Anda di halaman 1dari 25

SEJARAH HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI INDONESIA Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember

1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya. Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan. Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua. Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.

Meskipun hak asasi manusia adalah hak yang bersifat kodrati, yang melekat pada diri manusia dari semenjak manusia dilahirkan, namun keberadaan hak asasi manusia ini tidaklah sematamata hadir dengan sendirinya. Kehadirannya terbentuk dari rangkaian sejarah panjang. Hak asasi manusia yang kita pahami sekarang ini pun perjalanannya masih belum lagi berakhir. Perkembangan dan dinamikanya masih akan terus bergulir, terus berlanjut, terus bergerak seiring dengan perkembangan dan dinamika zaman dan peradaban manusia itu sendiri. Adapun sejarah perjuangan penegakkan HAM di Indonesia sendiri, secara sederhana dapat dibagi menjadi empat periode waktu, yaitu zaman penjajahan (1908-1945), masa pemerintahan Orde Lama (1945-1966), periode kekuasaan Orde Baru (1966-1988) dan pemerintah reformasi (1988-sekarang). Fokus perjuangan menegakkan HAM pada zaman penjajahan adalah untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia agar bisa terbebas dari imperialisme dan kolonialisme. Sedang pada masa Orde Lama, upaya untuk mewujudkan demokrasi menjadi esensi yang diperjuangkan. Demikian juga pada masa Orde Baru yang memiliki karakter kekuasaan yang otoriter. Pada periode ini, HAM malah kerap ditafsirkan sesuai dengan kepentingan politik dan kekuasaan. Akibatnya, perjuangan penegakan HAM selalu terbentur oleh dominannya kekuasaan. Sedangkan pada saat ini, perjuangan menegakkan HAM mulai merambah ke wilayah yang lebih luas, seperti perjuangan untuk memperoleh jaminan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Secara legal-formal, Indonesia sendiri telah membuat langkah-langkah konkret dalam upayanya untuk turut serta dalam pemajuan dan perlindungan HAM tersebut. Sampai saat ini, Indonesia telah meratifikasi 6 konvensi internasional, dan pada tahun 2005 yang lalu telah meratifikasi Kovenan Hak Sipol dan Kovenan Hak Ekosob. Selain itu, dengan telah diamandemennya Undang-Undang Dasar 1945, hak asasi manusia pun kini sudah menjadi hak konstitusional.

PENDAHULUAN HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negarabangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negaranegara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.

===================================================================== ===== SEJARAH HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II. Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negaranegara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya. Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negaranegara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah

pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan. Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua. Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan. Human Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya mengapa tidak disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa bukan Social Rights. Bukankan Social Rights mengutamakan masyarakat yang menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya kewajiban yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak mungkin kita mengatakan ada hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati haknya berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi saling hormat-menghormati terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada hak berarti ada kewajiban. Contoh : seseorang yang berhak menuntut perbaikan upah, haruslah terlebih dahulu memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil kerjanya. Dengan demikian tidak perlu dipergunakan istilah Social Rights karena kalau kita menghormati hak-hak perseorangan (anggota masyarakat), kiranya sudah termasuk pengertian bahwa dalam memanfaatkan haknya tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan masyarakat. Yang perlu dijaga ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban serta antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum (kepentingan masyarakat). Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara kebebasan dan tanggungjawab. Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak semaunya, tetapi tidak memperkosa hak-hak orang lain. Pelanggaran HAM di Indonesia Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok. Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu : a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

Pembunuhan masal (genisida) Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan Penyiksaan Penghilangan orang secara paksa Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :


Pemukulan Penganiayaan Pencemaran nama baik Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya Menghilangkan nyawa orang lain

Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain. Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat. CONTOH KASUS HAM DAN PENYELESAIAN Kerusuhan 1998 . Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru. Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI karena dwifungsi inilah salah satu penyebab bangsa ini tak pernah bisa maju sebagaimana mestinya. Benar memang ada kemajuan, tapi bisa lebih maju dari yang sudah berlalu, jadi, boleh dikatakan kita diperlambat maju. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari dunia internasional terlebih lagi nasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut,

diliburkan untuk mecegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan mahasiswa tak bisa dibendung, mereka sangat berani dan jika perlu mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi Indonesia baru. Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok pertama kali di daerah Slipi dan puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia. Esok harinya Jum'at tanggal 13 November 1998 ternyata banyak mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di depan kampus Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja. Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat dan saat di jalan itu juga sudah ada mahasiswa yang tertembak dan meninggal seketika di jalan. Ia adalah Teddy Wardhana Kusuma merupakan korban meninggal pertama di hari itu. Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan dan masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernadus R. Norma Irawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Atma Jaya, Jakarta. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan saat itu juga lah semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu hingga jumlah korban yang meninggal mencapai 15 orang, 7 mahasiswa dan 8 masyarakat. Indonesia kembali membara tapi kali ini tidak menimbulkan kerusuhan. Anggota-anggota dewan yang bersidang istimewa dan tokoh-tokoh politik saat itu tidak peduli dan tidak mengangap penting suara dan pengorbanan masyarakat ataupun mahasiswa, jika tidak mau dikatakan meninggalkan masyarakat dan mahasiswa berjuang sendirian saat itu. Peristiwa itu dianggap sebagai hal lumrah dan biasa untuk biaya demokrasi. "Itulah yang harus dibayar mahasiswa kalau berani melawan tentara". Betapa menyakitkan perlakuan mereka kepada masyarakat dan mahasiswa korban peristiwa ini. Kami tidak akan melupakannya, bukan karena kami tak bisa memaafkan, tapi karena kami akhirnya sadar bahwa kami memiliki tujuan yang berbeda dengan mereka.

Kami bertujuan memajukan Indonesia sedangkan mereka bertujuan memajukan diri sendiri dan keluarga masing-masing. Analisis Kasus Setelah kita membaca sebuah artikel diatas tentang kerusuhan 1998 yang terjadi dibeberapa tempat di daerah Jakarta, maupun diluar daerah Jakarta. Kita dapat menyimpulkan bahwa banyak terjadi pelanggaran HAM, bahkan ada yang termasuk dalam pelanggaran HAM. Salah satu contohnya adalah ketika para mahasiswa dan juga masyarakat luas sedang berunjuk-rasa menentang atau menolak Sidang Istimewa 1998 yang membahas untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan dan juga menentang dwifungsi ABRI. Ketika itu ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak menuju Gedung MPR/DPR dari segala arah, namun usaha itu tidak berhasil karena penjagaan yang ketat dari personil ABRI. Pada malam hari di hari yang sama terjadi bentrokan yang pertama kali di daerah Slipi. Banyak korban luka-luka dari mahasiswa bahkan satu orang pelajar tewas dalam insiden berdarah tersebut. Dari salah satu dari sekian banyak pelanggaran HAM dari contoh kasus tersebut kita dapat mengetahui bahwa tindakan ABRI pada saat itu sangat melanggar hak asasi manusia untuk berpendapat. Bukannya para mahasiswa dan masyarkat mengeluarkan aspirasinya justru tindakan arogan dari aparat saat itu. Banyak kejadian yang melanggar HAM bahkan tidak sedikit korban yang berjatuhan baik yang luka-luka ataupun korban jiwa. Itu menunjukan bahwa pada saat itu hak asasi sebagai manusia tidak berjalan yang menyebabkan banyaknya protes-protes dari kalangan mahasiswa ataupun masyarakat.

KESIMPULAN Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain. Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.

Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) secara jelas diatur dalam UUD 1945 yang diamandemen. Tapi, bukan berarti sebelum itu UUD 1945 tidak memuat masalah HAM. Hak asasi yang diatur saat itu antara lain hak tentang merdeka disebut pada bagian pembukaan, alinea kesatu. Kemudian, hak berserikat diatur dalam pasal 28, hak memeluk agama pada pasal 29, hak membela negara pada pasal 30, dan hak mendapat pendidikan, terdapat pada pasal 31. Dalam UUD 1945 yang diamandemen, HAM secara khusus diatur dalam Bab XA, mulai pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J. Pasal 28 A : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28 B : (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan sah. (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28 C : (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Pasal 28 D : (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Pasal 28 E : (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta hendak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuruninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **) Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi. **) (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **) Pasal 28H (1)Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **) (2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **) (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **) (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapa pun. **) Pasal 28I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. **) (2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. **) (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. **) (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **) (5) Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundanganundangan. **) Pasal 28J (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **) (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **) UU tentang HAM

Pengertian HAM, menurut UU 39/1999 tentang HAM, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pemikiran-pemikiran yang mendasari lahirnya UU ini, sebagaimana disebut pada bagian Umum Penjelasan Pasal demi Pasal, adalah sebagai berikut: a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya; b. pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan hidupnya; c. untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus); d. karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas; e. hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan apapun; f. setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar; g. hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia.

SEJARAH

- Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1945 tentang Pembentukan Departemen-Departemen di Republik Indonesia. - Pengumuman Pemerintah tanggal 19 Agustus 1945 tentang Pembentukan Kabinet I, untuk Departemen Kehakiman Republik Indonesia diangkat Prof.DR. MR. SUPOMO sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia pertama kemudian pada tanggal 1 Oktober 1945 Departemen Kehakiman diperluas : * Kejaksaan berdasarkan Maklumat Pemerintah tahun 1945 tanggal 1 0ktober 1945. * Jawatan Topograpi berdasarkan Penetapan pemerintah tahun 1945 Nomor 1/S.D.

- Mahkamah Islam Tinggi dikeluarkan dari Departemen Kehakiman Republik Indonesia dan masuk ke Departemen Agama Republik Indonesia berdasarkan penetapan pemerintah tahun 1946 Nomor 5/S.D. - Jawatan Topograpi dikeluarkan dari Departemen Kehakiman Republik Indonesia dan masuk ke Departemen Pertahanan berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 nomor 8/S.D. - Pada tanggal 5 Juli 1959 keluar DEKRIT Presiden untuk kembali ke Undang-undang Dasar 1945. Kemudian dibentuk Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN) ber-dasarkan Keputusan Presiden Nomor 194 tahun 1961 kedudukan LPHN dipindahkan dari Perdana Menteri ke Departemen Kehakiman Republik Indonesia. - Undang-Undang Pedoman 19 tahun 1964, Lembaran Negara nomor 107 tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, berlaku tanggal 31 Oktaber 1964, maka Peradilan Negara Republik Indonesia menjalankan dan melaksanakan hukum yang mempunyai fungsi PENGAYOMAN, yang dilaksanakan dalam lingkungan : * Peradilan Umum; * Peradilan Agama; * Peradilan Militer. * Peradilan Tata Usaha Negara Pada lingkungan Peradilan Umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1965. Lembaran Negara Nomor 70 tahun 1965 menegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dalam lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh : * Mahkamah Agung; * Pengadilan Tinggi; * Pengadilan Negeri. - Undang-Undang Nomor 19 tahun 1964, Lembaran Negara Nomor 107 tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan, maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan mulai berlaku tanggal 17 Desember 1970 yang menegaskan

Kekuasaan Kehakiman adalah * * * * Peradilan Tata Usaha Negara.

Kekuasaan yang Peradilan Peradilan Peradilan

Merdeka,

dilaksanakan

oleh : Umum; Agama; Militer;

- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen. diatur tentang : * Kedudukan Tugas Pokok dan Fungsi Departemen; * Susunan 0rganisasi Departemen: Tugas dan Fungsi Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal, Staf Ahli dan unit-unit Vertikal di Daerah. Untuk susunan 0rganisasi Departemen Kehakiman Republik Indonesia diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 1974, Lampiran 3, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor J.S.4/3/7 tahun 1975 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman Republik Indonesia - Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 23 September 1985 Nomor M.06UM.01.06 tahun 1985 tentang penetapan Tanggal 30 Oktober Sebagai hari Kehakiman Republik Indonesia. Pada Pasal 2 Hari Kehakiman disebut dengan HARI DHARMA KARYADHIKA. - Sistem Holding Compani ke Sistem Integrated di lingkungan Departemen Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Persetujuan MENPAN Nomor B 477/I/MENPAN/7/ 84 Tanggal 6 Juli 1984 KEPPRES RI Nomor 124/M Tahun 1984 dan KEPMENKEH RI Nomor M.05-PR.07.10 Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dep. Kehakiman R.I - Akibat Reformasi, dikeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 136 tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 355/m tahun 1999 tentang Pengangkatan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia. Keluarnya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman bahwa pada menegaskan untuk di lingkungan Peradilan Umum dikeluarkan dari Departemen Kehakiman Republik Indonesia ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan masa transisi paling lama 5(lima) tahun (lebih kurang tahun 2003 sudah selesai). Berdasarkan Surat Persetujuan Menteri Negara pendayaan Aparatur Negara Nomor 24/M.PAN/I/2000 dikeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor M.O3-PR.07.10 tahun 2000 tanggal 5 April 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia. - Setelah Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 7 Agustus 2000 sampai dengan 14 Agustus 2000, Presiden Republik Indonesia KH. ABDURRAHMAN WAHID merampingkan Kabinet Kesatuan dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234/m 2000 tentang pengangkatan Menteri Kehakiman dan hak Asasi Manusia Prof. DR YUSRIL IHZA MAHENDRA

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Tugas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi: * Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang hukum dan hak asasi manusia; * Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; * Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; * Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di daerah;

* Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan * Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. PROFIL PEJABAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI AMIR SYAMSUDIN, SH.

WAKIL MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Prof. Dr. DENY INDRAYANA

SEKRETARIS JENDERAL DR. BAMBANG RANTAM SARIWANTO NIP. 19601215 198802 1 001

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DR. WAHIDUDDIN ADAMS, SH, MA NIP. 19540117 198103 1 001

DIREKTUR JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM DR. AIDIR AMIN DAUD, SH, MH NIP. 19581120 198810 1 001

DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN SIHABUDIN, B.cIP, SH, MH NIP 19531111 197602 1 001

DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI BAMBANG IRAWAN, SE NIP. 19540928 197903 1 002

DIREKTUR JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL PROF. DR. AHMAD M. RAMLI, SH, MH NIP. 19610704 198701 1 001

DIREKTUR JENDERAL HAK ASASI MANUSIA PROF. DR. HARKRISTUTI HARKRISNOWO, SH, MA, PhD NIP. 19560125 198103 2 001

INSPEKTUR JENDERAL SAM LUMBAN TOBING, SH NIP. 19501017 197903 1 001

KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL DR. WICIPTO SETIADI, SH, MH NIP. 19570911 198303 1 001

KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA PROF. DR. RAMLY HUTABARAT, SH, M.Hum NIP. 19530315 198503 1 001

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM DR. BAMBANG RANTAM SARIWANTO (Plt) NIP. 19601215 198802 1 001

STAF AHLI BIDANG PEREKONOMIAN DAN HUBUNGAN LUAR NEGERI WIDI ASMORO, SH, M.Hum NIP. 195303221977031001

STAF AHLI BIDANG POLITIK, SOSIAL Dan KEAMANAN Drs. SUTARMANTO, MM NIP. 195211061971061001

STAF AHLI BIDANG HUKUM LINGKUNGAN DAN PERTANAHAN Drs. MUHAMMAD SUEB, Bc.IP, MH NIP. 195407261977091001

STAF AHLI BIDANG PENGEMBANGAN BUDAYA HUKUM Dr. AHMAD UBBE, SH, MH, APU NIP. 195207051982111001

STAF AHLI BIDANG PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA Dr. MUHAMMAD INDRA, SH, MH. NIP. 19520831 197803 1001

STAF KHUSUS MENTERI Drs. RIS SUTARTO

STAF KHUSUS MENTERI ABDUL WAHID MASRU

MENTERI DARI MASA KE MASA Foto Amir Syamsudin, SH, MH Kabinet Indonesia Bersatu II = 19 Oktober 2011 s/d Sekarang Patrialis Akbar, SH, MH Kabinet Indonesia Bersatu II = 22 Oktober 2009 s/d 19 Oktober 2011
Andi matalata,SH,MH Kabinet Indonesia Bersatu I = 07 Mei 2007-20 Oktober 2009 Dr.Hamid Awaludin Kabinet Indonesia Bersatu = 21 Oktober 2004-7 Mei 2007 Prof.Dr.Yushril Izamahendra,SH Kabinet Gotong-Royong = 10 Agustus 2001-20 Oktober 2004 Marsilam simanjutak Kabinet Persatuan Nasional = 02 Juni 2001 10 Agustus 2001 Baharudin lopa Kabinet Persatuan Nasional = 09 Februari 2001 02 Juni 2001

Uraian

Prof. Dr. Mohammad Mahfud M. D, SH, SU Kabinet Persatuan Nasional = 20 Juli 2001 - 09 Agustus 2001
Prof.Dr.Yushril izhamahendra,SH Kabinet Persatuan Nasional = 23 Oktober 1999 22 Juli 2001 Prof.Dr.Muladi,SH Kabinet Reformasi Pembangunan = 23 Mei 1998-20 Oktober 1999 Kabinet Pembangunan VII = 16 Maret 1998-21 Mei 1998 H. Oetojo Oesman, SH Kabinet Pembangunan VI = 17 Maret 1993-16 Maret 1998

Ismael Saleh, SH Kabinet Pembangunan V = 21 Maret 1988-17 Maret 1993 Ismael Saleh, SH Kabinet Pembangunan IV = 19 Maret 1983-21 Maret 1988 Ali Said, SH Kabinet Pembangunan III = 9 Februari 1981-18 Maret 1983 Moedjono, SH Kabinet Pembangunan III = 29 Maret 1978-9 Februari 1981 Prof. Muchtar Kusumaatmaja, SH Kabinet Pembangunan II = 28 Maret 1973-29 Maret 1978 Prof. Oemar Senoadji, SH KProf. Oemar Senoadji, SH

Kabinet Ampera II = 17 Oktober 1967-6 Juni 1968 Prof. Oemar Senoadji, SH Kabinet Ampera I = 25 Juli 1966-17 Oktober 1967
abinet Pembangunan I = 6 Juni 1968-28 Maret 1973 Wirjono Prodjodikoro, SH Kabinet Dwikora II = 28 Maret 1966-25 Juli 1966

Astrawinata, SH Kabinet Dwikora I = 27 Agustus 1964-28 Maret 1966 Astrawinata, SH Kabinet Kerja IV = 13 November 1963-27 Agustus 1964 Mr. Sahardjo, SH Kabinet Kerja III = 6 Maret 1962-13 November 1963 Mr. Sahardjo Kabinet Kerja II = 18 Februari 1960-6 Maret 1962 Mr. Sahardjo Kabinet Kerja I = 10 Juli 1959-18 Februari 1960
Gustaef A. Maengkom Kabinet Karya = 9 April 1957-10 Juli 1959

Prof. Mr. Mulyatno (Masjumi) Kabinet Ali Sastroamidjojo II = 24 Maret 1956-9 April 1957 Mr. Lukman Wiriadinata (PSI) Kabinet Burhanuddin Harahap = 12 Agustus 1955-24 Maret 1956 Mr. Djodi Gondokusumo (PRN) Kabinet Ali Sastroamidjojo I = 30 Juli 1953-12 Agustus 1955 Mr. Lukman Wiriadinata Kabinet Wilopo = 3 April 1952-30 Juli 1953 Mr. Moh. Yamin Kabinet Sukiman-Suwirjo = 27 April 1951-3 April 1952 Mr. Wongsonegoro (PI R) Kabinet Natsir = 6 September 1950-27 April 1951 Mr. A.G. Pringgodigdo (Masjumi) Kabinet Halim = 21 Januari 1950-6 September 1950 Mr. Susanto Tirtoprodjo (PNI) Kabinet Susanto = 20 Desember 1949-21 Januari 1950 Prof. Mr. Supomo Kabinet RIS = 20 Desember 1949-6 September 1950 Mr. Susanto Tirtoprodjo (PNI) Kabinet Hatta II = 4 Agustus 1949-20 Desember 1949 Mr. Lukman Hakim Kabinet Darurat = 19 Desember 1948-13 Juli 1949

Mr. Susanto. Tirtoprodjo (PNI) Kabinet Hatta I = 29 Januari 1948-4 Agustus 1949 Mr. Susanto Tirtoprodjo (PNI) Kabinet Amir Syarifuddin II = 11 November 1947-29 Januari 1948 Mr. Susanto Tirtoprodjo (PNI) Kabinet Amir Syarifuddin I = 3 Juli 1947-11 November 1947 Mr. Susanto Tirtoprodjo (PNI) Kabinet Syahrir III = 2 Oktober 1946-26 Juni 1947

Mr. Suwandi Kabinet Syahrir II = 12 Maret 1946-2 Oktober 1946 Mr. Suwandi Kabinet Syahrir I = 14 November 1945-12 Maret 1946
Prof. Mr. Supomo, SH Kabinet Presidentil = 19 Agustus 1945-14 November 1945

Visi Dan Misi

Visi: Masyarakat memperoleh kepastian hukum.

Misi: Melindungi Hak Asasi Manusia. 8 Area perubahan Kementerian Hukum dan HAM : 1. Organisasi tepat ukuran (right sizing) 2. Tata Laksana yang jelas, efektif, efisien, : Mewujudkan organisasi yang tepat fungsi dan

: Mewujudkan sistem, proses dan prosedur kerja

terukur dan sesuai dengan prinsip - prinsip good governance 3. Peraturan Perundang Undangan tumpang tindih dan kondusif 4. Sumber Daya Manusia Aparatur netral, kompeten, capable, profesional, : Mewujudkan regulasi yang lebih tertib tidak

: Mewujudkan SDM aparatur yang berintegritas,

berkinerja tinggi dan sejahtera 5. Pengawasan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN : Mewujudkan meningkatnya penyelenggaraan

6. Akuntabilitas akuntabilitas kinerja birokrasi 7. Pelayanan Publik kebutuhan dan harapan masyarakat 8. Pola Pikir dan Budaya Kerja kinerja tinggi

: Mewujudkan meningkatnya kapasitas dan

: Mewujudkan pelayanan prima sesuai

: Mewujudkan birokrasi dengan integritas dan

Sesuai dengan Pasal 6 dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH05.UM.01.01 Tahun 2011 tentang Logo Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2OII Nomor 433) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

(1) Logo menggambarkan tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang memuat: a. tulisan : PENGAYOMAN; b. gambar : 1. 5 (lima) garis busur; 2. 2 (dua) garis tegak lurus sejajar; dan 3. garis siku kanan dan garis siku kiri; c. tata warna : 1. warna biru tua sebagai dasar; dan 2. warna emas pada garis lukisan logo dan tulisan PENGAYOMAN.

(2) .Makna tulisan PENGAYOMAN sebagaimana berarti mengayomi dan melindungi seluruh rakyat Indonesia di bidang hukum dan hak asasi manusia.

(3) Makna gambar sebagai berikut: a. 5 (lima) garis busur melambangkan Pancasila yang merupakan falsafah negara; b. 2 (dua) garis tegak lurus sejajar yang mempunyai makna demokrasi dan keadilan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia; dan c. garis siku kanan bermakna hukum dan garis siku kiri bermakna hak asasi manusia yang menjunjung tinggi agama dan moral.

(4) Makna warna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sebagai berikut: a. warna biru tua sebagai dasar yang mempunyai makna amanah, keamanan, keteraturan, kedalaman makna jati diri bangsa, percaya diri, ketertiban, dan inovasi teknologi; dan b. warna emas bermakna keagungan, keluhuran, dan kewibawaan.

Anda mungkin juga menyukai