secara deskripsi. Data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian berdasarkan alat ukur yang digunakan, dapat dilaporkan hasil penelitian sebagai berikut : 4.2.1. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Faktor resiko ISPA adalah berbagai hal yang menjadi pendukung timbulnya penyakit ISPA pada anak yang berumur kurang dari 5 Tahun, terdiri dari faktor umur, jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI, status gizi, lingkungan, kelembaban udara, sosial ekonomi keluarga, pendidikan dan perilaku orang tua. Berikut dibawah ini merupakan hasil penelitian berdasarkan sub variabel dari faktor resiko ISPA : 4.2.1.1. Faktor Umur Balita yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA Faktor umur balita yang menderita ISPA didapatkan dari hasil kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut : Tabel 4.5 Distribusi Umur balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010 Umur Jumlah Persentase (%) 1 12 bulan 13 43 % > 1 4 tahun 11 36 % > 4 5 tahun 6 20 % Total 30 100 % Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa umur balita terbanyak yang menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah pada umur 1- 12 bulan yaitu sebanyak 13 orang (43 %). 4.2.1.2. Faktor Jenis Kelamin Balita yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA

Faktor Jenis Kelamin balita yang pernah atau sedang menderita ISPA didapatkan dari hasil penelitian berdasarkan kuesioner yang diberikan, dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut ; Tabel 4.6 Distribusi Jenis Kelamin Balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010 Jenis Kelamin Laki - Laki Perempuan Total Jumlah 19 11 30 Persentase (%) 63 % 37 % 100 %

Dari tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa jenis kelamin balita terbanyak yang menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah lakilaki yaitu sebanyak 19 orang (63 %). 4.2.1.3. Faktor Status Imunisasi Pada Balita Terhadap ISPA Faktor status imunisasi pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut :

Tabel 4.7 Distribusi Faktor Status Imunisasi Balita Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010 Faktor Status Imunisasi Lengkap Belum Lengkap Jumlah 24 3 Persentase (%) 80 % 10 %

Tidak Lengkap Total

3 30

10 % 100 %

Dari tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor status imunisasi balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong status imunisasi lengkap yaitu sebanyak 24 orang (80 %). 4.2.1.4. Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA Faktor status gizi pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai berikut : Tabel 4.8 Distribusi Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010 Faktor Status Gizi Baik Kurang Total Jumlah 29 1 30 Persentase (%) 97 % 3% 100 %

Dari tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor status gizi pada balita terhadap ISPA di wilayah Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong baik yaitu sebanyak 29 orang (97 %).

4.2.1.5. Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA Faktor pemberian ASI pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.9 sebagai berikut : Tabel 4.9 Distribusi Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Faktor Pemberian ASI Baik Sedang Kurang Total

Jumlah 24 3 3 30

Persentase (%) 80 % 10 % 10 % 100 %

Dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa gambaran faktor pemberian ASI pada balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong baik yaitu sebanyak 24 orang (80 %). 4.2.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA Faktor lingkungan pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut :

Tabel 4.10 Distribusi Faktor Lingkungan Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010 Faktor Lingkungan Rendah Sedang Tinggi Total Jumlah 17 11 2 30 Persentase (%) 57 37 6 100 %

Dari tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor lingkungan terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong rendah yaitu sebanyak 17 orang (57 %). 4.2.1.7. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA

Faktor sosial ekonomi keluarga terhadap ISPA didapatkan dari hasil kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.11 sebagai berikut ; Tabel 4.11 Distribusi Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010 Faktor Sosial Ekonomi Rendah Sedang Tinggi Total Jumlah 12 18 0 30 Persentase (%) 40 % 60 % 0% 100 %

Dari tabel 4.11 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor sosial ekonomi terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 18 orang (60 %). 4.2.1.8. Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA Faktor pendidikan keluarga terhadap ISPA didapatkan dari hasil kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai berikut : Tabel 4.12 Distribusi Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010 Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total Jumlah 15 7 6 2 30 Persentase (%) 50 % 7% 6% 7% 100 %

Dari tabel 4.12 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orangtua terbanyak yang mempunyai anak menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Salam Babaris adalah pada tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 15 orang (50 %). 4.2.1.9. Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA Faktor perilaku orangtua terhadap ISPA didapatkan dari hasil kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.13 sebagai berikut :

Tabel 4.13 Distribusi Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010 Faktor Perilaku Orangtua Baik Sedang Kurang Total Jumlah 8 16 6 30 Persentase (%) 27 % 53 % 20 % 100 %

Dari tabel 4.13 diatas menunjukkan bahwa perilaku orangtua yang mempunyai balita menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 16 orang (53 %). 4.2.2 Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris secara keseluruhan yang didapatkan dari hasil kuesioner dapat dilihat dari tabel 4.14 sebagai berikut :

Tabel 4.14 Distribusi Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010 Faktor Resiko ISPA Rendah Sedang Tinggi Total Jumlah 19 11 0 30 Persentase (%) 63 % 37 % 0 100 %

Dari tabel 4.14 diatas menunjukkan bahwa faktor resiko ISPA secara keseluruhan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah pada golongan sedang dengan jumlah 19 orang (63 %) responden.

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN

Pembahasan dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam 2 bagian, yaitu pembahasan mengenai hasil penelitian dan keterbatasan hasil penelitian tentang faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

5.1.

Pembahasan Penelitian

5.1.1. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris. Faktor resiko terjadinya ISPA adalah berbagai hal yang mendukung timbulnya penyakit ISPA pada balita yaitu faktor umur balita, jenis kelamin balita, status imunisasi, status gizi, pemberian ASI, lingkungan, perilaku orangtua, sosial ekonomi, dan pendidikan orang tua. 5.1.1.1. Faktor Umur Balita Terhadap ISPA

Pada penyakit ISPA, umur yang mengalami ISPA adalah kurang dari satu tahun, balita atau pada anak usia muda akan lebih mudah terkena ISPA daripada orang dewasa. Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh data umur balita yang menderita ISPA terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris sebanyak 13 orang (43 %) responden dengan klasifikasi umur antara 1 12 bulan, umur balita dengan klasifikasi umur antara lebih dari 1- 3 tahun sebanyak 11 orang (37 %) responden, dan umur balita dengan klasifikasi umur antara lebih dari 3-5 tahun sebanyak 6 orang (20 %) responden. Pada penelitian ini hasil yang didapatkan sesuai dengan sejumlah teori yang mengungkapkan bahwa insiden ISPA tertinggi pada umur 1 - 12 bulan. ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Dari hasil survei Demografi Indonesia menunjukkan kelompok umur yang lebih muda dengan prevalensi tinggi cenderung bergeser ke kelompok umur yang lebih muda. 5.1.1.2. Faktor Jenis Kelamin Terhadap ISPA Faktor jenis kelamin anak merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan ISPA bila dikaitkan dengan aktivitas anak tersebut. Dari hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan hasil lembar kuesioner didapatkan

data bahwa sebanyak 19 orang (63 %) responden berjenis kelamin laki-laki dan 11 orang (37 %) responden berjenis kelamin perempuan di diagnosa menderita ISPA. Dari data tersebut didapatkan bahwa anak yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena ISPA daripada anak yang berjenis kelamin perempuan. Kebetulan pada saat dilakukan penelitian jumlah balita yang menjadi responden yang terbanyak adalah laki-laki, jadi untuk faktor jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris dianggap merupakan faktor resiko tertinggi terjadinya ISPA pada balita. Salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan insidens terjadinya infeksi saluran pernafasan pada anak balita adalah jenis kelamin laki-laki (Dep.Kes.RI, 2002). Selama masa anak-anak, laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk usia 10 tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan terhadap masalah gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula. Sesungguhnya, anak perempuan mempunyai keuntungan biologis dan pada lingkungan yang optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki dalam hal tingkat kematian . Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002-2003 mencatat bahwa anak balita yang mempunyai gejala-gejala pneumonia dalam dua bulan survey pendahuluan sebesar 7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah anak balita laki-laki. Sedangkan

jumlah balita perempuan yang mempunyai gejala-gejala pneumonia sebesar 7,4% (www.digilib.unnes.ac.id, diakses tanggal 10 Pebruari 2010).

5.1.1.3.Faktor Status Imunisasi Terhadap ISPA Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Tujuan dari diberikannya imunisasi adalah diharapkan bayi atau balita menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hasil penelitian diperoleh bahwa status imunisasi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris tergolong baik dengan jumlah 24 orang (80 %). Hal ini dapat di artikan bahwa status imunisasi bukan menjadi faktor resiko yang menyebabkan ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Sesuai dengan hasil yang didapatkan dari hasil penelitian berdasarkan hasil kuesioner bahwa walaupun status imunisasi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris tergolong lengkap, tetapi anak tetap menderita ISPA. Hal ini karena masih adanya faktor lain yang dapat memberikan kontribusi terhadap penyakit ISPA yang berasal dari balita tersebut, seperti faktor lingkungan, sosial ekonomi keluarga, serta perilaku orangtua balita itu sendiri.

5.1.1.4.Faktor Pemberian ASI Terhadap ISPA Air Susu Ibu merupakan cairan tanpa tanding yang berguna untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari 30 responden faktor pemberian ASI pada balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong baik yaitu sebanyak 24 orang (80 %), walaupun pemberian ASI pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris tergolong baik, tetapi anak tetap menderita ISPA. Sama seperti halnya faktor status imunisasi, karena masih adanya faktor lain yang dapat memberikan kontribusi terhadap penyakit ISPA yang berasal dari luar diri balita tersebut, seperti faktor lingkungan, sosial ekonomi keluarga, serta perilaku orangtua balita itu sendiri. 5.1.1.5.Faktor Status Gizi Terhadap ISPA Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organorgan serta menghasilkan energi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor status gizi pada balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong baik yaitu sebanyak 29 orang (97 %). Hal ini berarti status gizi balita bukan

merupakan faktor resiko tinggi yang menyebabkan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin dan macam pekerjaan. Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal (Sjahmien Moehji, 2000:18). 5.1.1.6.Faktor Lingkungan Terhadap ISPA Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya dan tersebarnya penyakit ISPA. Rumah yang kotor, padat, kumuh dan kurang mempunyai jendela menyebabkan pertukaran udara terkumpul didalam rumah. Bayi atau balita yang sering menghisap asap akan lebih mudah terserang ISPA. Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tingi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam rumah. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil kuesioner didapatkan bahwa faktor lingkungan terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam

Babaris adalah tergolong rendah yaitu sebanyak 17 orang (57 %). Ini berarti lingkungan bukan merupakan faktor resiko tinggi yang dapat menyebabkan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Hal ini bisa dilihat dari lingkungan perumahan yang memenuhi syarat, baik dari segi kepadatan hunian, ventilasi, dan pencemaran udara dalam rumah. 5.1.1.7.Faktor Perilaku Orang Tua Penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari dalam masyarakat atau keluarga. Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain melalui udara, kuman ISPA yang ada di udara terhisap oleh penjamu baru dan masuk keseluruh saluran pernafasan. Dari saluran pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi ini rentan, maka ia akan terkena ISPA. Faktor perilaku orang tua yang bisa menyebabkan kejadian ISPA pada balita diantaranya adalah merokok didalam rumah, kebersihan rumah yang kurang, menggunakan obat nyamuk bakar, membawa anak pada saat memasak yang menggunakan kayu bakar. Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa perilaku orang tua yang mempunyai balita menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 16 orang (53 %). Dari hasil kuesioner didapatkan hal tersebut diatas disebabkan karena masih kurangnya perilaku orangtua dalam upaya pencegahan penyakit ISPA, seperti orangtua yang merokok didalam rumah, dan penggunaan obat nyamuk bakar.

Polusi udara oleh CO terjadi selama merokok. Asap rokok mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm selama dihisap. Konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap mengakibatkan kadar COHb di dalam darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok, adanya asap rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang berada di sekitarnya karena asapnya dapat terisap (www.digilib.unnes.ac.id, diakses tanggal 27 Oktober 2009). Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi (Dinkes RI, 2001:12). 5.1.1.8.Faktor Sosial Ekonomi Sosial ekonomi merupakan keadaan suatu keluarga dilihat dari besar pendapatan atau penghasilan dan bagaimana keluarga tersebut berinteraksi terhadap orang lain. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor sosial ekonomi terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 18 orang (60 %). Hal ini dapat diartikan faktor sosial ekonomi merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Dengan penghasilan yang sedikit, akan berdampak pada kurang terpeliharanya gizi, berkurangnya kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh

karena keterbatasan biaya, serta hal-hal lain yang menyangkut buruknya lingkungan yang pada akhirnya akan mendorong meningkatnya angka kesakitan penyakit ISPA. 5.1.1.9. Faktor Pendidikan Orangtua Terhadap ISPA Pengetahuan mempunyai peranan yang sangat besar dalam mendukung perilaku seseorang, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan makin mudah bagi orang itu untuk menerima dan memahami informasi. Pengetahuan atau informasi yang cukup tentang ISPA akan sangat berperan pada sikap dalam penanganan dan pencegahan penyakit ISPA. Berdasarkan data dari hasil kuesioner didapatkan 15 orang (50 %) berpendidikan SD yang mempunyai balita yang menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Ini berarti faktor pendidikan orang tua juga merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Latar belakang pendidikan merupakan pengetahuan awal yang harus dimiliki secara lengkap, baik bagi penderita maupun keluarga sangat

berperan dalam menentukan sikap dan mengambil keputusan yang cepat dan tepat apabila anggota keluarga ada yang menderita gejala ISPA.

5.1.2.

Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris. Faktor resiko terjadinya ISPA adalah berbagai hal yang mendorong atau memperberat timbulnya penyakit ISPA pada balita yaitu faktor umur balita,

jenis kelamin balita, status imunisasi, status gizi, pemberian ASI, lingkungan, perilaku orangtua, sosial ekonomi, dan pendidikan orang tua. Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor resiko terjadinya ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris dapat disimpulkan faktor resiko ISPA tergolong sedang yaitu sebanyak 19 orang (63 %) responden. Faktor resiko ISPA yang tertingi kontribusinya adalah faktor jenis kelamin balita, umur, pendidikan orang tua, perilaku orang tua serta sosial ekonomi keluarga. Faktor jenis kelamin balita yang menderita ISPA yaitu sebanyak 19 orang (63 %) adalah laki-laki. Salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan insidens terjadinya infeksi saluran pernafasan pada balita adalah jenis kelamin laki-laki (Dep.Kes.RI, 2002). Faktor umur balita yang menderita ISPA yaitu tertinggi yaitu pada klasifikasi umur 1-12 bulan dengan jumlah 13 orang ( 43 %). Pada bayi atau balita daya tahan tubuhnya masih rendah sehingga lebih mudah untuk terserang ISPA. Faktor pendidikan orang tua yang mempunyai balita menderita ISPA dari 30 responden 15 orang (50%) diantaranya adalah orang tua dengan latar belakang pendidikan SD . Latar belakang pendidikan merupakan pengetahuan awal yang harus dimiliki secara lengkap, baik bagi penderita maupun keluarga sangat berperan dalam menentukan sikap dan mengambil keputusan yang cepat dan tepat apabila anggota keluarga ada yang menderita gejala ISPA.

Faktor perilaku orang tua yang menderita ISPA adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 16 orang (53 %). Faktor perilaku orang tua yang tergolong tinggi adalah sebanyak 6 orang (20 %). Hal tersebut diatas disebabkan karena masih kurangnya perilaku orang tua dalam upaya pencegahan penyakit ISPA, seperti orangtua yang merokok didalam rumah, dan penggunaan obat nyamuk bakar. Faktor sosial ekonomi keluarga yang mempunyai balita yang menderita ISPA adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 18 orang (60 %), dengan penghasilan yang sedikit, akan berdampak pada kurang terpeliharanya gizi, berkurangnya kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh karena keterbatasan biaya, serta hal-hal lain yang menyangkut buruknya lingkungan yang pada akhirnya akan mendorong meningkatnya angka kesakitan penyakit ISPA. Meskipun faktor resiko ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris tergolong sedang kemungkinan tingginya penyakit ISPA masih terjadi, dengan mengetahui beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan ISPA diharapkan masyarakat telah dapat melakukan pencegahan pada balitanya agar tidak terserang penyakit ISPA.

5.2.

Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti merasakan ada beberapa keterbatasan yang tentu saja akan berpengaruh terhadap hasil dari penelitian ini, adapun keterbatasan penelitian tersebut antara lain :

5.2.1.

Waktu Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini sangat singkat, yaitu hanya 2 minggu. Peneliti hanya mampu mengumpulkan sampel sebanyak 30 responden.

5.2.2.

Kualitas Data Kualitas data menggunakan kuesioner yang bersifat sangat subjektif, sehingga kebenaran data sangat tergantung pada kejujuran dan ketekunan responden dalam pengisian kuesioner.

5.2.3. Kemampuan Peneliti Kemampuan peneliti dalam penelitian masih terbatas sehingga masih terdapat adanya kekurangan dalam penelitian ini.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa faktor resiko terjadinya ISPA tergolong sedang. Faktor resiko ISPA secara rinci diantaranya adalah :

6.1.1.

Faktor umur balita yang mederita ISPA tertinggi yaitu pada klasifikasi umur 1-12 bulan dengan jumlah 13 orang ( 43 %).

6.1.2.

Faktor jenis kelamin balita yang menderita ISPA tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 19 0rang (63 %).

6.1.3.

Faktor pendidikan orang tua yang memiliki balita menderita ISPA sebanyak 15 orang (50 %) adalah dengan latar belakang SD.

6.1.4.

Faktor perilaku orang tua yang memiliki balita menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris yaitu dengan katagori perilaku kurang sebanyak 6 orang (20%), dan dengan katagori perilaku sedang sebanyak 16 orang (53 %).

6.1.5.

Faktor sosial ekonomi keluarga yang memiliki balita yang menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong sedang yaitu sejumlah 18 orang (60 %).

6.1.6.

Faktor resiko ISPA yang lain seperti status imunisasi, status gizi, pemberian ASI, lingkungan ternyata bukan merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

6.2.

Saran Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat dikemukakan saran : 1. Pihak Puskesmas Diharapkan pihak puskesmas lebih meningkatkan penyuluhan tentang penyakit ISPA minimal 1 bulan sekali dan pelaksanaannya secara berkesinambungan. 2. Pihak Orangtua Diharapkan kepada orangtua khususnya yang mempunyai balita yang menderita ISPA dan orangtua yang mempunyai balita yang tidak terkena ISPA pada umumnya agar dapat meningkatkan upaya untuk pencegahan penyakit ISPA dan memiliki kesadaran dan motivasi untuk ikut berperan aktif dalam mengatasi faktor yang mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan sekitar, serta membiasakan semua anggota keluarganya untuk berprilaku hidup bersih dan sehat. 3. Pihak Peneliti Penelitian ini hanya melihat gambaran tentang faktor resiko terjadinya ISPA pada balita, diiharapkan pada penelitian selanjutnya maka

perlu diteliti mengenai hubungan faktor resiko ISPA terhadap kejadian ISPA pada balita.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Syair. http://syair.wordpress.com/2009/04/26faktor -resiko-kejadian-ISPA-padaBalita. Akses 13 Oktober 2009 Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar ISPA Program D-III Keperawatan. Jakarta: Depkes RI, 2001 --------------------------------. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta: Depkes RI, 2002 ------------------------------. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 3 : Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan. Jakarta : Depkes RI, 2003 ----------------------------. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 2 : Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun. Jakarta : Depkes RI, 2003 --------------------------. Modul Materi Dasar 2 : Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi. Jakarta: Depkes RI,2006 Dinas Kesehatan Bagian P2M. Laporan Bulanan Program P2 ISPA. Tapin : Dinkes Tapin, 2009 Hidayat, Aziz A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Jakarta : Salemba Medika, 2008 http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/ispa dan pneumonia. Akses 11 Oktober 2009 http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluranpernafasan-akutispa/. Akses 29 Oktober 2009

J, Mukono. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Airlangga University Press, 2000

Kasjono, Heru Subaris & Yasril. Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009

Muluki.http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.phb?id=jkpkbppk-gdl-res-2003-muluki2c-2040. Akses 13 Oktober 2009 Nursalam, Susilanigrum Rekawati, Utami Sri. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika, 2005 Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2005 Prabu. http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/15/faktor -resiko-ISPA-pada-Balita/. Akses 13 Oktober 2009 Poltekkes Jurusan Keperawatan. Pedoman Penulisan Proposal dan Karya Tulis Ilmiah. Banjarbaru, 2009 (Tidak Dipublikasikan) Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007 Sjahmien Moehji, ilmu Gizi dan Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta : Papas Sinar Sinanti, 2003 www.who.int/csr/resources/publication. Akses 25 Oktober 2009 www.digilib.unnes.ac.id, Akses tanggal 27 Oktober 2009 Yahya, Harun. http://www.hyahya.org/indo/artikel/082.htm/Cairan Ajaib : Air Susu Ibu. Akses 27 oktober 2009

FAKTOR RESIKO TERJADINYA ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SALAM BABARIS Oleh : Ernawati PO7120007439

Peneliti adalah Mahasiswa Program Khusus Politeknik Kesehatan Banjarmasin Jurusan Keperawatan Banjarbaru. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir Program Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Banjarmasin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai faktorfaktor resiko terjadinya ISPA pada Balita yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris. Peneliti mengharapkan tanggapan / jawaban yang saudara berikan sesuai dengan pendapat saudara tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Peneliti menjamin kerahasian pendapat dan identitas saudara. Informasi yang saudara berikan hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lain. Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat volunter (bebas), saudara bebas untuk ikut atau tidak tanpa adanya sanksi apapun. Jika saudara bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan saudara menandatangani kolom dibawah ini.

Tanda Tangan Tanggal Nama Responden

: : :

KUISIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALAM BABARIS Oleh : Ernawati PO7120007439 Tanggal Pengisian (diisi responden) : Kode respomden (diisi peneliti) 1. Identitas Responden Inisial Ibu/Balita Umur Ibu/Balita Alamat Pekerjaan Pendidikan Status Gizi (pada KMS) : Ny. : : : : : 1. Pada Lajur Hijau Tebal (Gizi Baik) 2. Pada Lajur Kuning (Gizi Kurang) 2. Petunjuk Pengisian a. Bacalah pertanyan dengan baik b. Jawablah petanyaan dengan jujur dan sesuai dengan pengalaman anda ! c. Berilah tanda silang (x) atau checklist () pada pilihan jawaban yang sesuai dengan anda ! th / th. / :

UMUR 1. Berapa umur anak anda sekarang ? a. 1 12 bulan b. 1 3 tahun c. 3 5 tahun 2. Pada umur berapa anak anda pertama kali menderita ISPA ? a. 1 12 bulan b. 1 3 tahun c. 3 5 tahun JENIS KELAMIN 3. Jenis kelamin anak anda : laki-laki STATUS IMUNISASI 4. Apa yang anda lakukan untuk mencegah balita anda tertular penyakit ? a. Mengimunisasi lengkap balita b. Membiarkan saja c. Menjauhkan anak dari orang yang sudah tertular 5. Apakah balita anda pernah di imunisasi? a. Tidak pernah b. Pernah, tapi tidak lengkap c. Pernah dan lengkap 6. Imunisasi yang telah diberikan pada balita anda BCG DPT Campak Hepatitis Polio perempuan

PEMBERIAN ASI 7. Apakah anda memberikan ASI eksklusif pada balita anda (ASI saja dari 0 6 bulan) ? a. Ya, ASI eksklusif b. ASI + susu Formula
c. Susu Formula saja

8. Pada usia berapa anak anda berhenti diberi ASI ? a. 1 2 tahun b. 6 12 bulan c. Kurang dari 6 bulan 9. Kapan saat diberikan ASI ? a. Setiap hari b. Kadang kadang c. Tidak pernah LINGKUNGAN 10. Berapa kali lantai rumah anda di bersihkan atau dipel dalam 1 minggu ? a. 5 7 kali atau setiap hari b. 3 4 kali c. 1 kali 11. Berapa luas rumah anda ? a. 8 m b. Kurang dari 8 m c. Lebih dari 8 m 12. Apakah pada siang hari jendela rumah anda dibuka ? a. Ya

b. Tidak c. Kadang kadang 13. Bagaimana aliran angin di dalam rumah ? a. Mengalir dingin b. Kadang ada, kadang tidak c. Suntuk, lembab, dan panas. 14. Apakah di dapur anda terdapat cerobong dan ventilasi asap ? a. Ada b. Hanya ada cerobong atau ventilasi asap c. Tidak ada keduanya 15. Bagaimana pengelolaan sampah yang ibu lakukan ? a. Dibakar didekat rumah b. Dibuang ke tempat sampah c. Dikubur 16. Apakah di daerah anda sering terjadi kabut asap ? a. Sering b. Kadang kadang c. Tidak pernah SOSIAL EKONOMI 17. Berapa rata rata penghasilan keluarga per bulan? a. Kurang dari Rp. 500.000,00 b. Rp. 500.000 - Rp. 1. 000.000,00 c. Lebih dari Rp. 1.000.000,00 18. Bagaimana jarak tempat pelayanan kesehatan dari rumah keluarga ?

a. Jauh, bisa dijangkau dengan kendaraan b. Jauh, tidak bisa dijangkau dengan kendaraan c. Dekat, bisa dengan jalan kaki PENDIDIKAN 19. Pendidikan terakhir orang tua a. SD b. SMP c. SMA d. Perguruan Tinggi PERILAKU ORANG TUA 20. Apakah ada keluarga ibu yang merokok tinggal serumah dengan balita ? a. Tidak ada b. Ada 21. Apakah keluarga yang merokok, sering menggendong / dekat dengan balita ? a. Sering b. Kadang kadang c. Tidak pernah 22. Bahan bakar apa yang ibu gunakan untuk memasak ? a. Kayu bakar b. Kompor minyak tanah c. Kompor gas 23. Apakah ada anggota keluarga yang memasak menggunakan kayu bakar sambil menggendong anak ? a. Ya b. Kadang kadang

c. Tidak pernah 24. Apakah anda sering menggunkan obat nyamuk bakar untuk melindungi balita anda dari gigitan nyamuk ? a. Sering b. Kadang kadang c. Tidak pernah

Hasil Penelitian Faktor Status Imunisasi Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 3 1 Pertanyaan 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 2 3 1 3 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 2 3 1 Jumlah 3 3 4 3 6 3 3 4 6 5 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 8 3 3 3 3 7 3 6 9 3 Katagori Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah

Hasil Penelitian Faktor Pemberian ASI Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 3 1 2 1 1 3 3 Pertanyaan 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 2 3 1 2 1 1 3 1 2 2 1 3 3 3 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 3 Jumlah 3 4 4 4 6 3 5 3 4 3 6 3 3 3 5 5 4 5 6 3 4 3 3 9 3 5 4 3 9 9 Katagori Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi

Hasil Penelitian Faktor Lingkungan Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 3 2 2 2 2 2 2 1 1 2 3 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 3 1 2 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 2 1 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Pertanyaan 4 2 2 2 1 2 2 2 2 3 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 6 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 1 3 3 3 1 1 1 1 1 7 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 Jumlah 14 13 17 13 14 14 16 16 18 13 9 10 10 9 11 10 10 8 13 14 16 8 11 11 10 9 9 8 10 9 Katagori Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah

Hasil Penelitian Faktor Perilaku Orang Tua Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 3 3 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 1 1 3 1 1 1 1 3 3 3 1 3 1 1 1 3 1 3 2 3 2 2 2 3 2 3 3 2 3 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 Pertanyaan 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 1 2 2 3 3 2 3 2 2 3 1 3 2 3 4 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 2 5 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 2 2 2 3 2 1 2 2 1 3 1 1 1 3 3 1 2 Jumlah 14 11 12 10 14 12 13 14 10 13 10 11 9 9 9 7 7 7 6 10 12 9 9 9 6 8 7 13 7 12 Katagori Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Sedang

Hasil Penelitian Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Pertanyaan 1 2 2 2 3 1 2 1 2 1 2 3 3 2 2 1 3 1 3 1 3 1 3 2 3 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 3 2 1 3 1 3 1 2 2 2 1 2 1 1 1 3 1 3 1 2 1 2 1 3 2 3 1 Jumlah 4 4 3 3 5 5 3 4 4 4 5 4 3 2 4 3 4 3 4 4 4 3 3 2 4 4 3 3 5 4 Katagori Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang

Hasil Penelitian Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris
Responde n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 3 2 1 2 1 1 1 2 2 1 3 3 2 3 1 1 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 1 2 3 1 2 1 3 3 3 3 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 3 1 2 1 1 1 3 1 3 1 3 3 3 3 3 3 1 1 1 3 3 3 1 1 3 1 1 1 1 3 3 3 1 3 1 3 3 4 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 3 1 5 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 2 3 1 6 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 2 3 1 7 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 3 1 2 1 1 3 3 8 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 2 3 1 2 1 1 3 1 2 2 1 3 3 9 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 3 1 3 1 1 1 1 3 3 1 0 1 2 2 2 2 2 2 3 3 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 3 1 2 1 1 1 2 1 1 1 Pertanyaan 1 1 1 2 3 4 1 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 15 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 1 3 3 3 1 1 1 1 1 1 6 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 7 2 2 2 2 2 3 2 3 1 3 3 3 1 1 2 1 1 2 3 3 2 2 2 1 3 3 2 2 3 3 1 8 2 1 1 1 3 2 1 1 1 1 2 1 2 1 2 2 3 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 9 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 3 1 2 3 3 3 3 1 2 2 2 3 2 2 2 3 2 0 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 1 1 3 1 1 1 1 3 3 3 1 3 1 1 1 3 1 3 2 1 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 1 2 2 3 3 2 3 2 2 3 1 3 2 3 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 1 3 2 2 2 2 3 2 1 2 2 1 3 1 1 1 3 3 1 2 Jumlah 46 47 45 49 54 52 44 51 41 45 42 41 39 35 35 33 35 37 41 44 55 34 38 42 39 44 35 40 46 43 Katagori Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang

Anda mungkin juga menyukai