Anda di halaman 1dari 10

ANATOMI URETEROVESICAL JUNCTION A.

Komponen Mesodermal Terbentuk dari duktus Wolffian, komponen ini terdiri dari 2 bagian yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. 1. Ureter dan Trigonum Superfisial Otot polos pada kaliks ginjal, pelvis ginjal, dan ureter ekstravesikal tersusun secara helikal yang memungkinkan gerakan peristaltik, ketika mendekati dinding vesikal, susunan otot polos menjadi longitudinal. Ureter masuk ke dalam dinding buli-buli secara oblik. Karena susunan otot polos yang longitudinal dan masuknya secara oblik ke dalam dinding buli-buli maka ureter tidak dapat melakukan gerak peristaltis. Ureter bagian atap akan bergabung dengan bagian bawah hingga ke bagian kaudal dan membentuk trigone superfisial. Trigonum tersebut akan melewati leher buli-buli dan berakhir di verumontanum pada laki-laki dan di meatus uretral eksternal pada perempuan. 2. Lapisan Waldeyer dan Trigonum Dalam B. Komponen Endodermal Otot detrusor vesikal terdiri dari 3 lapisan, yaitu : 1. Lapisan longitudinal internal 2. Lapisan sirkular medial 3. Lapisan longitudinal eksternal Otot ini dipersarafi oleh saraf parasimpatis (S2-S4).

FISIOLOGI URETEROVESICAL JUNCTION Tonus ureterotrigonal normal mencegah terjadinya refluks vesikoureteral. Stimulasi elektrik dan farmakologi pada trigonum menyebabkan peningkatan tekanan oklusif pada ureter intravesikal dan peningkatan resistensi untuk mengalir ke ureter, sedangkan insisi atau paralisis pada trigonum menyebabkan refluks. Oleh karena itu teori bahwa kompetensi ureterovesikal dipertahankan oleh tekanan intravesikal yang menekan ureter intravesikal terhadap otot detrusor tidak dapat dibuktikan.

INSIDENSI Refluks vesikoureteral terjadi pada 25-40% anak-anak (Fanos dan Cataldi, 2004) dengan infeksi saluran kemih (ISK), tetapi hanya 8% terjadi pada dewasa dengan bakteriuria. Ketika infeksi yang berkaitan dengan refluks terjadi pada minggu pertama kehidupan, biasanya pasien septik dan uremik. Paling sering terjadi pada laki-laki dengan katup uretral posterior. Setelah usia 1 tahun, rasio perempuan-laki-laki pada anak-anak dengan infeksi dan refluks adalah 3-4:1.

ETIOLOGI Penyebab paling banyak dari refluks vesikoureteral adalah lemahnya trigonum dan otot ureteral intravesikal. Keadaan dimana memendeknya ureter intravesikal dapat menjadi penyebab tetapi tidak sering. a. Kongenital 1. Kelemahan trigonal (Refluks Primer) Merupakan penyebab tersering dan biasanya terjadi pada anak-anak, lebih sering pada anak perempuan dibanding pada ana laki-laki. Pada dewasa, lebih sering pada perempuan, biasanya diikuti dengan kelainan kongenital. Kelemahan bisa terjadi pada salah satu sisi trigonum yang menyebabkan penurunan tekanan oklusif pada ureter intravesikal ipsilateral maupun kedua sisi trigonum yang menyebabkan refluks bilateral. Kelainan embriologikal ini menyebabkan kelemahan otot, penempayan lateral pada basis buli-buli dengan segmen submukosa pendek yang berkaitan dengan lemahnya otot, dan lubang ureteral yang tidak sempurna. 2. Refluks Familial Merupakan predisposisi genetik. Insidensi berkaitan dengan kebangsaan dan ras. 3. Abnormalitas Ureteral Duplikasi ureteral komplit

Panjang ureteral intravesikal yang berasal dari segmen renal bagian atas normal, namun ureter yang berasal dari segmen renal bawah pendek, lubang inkompeten, dan terdapat kelemahan otot. Lubang ureteral ektopik Berkaitan dengan tekanan oklusif. Ureterokel Adanya lubang ureter yang obstruksi menyebabkan ureter intramural terdilatasi, hal ini menyebabkan peningkatan diameter hiatus ureteral dan pemendekan ureter intravesikal, sehingga ureter menjadi inkompeten.

b. Disfungsi Miksi Kebiasaan miksi abnormal dapat menyebabkan refluks. Biasanya terjadi pada anak yang sedang latihan untuk buang air kecil, paling sering perempuan, karena menahan keinginan untuk BAK. Hal tersebut dapat meningkatkan tekanan miksi, overaktivitas buli-buli, dan komplians buli-buli buruk. c. Trabekulasi Vesikal Refluks terjadi akibat buli-buli yang spastik neurogenik dan obstruksi pada bagian distal buli-buli yang berat. Dapat menyebabkan hipertropi trigonal sebagai proteksi terhadap kelainan tersebut. Karena adanya trabekulasi tersebut menyebabkan dilatasi hiatus dan memendekkan segmen intravesikal.

d. Edema Dinding Vesikal Sekunder Akibat Sistitis Fungsi katup rusak akibat adanya infeksi yang menyebabkan edema pada trigonum dan ureter intravesikal. Dengan keadaan tersebut apabila tekanan miksi tinggi dapat menyebabkan terjadinya refluks. e. Sindrom Eagle-Barrett (Prune Belly) Kondisi dimana terjadi kegagalan dalam pembentukan otot abdomen serta otot polos pada buli-buli dan ureter yang normal. Biasanya terdapat talipes equinovarus dan dislokasi panggul. Karena otot polos pada ureter dan buli-buli yang tidak terbentuk dengan baik menyebabkan dapat terjadinya refluks yang dapat mengakibatkan terjadinya hidroureteronefrosis. f. Iatrogenik (karena prosedur pembedahan) 1. Prostatektomi Prosedur tersebut dapat menyebabkan kontinuitas trigonum superfisial terganggu pada leher vesikal. 2. Wedge resection pada leher vesikal posterior Terjadi stenosis leher vesikal dan disfungsi yang menyebabkan terganggunya kontinuitas trigonum. 3. Meatotomi ureteral 4. Reseksi ureterokel Jika hiatus ureteral terdilatasi sangat lebar maka dapat terjadi refluks. g. Buli-buli yang Terkontraksi Terjadi akibat sistitis interstitial, tuberkulosis, radioterapi, karsinoma, atau schistosomiasis.

GEJALA KLINIS Gejala yang berkaitan dengan refluks : Pielonefritis simptomatik Gejala pada dewasa : menggigil, demam tinggi, nyeri pinggang (renal), mual dan muntah, dan gejala sistitis. Gejala pada anak-anak : demam, nyeri abdomen, kadang diare. Pielonefritis asimptomatik Pada pasien ini tidak bergejala sama sekali. Biasanya hanya ditemukan adanya pyuria dan bakteriuria. Oleh karena itu diperlukan urinalisis pada anak-anak. Hanya gejala sistitis Jika terdapat gejala sistitis, kemungkinan terjadi resistensi antimikrobial atau infeksi terjadi kembali setelah penatalaksanaan. Nyeri renal ketika miksi Uremia Tahap akhir dari refluks bilateral adalah uremia akibat destruksi pada parenkim renal akibat hidronefrosis atau pielonefritis. Hipertensi Pada tahap lanjut dari pielonefritis atrofik dapat terjadi hipertensi.

Gejala berkaitan juga terhadap penyakit yang mendasarinya, seperti : Obstruksi traktus urinarius Spasme otot lurik periuretral : adanya hesitansi dan intermitensi pada anak perempuan Katup uretral posterior BPH : : pancaran miksi lemah pada bayi laki-laki pancaran miksi lemah pada laki-laki usia > 50 tahun Spinal cord disease Adanya paraplegia, quadriplegia, sklerosis multipel, atau meningomielokel. Gejala berkaitan dengan buli-buli neurogenik yaitu inkontinensia, retensi urine, volume residual yang besar, dan urgensi.

DIAGNOSIS Pemeriksaan Fisik Pada pielonefritis akut akan ditemukan adanya nyeri renal. Pada palpasi dan perkusi di daerah suprapubik ditemukan adanya distensi buli-buli akibat obstruksi atau neurogenik. Ditemukannya massa keras di garis tengah didalam pelvis pada bayi laki-laki adalah penebalan buli-buli akibat katup posterior uretral.

Laboratorium Komplikasi tersering dari refluks vesikoureteral adalah infeksi, pada perempuan dapat ditemukan adanya bakteriuria tanpa adanya pyuria, sedangkan pada laki-laki, urine steril karena uretra yang panjang dan sterile. Serum kreatinin dapat ditemukan pada kerusakan renal.

X-Ray Pada foto polos dapat ditemukan adanya spina bifida, meningomielokel, atau tidak adanya sakrum, temuan tersebut menunjukkan adanya defisit neurologis. Refluks dapat didiagnosis dengan menggunakan teknik sistografi simple atau delayed, voiding cystourethrography, voiding cinefluoroscopy.

Pemeriksaan Instrumental Kalibrasi uretral Sistoskopi

DIAGNOSIS BANDING Adanya obstruksi pada distal leher vesikal bisa disebabkan karena hipertrofi pada otot detrusor atau trigonal. Lesi lain yang dapat menyebabkan hidronefrosis tanpa refluks yaitu batu pada ureteral bagian bawah, oklusi ureter karena kanker servikal atau prostat, tuberkulosis saluran kemih, dan schistosomiasis.

KOMPLIKASI 1. Pielonefritis Refluks vesikoureteral dapat menyebabkan terjadinya sistitis, terutama pada perempuan. Ketika refluks terjadi, bakteri dapat mencapai ginjal dan dapat menyebabkan terjadinya pielonefritis. 2. Hidroureteronefrosis Dilatasi pada ureter, pelvis renal, dan kaliks dapat terjadi akibat refluks. Terdapat 3 alasan, yaitu : a. Peningkatan beban kerja Ketika terjadi refluks sejumlah urine akan bergerak maju mundur, mengakibatkan beban kerja ureter meningkat, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan terjadi dilatasi. b. Tekanan hidrostatik tinggi Pada saat terjadi refluks tekanan tinggi intravesikal ditransmisikan ke ureteral dan dinding pelvis menyebabkan terjadinya peregangan dan dilatasi. c. Otot ureteral lemah Pada refluks otot dinding ureteral lemah, karena adanya refluks yang berat mengakibatkan makin lemahnya otot ureteral.

PENATALAKSANAAN 1. Medis a. Indikasi Anak-anak dengan refluks primer Refluks unilateral Lower grade of reflux Usia muda Laki-laki

b. Metode

Dilatasi stenosis uretral distal pada perempuan dan katup posterior uretra pada laki-laki, serta menurunkan tekanan miksi intravesikal.

Infeksi saluran kemih : antimikroba Miksi setiap 3-4 jam walaupun tidak ada keinginan untuk miksi.

c. Evaluasi Sistogram setiap 12-18 bulan Urografi ekskretori atau sidik ginjal secra periodik untuk melihat adanya kerusakan ginjal

2. Pembedahan a. Indikasi Refluks karena : o Ectopic ureteral orifice o Duplikasi ureteral o Ureterokel yang berkaitan dengan duplikasi ureter dan refluks o Golf-hole ureteral orifice o Refluks tekanan rendah dengan hidroureteronefrosis Jika tidak dapat mempertahankan urine yang steril dan refluks terus terjadi Pielonefritis akut berulang walau sudah diberikan terapi Adanya kerusakan ginjal

b. Tipe pembedahan Temporary urinary diversion : sistostomi, nefrostomi Permanent urinary diversion : ureterocutaneous diversion Heminefrektomi Nefrektomi Ureterovesikoplasti Subureteric Transurethral Injection (STING)

Prostate Specific Antigen (PSA) PSA adalah sebuah protein yang diproduksi oleh sel prostat normal.Enzim ini berpartisipasi dalam disolusi pembekuan cairan seminal dan berperan penting dalam fertilitas. Jumlah tertinggi PSA ditemukan dalam cairan seminalis. Beberapa PSA keluar dari prostat dan dapat ditemukan dalam serum. Komponen serum ini dapat digunakan untuk menelusuri respon terapi pada laki-laki dengan kanker prostat. Evaluasi dari PSA tidak pernah digunakan untuk diagnosis kanker prostat, tetapi ini berguna untuk mengidentifikasi laki-laki yang memerlukan biopsi prostat. Hasil PSA meningkat pada laki-laki dengan hiperplasia prostat benigna dan sebagai tanda yang baik untuk volume prostat. PSA juga meningkat pada laki-laki dengan prostatitis bakterial akut. Pengukuran yang bermakna dari pemeriksaan PSA adalah perubahannya setiap waktu dibandingkan pengukuran satu kali pada serum. Tidak ada garansi bahwa hasil PSA normal. Sebagai tambahan,tidak ada tingkat spesifisitas yang mengindikasi bahwa biopsi sebaiknya dilakukan. Kecepatan PSA atau waktu ganda menunjukan akurasi yang lebih dan prediksi yang lebih mungkin untuk merekomendasikan biopsi prostat dan mengobati pasien dengan penyakit ini. PSA ini diproduksi oleh sel kelenjar prostat dan kelenjar mammae. Konsentrasi rendah dari PSA dapat ditemukan pada kelenjar uretra, endometrium, jaringan payudara normal, air susu ibu, jaringan kelenjar saliva, dan urine pada laki-laki dan perempuan. PSA juga ditemukan dalam serum pada mammae perempuan, paru-paru, atau kanker uterin dan pada beberapa pasien dengan kanker renal. Untuk laki-laki, normalnya ditemukan konsentrasi rendah PSA. PSA direkomendasikan untuk diskrining pada laki-laki diatas 50 tahun dan insersi kateter. Nilai normal = 4, garis batas = 4-10. PSAD didefinisikan sebagai serum total PSA dibagi volume prostat, sebagai hasil pengukuran USG transrektal. Secara teori, PSAD dapat menolong dalam membedakan kanker prostat, dan BPH pada laki-laki dengan hasil PSA 4-10ng/l. Densitas PSA = PSA / volume prostat Indikasi untuk biopsi : nodul, tingkat PSA > 10, PSAd > 0,15. PSA-V digunakan untuk memonitor perubahan dalam PSA dengan menggunakan pengukuran longitudinal. Perubahan besar dalam PSA-V dapat dideteksi pada laki-laki dengan kanker dibandingkan dengan laki-laki tanpa kanker sebelumnya 5 tahun sebelum

diagnosis dibuat. Dalam pembelajaran tambahan, teknik ini dapat mendeteksi lebih dari 9 tahun sebelum didiagnosis terkena kanker prostat. Perhitungan PSA-V sebagai berikut : i/2 ([PSA2-PSA1/waktu dalam 1 tahun] + [PSA3-PSA2/ waktu dalam 2 tahun]) PSA1 = Pengukuran PSA pertama kali PSA2 = Pengukuran PSA kedua kali PSA3 = Pengukuran PSA ketiga kali Paling sedikit 3 kali pengukuran PSA dibutuhkan selama periode 2 tahun atau paling sedikit selang 12-18 bulan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. PSA-V dengan nilai 0,75 ng/mL atau lebih per tahun diperkirakan kanker (72% sensitivitas, 95% spesifisitas). PSA-V 0,75 ng/mL atau lebih berhubungan dengan diagnosis kanker pada 72% pasien, dan hanya 5 % tidak terkena kanker. Keterbatasan tes dengan PSAV, yaitu susahnya menghitung, dimana PSA tidak spesifik untuk kanker, dan bahwa PSA bervariasi sesuai dengan waktu, dan cara pemeriksaan. Pada akhirnya, PSA-V lebih dari 0,75 ng/mL per tahun berguna untuk beberapa situasi dalam menentukan perlu atau tidaknya biopsi ataupun pengulangannya.

Anda mungkin juga menyukai