Anda di halaman 1dari 31

34

BAB III ANALISIS PENENTUAN BIAYA KUALITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENJUALAN PERUSAHAAN PADA PD. SURABRAJA CIREBON

3.1

Gambaran Umum Perusahaan

3.1.1 Sejarah Perusahaan Pada tahun 1950 berawal dari pengalaman sebagai buruh, H. Badawi dan Hj. Rufiah memulai usaha mandiri dengan usaha pembuatan sirup. Berkat kegigihan dan keuletannya, mereka berhasil mengembangkan produk usahanya menjadi kecap, saus/sambal. Dirasa perjalanan usaha sudah semakin lancar maka pada tahun 1990 mereka mendirikan badan usaha yang merupakan keharusan bagi setiap perusahaan. Pada tahun 1990 dengan No TDP : 102211500125 dan No SIUP : 0067/1023/PM/VII/1990. Mereka mendirikan badan usaha dengan nama PD. Surabraja yang bergerak dibidang usaha perdagangan dan produksi yang mengolah serta memproduksi kecap dan saus/sambal.

3.1.2 Struktur Organisasi Struktur organisasi perusahaan adalah suatu bagan yang menunjukkan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari individu-individu yang berada dalam struktur tersebut dalam kapasitasnya sebagai anggota dalam suatu perusahaan.

35

Sebagai meyempurnakan

perusahaan struktur

yang

terus

berkembang untuk

PD.

Surabraja

terus dengan

keorganisasiannya

disesuaikan

kebutuhannnya. Adapun struktur organisasi yang ada diperusahaan sebagaimana terlampir pada Lampiran 1.

3.1.3 Tugas Dan Wewenang 1. Direktur Utama Adalah pejabat yang telah diberikan mandat dan tanggung jawab dari komanditer perusahaan untuk memimpin dan mengelola perusahaan mencapai sasaran dan tujuannya. Adapun tugasnya adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah pemasaran, produksi, dan keuangan secara formal dan tertulis. 2. Menata dan mengkoordinasikan bidang produksi, pemasaran, dan keuangan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sedangkan wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Mengundang pejabat atau petugas yang dipandang perlu untuk membicarakan perencanaan dan kebijaksanaan perusahaan yang akan dibuat atau diubah 2. Meminta perencanaan, laporan, dan pertanggungjawaban terhadap pejabat atau petugas yang ada dibawahnya. 3. Menandatangani surat penting perusahaan. 4. Mengadakan pengawasan langsung terhadap seluruh operasional secara periodik ataupun secara temporer

36

5. Membuat keputusan-keputusan berkaitan dengan kepegawaian. 6. Mengubah atau menetapkan struktur kepegawaian untuk menciptakan efektivitas kerja.

2.

Direktur Produksi Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab dalam bidang

produksi dan pencapaian hasil produksi secara efektif dan efisien. Adapun tugasnya adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan kebijaksanaan perusahaan yang berkaitan dengan masalah produksi. 2. Membuat dan menetapkan anggaran kebutuhan bahan baku. 3. Bertanggungjawab dan mengendalikan proses produksi, termasuk di dalamnya efektifitas produksi. 4. Mempertanggungjawabkan aktivitas produksi kepada direktur utama secara berkala. Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh informasi penting untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan penetapan kebijaksanaan perusahaan bidang produksi. 2. Mengundang pejabat atau petugas yang ada dibawahnya untuk bersama-sama membuat perencanaan produksi. 3. Menerima pertanggungjawaban operasional produksi dari pejabat atau petugas yang ada dibawahnya.

37

3.

Direktur Keuangan Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab dalam bidang

keuangan, kemudian mengendalikannya dalam anggaran pendapatan dan belanja. Adapun tugasnya adalah sebagai berikut: a. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) perusahaan secara periodik dan mengajukannya kepada Direktur Utama. b. Mengendalikan APB, selanjutnya mampu mengambil tindakan preventif jika terdapat gejala makro yang merugikan perusahaan. c. Mengadakan pertimbangan obyektif terhadap pengajuan anggaran produksi dan pemasaran. d. Mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan menciptakan langkah-langkah ekonomis alternatif yang menguntungkan perusahaan. e. Mempertangungjawabkan kondisi keuangan perusahaan kepada direktur Utama. Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh informasi penting untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan penetapan kebijaksanaan perusahaan disektor keuangan. 2. Mengundang pejabat atau petugas yang ada dibawahnya untuk bersama-sama membuat anggaran. 3. Menerima pengajuan APB produksi dan pemasaran, kemudian

mempertimbangkannya dengan kondisi keuangan yang ada diperusahaan.

38

4.

Direktur Pemasaran Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab dalam bidang

pemasaran untuk mengadakan analisis pasar, implementasi pasar dan mengendalikan stabilitas pasar untuk mencapai sasaran perusahaan. Adapun tugas Direktur Pemasaran adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan strategi pemasaran sebagai perwujudan kebijaksanaan perusahaan. 2. Bersama Direktur keuangan menetapkan target pencapaaian volume penjualan. 4. Menganalisis perilaku pasar, selanjutnya melakukan tindakan preventif terhadap segala kemungkinan yang merugikan perusahaan. 5. Bertanggungjawab dalam usaha pengendalian pemasaran yang sehat dan dinamis. 6. Mempertanggungjawabkan aktivitas pemasaran kepada direktur utama secara berkala. Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh informasi penting untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan penetapan kebijaksanaan perusahaan disektor pemasaran. 2 Mengundang pejabat atau petugas yang ada dibawahnya untuk bersama-sama membuat perencanaan dan strategi pemasaran. 3. Menerima pertanggungjawaban pelaksanaan pemasaran dari pejabat atau petugas yang ada dibawahnya.

39

5.

Manajer Produksi Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab dalam

operasional/pelaksanaan produksi mulai dari penyediaan bahan baku, proses produksi, dan pencapaian hasil produksi secara kuantitas dan kualitas guna memenuhi permintaan pasar. Adapun tugas dari manajer produksi adalah sebagai berikut: 1. Menginterprestasikan kebijaksanaan direktur produksi dalam membuat

perencanan produksi yang efektif dan efisien. 2. Mengkoordinir petugas yang ada di bawahmya untk secara bersama-sama bertanggungjawab alam mencapai hasil produksi yang berkualitas dan tepat waktu. 3. Membuat anggaran penyediaan bahan baku. 4. Mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan proses produksi. 5. Mengefesienkan hasil produksi terhada bahan baku dan mengefektifkannya terhadap mesin/alat-alat produksi. 6. Mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada direktur produksi secara berkala. Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh informasi yang diperlukan dalam perencanaan produksi. 2. Mengubah strategi produksi, bila dianggap penting, guna mencapai hasil yang maksimal. 3. Membuat standar kualitas produksi.

40

1. Mengajukan anggaran permintaan mesin/alat produksi kepada direktur utama sebagai upaya peningkatan kualitas dan kuantitas hasil produksi. 2. Mengusulkan perbaikan ketenagakerjaan unit produksi, jika terlihat adanya kekurangan dalam produktivitas kerja.

6.

Manajer Keuangan Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab terhadap arus

keuangan perusahaan, kemudian menyajikannya dalam informasi keuangan yang akan menjadi bahan pertimbangan direktur keuangan dalam membuat kebijaksanaan keuangan perusahaan. Adapun tugas dari manajer keuangan adalah sebagai berikut: 1. Menyusun dan mengajukan APB perusahaan kepada direktur keuangan. 2. Menyusun laporan keuangan sebagai bahan analisis dan pengendalian keuangan perusahaan. 3. Mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan, selanjutnya melakukan efisiensi keuangan . 4. Melakukan koordinasi dengan manajer produksi dan manajer pemasaran dalam membuat target pencapaian laba perusahaan. 5. Melaporkan kondisi keuangan perusahaan dan mempertanggungjawabkan kepada direktur keuangan secara periodik dan berkala. Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh informasi yang diperlukan dalam perencanaan pengendalian keuangan. arus

41

2. Mengusulkan langkah-langkah baru, apabila kondisi keuangan perusahaan dinilai kurang sehat. 3. Membuat dan menetapkan format laporan arus keuangan perusahaan. 4. Menerima laporan keuangan dari petugas yang ada dibawahnya.

7.

Manajer Pemasaran Adalah pejabat yang memimpin dan bertanggungjawab terhadap pengendalian

operasional pemasaran untuk pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan. Adapun tugas dari manajer perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Menginterprestasikan kebijaksanaan direktur pemasaran dalam membuat

perencanaan dan strategi pemasaran sesuai dengan keinginan perusahaan. 2. Mengkoordinir petugas yang ada dibawahnya untuk bersama-sama mencapai sasaran pemasaran, sebagai ujung tombak dalam menghasilkan laba perusahaan, pertumbuhan penjualan dan perbaikan pangsa pasar. 3. Bertanggungjawab dalam pelaksanaan proses pemasaran, melakukan fungsi kontrol, dan mengevaluasi hasil pemasaran secara periodik. 4. Menjalin hubungan kerja sama dengan pelanggan dengan prinsip goodwill. 5. Melaporkan aktivitas pemasaran dan bertanggungjawab kepada direktur pemasaran secara berkala. Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan koordinasi secara vertikal dan horizontal guna memperoleh informasi yang diperlukan dalam perencanaan dan pengendalian pasar.

42

.Mengusulkan perubahan strategi pemasaran kepada direktur pemasaran, bila dipandang perlu, untuk mencapai sasaran pemasaran.

3. Mengundang petugas pemasaran untuk melaporkan kondisi pemasaran, dilanjutkan dengan memberikan arahan dan bimbingan.

8.

Manajer Rumah Tangga Perusahaan Adalah pejabat yang memimpin dan bertangungjawab terhadap pengelolaan

dan penyediaan kebutuhan fasilitas perusahaan secara material maupun non material. Adapun tugas dari manajer rumah tangga perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Membuat anggaran kebutuhan rumah tangga perusahaan . 2. Bertanggungjawab dalam menyediakan kebutuhan logistik perusahaan, sarana, dan prasarana kerja. 3. Bertanggungjawab mempersiapkan dan menyediakan ketenagakerjaan yang dibutuhkan perusahaan. 4. Bertanggungjawab dalam kelancaran aset dan perawatannya. 5. Melaporkan kondisi keuangan yang telah dianggarkan dan penggunaanya kepada direktur keuangan secara berkala. Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Mengajukan anggaran kebutuhan anggaran rumah tangga perusahaan kepada direktur keuangan. 2. Mengusulkan bantuan fasilitas perusahaan kepada pengelola dan karyawan perusahaan secara bijaksanaan

43

9.

Supervisor Produksi Adalah petugas yang memimpin dan bertanggungjawab secara langsung

terhadap proses produksi sehingga tercapai hasil porduksi yang maksimal dalam kuantitas dan kualitas. Adapun tugas dari supervisor produksi adalah sebagai berikut: 1. Melakukan perbandingan yang jelas antara terget produksi yang diterima dengan ketenagakerjaan dan alat-alat produksi yang tersedia sehingga efektif dan efisien. 2. Menciptakan proses produksi yang terjadwal sehingga target produksi dapat terpenuhi. 3. Mengawasi secara lagsung pelaksanaan proses produksi. 4. Bertanggungjawab dalam hal penyimpanan persedian bahan baku, persediaan hasil produksi dan mesin produksi seta perlengkapannya, sehinggga perusahaan terhindar dari resiko yang merugikan. 5. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan administrasi terhadap segala hal yang menjadi tanggung jawabnya, kemudian melaporkannya secara berkala kepada manajer produksi. Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan kordinasi secara vertikal dan horizontal untuk memperoleh informasi dalam perencanaan produksi. 2. Memberikan saran dan teguran kepada tenaga kerja dibawahnya.. 3. Mengusulkan penambahan jam kerja (lembur), jika terdapat keterlambatan proses produksi dalam pemenuhan permintaan pasar.

44

4. Melakukan langkah-langkah penghematan pemakaian bahan baku dan alat produksi sebagai upaya meminimalkan biaya produksi.

10. Supervisor Pemasaran Adalah petugas yang memimpin dan bertanggungjawab terhadap proses dan aktivitas pemasaran sehingga tercapai sasaran pemasaran, yaitu volume penjualan yang tinggi. Adapun tugas dari supervisor pemasaran adalah sebagai berikut: 1. Mengawasi secara langsung terhadap kelancaran proses pemasaran dan menciptakannya menjadi dinamis. 2. Menetapkan area pendistribusian produk dalam membuat jadwal distribusi yang tepat, sehingga tidak terjadi hambatan dalam proses pemasaran. 3. Menjalin hubungan baik dengan pelanggan. 4. Melakukan survei pasar terhadap produk yang telah didistribusikan. 5. Mengevaluasi produk yang telah dipasarkan berdasarkan hasil survei pasar dan mengajukan alternatif perubahan strategi pemasaran bila dianggap perlu. 6. Mempertahankan jumlah pelanggan, pasar,dan omzet penjualan. 7. Membuat laporan pemasaran dan mempertanggungjawabkannya kepada manajer pemasaran secara berkala. Adapun wewenangnya adalah sebagai berikut: 1. Menerima permintaan order produk dari tenaga penjual, kemudian

dikoordinasikan kepada supervisor produksi.

45

2. Memberikan saran atau teguran kepada tenaga penjual, jika terdapat permasalahan atau pelanggaran ketentuan pemasaran. 3. Menjawab dan menyelesaikan keluhan pasar secara langsung berdasarkan pengalaman yang benar terhadap ketentuan pemasaran perusahaan. 4. Mendampingi tenaga pemjual dalam melaksanakan tugas pemasaran untuk mendapatkan informasi pasar, jika terdapat indikasi negatif dalam proses pemasaran. 5. Mengajukan ususan kepada manajer pemasaran dalam rangka memperlancar proses pemasaran.

11. Administrasi dan Keuangan Adalah petugas yang bertanggungjawab dalam pencatatan dan pembukuan seluruh aktivitas perusahaan, selanjutnya mengolah data yang masuk dalam bentuk laporan yang informatif. Adapun tugas dari staf administrasi adalah sebagai berikut: 1. Bertanggungjawab dalam pencatatan dan pembukuan perusahaan . 2. Bertanggungjawab terhadap keamanan data perusahaan. 3. Bertanggungjawab terhadap nominal kas sesuai dengan data pembukuan yang ada. 4. Menerima dan mengarsipkan surat-surat penting perusahaan. 5. Menerima/mengeluarkan bukti penerimaan/pengeluaran kas perusahaan. 6. Menerima laporan produksi dan penjualan. 7. Bertanggungjawab dalam penerimaan kas setoran penjualan.

46

8. Membuat laporan pembukuan dan keuangan kepada pejabat perusahaan secara berkala. Adapun wewenang dari staf administrasi dan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan standar dan format pembukuan perusahaan. 2. Menetapkan aliran pembukuan perusahaan.

12. Penelitian dan Pengembangan. Adalah bagian dari unit perusahaan yang berfungsi mengadakan penelitian pada unit produksi dan unit pemasaran agar ditemukan metode pengembangan produksi dan pemasaran yang lebih baik dalam menghadapi segala perubahan. Adapun tugas dari penelitian dan pengembangan adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan penelitian produksi mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk yang dihasilkan. 2. Mengadakan penelitian proses pemasaran, mulai dari analisis peluang pasar, identifikasi kebutuhan dan perencanaan. Adapun wewenang dari penelitian dan pengembangan adalah sebagai berikut: 1. Mengajukan anggaran R&D kepada perusahaan. 2. Mengajukan fasilitas laboratorium dan perlengkapan lainnya dalam usaha menciptakan temuan-temuan baru.

47

3.1.4 Proses Produksi Perusahaan melakukan proses produksi dengan sistem proses costing. Adapun produk yang dihasilkannya itu meliputi kecap dan saus yang masing masing produk itu terdiri dari beberapa jenis.

3.1.4.1 Proses Produksi Kecap Ada dua jenis kecap yang diproduksi oleh perusahaan yaitu: 1. Kecap tanpa kedelai. 2. Kecap dengan kedelai. Adapun proses produksi dari kecap sebagai berikut 1. Kecap tanpa kedelai Pertama-tama larutan garam dan air dimasak dengan suhu 800 s/d 900 C selama 20 menit. Tahapan selanjutnya, memasukkan bahan baku hasil olahan yaitu; gula karamel dan gula tetes matang ke dalam larutan air dan garam tersebut untuk dimasak dengan suhu 700-80 0 C selama 10 menit. Tahapan berikutnya, memasukkan bahan tambahan seperti tepung yang dilarutkan dengan air, kemudian dimasak lagi dengan suhu sekitar 800-90 0 C selama 20 menit dan disertai pengadukan. Setelah itu masukkan BTM yaitu pengawet dan pemanis. Pasteurisasi dengan suhu 700-800 selama 5 menit adalah tahapan selanjutnya. Setelah pasteurisasi proses selanjutnya adalah deaerasi yaitu pendinginan dan penyimpanan untuk menuju tahap akhir yaitu proses pembotolan.

48

2. Kecap memakai kedelai Untuk kecap jenis ini ada tua tahap proses produksi. Tahap pertama yaitu fermentasi kedelai dan yang ke dua adalah pemasakan kecap. Untuk tahap pertama prosesnya adalah sebagai berikut: Pertama-tama kedelai dicuci, kemudian dimasak dengan suhu 80 0-900 C selama 4 jam. Tahapan selanjutnya adalah deaerasi yang dilanjutkan dengan proses fermentasi digudang selama empat hari. Setelah itu dilakukan penggaraman dengan media tong kayu selama dua puluh hari dengan menambahkan juga BTM pemanis. Proses berikutnya adalah pemasakan dengan suhu 70 0 -80 0 selama 20 menit. Setelah proses ini dilanjutkan dengan proses penyaringan untuk dideaerasi). Tahap selanjutnya adalah tahap ke dua yaitu pemasakan kecap. Pertama-tama dilakukan peleburan gula merah dengan air, kemudian memasukkan bahan baku yaitu, air filtrat kedelai serta garam dan bumbu. Setelah itu dimasak dengan suhu 800900 selama dua puluh menit. Tak lama kemudian akan dimasukkan bahan baku tambahan seperti tepung yang dilarutkan dengan air, yang kemudian dimasak kembali dengan suhu 800-90 0 selama 20 menit disertai pengadukan. Setelah itu memasukkan BTM yaitu, pengawet dan pemanis. Setelah dilakukan proses ini dilakukan proses pasteurisasi dengan suhu 700-800 selama 15 menit. Tahap selanjutnya adalah menghasilkan filtrat dan tauco (filtrat yang dihasilkan akan

deaerasi yang kemudian menuju tahap terakhir yaitu proses pembotolan.

49

3.1.4.2 Proses Produksi Saus Dalam pembuatan sauce tergantung jenis sauce dan pada umumnya melalui dua tahap. Tahap yang pertama adalah tahap pengasaman cabe. Pada tahap ini mulamula cabe kering dicuci kemudian dimasak setelah dimasak cabe kemudian

dihancurkan, pada saat yang bersamaan diberikan BTM yaitu, pewarna dan pengawet yang kemudian diasamkan. Setelah pengasaman selesai, dilanjutkan dengan tahap ke dua yaitu, pemasakan saus. Pada tahap ini mula-mula air dimasak dengan suhu 900 - 1000 C selama 15 menit. Selanjutnya garam dilarutkan selama lima menit dengan suhu 800900 C. Proses selanjutnya adalah memasukkan tepung yang telah dilarutkan dengan air dan kemudian dimasak selama 20 menit dengan suhu 800-900 C. Pada saat pemasakan dimasukkan gilingan halus bacem cabe (pengasaman) dan bumbu. Yang kemudian selanjutnya dimasak dengan suhu 700-80 0 selama 20 menit dan

ditambahkan BTM yaitu pewarna dan pengawet. Setelah selesai dilakukan pasteurisasi dengan suhu 70 0-800 selama 5 menit kemudian dideaerasi setelah itu menuju proses pembotolan. Sedangkan pembuatan sauce jenis yang lain prosesnya adalah sebagai berikut: Mula-mula ubi dicuci kemudian dimasak. Setelah itu dihancurkan kemudian ditambahkan dengan BTM dan bumbu seperti cuka, garam, pewarna, dan pengawet untuk dicampurkan. Setelah itu digiling dan kemudian menuju proses pembotolan.

50

3.1.4.3 Proses Pencucian Botol dan Pengemasan Produk Kecap dan Saus Pada proses ini ada dua tahap yang pertama yaitu, proses pencucian botol. Prosesnya adalah sebagai berikut: Mula-mula botol kotor dicuci. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran dari sisa produk. Selanjutnya dilakukan pembilasan dengan air bersih ( pencucian II) dilanjutkan dengan klorinasi yaitu pembilasan dengan air larutan triklorit yang kemudian dilanjutkan dengan pengeringan. Sedangkan untuk tahap selanjutnya yaitu tahap pengemasan produk adalah sebagai berikut: Mula-mula produk yang sudah dideaerasi dipindahkan ke lokasi pembotolan. Setelah itu produk dimasukkan kedalam botol yang sudah melalui proses pencucian. Tahapan selanjutnya adalah botol yang sudah terisi diberi label dan kemudian produk disimpan digudang dan siap untuk dijual.

3.1.5 Kebijakan Perusahaan dalam Penjualan dan Pengawasan Kualitas 3.1.5.1 Kebijakan Perusahaan terhadap Kualitas Produk Dalam menjalankan proses produksinya perusahaan mempunyai kebijakan untuk selalu dapat berbuat efisien dan efektif. Sehingga tidak terjadi bahan baku yang terbuang dan produk yang cacat. Walaupun demikian perusahaan tidak menargetkan zero defect pada produksinya. Hal ini didasarkan atas pengalaman bahwa selalu ada produk yang cacat rusak dikarenakan beberapa faktor, namun demikian perusahaan masih mentolelir kesalahan tersebut dengan tingkat kerusakan sebesar 3% dari total produksinya. Adapun kebijakan pengawasan kualitas yang dilakukan perusahaan adalah sebagai berikut:

51

1. Bahan baku dan bahan penolong Pengawasan kualitas bahan baku yang dilakukan perusahaan saat ini dimulai dengan pemilihan bahan baku dan bahan penolong yang sesuai dengan standar dan spesifikasi produk yang akan dihasilkan. Selanjutnya penyimpanan bahan-bahan yang akan digunakan pada tempat yang memenuhi standar bagi bahan tersebut sesuai dengan sifat fisik masing-masing. Misalnya bahan-bahan seperti gula, garam, dan tepung perlu menggunakan alas atau kayu agar terhindar dari kotoran dan lembab. Selain itu pula gudang harus harus bersih dan terhindar dari kemungkinan cemaran hama tikus atau serangan serangga lainnya. Perusahaan juga mensyaratkan penyimpanan bahan tambahan makanan yang berupa bahan kimia, diatur dengan baik dan terpisah antara bahan yang satu dengan bahan lainnya agar tidak terjadi reaksi antar bahan sebelum digunakan. Selain itu pula perusahaan berusaha menghindari kerusakan bahan akibat lamanya penyimpanan, digunakan metode FIFO (First In First Out), yaitu bahan yang pertama masuk pertama pula harus dikeluarkan. 2. Proses produksi Pada tahap ini perusahaan menggunakan arus produksi yang telah ditetapkan sebagai standar produksi. Standar ini dilakukan agar lebih mudah menentukan titik kendali kritis yang perlu dilakukan pada bahan tertentu dan proses tertentu untuk menjamin hasil produksi sesuai dengan mutu yang diinginkan. Komposisi bahan baku dan bahan tambahan disesuaikan dengan standar Depkes RI. Disamping itu pula kebersihan alat produksi, tenaga kerja, dan air yang dipergunakan.

52

3. Produk jadi Produk yang sudah jadi sebelum dikirim ke konsumen biasanya disimpan dalam gudang. Selama proses penyimpanan perusahaan telah mempunyai standar yang baku agar produk jadi tersebut tertangani dengan baik. Standar yang ditetapkan oleh perusahaan meliputi kebersihan tempat penyimpanan yang terhindar dari kemungkinan pencemaran akibat kotoran, kerusakan akibat suhu, cahaya maupun mikro organisme.

3.1.5.2 Kebijakan Terhadap Produk Cacat Dalam penjualan produknya perusahaan langsung memasarkannya kepangsa pasar yang telah ada.dan juga lewat distributor. Syarat penjualan yang digunakan adalah FOB Destination Point (perangko gudang pembeli) sehingga dalam hal ini penjual bertanggung jawab penuh terhadap produk sampai ditempat tujuan. Pengembalian produk yang sudah terkirim juga sering terjadi dan hal ini merupakan hal yang wajar. Pengembalian produk biasanya terjadi karena hal-hal sebagai berikut: 1. Karena label rusak. 2. Karena sudah kadaluarsa. Adapun perlakuan terhadap produk semacam itu perusahaan mempunyai kebijaksanaan sebagai berikut: 1. Untuk produk yang rusak labelnya perusahaan mengganti label produk tersebut dengan yang baru.

53

2. Untuk produk yang sudah kadaluarsa dikarenakan bahan dari produk itu berkualitas maka perusahaan akan mengolahnya kembali, sedangkan jika bahan produk itu jelek maka perusahaan akan membuangnya.

3.1.6 Pengendalian Biaya Kualitas Perencanaan dan pengendalian biaya kualitas diperusahaan belum dilakukan secara khusus. Pada dasarnya biaya-biaya yang digolongkan ke dalam biaya kualitas sudah dikeluarkan oleh perusahaan tetapi belum dipisahkan secara khusus kedalam rekening tersendiri. Tidak adanya pengelompokkan dan secara khusus biaya kualitas

mengakibatkan perusahaan tidak mengetahui berapa besar biaya kualitas yang telah dikeluarkan. Perusahaan sebenarnya telah melakukan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga kualitas produk seperti pemeliharaan mesin- mesin, inspeksi terhadap terhadap kualitas produk. Akan tetapi manajemen tidak mengetahui apakah biaya-biaya yang dikeluarkan itu telah mencapai tingkat yang optimum atau belum. Informasi mengenai biaya kualitas yang optimum ini diperoleh bila manajemen mengetahui perilaku dan hubungan saling mempengaruhi antar komponen biaya kualitas. Bila informasi tersebut tersedia maka manajemen dapat merencanakan besarnya besarnya biaya pengendalian produk cacat yang seharusnya dan dapat mengetahui penghematan yang terjadi karena penurunan biaya kerusakan. Tanpa adanya informasi tersebut sulit bagi manajemen perusahaan untuk merencanakan dan mengendalikan biaya kualitasnya.

54

3.2

Analisis Biaya Kualitas

3.2.1 Pengelompokkan Biaya Kualitas di PD. Surabraja Dari penelitian yang dilakukan di PD. Surabraja, diperoleh informasi bahwa selama itu belum ada pengelompokkan biaya-biaya yang berkaitan dengan kualitas produk yang dihasilkan. Selama itu biaya-biaya tersebut masih tergabung dalam kelompok biaya administrasi dan umum, biaya produksi, dan biaya penjualan. Hal ini mengakibatkan manajemen tidak dapat mengetahui besarnya biaya kualitas yang timbul karena kualitas produk yang dibawah standar. Manajemen juga belum bisa menyusun laporan biaya kualitasnya karena pihak manajemen perusahaan tidak mengetahui besarnya biaya kualitas optimal. Pihak mannajemen juga tidak mengetahui bagaimana hubungan dan pengaruh biaya kualitas terhadap penjualan. Untuk dapat melakukan pengelompokkan biaya kualitas perusahaan sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu biaya-biaya yang tergolong dalam komponen biaya kualitas. Untuk itu terlebih dahulu dilakukan identifikasi biaya-biaya yang termasuk kedalam kelompok biaya kualitas. Adapun elemen-elemen biaya kualitas perusahaan setelah dikelompokkan adalah sebagai berikut: 1. Biaya pencegahan , yang termasuk kelompok ini adalah biaya pemeliharaan mesin . 2. Biaya apraisal, yang termasuk dalam kelompok ini adalah biaya inspeksi produk. 3. Biaya kerusakan internal, yang termasuk kelompok ini adalah biaya rework.

55

4. Biaya kerusakan eksternal, yang termasuk dalam kelompok ini adalah biaya retur dan biaya klaim. Keempat kelompok biaya kualitas tersebut dapat digolongkan lagi menjadi dua golongan besar, yaitu: a) Biaya pengendalian produk rusak meliputi : biaya pencegahan dan biaya apraisal. b) Biaya kerusakan produk meliputi : biaya kerusakan internal dan biaya kerusakan eksternal.

3.2.2

Pembuatan Laporan Biaya Kualitas Setelah mengklasifikasikan biaya-biaya tersebut kedalam komponen-

komponen biaya kualitas maka kita dapat menyusun suatu laporan biaya kualitas yang contoh formatnya bisa dilihat pada Bab II dimuka. Laporan biaya kualitas PD. Surabraja per Semester selama lima tahun dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran 6. Dari laporan biaya kualitas PD. Surabraja terlihat bahwa persentase biaya pengendalian produk rusak dari periode ke periode berfluktuatif. Peningkatan dan penurunan persentase biaya pengendalian produk rusak akan mempengaruhi peningkatan dan penurunan persentase biaya kerusakan produk. Pada Semester I tahun 1998 persentase biaya pengendalian produk rusak sebesar 15,26% dari biaya kualitas total dan pada Semester II mengalami kenaikan menjadi 16,40% dari biaya kualitas total. Sedangkan biaya kerusakan produk pada Semester I pada tahun 1998 adalah sebesar 84,74% dari biaya kualitas total dan pada Semester II menjadi sebesar

56

83,60% dari biaya kualitas total. Dari sini terlihat adanya penurunan biaya kerusakan produk seiring dengan peningkatan biaya pengendalian.

3.2.3 Menentukan Besarnya Biaya Kualitas Optimum Perusahaan Biaya kualitas optimum perusahaan terjadi ketika marginal cost biaya pengendalian produk sama dengan marginal cost biaya kegagalan produk. Dari Lampiran 7 yang berisikan perhitungan persamaan marginal cost biaya kegagalan dan Lampiran 8 yang berisikan perhitungan marginal cost biaya pengendalian telah didapatkan bahwa persamaan marginal cost biaya kegagalan adalah Y = 36,830 X-12,9 . Sedangkan persamaan marginal cost biaya pengendalian adalah Y =.47,683 X12,3 maka besarnya biaya kualitas optimum perusahaan dapat dihitung sebagai berikut: MC biaya kegagalan = MC biaya pengendalian 36,830 X-12,9 = 47,683 X12,3 36,830 X-12,9 = 47,683 X12,3 0,7723 = X25,2 X = 25,20,7723 X = 0,9898 Y = 47,683 (X)12,3 Y = 47,683 X (0,9898 12,3) Y = 47,683 (0,881522) x X12,9

57

Y = 42,033,613 Dari perhitungan diatas diketahui bahwa biaya kualitas optimal perusahaan adalah sebesar Rp. 42.033.613. Dan tingkat kerusakan produk yang optimal bagi perusahaan adalah 1-0,9898 = 0,0102 atau 1,02 % dari total produksi. Gambar biaya kualitas optimal perusahaan ditunjukkan pada Gambar 3.1 dibawah ini. Gambar 3.1 Biaya Kualitas Optimal Perusahaan
Cost (juta) 100 Y=36,830 X-12,9

Y=47,683 X12,3

42,033 Failure Cost Control cost

0.80

0,90

0,98

Percent Confoming

Besarnya biaya kualitas maksimal menurut kesepakatan para ahli kualitas pada pertemuan ke-sebelasnya mengenai produktivitas di Utah State University yang dikutip oleh Supriyono (1994:376) adalah sebesar 2,5% dari penjualan perusahaan. Dengan demikian besarnya biaya kualitas menurut kesepakatn para ahli kualitas adalah sebesar 2,5% x Rp. 1.400.757.645 = 35.018.9741 Hal ini berarti tingkat biaya kualitas perusahaan sebesar Rp 42.033.613 masih berada di atas ketentuan yang disepakati oleh para ahli. Perbedaan ini disebabkan karena biaya kualitas yang disepakati para ahli itu dengan tingkat kerusakan 0% (zero

58

defect) sehingga biaya kualitas yang terjadi hanya merupakan biaya pengendalian kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya apraisal. Sedangkan biaya kualitas optimal perusahaan tingkat kerusakannya tidak 0% tetapi sebesar 1,02% sehingga pada biaya kualitas optimal perusahaan masih terdapat biaya kerusakan. Ini yang menyebabkan biaya kualitas optimal perusahaan lebih besar daripada yang disepakati oleh para ahli kualitas. Besarnya biaya kualitas yang dicapai perusahaan saat ini adalah sebesar Rp 83.472.100 atau sekitar 5,21% dari biaya produksinya dan 4,18% dari penjualan. Hal ini berarti perusahaan belum bisa mencapai tingkat biaya kualitas optimumnya. Biaya kualitas perusahaan juga lebih besar dari ketentuian perusahaan yang disepakati oleh para ahli kualitas sebesar 2,5% dari penjualan bahkan perusahaan belum berhasil mencapai target yang ditentukannya sendiri yaitu sebesar 3% dari biaya produksi. Sedangkan berdasarkan Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran 6 yang berisikan laporan biaya kualitas perusahaan maka data yang diolah dapat diringkas pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Tabel 3.3 berikut :

59

Tabel 3.1 Persentase Biaya Apraisal dari Biaya Kualitas Total dan Biaya Kualitas Total dari Biaya Produksi PD. Surabraja untuk Tahun 1998 - 2002 Periode (Dalam Semester) Semester I 1998 Semester II 1998 Semester I 1999 Semester II 1999 Semester I 2000 Semester II 2000 Semester I 2001 Semester II 2001 Semester I 2002 Semester II 2002 % biaya apraisal (dari biaya kualitas total) 0,1215 0,1325 0,1395 0,1515 0,1565 0,1329 0,1626 0,1944 0,2055 0,2000 % biaya kualitas total (dari biaya produksi) 0,1283 0,1164 0,0954 0,0895 0,0870 0,0811 0,0656 0,0581 0,0545 0,0521

Sumber : Data perusahaan yang telah diolah Dari Tabel 3.1 tampak bahwa persentase biaya appraisal dari biaya kualitas total semakin meningkat sedangkan persentase biaya kualitas total dari biaya produksi semakin turun. Hal ini menunjukkan pengeluaran perusahaan untuk mengetahui kerusakan produk sejak produk itu masih berada di perusahaan terus meningkat. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan persentase biaya apraisal dari biaya kualitas totalnya dari 12,15% menjadi 20,55%. Peningkatan ini berpengaruh baik terhadap perusahaan ditandai dengan turunnya biaya kualitas total perusahaan dari

60

12,83% menjadi 5,21% dari biaya produksi. Dengan demikian perusahaan berhasil menghemat biaya produksi dari penurunan biaya kualitas tersebut. . Tabel 3.2 Persentase Biaya Kerusakan Internal dari Biaya Kualitas Total dan Biaya Kualitas Total dari Biaya Produksi PD Surabraja untuk Tahun 1998 - 2002 Periode (Dalam Semester) Semester I 1998 Semester II 1998 Semester I 1999 Semester II 1999 Semester I 2000 Semester II 2000 Semester I 2001 Semester II 2001 Semester I 2002 Semester II 2002 % biaya kerusakan internal (dari biaya kualitas total) 0,2237 0,2334 0,2447 0,2515 0,2753 0,2536 0,2785 0,2782 0,2866 0,2683 % biaya kualitas total ( dari biaya produksi) 0,1283 0,1164 0,0954 0,0895 0,0870 0,0811 0,0656 0,0581 0,0545 0,0521

Sumber : Data perusahaan yang telah diolah Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa persentase biaya kerusakan internal dari biaya kualitas totalnya semakin meningkat sedangkan persentase biaya kualitas totalnya dari biaya produksi semakin menurun. Peningkatan persentase biaya kerusakan internal dari 22,37% menjadi 28,66% dari biaya kualitas totalnya menunjukkan adanya peningkatan jumlah produk rusak yang berhasil diketahui dan diperbaiki sebelum produk itu dijual.

61

Kondisi ini menunjukkan peningkatan kemampuan perusahaan dalam mendeteksi kerusakan produk sebelum dijual. Hal ini dapat mengurangi besarnya kerusakan eksternal produk. Hal ini berdampak pada penurunan persentase biaya kualitas total perusahaan dari 12,83% menjadi 5,21%. Tabel 3.3 Persentase Kerusakan Total Dari Biaya Kualitas Total dan Biaya Kualitas Total dari Produksi PD Surabraja untuk Tahun1998 -2002 Periode (Dalam Smester) Semester I 1998 Semester II 1998 Semester I 1999 Semester II 1999 Semester I 2000 Semester II 2000 Semester I 2001 Semester II 2001 Semester I 2002 Semester II 2002 % biaya kerusakan total (dari biaya kualitas total) 0,8474 0,8360 0,8066 0,7923 0,7857 0,8007 0,7663 0,7201 0,6920 0,6707 % biaya kualitas total ( dari biaya produksi) 0,1283 0,1164 0,0954 0,0895 0,0870 0,0811 0,0656 0,0581 0,0545 0,0521

Sumber : Data perusahaan yang telah diolah Tabel 3.3 menunjukkan penurunan persentase biaya kerusakan total dari biaya kualitas totalnya dan penurunan persentase biaya kualitas totalnya dari biaya produksi perusahaan.

62

Penurunan persentase biaya kerusakan total dari 84,74% menjadi 67,07% dari biaya kualitas totalnya ini menunjukkan penurunan jumlah kerusakan produk yang terjadi di perusahaan. Hal ini berarti terjadi peningkatan dalam perbaikan kualitas produk. Penurunan biaya kerusakan total produk ini juga berarti suatu

penghematan biaya produksi yang akan mempengaruhi turunnya biaya kualitas total perusahaan seperti terlihat pada Tabel 3.3 di atas dimana persentase biaya kualitas total perusahaan dari biaya produksi turun dari 12,83% menjadi 5,21% dari biaya produksi perusahaan.

3.2.4 Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Penjualan 3.2.4.1 Analisis Regresi Analisis regresi ini digunakan untuk mengetahui persamaan matematik yang akan terbentuk dari dua variable penelitian. Untuk keperluan penghitungan analisis regresi tentang persamaan matematik yang terbentuk antara biaya kualitas dan penjualan penulis menggunakan perhitungan manual yang hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 10. Dari perhitungan tersebut diperoleh suatu persamaan regresi sebagai berkut: Y= 4775,837 33,6632 X Nilai b sebesar 33,632 menunjukkan arti bahwa tiap kenaikan (penurunan) biaya kualitas sebesar Rp 1,00 akan diikuti penurunan (kenaikan) penjualan sebesar 33,632.

63

3.2.4.1

Analisis Korelasi Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel (variabel bebas dan

variabel tergantung ) digunakan analisis korelasi. Jenis hubungan ini ada dua. Ada hubungan positif dan ada hubungan yang negatif. hubungan antar X (variabel bebas dan varibel Y (variabel terikat) ini dikatakan positif jika kenaikan (penurunan) variabel X pada umumnya diikuti dengan kenaikan (penurunan) variabel Y. Sedangkan hubungan kedua varibel tersebut negatif bila kenaikan (penurunan) X pada umumnya diikuti penurunan(kenaikan ) variabel Y. Kuat lemahnya hubungan yang terjadi antar kedua variabel tersebut diukur dengan suatu koefisien korelasi (r) yang nilainya terletak antara 1 dan 1. bila r = 0 atau mendekati 0 maka dapat dikatakan bahwa hubungan yang terjadi itu sangat lemah atau tidak ada hubungan sama sekali. Bila r =1 atau mendekati 1 maka hubungan yang terjadi adalah kuat positif sedangkan bila r = -1 atau mendekati 1 maka hubungan yang terjadi adalah kuat negatif . Untuk keperluan perhitungan korelasi digunakan perhitungan manual yang hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa koefisisen korelasi (r) antara biaya kualitas dengan penjualan adalah sebesar 0,938 . Hal ini berarti menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi adalah kuat dan bersifat negatif. Sehingga kenaikan (penurunan) biaya kualitas akan mempengaruhi penurunan (kenaikan) penjualan perusahaan.

64

3.2.4.3 Uji t Dari hasil perhitungan analisis korelasi antara biaya kualitas dan penjualan pada Lampiran 9, diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,938 sehingga t hitung adalah sebesar -7,65 yang diperoleh melalui perhitungan dibawah ini: to = r n-2 1-r2 to= -0,93810-2 1- 0,9382 to = -0,938 x 8 1-0,880 to = -0,938 x 2,83 0,12 to = -2,65 0,346 to = -7,65 Dengan demikian karena to adalah -7,65 < t tabel sebesar 2,228 maka sesuai kriteria pengujian di atas maka Ho ditolak dan menerima HA. Hal ini berarti besarnya biaya kualitas berpengaruh terhadap penjualan.

Anda mungkin juga menyukai