Anda di halaman 1dari 6

SKS Diterapkan, UN Tetap Jalan

Rabu, 25 Agustus 2010 | 16:53 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Digulirkannya sistem satuan kredit semester (SKS) tidak akan mengubah kebijakan pemerintah untuk tetap menggelar ujian nasional (UN). UN dinilai tidak ada kaitannya dengan sistem SKS. SKS itu sistem pembelajaran, sedangkan UN sistem evaluasi yang tetap digunakan untuk mengukur kemampuan anak didik. -- Suyanto Demikian hal itu Direktur Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan Nasional, Suyanto, di Jakarta, Rabu (25/8/2010), terkait rencana pemerintah menggulirkan sistem SKS di sekolah tingkat SMP dan SMA atau sederajat. Disinggung mengenai ada tidaknya Ujian Nasional (UN) saat sekolah telah menerapkan sistem SKS, Suyanto mengatakan hal itu tidak ada hubungannya. "SKS itu sistem pembelajaran, sedangkan UN sistem evaluasi yang tetap akan digunakan untuk mengukur kemampuan anak didik. Jadi, sama sekali tidak ada hubungannya," ujar Suyanto. Sementara itu, menurut pemerhati dan peneliti bidang pendidikan Erlin Driana, pemerintah dinilai terlalu cepat untuk memakai sistem ini tanpa memperhatikan realitas yang ada, yaitu kondisi pendidikan di Indonesia yang saat ini begitu timpang, antara Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) atau Sekolah Berstandar Internasional (SBI), sekolah kategori mandiri (SKM), atau sekolah standar nasional (SSN). "Yang utama itu bukan pada sisi jumlah SKS yang harus dipenuhi agar siswa lebih cepat lulus, tapi pada pilihan-pilihan mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan minat dan kemampuan siswa. Hal ini nantinya lebih diperlukan siswa untuk kesiapan mereka ke perguruan tinggi," ujar Erlin. "Yang jelas dululah akan seperti apa dan bagaimana sosialisasinya ke semua sekolah untuk siap menerima sistem ini. Terus ujian nasional (UN) yang mereka (BSNP) ciptakan itu mau dikemanakan, apakah itu singkron?" ujar Erlin.

Disdik: SKS Belum Bisa Diterapkan


Rabu, 15 Juli 2009 | 11:30 WIB Bandung, Kompas - Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung menyatakan sistem kredit semester (SKS) belum bisa diterapkan di sekolah. Salah satu alasannya, ujian nasional (UN) belum bisa menyesuaikan dengan jadwal kelulusan di tengah tahun ajaran. "Departemen Pendidikan Nasional belum bisa mengevaluasi siswa kelas XII setahun dua kali. Jadi, jika siswa dari program SKS lulus dengan cepat, 2,5 tahun, dikhawatirkan mereka malah harus menunggu UN," kata Kepala Seksi Kurikulum Bidang Sekolah Menengah Atas Disdik Kota Bandung Supanda, Selasa (14/7). Alasan lain, pihak SMAN 3 Kota Bandung belum memberitahukan ke Disdik perihal rencana penerapan SKS kepada siswa baru tahun ajaran 2009/2010. "Saat ini pendidikan kan sudah mengacu pada otonomi daerah. Segala sesuatunya semestinya ada pemberitahuan dahulu. Mau tidak mau, ketentuan (SKS) ini nantinya harus melalui peraturan wali kota," ujarnya. Kepala Bidang Sekolah Menengah Atas Disdik Kota Bandung Dedy Dharmawan berpendapat, pelaksanaan SKS di sekolah harus dikaji lebih cermat terlebih dahulu. "Ini (SKS) kan masih tahap penjajakan. Kalau sekadar sosialisasi, silakan saja. Tetapi, kalau itu mau dilaksanakan, belum bisa sekarang," katanya. Keberanian sekolah Secara terpisah, Hermana Somantrie, peneliti kebijakan pendidikan dari Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, mengatakan, cepat atau lambat, SKS harus diterapkan di sekolah-sekolah mandiri atau rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 19/2005 dan dijabarkan dalam peraturan Mendiknas. "SMAN 3 Kota Bandung kan sudah berlabel mandiri dan RSBI. Maka, sudah sepatutnya mulai menerapkan SKS. Tinggal sekolah berani atau tidak menerapkannya," ujar konsultan penerapan SKS di SMAN 3 Bandung ini. Disinggung soal adanya kekhawatiran siswa yang lulus dalam waktu 2,5 tahun tidak bisa mengikuti UN tepat waktu, ia mengatakan, "Jangan dulu dipersoalkan evaluasinya. Dijalankan saja belum. Sebetulnya begini, di dalam PP No 19/2005 telah disebutkan UN bisa diselenggarakan dua kali setahun. Ada celah UN bisa dilaksanakan di tengah tahun," katanya. Wakil Kepala SMAN 3 Kota Bandung Firmansyah Noor membenarkan, jika nanti sudah banyak sekolah menerapkan SKS, dengan sendirinya ada urgensi melaksanakan UN di tengah tahun ajaran. Maka, siswa yang lulus cepat, yaitu 2,5 tahun, bisa tetap terakomodasi. Meski demikian, SMAN 3 Kota Bandung tetap akan menyosialisasikan pemberlakuan SKS kepada siswa baru pada Rabu ini. "Orangtua siswa sudah lebih dulu kami beritahukan pada Sabtu lalu. Pada Kamis besok, siswa akan langsung membuat kontrak (rancangan SKS)," kata Firman. (jon)

SKS Akan "Wajib" Diterapkan di Sekolah


Kamis, 15 Oktober 2009 | 14:30 WIB JAKARTA, KOMPAS.com Sekolah yang sudah masuk kategori sekolah mandiri, apalagi yang bertaraf internasional, "wajib" hukumnya menerapkan sistem kredit semester (SKS) pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dimilikinya. Demikian hal itu dikemukakan oleh Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Menengah-Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas Herry Widyastono di acara "Principal Wisdom Update 2009: Implementasi Penerapan SKS dan Moving Class dalam KTSP" di Kampus Binus University, Jakarta, Kamis (15/10). Mulai tingkat SMP, SMA/SMK pada jalur pendidikan formal kategori standar, serta mandiri dan bertaraf internasional, beban belajar siswa dapat dinyatakan dengan SKS. Adapun, kata Herry, penerapan SKS pada KTSP tersebut akan membuat guru dan siswa menjadi lebih mandiri dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat merencanakan sendiri studi yang ditempuhnya. "Selain itu, kehidupan persekolahan pun akan menjadi lebih dinamis dan menyenangkan, tidak lagi menjadi beban bagi siswa," ujarnya di hadapan sekitar 120 kepada sekolah negeri dan swasta dari kawasan Jabodetabek. Siswa Malas Menurut pengamatan Kepala Sekolah SMA 6 Tangerang J Hutabarat, siswa saat ini malas belajar. Penyebabnya, lanjut dia, siswa sudah terlalu banyak dibebani pelajaran, yaitu 16 pelajaran dalam seminggu. "Beban itu membuat mereka malas dan banyak yang nyontek dalam membuat pekerjaan rumah," tukas Hutabarat. "Saya berharap SKS ini bisa menjadi jalan keluarnya," tambahnya. Pendapat senada juga dilontarkan oleh Suryatna dari SMA 9 Tangerang. Suryatna mengatakan, sistem SKS ini akan sangat membantu para guru dalam mencapai 24 jam mengajar. Hanya saja, sejauh ini prioritas sekolah adalah mengejar persiapan Ujian Nasional (UN) sehingga kebijakan ini perlu disesuaikan, terutama dalam pengaturan waktu dan kurikulumnya. Menanggapi hal itu, Herry mengatakan bahwa kebijakan menerapkan SKS tersebut sebetulnya sudah disiapkan dengan sebuah aturan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005. Meskipun masih berbentuk draft, peraturan tersebut kini sudah ada di tangan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan tinggal menunggu disahkan. "Sudah beberapa kali dilakukan pembahasan dan evaluasi dari pihak Setneg, kita berharap ini cepat selesai," ujarnya.

Terus Terang, SKS Agak Berat....


Rabu, 25 Agustus 2010 | 12:32 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Jauh sebelum rencana sistem satuan kredit semester (SKS) benar-benar digulirkan sebagai sistem pembelajaran di sekolah, seharusnya pemerintah lebih dulu menyiapkan perangkat penerapannya, terutama kondisi sekolah dan sumber daya manusianya. Sosialisasinya pun tidak bisa main-main. Sejauh ini, umumnya sekolah lebih banyak muridnya ketimbang kelasnya. Belum lagi SDM atau gurunya, apakah siap. -- Suparman "Terus terang, sistem ini agak berat. Sekolah harus punya moving class, otomatis kelas juga mesti banyak. Sejauh ini, umumnya sekolah lebih banyak muridnya ketimbang kelasnya. Belum lagi SDM atau gurunya, apakah siap?" ujar Suparman, Koordinator Education Forum (EF) Suparman kepada Kompas.com di Jakarta, abu (25/8/2010). Suparman menilai, rencana penerapan SKS sampai saat ini masih membingungkan banyak guru. Umumnya, guru tidak mengerti bentuk sistem ini, cara penerapannya, atau perangkat pendukungya. "Prinsipnya, jangan secepatnya gonta-ganti kebijakan ataupun sistem kalau yang di bawah itu belum siap. Nantinya anak-anak didik juga yang dikorbankan," kata Suparman. Sementara itu, menurut pemerhati dan peneliti bidang pendidikan Erlin Driana, pemerintah dinilai terlalu cepat untuk memakai sistem ini tanpa memperhatikan realitas yang ada, yaitu kondisi pendidikan di Indonesia yang saat ini begitu timpang. "Yang utama itu bukan pada sisi jumlah SKS yang harus dipenuhi agar siswa lebih cepat lulus, tapi pada pilihan-pilihan mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan minat dan kemampuan siswa. Hal ini nantinya lebih diperlukan siswa untuk kesiapan mereka ke perguruan tinggi," ujar Erlin. Menurutnya, jauh sebelum rencana tersebut benar-benar digulirkan, sebaiknya pemerintah lebih dulu menyiapkan perangkatnya, yaitu kondisi sekolah dan sumber daya manusianya. Sosialisasi untuk program ini pun harus bagus agar sekolah benar-benar siap menerapkannya. "Yang jelas dululah akan seperti apa dan bagaimana sosialisasinya ke semua sekolah untuk siap menerima sistem ini. Terus ujian nasional (UN) yang mereka (BSNP) ciptakan itu mau dikemanakan, apakah itu singkron?" ujar Erlin. Seperti diberitakan sebelumnya, Rabu (25/8/2010), Badan Standar Nasional Pendidikan (SBNP) menyatakan, sistem SKS, seperti di perguruan tinggi, akan diterapkan di jenjang SMP/MTs dan SMA/MA. Penerapan sistem belajar ini dinilai pemerintah memberikan keleluasaan bagi siswa untuk belajar sesuai bakat, minat, dan kemampuannya.

Sistem SKS Hanya Untuk RSBI, Toh?


Rabu, 25 Agustus 2010 | 15:52 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Sekolah-sekolah tidak diharuskan mengikuti program sistem satuan kredit semester (SKS). SKS hanya akan diterapkan bagi sekolah-sekolah yang sudah siap, baik dari sisi fasilitas maupun sumber daya manusianya. Demikian hal itu Direktur Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan Nasional, Suyanto, di Jakarta, Rabu (25/8/2010), terkait rencana pemerintah menggulirkan sistem SKS di sekolah tingkat SMP dan SMA atau sederajat. "Sekolah-sekolah berstatus Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang akan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) saya rasa paling cocok untuk diterapkan sistem SKS ini," ujar Suyanto kepada Kompas.com. Suyanto menambahkan, dengan adanya SKS di sekolah, anak didik bisa selesai sekolah lebih cepat dari yang ditentukan. Tetapi, sistem SKS ini harusnya diimbangi dengan kesiapan fasilitas dan SDM pendukungnya. "Jika sekolah biasa tidak siap, ya, sudah, tidak usah diterapkan program SKS. Soal ini memang masih harus terus disosialisasikan sambil menunggu kesiapan sekolah," lanjut Suyanto. Diberitakan sebelumnya, Rabu (25/8/2010), Badan Standar Nasional Pendidikan (SBNP) menyatakan, sistem SKS, seperti di perguruan tinggi, akan diterapkan di jenjang SMP/MTs dan SMA/MA. Penerapan sistem belajar ini dinilai pemerintah memberikan keleluasaan bagi siswa untuk belajar sesuai bakat, minat, dan kemampuannya.

Mendiknas tak akan Terapkan Sistem SKS di SMP dan SMA


Jumat, 27 Agustus 2010, 18:51 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh memastikan tidak akan menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS) di jenjang SMP dan SMA. Mendiknas menilai, SKS belum pada waktunya diterapkan di SMP dan SMA karena kesiapannya harus dikaji dan dipertimbangkan terlebih dulu. ''Jika diterapkan di jenjang SMP atau SMA kanada Ujian Nasional (UN). Ini berarti harus mengubah sistem UN yang setahun bisa dua atau tiga kali, jadi kecil kemungkinan diterapkan sekarang,'' ujar Mendiknas, Jumat (27/8). Sistem SKS ini, kata Mendiknas, selain harus mempersiapkan fasilitas kelas, juga kesiapan guru yang akan mengajarnya. "Kalau orang mengambil sistem SKS, prinsipnya setiap pelajaran harus bisa dipindah ke setiap semester lainnya. Kalau dipindah, apakah gurunya ada, dan ruang kelasnya juga ada? Karena kalau mata pelajarannya dipindah harus siap dengan ruang dan guru yang mengajarnya," jelasnya. Namun Mendiknas mengakui, memang ada pemikiran atau kajian tentang sistem SKS ini. ''Akan tetapi, apakah itu langsung bisa diterapkan. Saya kira tidak,'' tegasnya. Besar kemungkinan karena tidak prioritas dan tidak cukup, kata Mendiknas, maka kajiannya tak cukup hanya dua atau tiga tahun. Persoalan yang lain seperti pemerataan disparitas pendidikan. "Lalu soal rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) dan soal SBI. Itu juga masih jadi masalah. Sekarang ada usulan baru lagi. Jelas, itu, kan menambah masalah," cetusnya. Paling tidak, kata Mendiknas, sistem SKS tersebut harus memasukan sisi karakter. Juga memasukan soal inovasi dan kreativitas. ''Karena itu, sistem SKS tidak bisa dalam waktu dua atau tiga tahun ke depan," tandasnya.

Anda mungkin juga menyukai