Anda di halaman 1dari 11

Vol. I, ARTIKEL ASLI2008 No.

1 tahun

Gizi Lebih Status Gizi Balita Propinsi MalukuUMI Jurnal Madani FKM

Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.01 No.01, Tahun 2008

Beberapa Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Lebih Pada Balita (Usia 24-59 bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Bara-Baraya Kota Makassar Tahun 2005
Yusriani*, St. Fatimah*, Citrakesumasari***
dan Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muslim Indonesia, Makassar **Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar
*Gizi

Abstrak Masalah gizi lebih pada anak balita di Indonesia menunjukkan angka peningkatan yang cukup tinggi dan perlu mendapat penanganan yang cukup serius. Penelitian ini dilakukan untuk melihat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gizi lebih pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bara-baraya Kecamatan Makassar Kota Makassar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan case control. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 86 balita yang terdiri atas 43 balita sebagai kasus dan 43 balita sebagai kontrol. Analisis data dilakukan dengan perhitungan Odds Ratio. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor risiko konsumsi makanan pokok, dimana nilai OR = 1,0 (CI = 0,195,26) dan frekuensi konsumsi makanan jajanan, dimana nilai OR = 1,32 (CI = 0,573,09) dengan kejadian gizi lebih pada balita, sedangkan riwayat kegemukan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi lebih pada balita dimana nilai OR = 14,76 (CI = 3,15 69,07). Sesuai dengan hasil penelitian, perlu untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status konsumsi makanan pada balita yang menderita gizi lebih yang terdiri atas faktor intern dan ekstern, serta faktor risiko yang lain sebagai pemicu terjadinya gizi lebih pada balita seperti aktifitas fisik, genetik, psikologis, kelainan hormonal/penyakit dan lain-lain. Kata kunci: Faktor, Risiko, Gizi lebih, Balita

25

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

Pendahuluan Masalah gizi pada anak balita di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, yaitu kelebihan gizi yang terjadi di perkotaan dan kekurangan gizi yang banyak ditemukan di pedesaan. Karena gizi lebih atau obesitas pada anak mempunyai konsekuensi medis yang serius terutama untuk masa depan yang bersangkutan maupun terhadap ketersediaan kualitas manusia Indonesia selanjutnya, maka perlu mendapat perhatian semua pihak yang berkecimpung dalam bidang ilmu kesehatan anak (Siswono, 2005). Dari data Susenas tahun 1989 dan 1992 gizi lebih pada balita di Indonesia menunjukkan angka peningkatan yang cukup tinggi, pada daerah perkotaan dari 4,6% ke 6,3% untuk anak laki-laki dan dari 5,9% ke 8,0% untuk anak perempuan. Sedangkan wilayah pedesaan ditemukan 2,3% ke 3,9% untuk laki-laki, dan dari 3,8% ke 4,7% untuk anak perempuan, sedangkan pada tahun 1999 menunjukkan prevalensi sebesar 5,2%. angka tersebut akan semakin meningkat seiring dengan terjadinya transisi demografi yang diikuti juga dengan terjadinya transisi epidemilogi. Prevalensi gizi lebih pada balita di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2000 sebesar 2,81%. Dari hasil PSG yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan setiap tahunnya, diketahui bahwa pada tahun 2004 prevalensi balita yang menderita gizi lebih di Kota Makassar ( indikator BB/U gizi lebih bila Z score terletak pada > + 2 SD) adalah sebesar 1,35%. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Bara-baraya Kecamatan Makassar sebesar 6,69%.

Masalah gizi lebih pada anak balita sampai saat ini masih merupakan masalah yang kompleks. Beberapa study menyebutkan penyebab gizi lebih adalah multifaktor diantaranya pola konsumsi makanan, aktivitas fisik, penyakit, hormonal, herediter, dan sebagainya. Penelitian ini ingin melihat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gizi lebih pada balita (usia 24-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Bara-baraya Kecamatan Makassar Kota Makassar. Bahan dan Metode Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas Bara-Baraya Kecamatan Makassar Kota Makassar, karena merupakan daerah yang prevalensi gizi lebihnya tinggi (6,69%) dibandingkan dengan standar nasional untuk prevalensi gizi lebih (3%). Desain dan Variabel Penelitian Penelitian ini adalah study observasional dengan metode case control study dimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospectif. Penelitian case control adalah penelitian yang dilakukan dengan mengidentifikasi subjek yang merupakan kasus, yaitu subyek dengan karakter efek yang positif kemudian diikuti secara retrospektif ada tidaknya faktor risiko (causa) dalam hal ini faktor konsumsi makanan pokok, frekuensi konsumsi makanan jajanan, dan faktor riwayat kegemukan keluarga, yang diduga berperan. Penetapan ada tidaknya kontribusi pengaruh faktor risiko terhadap terjadinya efek yang dilakukan dengan membandingkan adanya faktor

26

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

risiko tersebut terhadap subyek-subyek kontrol yang juga dilihat secara retrospektif. Kelompok subjek kontrol (gizi baik) dipilih dari subjek yang sama kondisinya dengan subjek kasus (gizi lebih), yang dipilih secara Matching berdasarkan jenis kelamin. Jadi yang mau dikontrol adalah subjek dengan karakter efek negatif. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel pengaruh meliputi faktor konsumsi makanan pokok, frekuensi konsumsi makanan jajanan dan riwayat keluarga. Dan variabel terpengaruh yaitu variabel yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian yaitu status gizi balita. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang berumur 24-59 bulan dengan status gizi lebih dan gizi baik yang ada di lokasi penelitian yakni sebanyak 857 balita. Sedangkan sampel dalam penelitian ini terdiri atas kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus yakni semua anak usia 24-59 bulan yang menderita gizi lebih di wilayah kerja puskesmas Bara-baraya Kecamatan Makassar Kota Makassar Tahun 2005 yakni sebanyak 43 orang anak, sedangkan kelompok kontrol adalah 43 orang anak yang memiliki status gizi baik. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan prosedur sebagai berikut : a. Pemilihan kasus melalui case finding yaitu menemukan langsung subyek kasus dilapangan berdasarkan gejala klinis (Ciri-ciri fisik) dan pengukuran indeks berat badan per umur. Hasil pengukuran indeks berat badan per umur lalu dikategorikan sesuai dengan baku rujukan penilaian status gizi untuk anak

laki-laki dan anak perempuan usia 0-59 bulan (Indikator BB/U > +2 SD). b. Pemilihan kontrol dengan cara matching yaitu memilih subyek kontrol berdasarkan pada jenis kelamin, kemudian dilakukan pengukuran indeks berat badan per umur. Hasil pengukuran indeks berat badan per umur kemudian dikategorikan sesuai dengan baku rujukan penilaian status gizi untuk anak laki-laki dan anak perempuan usia 0-59 bulan (Indikator BB/U < -2 SD - +2 SD). c. Pemilihan kasus dan kontrol dilakukan dengan perbandingan (1:1). Pengumpulan Data Status gizi anak diukur dengan menggunakan pengukuran antropometri berdasarkan indeks berat badan per umur (BB/U), data mengenai asupan makanan pokok diukur dengan menggunakan metode 24 jam recall selama dua hari, data frekuensi konsumsi makanan jajanan diukur dengan menggunakan formulir food frequency, data tentang riwayat kegemukan keluarga, karakteristik balita, dan karakteristik orang tua balita diperoleh dengan menggunakan kuesioner, dimana responden menjawab pertanyaan pada formulir/kuesioner yang disediakan tersebut. Data geografis, demografis dan status kesehatan diperoleh dari Puskesmas Barabaraya Kecamatan Makassar, dan data mengenai keadaan status gizi balita diperoleh dari dinas kesehatan propinsi sulawesi selatan dan puskesmas setempat. Analisis Data Status gizi lebih dan gizi baik diketahui melalui pengukuran berat badan

27

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

per umur (BB/U) yang dianalisis dengan menggunakan program Epinut dalam EpIinfo version 6. Anak dikatakan mengalami status gizi lebih jika >+2 z-skor, dan status gizi baik apabila berada diantara -2 z-skor s/d +2 zskor. Sedangkan data yang diperoleh dari 24 jam recall dianalisis dengan menggunakan program Wfood2. Data yang diperoleh dari food frequency dianalisis dengan menggunakan program SPSS version 10.0, kemudian dilakukan analisis besar risiko untuk membandingkan antara kasus dan kontrol terhadap faktor risiko dengan menggunakan uji statistik Odds Ratio. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Sampel Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok umur 2-3 tahun merupakan kelompok umur yang terbesar baik pada kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol, masing-masing sebanyak 22 orang (51,2%) dan 27 orang (62,8%), sedangkan distribusi kelompok umur 4-5 tahun pada kelompok kasus sebanyak 21 orang (48,8%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 16 orang (37,2%). Secara keseluruhan distribusi kelompok umur yang terbesar adalah antara 2-3 tahun dengan jumlah 49 orang (57%). Secara keseluruhan, sampel yang berjenis kelamin laki-laki yakni 52 orang (60,5%) lebih banyak daripada perempuan yakni 34 orang (39,5%). Sedangkan pada kelompok kasus dan kontrol juga lebih banyak laki-laki daripada perempuan masing-masing sebanyak 26 orang lakilaki (60,5%) dan 17 orang perempuan (39,5%).

2. Karakteristik Keluarga Sampel Tingkat pendidikan ayah dan ibu baik pada kelompok kasus maupun kontrol tergolong cukup, hal tersebut terlihat pada tabel 2 yang menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan ayah dan ibu adalah SMA.Untuk pendidikan ayah pada kelompok kasus sebanyak 24 orang (55,8%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 28 orang (65,1%). Sedangkan untuk tingkat pendidikan ibu pada kelompok kasus sebanyak 19 orang (44,2%), dan 28 orang (65,1%) pada kelompok kontrol. Selain hal tersebut diatas, tabel 2 menunjukkan bahwa baik pada kelompok kasus maupun kontrol jenis pekerjaan ayah balita yang paling banyak adalah wiraswasta masingmasing sebesar 41,9% dan 37,2%. Sedangkan jenis pekerjaan ibu balita yang paling banyak adalah sebagai ibu rumah tangga dimana jumlahnya sama besar yakni masing-masing sebanyak 31 orang (72,1%). 3. Analisa Besar Risiko a. Besar risiko konsumsi kalori dari makanan pokok terhadap kejadian gizi lebih Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 3 orang (7,0%) yang konsumsi makanan pokoknya lebih dan sebanyak 40 orang (93,0%) yang konsumsi makanan pokoknya cukup. Adapun kelompok kasus yang konsumsi protein dari makanan pokoknya lebih sebanyak 23 orang (53,5%) dan 24

28

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

orang (55,8%) yang konsumsi protein dari makanan pokoknya cukup pada kelompok kontrol. Kelompok kasus yang konsumsi lemak dari makanan pokoknya lebih sebanyak 7 orang (16,3%) dan 36 orang (83,7%) yang konsumsi lemak dari makanan pokoknya cukup pada kelompok kontrol. Sedangkan sebanyak 16 orang (37,2%) yang konsumsi karbohidrat dari makanan pokoknya lebih dan 27 orang (62,8%) yang cukup, sedangkan untuk kelompok kontrol sebanyak 37 orang (86,0%) yang konsumsi karbohidrat dari makanan pokoknya cukup dan sebanyak 6 orang (14,0%) lebih. Hasil uji Odds Ratio didapatkan nilai OR untuk faktor risiko konsumsi makanan pokok yaitu 1,0 dengan confidence interval 95% (0,19 5,26). Interpretasi : Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor risiko konsumsi makanan pokok dengan kejadian gizi lebih pada balita. b. Besar risiko frekuensi konsumsi makanan jajanan terhadap kejadian gizi lebih Tabel 2 menunjukkan bahwa kelompok kasus yang konsumsi makanan jajanannya lebih sebanyak 20 orang (46,5%) dan yang konsumsi jajanannya cukup sebanyak 23 orang (53,5%), sedangkan pada kelompok kontrol yang konsumsi makanan jajanannya cukup sebanyak 20 orang (46,5%) dan sebanyak 23 orang (53,5%) yang konsumsi jajanannya lebih.

Berdasarkan perhitungan Odds Ratio menunjukkan bahwa nilai OR = 1,32 dengan confidence interval 95% (0,57 3,09). Interpretasi : Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor risiko frekuensi konsumsi makanan jajanan dengan kejadian gizi lebih pada balita. c. Besar Risiko Riwayat Kegemukan keluarga Terhadap Kejadian Gizi Lebih Tabel 2 menunjukkan bahwa kelompok kasus yang mempunyai riwayat kegemukan pada ayahnya sebanyak 31 orang (72,1%), sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak memiliki riwayat kegemukan pada ayahnya sebanyak 23 orang (53,5%). Adapun kelompok kasus yang mempunyai ibu gemuk sebanyak 35 orang (81,4%) dan yang tidak mempunyai ibu gemuk sebanyak 8 orang (18,6%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 30 orang (69,8%) yang tidak mempunyai ibu gemuk dan 13 orang (30,2%) yang mempunyai ibu gemuk. Secara keseluruhan ada 48 orang (55,8%) yang mempunyai ibu gemuk dan ada 38 orang (44,2%) yang tidak mempunyai riwayat kegemukan pada ibunya. Kelompok kasus yang ada riwayat kagemukan pada saudara kandung ayahnya adalah sebanyak 13 orang (30,2%) dan 30 orang (69,8%) yang tidak ada riwayat kegemukan pada saudara kandung ayahnya pada kelompok kontrol. Sedangkan kelompok kasus yang memiliki riwayat kegemukan pada

29

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

saudara kandung ibu kandungnya sebanyak 15 orang (34,9%) dan untuk kelompok kontrol sebanyak 32 orang (74,4%) yang tidak memiliki riwayat kegemukan pada saudara kandung ibu kandungnya. Berdasarkan perhitungan Odds Ratio menunjukkan bahwa nilai OR = 14,76 dengan confidence interval 95% (3,15 69,07). Interpretasi : Ada hubungan yang signifikan antara faktor risiko riwayat kegemukan keluarga dengan kejadian gizi lebih pada balita, dimana balita yang ada riwayat kegemukan pada keluarganya mempunyai risiko 14,76 kali mengalami status gizi lebih dibandingkan dengan balita yang tidak mempunyai riwayat kegemukan pada keluarganya. Pembahasan Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda yang berarti disamping masih terus berkutat dalam menghadapi gizi kurang, dilain pihak pada golongan masyarakat tertentu di kota besar, kita mulai menghadapi gizi lebih atau obesitas. Sebagaimana diketahui bahwa masalah gizi tersebut dapat menghasilkan sumber daya manusia yang tidak berkualitas. Sedangkan sumber daya manusia yang berkualitas dibutuhkan sebagai modal pembangunan karena itu status gizi masyarakat selalu dipantau dan mendapat perhatian khusus pada setiap pelita. 1. Hubungan konsumsi makanan pokok dengan risiko terjadinya gizi lebih pada balita

Dari hasil analisis odds ratio diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor risiko konsumsi makanan pokok dengan kejadian gizi lebih pada balita pada tingkat kepercayaan CI= 95%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang berhubungan dengan asupan zat gizi yang mengungkapkan bahwa jumlah relatif lemak, karbohidrat atau protein dalam diet tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap terjadinya obesitas (Ebbeling C, dkk, 2003). Berdasarkan hasil analisis odds ratio kandungan protein, lemak dan karbohidrat dari makanan pokok menunjukkan bahwa balita yang konsumsi protein dan lemaknya lebih dari makanan pokok tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi lebih pada balita. Balita yang mengkonsumsi karbohidrat berlebih dari makanan pokok mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi lebih pada balita. Hal ini sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bara-baraya yang tergolong menengah ke bawah yang mendukung teori bahwa kegemukan (obesitas) bukan merupakan penyakit pada masyarakat golongan ekonomi tinggi (kaya), tapi di negara barat lebih lazim ditemukan pada golongan ekonomi rendah oleh karena makanan yang mengandung protein tinggi dan lemak lebih mahal dibandingkan dengan makanan yang mengandung hidrat arang.

30

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

Dari hasil analisis odds ratio, balita yang mengkonsumsi karbohidrat secara berlebihan dari makanan pokok mempunyai risiko menderita gizi lebih 0,33 kali lebih besar dibanding balita yang konsumsi karbohidratnya cukup (CI = 0,120,9). Hasil penelitian ini mendukung teori yang mengatakan bahwa Masalah gizi lebih merupakan dampak dari konsumsi energi yang berlebihan dimana energi yang berlebihan tersebut disimpan didalam tubuh dalam bentuk glikogen dan lemak. Glikogen dibuat dari molekul glukosa yang diserap dari karbohidrat dan tidak segera dibutuhkan untuk menghasilkan energi, yang disimpan dalam hati dan otot. Kelebihan glukosa yang tidak disimpan sebagai glikogen akan disimpan sebagai lemak tubuh. Apabila cadangan lemak tersebut terlalu berlebihan akan mengakibatkan seseorang menjadi gemuk. (Rosembaum dan Leibel, 1998) Hasil penelitian deskriptif analitik yang dilakukan oleh Subardja Dedi, dkk (2000) di Kota Bandung pada siswa Taman Kanak-kanak (TK) dan SD menyimpulkan bahwa konsumsi energi/kalori paling berperan dalam terjadinya obesitas pada anak, sedangkan terhadap berat ringannya obesitas, nutrien yang menentukan adalah karbohidrat dan lemak. 2. Hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan dengan risiko terjadinya gizi lebih pada balita Dari hasil analisis odds ratio diperoleh bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara faktor risiko frekuensi konsumsi makanan jajanan dengan kejadian gizi lebih pada balita pada tingkat kepercayaan CI= 95%. Hasil penelitian ini mendukung para peneliti dari Divisi Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Massachusetts yang membuktikan bahwa makin sering mengonsumsi makanan, makin kecil risiko menderita obesitas. Temuan ini agaknya bertolak belakang dengan pendapat umum yang selama ini berlaku bahwa semakin sering mengonsumsi makanan mengakibatkan makin banyak energi atau lemak yang dimasukkan ke dalam tubuh dan karena itu makin banyak yang disimpan sebagai lemak. Melalui publikasinya pada American Journal of Epidemiology edisi Agustus 2003, tim peneliti tersebut mengungkapkan bahwa frekuensi makan yang rendah berkaitan dengan sekresi insulin yang tinggi. Insulin dapat berperan sebagai penghambat enzim lipase enzim yang memecah lemak. Makin banyak insulin yang disekresikan, makin besar hambatan pada aktivitas enzim lipase. Akibatnya, makin banyak lemak yang ditimbun di dalam tubuh (Albiner Siagian, 2004). Tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor risiko frekuensi konsumsi makanan jajanan dengan kejadian gizi lebih pada balita bisa disebabkan oleh perbedaan dari jumlah (kuantitas) kalori yang dikonsumsi dari makanan jajanan, karena kegemukan dan kelebihan berat badan merupakan

31

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

akibat dari masukan kalori berlebihan dari yang dibutuhkan tubuh. Seorang balita yang berat badannya normal bisa saja mengkonsumsi makanan jajanan lebih sering dibanding balita yang gemuk, namun dengan porsi kecil/kandungan kalorinya sedikit. Selain itu, salah satu kelemahan dari pengambilan data menggunakan food frequency adalah recall bias. 3. Hubungan riwayat kegemukan keluarga dengan risiko terjadinya gizi lebih pada balita. Dari hasil tabulasi silang terlihat bahwa pada kelompok kasus sebanyak 41 orang (95,3%) yang punya riwayat kegemukan pada keluarga, dan untuk kelompok kontrol terdapat 18 orang (41,9%) yang tidak punya riwayat kegemukan pada keluarga, dengan demikian terlihat bahwa balita yang punya riwayat kegemukan pada keluarganya cenderung berstatus gizi lebih. Sehingga hasil uji ini menunjukkan adanya suatu hubungan yang signifikan antara faktor risiko riwayat kegemukan pada keluarga dengan kejadian gizi lebih pada balita. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa ada 2 orang balita tidak mempunyai riwayat kegemukan pada keluarga tapi memiliki status gizi lebih. Secara umum, obesitas sering terdapat dalam satu keluarga. Meskipun demikian sukar untuk menyingkirkan dari faktor lingkungan, misalnya saja pada anak angkat dan binatang peliharaan bapak ibu yang gemuk cenderung juga menjadi

overweight. Sehingga cukup beralasan untuk menduga kecenderungan familiar terjadinya obesitas disebabkan oleh kebiasaan makan dalam keluarga (Satriono, 1986). Dari hasil analisis odds ratio diperoleh bahwa balita yang mempunyai riwayat kegemukan pada keluarganya mempunyai risiko menderita gizi lebih 14,76 kali lebih besar dibanding balita yang tidak mempunyai riwayat kegemukan pada keluarganya dengan batas bawah dan atas tidak mencakup nilai 1 (3,15 69,07) pada tingkat kepercayaan (CI) 95%. Hasil penelitian diatas mendukung teori yang mengemukakan bahwa kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya dalam suatu keluarga (Soetjiningsih, 1995). Bernet dan Gurin menyatakan bahwa orang yang mempunyai bawaan gemuk, secara alami ia akan gemuk, dan orang yang mempunyai bawaan kurus maka secara alami ia akan kurus. Keadaan ini tidak akan berubah sampai ada upaya-upaya yang kontinu untuk mengubahnya yaitu mengubah kebiasaan makan yang menyebabkan kegemukan dan meningkatkan aktivitas fisik (olahraga). Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Faktor risiko konsumsi makanan pokok tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi lebih pada balita (usia 24-59 bulan) di wilayah

32

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

kerja Puskesmas Bara-baraya Kecamatan Makassar Kota Makassar Tahun 2005, dimana nilai OR = 1,0 dengan confidence interval 95% (0,19-5,26). 2. Faktor risiko frekuensi konsumsi makanan jajanan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi lebih pada balita (usia 24-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Barabaraya Kecamatan Makassar Kota Makassar Tahun 2005, dimana nilai OR = 1,32 dengan confidence interval 95% (0,57 3,09). 3. Faktor risiko riwayat kegemukan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi lebih pada balita (usia 24-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Bara-baraya Kecamatan Makassar Kota Makassar Tahun 2005, dimana nilai OR = 14,76 dengan confidence interval 95% (3,15-69,07). Saran 1. Bagi peneliti selanjutnya, perlu melakukan penelitian tentang faktorfaktor yang mempengaruhi status konsumsi makanan pada balita yang menderita gizi lebih yang terdiri atas faktor intern seperti pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya. Sedangkan, faktor ekstern seperti sosial, ekonomi, budaya, iklim, dan sebagainya di wilayah kerja Puskesmas Bara-baraya Kecamatan Makassar Kota Makassar Tahun 2005. 2. Bagi peneliti-peneliti selanjutnya, perlu melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap faktorfaktor risiko yang lain sebagai pemicu terjadinya gizi lebih pada balita seperti faktor aktifitas

fisik, genetik, psikologis, kelainan hormonal/penyakit dan lain-lain.

Daftar Pustaka Atmarita., 2003, Data Status Gizi Balita 19892000, http://www.gizi,net diakses 11/04/05. Budiarto dan Anggraeni, Pengantar Epidemiologi, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002. Darmayanti, Obesitas Mengancam Anak, 2004 http://www.kompas.com, diakses 11/04/05. Dinkes Propinsi Sulawesi Selatan., 2004, Laporan PSG 2004. Ebbeling C. B, dkk, A Reduced-Glycemic Load Diet in the Treatmen of Adolescent Obesity, 2003, http://www.gizi.net diakses 11/04/05. Friedman G, Prinsip-Prinsip Epidemiologi, Cet II, Yayasan Essentia Medica, Penerbit BukuBuku Ilmiah Kedokteran, Yogyakarta, 1993. Hadju V, Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM UNHAS, Ujung Pandang. 1996. Notoatmodjo S, Metodologi Penelitian Kesehatan, Melton Putra Offset, Jakarta, 1993 RI dan WHO, Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2002-5, Jakarta, Agustus, 2000. Rosembaum M and Leibel RL. The Physiology of Body Weight Regulation Relevance to the Etiology of Obesity in Children, Pediatrics, 1998, 101:525-539.

33

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

Satriono, Ilmu Gizi II (Human Nutrition), Laboratorium Ilmu Gizi FK-UNHAS, Ujung Pandang, 1986 Siagian, Albiner, Hubungan Sarapan Pagi Dengan Obesitas, 2004, http://www. kompas.com diakses 11 April 2005. Siswono, Obesitas Pada Anak, 2004,http:// www. sinarharapan.co.id diakses 11/04/05. Lampiran

Siswono, Indonesia Menghadapi Dua Masalah Gizi,2005, http://www.gizi.net diakses 11 April 2005. Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, EGC Jakarta, 1995 Subardja D, Obesitas Primer Pada Anak, Cetakan I, Penerbit PT. Kiblat Buku Utama, Jakarta, 2004.

Tabel 1 : Distribusi Kelompok Kasus dan Kontrol Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Ayah dan Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bara- Baraya Kec. Makassar
Variabel n Tingkat pendidikan Ayah o Tidak tamat SD o Tamat SD/MI o SMP o SMA o Sarjana/Diploma Tingkat pendidikan Ibu o Tidak tamat SD o Tamat SD/MI o SMP o SMA o Sarjana/Diploma Jenis Pekerjaan Ayah o Petani o Pedagang/penjual o Buruh harian o PNS o Peg. Swasta o Tukang becak/gerobak o Tukang kayu o Wiraswasta Jenis Pekerjaan Ibu o Petani penggarap o Pedagang/penjual o PNS o Peg. Swasta o Wiraswasta o Ibu rumah tangga Sumber : Data primer 1 6 7 24 5 1 4 13 19 6 0 8 11 3 3 0 0 18 0 5 3 4 0 31 Kasus % 2,3 14,0 16,3 55,8 11,6 2,3 9,3 30,2 44,2 14,0 0 18,6 25,6 7,0 7,0 0 0 41,9 0 11,6 7,0 9,3 0 72,1 n Kontrol % 0 2,3 23,3 65,1 9,3 0 4,7 23,3 65,1 7,0 2,3 14,0 25,6 11,6 4,7 2,3 2,3 37,2 2,3 11,6 7,0 2,3 4,7 72,1

0 1 10 28 4 0 2 10 28 3 1 6 11 5 2 1 1 16 1 5 3 1 2 31

34

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

Tabel 2, Distribusi Kelompok Kasus dan Kontrol Menurut Konsumsi Kalori Dari Makanan Pokok, Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan dan Riwayat Kegemukan Keluarga Balita (Usia 24-59 Bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Bara-Baraya Kecamatan Makassar Kota Makassar Tahun 2005 Kasus Variabel Konsumsi Kalori Dari Makanan Pokok Lebih Cukup o Protein Lebih Cukup o Lemak Lebih Cukup o Karbohidrat Lebih Cukup Frekuensi konsumsi makanan jajanan Lebih Cukup Riwayat Kegemukan Keluarga Ada Tidak o Ayah Ada Tidak o Ibu Ada Tidak o Saudara Kandung Ayah Ada Tidak o Saudara Kandung Ibu Ada Tidak
Sumber : Data primer

Kontrol n 3 40 19 24 7 36 6 37 23 20 % 7,0 93,0 44,2 55,8 16,3 83,7 14,0 86,0 53,5 46,5 CI 0,19-5,26 0,29-1,61 0,32-3,14 OR 1,0 0,69 1.0

n 3 40 23 20 7 36 16 27 20 23

% 7,0 93,0 53,5 46,5 16,3 83,7 37,2 62,8 46,5 53,5

0,09-0,79 0,57-3,09

0,27 1,32

41 2 31 12 35 8 13 30 15 28

95,3 4,7 72,1 27,9 81,4 18,6 30,2 69,8 34,9 65,1

25 18 20 23 13 30 13 30 11 32

58,1 41,9 46, 5 53,5 30,2 69,8 30,2 69,8 25,6 74,4

3,15-69,07

14,7

1,21-7,28

2,97

3,69-27,63

10,1

0,39-2,51

1,0

0,62-3,94

1,56

35

Anda mungkin juga menyukai