Anda di halaman 1dari 5

Aspek psikologi dan perilaku yang berkaitan dengan tidur.

Mengapa Kita Tidur? Tidur terjadi untul menyediakan waktu beristirahat, sehingga tubuh dapat membuang semua zat limbah dari otot, memperbaiki sel, menyimpan atau mengembalikan energi, memperkuat sistem kekebalan tubuh, atau mengembalikan kemampuan yang hilang dalam satu hari. Saat manusia tidak mendapatkan tidur yang cukup, tubuh manusia bekerja dengan tidak normal. Contohnya adalah menurunnya kadar hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan otot normal dan fungsi sistem kekebalan tubuh. Konsekuensi Mental dari Tidak Tidur Tidur adalah aktivitas yang kita butuhkan agar dapat berfungsi normal. Kekurangan tidur yang kronis meningkatkan kadar hormon stres kortisol, yang dapat merusak atau mengganggu sel-sel otak yang dibutuhkan untuk pembelajaran dan ingatan. Selain itu, selsel otak yang baru dapat gagal berkembang dan juga tumbuh secara abnormal. Dampak dari kerusakan seperti itu bahkan sekedar tidak mampu satu malam saja, fleksibilitas mental, atensi, dan kreativitas seseorang juga akan mengalami gangguan. Seelah beberapa hari berada dalam keadaan terjaga terus-menerus, biasanya seseorang akan mulai mengalami halusinasi dan delusi. Salah satu penyebab rasa kantuk di siang hari ialah insomnia. Insomnia merupakan gangguan yaitu tepatnya kesulitan untuk merasa menhantuk atau tetap tetidur. Insomnia dapat terjad karena kecemasan dan kekhawatiran, masalah psikologis, hoy flashes selama menopouse, masalah fisik seperti artritis, dan bekerja atau belajar secara tidak teratur dan dalam kondisi yang terlalu menuntut. Penyebab lain dari rasa kantuk di siang hari adalah sleep apnea, gangguan dimana pernafasan terkadang berhenti beberapa saat, menyebabakan seseorang tersedak dan terengah-engah. Pernafasan dapat berhenti beberpa kali dalam satu malam, bahkan sering kali tanpa disadari oleh orang tersebut. Sleep apnea memiliki beberapa penyebab, dari mulai terhalangnya jalan udara hingga kegagalan otak untuk mengatur pernafasan dengan tepat, dan seiring waktu hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami tekanan darah yang tinggi dan detak jantung yang teratur. Pada narkolepsi (narcolepsy), gangguan serius lainnya, seorang inidvidu terserang rasa kantuk yang tidak tertahankan dan tidak dapat

diduga-duga pada siang hari, yang dapat berlangsung selama 5-30 menit. Ketika jatuh tertidur sangat mungkin individu tersebut masuk ke tahap REM. Ada juga beberapa gangguan yang menghambat tidur, termasuk juga yang beberapa yang melibatkan perilaku yang aneh atu berbahaya. Contohnya adalah dalam gangguan peilaku REM, melemahnya otot yang diasosiasikan dengan tidur REM tidak terjadi, dan karenanya orang yang tidur (biasanya pria) menjadi sangat aktif secara fisik, dan sering mewujudkan tindakan didalam mimpi. Penyebab paling umum dari rasa kantuk di siang hari adalah yang paling jelas adalah begadang, dimana menyebabkan orang tidak memperoleh istirahat yang cukup. Ketika orang tidak mendapatkan tidur yang cukup, kecelakaan di jalan raya dan tempat kerja berpotensi besar untuk terjadi. Kekurangan tidur juga berhubungan dengan rendahnya prestasi akademis.

Manfaat Tidur bagi Mental Seperti halnya rasa kantuk dapat menggangu fungsi mental yang baik, tidur malam yang berkualitas dapat meningkatkan fungsi alat mental-dan tidak hanya karena beristirahat. Tidur sangat dibutuhkan untuk konsolidasi, sebuah proses di mana terjadi perubahan sinapsis membuat ingatan yang baru saja disimpan menjadi lebih bertahan lama dan stabil. Peningkatan dalam hal ingatan telah diasosiasikan dengan tidur REM dan gelombang tidur yang lambat, dan juga dengan ingatan akan keterampilan motorik dan persepsi spesifik. Contohnya, ketika orang atau hewan mempelajari tugas-tugas persepsi dan dipastikan memperoleh tidur REM yang normal, ingatan mereka akan tugas tersebut menjadi lebih baik di ke esokan harinya, bahkan ketika mereka dibangunkan pada peride tidur non-REM. Tapi ketika mereka kekurangan tidur non-REM ingatan mereka akan terganggu. Bila tidur meningkatkan ingatan, tidur juga meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, yang tergantung pada informasi yang tersimpan dalam ingatan.

Menulusuri Dunia Mimpi

Dalam mimpi, pusat perhatian kita adalah diri kita sendiri, walaupun terkadang kejadian di luar diri, seperti bunyi sirine yang melengking, dapat mempengaruhi isi mimpi. Ketika mimpi sedang berlangsung, mimpi tersebut dapat terlihat sangat hidup dan jelas namun dapat juga terlihat samar-sama, mimpi juga dapat bersifat menakutkan namun dapat juga menenangkan. Terkadang, mimpi juga dapat dipahami secara logis-sampai ketika terbangun dan menemukan apa yang dialami sebagi sesuatu yang tidak logis, aneh, dan salah tempat. Kebanyakan dari kita tidak menyadari mengenai tubuh kita atau di mana kita berada sataa bermimpi, namun beberapa orang mengatakan bahwa mereka memiliki lucid dream, di mana mereka mengetahui bahwa mereka sedang bermimpi merasa seolah-olah mereka sadar akan hal tersebut. Salah satu isu yang mengusik para peneliti mengenai tidur adalah apakah pergerakan mata pada saat tidur REM berhubungan dengan kejadian-kejadian dan tindkan-tindakan yang terjadi dalam mimpi. Apakah mata mencoba menangkap gambaran-gambaran yang terjadi? Beberapa peneliti percaya bahwa pada irang dewasa, gerakan mata dan kepala ketika bermimpi memang mencerminkan gerakan dalam keadaan terjaga, yaitu gerakan mata dan kepala terjadi secara sinkron ketika orang tersebut memindahkan tatapannya. Tetapi peneliti lain berpikir bahwa gerakan mata tidak lebih berhubungan dengan isi dari mimpi hanya merupakan kontraksi otot-otot di telingan bagian dalam semata, yang juga terjadi pada tidur REM.

Mimpi sebagai Keinginan-keinginan yang Tak Disadari Setelah menganalisis mimpi-mimpi dari pasiennya bapak psikoanalisis Sigmund Freud menyimpulkan bahwa fantasi-fantasi yang kita alami di malam hari memberikan gagasan atau penjelasan mengenai keinginan, mootif-motif, dan konflik-konflik yang sering tidak kita sadari sebuah jalan emas menuju ketidaksadaran. Freud berkata bahwa dalam mimpi kita dapat mengekspresikan semua hasrat dan keinginan terpendam, yang sering kali merupakan sesuatu yang terkait dengan seksualitas atau kekerasan. Menurut Freud, setiap mimpi memiliki makna, tidak peduli seberapa aneh gambaran yang terlihat dalam mimpi itu. Tapi, bila sebuah pesan dalam mimpi menimbulkan kecemasan, bagian rasional dari pikiran kita harus menyingkirkan atau mengubahnya. Menurut Freud, untuk memahami mimpi, kota harus membedakan antara isi manifes, yaitu aspek-aspek yang kita alami secara sadar selama waktu tidur dan yang mungkin kita ingat saat terbangun, dan isi laten, yaitu harapan dan pikiran-pikiran yang tidak disadari dan diekspresikan dalam bentuk simbolis.

Mimpi sebagai Usaha Mengatasi Masalah Penjelasan lain mengatakan bahwa mimpi merefleksikan hal-hal dalalm kehidupan kita yang pada saat itu terus-menerus memenuhi pikiran, seperti masalah atau urusan mengenai hubungan denga kekasih, pekerjaan, aktivitas seks, ataupun kesehatan. Dalam pendekatan berfokus pada masalah (problem-focused approach) ini, simbol-simbol dan metafora dalam mimpi tidak menutupi makna sesungguhnya; mereka malah menyatakannya. Penjelasan berfokus pada masalah dari mimpi didukung dengan temuan bahwa mimpi cenderung menggambarkan isi yang terkait dengan keadaan seseorang pada saat ini (Domhoff,1996). Contohya pada mahasiswa, yaitu kaum yang sering mencemaskan nilai dan ujian, mimpi-mimpi yang menunjukkan kecemasan terhadap tes cukup sering ditemukan; menunjukkan bahwa si pemimpi tidak siap atau tidak dapat menyelesaikan sebuah ujian, atau muncul pada kelas atau ujian yang salah, atau tidak dapat menemukan ruang ujian yang semestinya (Halliday,1993; Van de Castle,1994). Beberapa psikolog percaya bahwa mimpi tidak hanya merefleksikan kecemasan utama kita saat ini, namun juga memberikan kesempatan bagi kita untuk mengatasinya (Barrett,2001; Cartwright, 1990, 1996). Mimpi orang-orang tang mengalami depresi cenderung semakin tidak negatif dan lebih positif seiring berlalunya malam, dan pola ini juga dapat memprediksikan pemulihan (Cartwright dkk, 1998). Cartwright menyimpulkan bahwa untuk melalui krisis atau perode yag sulit dalam hidup, dibutuhkan waktu, teman-teman yang baik, gen-gen yanng baik, keberuntungan, dan sistem mimpi yang baik.

Mimpi sebagai Proses Berpikir Seperti pendekatan berfokus pada masalah, pendekatan kognitif dari mimpi menekankan perhatian kita saat ini, tetapi tidak menyatakan pemecahan masalah selama kita tidur. Dalam pandangan ini, mimpi secra sederhana merupakan modifikasi dari aktivitas kognitif yang terjadi saat kita terbangun. Dalam mimpi, kita membangun simulasi yang masuk akal dari dunia nyata, menggunakan jenis ingatan, pengetahuan, metafora, dan anggapananggapan mengenai dunia yang sama seperti yang kita lakukan ketika kita tidak sedang tertidur.(Domhoff, 2003, Antrobus, 1991, 2000; Foulkes, 1999). Oleh karena itu isi dari mimpi bisa saja mencakup pikiran-pikiran, konsep-konsep, dan skenario yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan masalah sehrai-hari. Dalam pandangan kognitif, otak melakukan aktivitas atau kerja yang sejenis dengan kerja yang dilakukannya saat kita terjaga. Hal ini menjelaskan mengapa beberapa bagian dari korteks serebral yang terlibat dalam proses persepsi dan kognisi sangat aktif pada saat kita bermimpi. Perbedaannya adalah bahwa ketika kita tertidur, kita terlepas dari proses input sensorik dan umpan balik dari dunia maupun pergerakan tubuh; satu-satunya input yang masuk ke otak adalah output dari otak itu sendiri. Pikiran dan mimpi kita cenderung tidak fokus dan bersifat acak dibandingkan saat kita terjaga-kecuali bila kita sedang melamun. Pandangan ini meramalkan bahwa bila seseorang dapat terlepas dari semua rangsangan eksternal saat terjaga, aktivitas mentalnya akan menjadi serupa dengan aktivitasnya saat bermimpi, dengan kualitas halusinasi yang sama. Pendekatan kognitif juga meramalkan

bahwa seiring dengan meningkatnya kemampuan kognitif dan hubungan antar bagian di otak saat masa anak-anak mimpi seharusnya berubah juga, dan pada kenyataannya memang demikian. Anak-anak kecil mungkin pernah melihat gambar visual selama tidur, namun kemampuan kognitif mereka yang terbatas membuat kemampuan mereka membuat mimpi yang bersifat naratif tidak muncul hingga mereka berusia 7 atau 8 (Foulkes,1999). Mimpi mereka terjadi dengan sangat jarang dan cenderung hampa dan statis, mengenai hal-hal yang ditemui setiap hari. Tetapi dengan bertambahnya usia, mimpi mereka menjado lebih rumit, dinamis, dajn berbentuk cerita. Mimpi sebagai Interpretasi dari Aktivitas Otak Pendekatan keempat untuk menjelaskan mimpi, yaitu teori aktivasi-sintesis (activationsynthesis teory), didasarkan pada penelitian fisiologis. Menurut penjelasan yang diajukan oleh J. Allan Hobson (1988,1990), mimpi bukan merupakan anak-anak dari otak yang diam seperti kata Shakespeare, melainkan merupakan hasil dari neuron-neuron bagian bawah otak (pons) yang bekerja selama tidur REM. Saraf-saraf ini mengatur gerakian mata, wajah, keseimbangan, dan juga postur tubuh, dan mereka mengirimkan pesan kepada bagian sensorik maupun motorik yang bertanggung jawab atas pemrosesan visualdan perilaku yang disengaja selama kita terjaga. Menurut teori aktivasi sintesis, sinyal-sinyal yang berasal dari pons tidak memiliki makna psikologis sendiri. Tapi korteks kemudian mencoba untuk membuatnya menjadi bermakna dengan mensintesiskan atau mengintegrasikan sinyal-sinyal ini dengan pengetahuan dan ingatan-ingatan yang sudah ada untuk menghasilkan interpretasi yang logis.

Anda mungkin juga menyukai