Anda di halaman 1dari 8

Olivia Mayer 210110090003

Etika merupakan salah satu cabang filsafat. Dalam pembagian klasiknya, filsafat terdiri dari filsafat teoritis dan filsafat praktis. Etika masuk ke dalam filsafat praktis.

Pengertian Etika Apa itu etika? secara etimologis etika berasal dari kata Yunani ethikos. Secara terminologi etika diartikan sebagai: That study or discipline which concerns itself with judgements of approval dan disapproval, judgments as to the rightness or wrongness, goodness or badness, virtue or vice, desirability or wisdom of actions, dispositions, ends, objects, or states of affairs (Meta-Encyclopedia of Philosophy, 2007). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang terbaru, didapatlah tiga pengertian mengenai etika yang lebih relevan. 1. Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan

bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa juga dirumuskan sebagai sistem nilai. Sistem nilai dapat berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf social. 2. Kumpulan asas atau nilai moral. Dengan kata lain, disebut

juga sebagai kode etik. 3. Ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika dianggap sebagai

ilmu jika asas-asas dan nilai-nilai tentang baik dan buruk menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini, sama artinya dengan filsafat moral. Terkadang etika dipetukarkan dengan filsafat moral. Karena pada dasarnya etika merupakan sebuah disiplin untuk secara sistematis

memahami hakikat moralitas, yakni bagaimana seharusnya manusia hidup dan mengapa harus begitu. Ia juga studi tentang serangkaian nilai dan pedoman hidup, serta justifikasi untuk masing-masingnya. Dalam etika segala hal justifikasi dan pengetahuan atasnya dipertanyakan dan dipertanggungjawabkan.

Ruang Lingkup Etika Etika membicarakan segala perbuatan yang berkaitan dengan manusia dengan lingkup kehidupannya. Karenanya ruang lingkup etika banyak berkutat pada manusia. Dengan demikian, etika juga berurusan kepada persoalan manusia sebagai manusia. Bukan manusia sebagai dosen, mahasiswa, supir, rektor, pustakawan, tukang sapu, dll. Boleh jadi dosen bisa baik dalam mengajar (sebagai dosen), namun kebaikan dosennya tidak menjamin ia baik secara manusia. Itu juga bisa dimengerti bahwa ada suatu perbuatan yang tidak

mengandung nilai moralitas, yang disebut sebagai amoral.

Epistemologi Moral Dalam kaitannya dengan permasalahan moral, pertanyaan tersulit adalah dari mana kita bisa memutuskan suatu itu baik atau buruk, benar atau salah? Bisakah kita mengetahui bahwa menyiksa anak tidak berdosa adalah perbuatan tidak bermoral? Lebih jauh, bisakah kita mengetahui baik atau buruk itu? Mengetahui salah dan benar? Apakah mungkin mengetahui hal tersebut? Sejatinya, epistemologi moral mendedahkan permasalahan tersebut, persoalan pengetahuan dan justifikasi tentang moral. Arti moral terbatas hanya pada arti pertama etika, yaitu nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Sedangkan moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Ammoral dan Immoral Amoral berarti tidak berhubungan dengan konteks moral, di luar suasana etis, non-moral. Immoral berarti bertentangan dengan moralitas yang baik, secara moral buruk, tidak etis.

Etika dan Etiket Etika dan etiket memiliki arti yang berbeda. Etika adalah moral dan etiket berarti sopan santun. Akan tetapi etika dan etiket memiliki persamaan.

1. 2.

Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif.

Sedangkan perbedaan antara etika dan etiket tergambar dalam tabel berikut.

Etika

Etiket

Etika tidak terbatas pada cara Menyangkut cara suatu perbuatan dilakukannya suatu perbuatan. harus dilakukan manusia. Etika memberi norma tentang

perbuatan itu sendiri. Contoh: Jangan mencuri!

Contoh:

Gunakan

tangan

kanan

ketika memberikan sesuatu pada orang lain. hanya berlaku dalam

Etika selalu berlaku walaupun Etiket tidak ada saksi mata.

pergaulan. Jika tidak ada orang lain, etiket tidak berlaku.

Etika jauh lebih absolut.

Etiket

bersifat

relatif.

Berbeda

tempat dan budaya, bisa berbeda pula etiketnya. Etika menyangkut manusia dari Etiket hanya memandang manusia segi dalam. dari segi lahiriah.

Tiga Pendekatan Etika Setidaknya ada tiga pendekatan besar dalam etika: a. Etika Deskriptif Pendekatan ini hendak menggambarkan perbuatan dari berbagai tradisi, kebiasaan dan kebudayaan. Bagaimana tradisi Muslim atau Kristian membicarakan hubungan seksual sebelum menikah, misalnya? Pendekatan atau etika deskriptif lebih mencari tahu bagaimana berbagai tradisi yang ada menyoal satu permasalahan sama. Karenanya, ia tidak pernah menjustifikasi moral. Etika deskriptif lebih populer dalam kajian sosiologi dan antropologi. Mengingat sifatnya yang tidak menjustifikasi sistem moral suatu kebudayaan. b. Etika Normatif suatu kebudayaan yang ada. Ia juga lebih bersifat mengkomparatifkan perbedaan cara masyarakat menjawab pertanyaan

Berbeda dengan deskriptif, etika normatif dalam mengkaji moralitas yang ada, bersifat sekaligus menjustifikasi. Ia mencari tahu apa sih yang dimaksud dengan baik atau buruk, benar atau salah, dan bagaimana kita mengetahuinya. Apakah nilai baik atau buruk itu bersifat intrinsik atau nonintrinsik. Etika normatif bertanya apakah melakukan hubungan seksual sebelum nikah benar? Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang di mana berlangsung diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalahmasalah moral. Etika normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Para ahli dalam ilmu ini tidak bertindak sebagai penonton netral, akan tetapi turut melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Etika normatif itu tidak deskriptif, melainkan preskriptif

(memerintahkan). Ia tidak melukiskan, melainkan menentukan benar tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktek.

Etika normatif terbagi dua, etika umum dan etika khusus.

Etika umum memandang tema-tema umum seperti Apa itu norma etis?, Bagaimana hubungannya satu sama lain?, dll.

Etika khusus berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus.

c. Metaetika Studi yang menekankan tentang bagaimana gagasan etika berasal dan apa maknanya. Ia lebih bersifat kebahasaan atau pemaknaan atas segala ucapan moral. Apa yang kita maksudkan dengan ucapan baik?

Pernyataan pisau ini baik apakah ekuivalen dengan Dian itu baik? apakah baik itu identik dengan kebaikan?

Teori-teori Etika Terdapat banyak teori-teori etika. Namun demikian, dalam tulisan ini, setelah dilakukan riset kepustakaan, hanya memfokuskan pada empat teori, dengan alasan bahwa 1) semua teori yang ada bersinggungan dengan keempat teori tersebut; dan 2) semua pemikiran etika sekurangkurangnya memercayai salah satunya. I. Absolutis Teori ini menganggap bahwa kebenaran moral bersifat universal. Artinya ia bisa diterapkan di mana pun, kapan pun. Dengan demikian, ketika membunuh dianggap sebagai salah secara moral, maka nilai tersebut akan berlaku kapan pun dan di mana pun. Absolutis juga memercayai bahwa tindakan moral baik atau buruk, salah atau benar terdapat dalam dirinya sendiri. Dengan kata lain, perbuatan itu buruk karena hal tersebut memang buruk, bukan karena hal lain. Dengan begitu, absolutis tidak menekankan hasil perbuatan, melainkan semata perbuatan itu sendiri. II. Relativis Berbeda dengan absolutis, kaum relativis memercayai bahwa kepercayaan moral itu tidak universal. Setiap waktu atau tempat memunyai nilai moralnya sendiri, yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian, membunuh itu mungkin salah bagi suatu kebudayaan tertentu. Akan tetapi, belum tentu dengan kebudayaan lain. Membunuh mungkin salah pada keadaan tertentu, tapi belum tentu pada keadaan lain. Sederhananya, relativis memercayai bahwa kebenaran moral itu

tergantung situasi, waktu, tempat dan kebudayaan. Tidak ada moral

objektif yang tertanam dalam dunia eksternal. Prinsip etika relativis memercayai bahwa moralitas merupakan hal subjektif. III. Teleologis Etika teleologis memercayai bahwa nilai moral itu ditentukan dari akhir atau hasil tindakan. Jika suatu perbuatan menghasilkan kebaikan, maka ia benar atau baik secara moral, begitu pun sebaliknya. Implikasinya teleologis menganggap bahwa nilai moral itu tidak intrinsik dalam tindakan. Buruknya suatu tindakan bukan karena perbuatan tersebut pada dasarnya salah, melainkan karena hasil dari tindakan tersebut. IV. Deontologis Kata deon berasal dari kata Yunani, berarti kewajiban. Dengan demikian, secara umum deontologis bisa diartikan sebagai teori moral yang menekankan kewajiban. Menurut teori ini perilaku moral didasarkan atas kewajiban. Ketika saya tidak berbohong, dalam pandangan ini, tindakan saya akan baik jika dilakukan semata kewajiban, bukan di luar itu. Pengin disanjung, misalnya. Karena untuk menentukan apakah suatu tindakan itu bisa disebut baik atau buruk tergantung alasan atau motifnya. Apakah saya melakukan sesuatu itu karena demi tujuan di luar tindakan tersebut atau karena semata saya harus melakukannya (baca: wajib)? Dalam prinsip deontologis, alasan pertama merupakan tindakan tidak bermoral, sedangkan alasan disebut terakhir merupakan tindakan bermoral. Deontologis juga menekankan bahwa tindakan itu benar atau salah berasal dalam dirinya. Deontologis menganggap bahwa membunuh itu salah, sebab dalam tindakan membunuh secara intrinsik memang jahat.

Kesimpulan Betapa pun, moral pada dasarnya tidak bisa dijalani begitu saja. Ia perlu diperiksa atau dihayati. Setidaknya, seiring perkembangan waktu dan

menyempitnya batas ruang maupun budaya, yang di mana pertemuan antarkultur sangat memungkinkan. Memeriksa atau menghayati moral merupakan keniscayaan. Dengan bantuan filsafat, moral lebih mudah dipahami dan dipraktikkan serta dipertanggungjawabkan. Dan pada dasarnya, hampir bisa dipastikan dalam kesehariannya, setiap orang beretika. Sebagai misal, kita bisa menemukan pendapat banyak orang mengenai keangkuhan Bush. Mulai dari pangkalan ojek, warung kopi, rumah tanggga, arisan, kampus, hingga pesantren, semuanya membicarakan tindakan Bush. Dalam membicarakan hal tersebut, mereka tidak hanya sekadar berbicara, melainkan turut melakukan suatu penilaian. Dengan etika atau filsafat moral, semua pernyataan atau penilaian kita tentang tindakan moral lebih dapat dipertanggungjawabkan.

Bertens, K. 2002. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bowie, Robert. 2004. Ethical Studies. 2nd ed. United Kingdom: Nelson Thomas Ltd. Robinson, Dave & Garratt, Chris. 2004. Introducing Ethics. UK: Icon Books Ltd. Stanford Encyclopedia of Philosophy. Ancient Ethical Theory. 2004. dalam http://www.plato.stanford.edu/entries/ethics-ancient/

Anda mungkin juga menyukai