Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN Diabetes Melitus diambil dari bahasa Yunani, diabainein yang bearti pancuran air dan dari

melitus bahasa latin yang mengandung arti manis atau yang sering dikenal di Indonesia dengan sebutan kencing manis. Merupakan suatu kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi, baik yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi insulin dalam jumlah yang adekuat ataupun adanya resistensi sel-sel tubuh untuk menggunakan insulin. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan komplikasi jangka panjang maupun jangka pendek. Kerusakan jangka panjang dapat meliputi diisfungsi atau kegagalan pada beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Untuk komplikasi jangka pendek diantaranya ialah ketoasidosis diabetikum, koma hiperosmolar non ketotok dan hipoglikemia.1 Peningkatan insidens diabetes mellitus akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus, walaupun demikian dengan pemantauan kesehatan (kadar gula darah) yang rutin, penyuluhan dan pendidikan terhadap penyakit diabetes mellitus dapat mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi kronik ini.2 Semoga case ini dapat menambah ilmu pengetahuan kita. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Ida Ayu Kshanti Sp.PD KEMD yang telah bersedia membimbing saya dan membagi ilmu serta pengalaman-pengalaman berharga kepada saya sehingga case ini dapat saya selesaikan. Terimakasih kepada teman-teman yang banyak mendukung pembuatan case ini serta tak lupa ucapan puji dan syukur selalu terucap kehadirat ALLAH SWT yang selalu memberi berkah dan kebaikannya kepada saya selama ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA & IKHTISAR KASUS TINJAUAN PUSTAKA DIABETES MELITUS DEFINISI Menurut American Diabetes Association ( ADA ) 2003, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.1 ETIOLOGI DM tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.4 PATOFISIOLOGI Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak. Tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukora) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat.4
GEJALA KLINIS Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1. 2

Kriteria diagnostik : Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.3 Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO 94 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

KLASIFIKASI 2

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI 1998


DM TIPE 1: Defisiensi insulin absolut akibat destuksi sel beta, karena: 1.autoimun 2. idiopatik DM TIPE 2 : Defisiensi relatif : 1, defek sekresi insulin lebih dominan daripada resistensi insulin. 2. resistensi insulin lebih dominan daripada defek sekresi insulin. insulin DM TIPE LAIN : 1. Defek genetik fungsi sel beta : Maturity onset diabetes of the young Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain 2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis Pankreatektomy 3.Endokrinopati : akromegali, cushing, hipertiroidisme 4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme 5.Akibat virus: CMV, Rubella 6.Imunologi: antibodi anti insulin 7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter DM GESTASIONAL

KOMPLIKASI a. 1. Penyulit akut Ketoasidosis diabetik KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton. 2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya 4

masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia 3. Hipoglikemia Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang. b. 1. Penyulit menahun Mikroangiopati Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis Retinopati Diabetik retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran proteinprotein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina. Nefropati Diabetik Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease.4

Neuropati diabetik Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.1

2.

Makroangiopati Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM

Pembuluh darah tepi Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.4

PENATALAKSANAAN Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari : 1. masyarakat. 2. Terapi gizi medis Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan : 1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal a) b) c) 2. 3. Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl Kadar HbA1c < 7% Edukasi Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan

Tekanan darah <130/80 Profil lipid : a) Kolesterol LDL <100 mg/dl 6

b) c) 4.

Kolesterol HDL >40 mg/dl Trigliserida <150 mg/dl

Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9 Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari : Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-25% dan Protein 10-15%. KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal) Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri. Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan perhari Jumlah serat 25-50 gram/hari. Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari. Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah pemanis buatan seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi karena dapat meningkatkan resiko kejadian kanker. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi. PROTEIN Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah . Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari . Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg BB/hari dan tidak kurang dari 40 gr.

Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dibandingkan protein hewani. LEMAK Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori perhari. Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari. B. Kebutuhan Kalori Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain. PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI Kebutuhan basal : Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori Koreksi : umur 40-59 th 60-69 >70% Istirahat Aktivitas ringan Aktivitas sedang Aktivitas berat Kegemukan Kurus : -5% : -10% : -20 : +10% : +20% : +30% : +50% : - 20-30% : +20-30% : + 10-30%

aktivitas

berat badan

stress metabolik

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar. Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2).

Kualifikasi status gizi : BB kurang : < 18,5 BB normal : 18,5 22,9 BB lebih : 23 24,9 3. Latihan Jasmani Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah. Aktivitas latihan : 5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa 10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x. Lemak > 40 menit : makin banyak lemak dipecah 75-90% .

juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40% Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis. Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. Semua latihan yang memenuhi program CRIPE : Continous, Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance. Continous maksudnya berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll. 4. Intervensi Farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani. 1. a. obat hipoglikemik oral insulin secretagogue :

sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.

Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid. b. insulin sensitizers Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPAR yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak. c. glukoneogenesis inhibitor Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia. d. Inhibitor absorbsi glukosa glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi Hal-hal yang harus diperhatikan : OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan. 2. Insulin insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin) Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi

10

tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO. 3. Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin PENCEGAHAN Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit
6

ini,

pentingnya

menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer . Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah 11

ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

IKHTISAR KASUS I. IDENTITAS Nama Usia Jenis Kelamin Alamat Bangsa Pekerjaan Status Pernikahan No. RM II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 Juni 2011 Keluhan Utama: Nyeri Punggung kiri bawah sejak SMRS Keluhan Tambahan: cepat lelah dan kesemutan pada ujung-ujung jari tangan Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke Poli Endokrin Metabolik dengan keluhan nyeri punggung kiri bawah sejak 1 bulan SMRS. Pasien merasakan nyeri menetap,tidak menjalar, sakit seperti tertusuk-tusuk dan sakit dirasakan makin memberat. 2 minggu SMRS pasien merasakan cepat lelah saat melakukan aktivitas sehari-hari. Tidak ada keluhan sesak nafas maupun nyeri dada. Dan pasien tidak pernah terbangun malam hari karena merasa sesak. Tidur hanya menggunakan 1 bantal dan pasien tidak pernah mendengar suara ngik saat bernafas. 1 minggu SMRS pasien dirawat di rumah sakit BBH Gaplek dengan keluhan lemas dan nyeri pinggang yang dirasakan memberat. Pasien dirawat hanya 1 malam dikarenakan masalah biaya. Pasien mendapatkan obat pulang namun tidak tahu nama obat yang diberikan. 1 hari SMRS nyeri punggung kiri bawah yang dirasakan makin sakit dan kesemutan pada ujung-ujung jari, hingga akhirnya pasien memutuskan untuk datang ke Poli Endokrin Metabolik Penyakit Dalam RSUP Fatmawati untuk berobat.
12

: Ny. I : 49 th : Perempuan : Depok : IndonesiaP : Ibu Rumah tangga : Janda : 1075717

Pasien mengatakan sebulan terakhir ini sering buang air kecil dengan frekuensi 8-10x/hari, yang membuat pasien sering merasa kehausan. Pasien juga suka terbangun malam hari hanya untuk buang air kecil sebanyak 3x dan hal ini mengganggu pasien. Tidak ada nyeri saat buang air kecil maupun setelahnya. Buang air besar lancar, tidak ada diare, tidak ada darah saat BAB. Tidak ada mual dan muntah, nafsu makan baik. Pasien tidak merasakan demam, namun merasakan kesemutan pada kedua tangannya. Pasien masih menstruasi, namun 1 bulan ini menstruasinya mengalami perubahan yang biasanya dalam 1 bulan menstruasi 4 hari, namun sekarang hanya 2 hari saja, tidak ada keluhan nyeri saat menstruasi. Sebulan terakhir ini pasien juga suka mengeluhkan keputihan yang sedikit gatal. Pasien tidak menggunakan kacamata dan merasakan penglihatannya agak sedikit kabur,muncul perlahan-lahan dan seperti melihat awan. Anamnesis khusus : Umum : kelemahan (-) Panas badan (-) Berat badan turun (-) Syaraf : daya ingat (-) Pusing/nyeri kepala (+) Pingsan (-) Paraesthesia (+) kedua tangan Anesthesia (-) Paresa (-) Paralisa (-) Anhidrosis (-) Libido menurun (-) Mulut : rasa kering/terbakar (-) Pembengkakan gusi (-) Gigi mudah goyah (-) Kardiovaskuler : palpitasi (-) Nyeri dada (-) Sesak napas (-) Pernapasan : batuk (-) Riak (-)
13

Batuk darah (-) Pencernaan : anoreksia (-) Polifagi (-) Polidipsi (+) Nyeri perut (-) Mencret (-) Sebah (-) Muntah (-) Obstipasi (-) Urogenital : poliuri (+) Polakisuri (+) oliguri (-) piuria (-) inkontinensia(-) flour albus (+) pruritus vulva (+) gangguan haid (+) infertilitas (-) anggota gerak : claudicatio intermitten (-) nyeri/kaku sendi (-)

luka sukar sembuh (-)

Riwayat Penyakit Dahulu ( - ) Cacar ( - ) Cacar air ( - ) Difteri ( - ) Batuk Rejan ( - ) Campak ( - ) Influenza ( - ) Tonsilitis ( - ) Khorea Riwayat Penyakit Keluarga Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien, diabetes melitus (-), hipertensi (-), asthma (-) Riwayat Kehamilan/ Persalinan Abortus: (-) Lahir cacat: (-) BB bayi > 4000 g: (-) Riwayat Makanan Pasien makan 2 kali sehari, dengan lauk pauk dan sayur secukupnya. III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: tampak sakit ringan Kesadaran Suhu Nadi Pernafasan : compos mentis : 36,30 C : 80 x/ menit : 18x/menit
14

( - ) Malaria ( - ) Disentri ( - ) Hepatitis ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Skirofula ( - ) Sifilis ( - ) Gonore

( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih ( - ) Burut (Hernia) ( + ) Hipertensi ( - ) Wasir ( + ) Diabetes ( - ) Alergi (-)Tumor

Toksemia: (-) Lahir mati : (-)

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Kesan gizi Berat badan

: cukup : 60 kg

Tinggi badan : 150 cm

Kulit : Kering: (-) Xanthoma(-) Mata: Konjungtiva: tidak pucat Mulut: Eritema mukosa(-) Karies(-) Leher: JVP: 5-2 cmH2O KGB: tidak teraba membesar Kel.Thyroid: tidak teraba membesar Thorax: Paru Inspeksi: gerak dinding napas simetris Palpasi Auskultasi Jantung: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen: supel,datar, BU(+) normal, hepar dan lien tidak teraba membesar,nyeri ketuk CVA kiri(+) Anggota gerak Paresa(-) Pulsasi: paralisa(-) gangren(-) ulcus(-) cellulitis(-) a.dorsalis pedis(+)
15

dehidrasi(-) shin spot(-)

bekas garukan(-) bullae(-)

lensa: tidak keruh karang gigi(-)

coted tongue(-) gingivitis(-)

: vocal fremitus paru kanan dan kiri sama : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/: ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis teraba di ics 5, 1 cm medial garis midclavikularis sinistra : batas kanan jantung ics 3-5 garis sternalis dextra, batas kiri jantung ics 5, 1 cm medial garis midclavicularis sinistra : bunyi jantung I&II reguler normal, murmur(-),gallop(-)

Perkusi: sonor dikedua lapang paru

a. poplitea(+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium Tanggal 09 juni 2011 Hb Leukosit Trombosit LED GDS Ureum Urin: Warna Kejernihan pH Berat jenis Protein Bilirubin Nitrit : kuning : agak keruh :6 : 1,015 :::: 11,7 gr/dl :8600/ul : 360.000/ul : 34 mm/jam : 334 mg/dl :28 mg/dl Kreatinin SGOT SGPT :0,73 mg/dl :14 u/l :13 u/l

Bilirubin total : 0,41

Pemeriksaan radiologik USG 09 juni 2011 -Fatty liver -Hidronefrosis ginjal kanan dan kiri -Kista ovarium kiri USG tanggal 23 juni 2011 Uterus retrofleksi, bentuk dan ukuran dalam batas normal, tampak kista naboti di serviks ukuran 1,0x0,7 cm. Kedua ovarium bentuk dan ukuran dalam batas normal Kesan: genitalia interna dalam batas normal Elektrokardiogram
16

Belum dilakukan

V. RESUME Pasien wanita berusia 49 tahun, datang dengan keluhan cepat lelah saat aktivitas sejak 2 minggu. Os juga mengeluhkan nyeri pada pinggang kiri bawah, perut begah dan kesemutan pada ujung jari tangan. Pasien sebelumnya tidak mengetahui ada penyakit kencing manis. Namun pasien hanya mengeluhkan lebih sering kencing dan cepat haus. Sering terbangun malam-malam hanya untuk buang air kecil. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada pinggang kiri bawah dan siklus menstruasi yang berkurang (dari 4 hari menjadi 2 hari). Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan GDS 334. dan pemeriksaan USG ditemukan adanya hidronefrosis pada kedua ginjal dan kista nabothi pada serviks. VI. DIAGNOSIS KERJA 1. Hidronefrosis bilateral e.c kista ovarium kiri dd/ urolitiasis 2. Suspect Infeksi Salura Kemih 3. DM type 2, OW,GD belum terkontrol 4. Hipertensi Grade 1 5. Fatty Liver VII. TATA LAKSANA 1. Diet DM 1300 kkal 2. Metformin 3 x 500mg p.o sebelum makan 3. Glinid 0.5mg 0 0 p.o sebelum makan 4. Tramadol 3 x 100 mg p.o 5. Amlodipin 1 x 10 mg VIII. ANJURAN 1. Konsul Gizi 2. Edukasi DM 3. Konsul Obsgyn 4. Pemeriksaan penunjang:

17

Urin lengkap Darah rutin BNO IVP HbA1c

- GDS, Keton darah - EKG - Rontgen Thorax

BAB III ANALISA KASUS


Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Diabetes Melitus tipe 2, berdasarkan: Anamnesis 1. Pasien mengeluhkan sering merasa lelah dalam melakukan aktivitas 2. Frekuensi kencing yang meningkat dari biasanya 3. Cepat merasa haus 4. Kesemutan pada ujung ujung jari tangan Keluhan ini sesuai dengan gejala DM, antara lain: Keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa llemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria. Jika hiperglikemianya melebihi ambang ginjal (< 160 mg/100 ml sampai 180 mg/100 ml) maka timbul glukosuria (glukosa keluar bersama kemih). Glukosuria ini mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Berat badan berkurang (menurun dengan cepat) karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga tubuh berusaha mensintesis glukosa dari protein dan lemak melalui
18

glukogenesis. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Kemudian akibat dari kehilangan kalori pasien akan mengeluh lelah (cepat capek) Laboratorium Pemeriksaan GDS pada tanggal 9 juni 2011: 334 mg/dl Hal tersebut sesuai salah satu dari 3 kriteria untuk mendiagnosis pasien sebagai diabetes mellitus yaitu: 1. Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau 2. Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau 3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air. Perencanaan pengobatan Pada pasien diberikan OHO yaitu metformin 500mg dan glinid 2 mg, dimana Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid. Sedangkan Metformin bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecenderungan hipoksemia. Pasien diberikan kombinasi 2 macam OHO yang dimulai dengan dosis terkecil. Lalu diberikan obat antihipertensi untuk mengatasi hipertnsi grade 1 pada pasien. Serta pemberian paracetamol untuk menghilangkan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Perencanaan makan Pada American Diabetes Association (ADA) menganjurkan pasien diabetik untuk diet seimbang dan rendah lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur dan stress akut disertai kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Diet DM tipe 2 bertujuan mengendalikan kadar gula darah pasien sehingga pasien tetap mendapat asupan seimbang dan tidak berlebihan kalori perhari nya. Pada kasus ini sebaiknya
19

dilakukan penilaian diet sesuai dengan daftar penentuan kebutuhan kalori yang pada pasien ini 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain. Bertujuan agar diet bermanfaat selain mengendalikan kadar gula darah juga sesuai dengan kecukupan gizi pasien agar penyembuhan maksimal. Berat badan ideal = (Tinggi Badan dalam cm 100) 10 % kg. Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan. Laki-laki Perempuan = BB ideal x 30 = BB ideal x 25 Kerja ringan : + 10 % dari kalori basal Kerja sedang : + 20 % dari kalori basal Kerja berat : + 30 % dari kalori basal + 20 30

Dan ditambah lagi sesuai dengan kegiatan sehari-hari. -

Kurus, tumbuh kembang, terdapat infeksi, sedang hamil/menyusui % dari kalori basal.

Pada pasien ini BB ideal = (150 cm 100) 10 % kg. = 50 (10% x 50) kg = (50 5) kg = 45 kg Jumlah kalori basal yang dibutuhkan pada pasien Koreksi : Usia 5% = 1125 56.25 = 1068.75 kalori Aktivitas ringan + 20% = 1068.75 + 225 = 1293.75 kalori Berat badan 20% = 1293.75 225 = 1068.75 Stress metabolik + 20% = 1068.75 + 225 = 1293.75 Kebutuhan kalori harian pasien = 1300 kalori = 45 x 25 kalori = 1125 kal

20

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor penyebab, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah secara kronik yang disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, aksi dari insulin atau keduanya Diagnosa dini sangatlah penting dalam menentukan prognosis. Karakteristik yang dapat diambil sebagai tolak ukur dalam mendiagnosis adalah ditemukannya hasil gula darah yangg abnormal yang diperiksa beberapa kali kecuali disertai gejala klinis yang klasik. Prinsip penatalaksanaan dari DM adalah mencapai dan mempertahankan kadar gula darah normal. Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran kadar glukosa darah belum juga tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Yang bertujuan mencegah terjadinya komplikasi karena bilamana sudah terjadi komplikasi maka tidak dapat diperbaiki lagi dan menimbulkan cacat yang dapat menimbulkan kematian. SARAN Penderita DM sebaiknnya kontrol secara teratur dan tidak putus obat. Edukasi mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya ancaman komplikasi diberikan selama perawatan dan kontrol berobat. Edukasi untuk diet dan latihan jasmani agar memperingan intervensi farmakologis. Agar terapi tepat sasaran perlu dilakukan pemeriksaan kultur luka dan tes resistensi obat agar penyembuhan luka maksimal. Penderita DM sebaiknya dilakukan
21

pengontrolan kadar kolesterol dan tekanan darah, bila ada kelainan sebaiknya segera diobati karena akan mempercepat terjadinya komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006; hal. 4 Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920 3. 4. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873 Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259

22

Anda mungkin juga menyukai