Anda di halaman 1dari 13

KEBIJAKAN LUAR NEGERI PEMERINTAH PRANCIS TERHADAP KAUM MINORITAS GYPSI

Pendahuluan
Selalu ada kesenjangan antara negara maju dan negara miskin. Begitu pula adanya kesenjangan antara mayoritas dan minoritas. Hampir di setiap negara di dunia memiliki populasi etnik minoritas. Di beberapa negara, etnik minoritas tersebut dapat hidup berdampingan dengan orang-orang yang berasal dari kaum mayoritas. Namun, pada kenyataannya, tanpa kita sadari beberapa kaum minoritas telah tersingkir dari interaksi masyarakat yang disebabkan oleh diskriminasi, stereotype, dan stigmatisasi dari orang-orang yang lebih dominan. Kaum gypsi sebagai sebuah minoritas yang tersebar di kawasan eropa mempunyai aspek historis dan tradisi yang cukup kental. Gypsi dapat didefinisikan secara kultural dan secara etnik. Dengan kata lain, gypsi adalah sebuah nama yang kompleks. Secara kultural, gypsies didefinisikan sebagai sebuah grup yang terdiri dari orang-orang dengan asal yang tidak biasa, yang hidup secara nomaden (berpindah-pindah). Definisi entikal dari gypsies adalah sebagai orang-orang yang berbeda, sebuah ras. Ras tersebut didefinisikan secara kultural atau secara biologis. Sementara ras kultural dikarakterkan sebagai sebuah gaya hidup dan budaya tertentu, ras biologis dikarakterkan dengan hubungan darah, misal hubungan keluarga. Sekarang, nama resmi bagi kaum gipsi adalah orang Roma, dalam area yang menggunakan bahasa Jerman disebut sebagai Roma dan Sinti.1

The Danish Center for Holocaust and Genocide Studies. The Gypsies during the Holocaust. [Home-page Online], diakses pada 15 Desember 2010, dari: http://www.holocausteducation.dk /holocaust/sigojnerne.asp#Hvem%20er %20sig%C3%B8jnerne?

Gypsi berasal dari kata Egypt. Masyarakat pada masa itu mengira bahwa kelompok ini berasal dari Egypt (Mesir).2 Pada kenyataannya, kaum gipsi mempunyai sejarah asal dari India. Di masa lalu sampai dewasa ini, isu mengenai kaum minoritas belum menjadi topik utama dalam penelitian Hubungan Internasional. Oleh karena itu Penulis merasa bahwa alangkah baiknya bila Penulis dapat memulai meneliti mengenai sebuah kaum minoritas yang seringkali dipandang sebelah mata namun keberadaannya tetap nyata di dalam masyarakat internasional. Dengan mengambil topik tersebut penulis akan dapat mempelajari lebih jauh mengenai kebijakan luar negeri sebuah negara terhadap suatu kaum minoritas; dalam hal ini adalah Kebijakan Luar Negeri Prancis terhadap kaum minoritas Gypsi. Berdasarkan data yang ada tentang kaum minoritas, kasus pengusiran terhadap kaum gipsi oleh Negara Prancis pada saat ini adalah masalah yang paling menonjol dan mendapat perhatian dari dunia internasional. Masalah ini tidak hanya mendapat perhatian dari amnesty internasional, tapi juga dari Vatikan. Pihak Vatikan berusaha membujuk Pemerintah Prancis agar tidak melakukan deportasi terhadap kaum Gipsi. Jadi, bisa dikatakan bahwa topik tentang kaum minoritas dalam hal ini kaum Gipsi mendapatkan perhatian yang luas. Penulis merasa bahwa isu mengenai kaum minoritas gypsi juga berhubungan dengan isu-isu lain seperti isu kemanusiaan dan keamanan nasional. Secara teknis, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai apa itu minoritas dan juga untuk menjelaskan mengenai kebijakan luar negeri Prancis
2

Matthew J. Gibney dan Randall Hansen, 2005, Immigration and Asylum: from1900 to the present, Volume 1, United States of America: ABC Clio Inc., hal. 526.

terhadap kaum gipsi. Disamping itu, Penulis mempunyai tujuan yang dirasa cukup idealis yaitu agar mahasiswa maupun masyarakat dapat memberikan perhatian lebih terhadap kaum minoritas yang sering dipandang sebelah mata. Penulis juga berharap agar dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap negara dan masyarakat dalam ranah kebijakan maupun tindakan yang tidak memarginalisasikan kaum minoritas tersebut. Lebih lanjut lagi penelitian ini berjenis deskriptif-kualitatif. Penulis berpendapat bahwa metode kualitatif dapat menggambarkan dengan lebih jelas mengenai latar belakang termarjinanalisasikannya kaum gypsi serta kebijakan Prancis yang kontroversial terhadap mereka. Penulis juga menggunakan literatur dari beberapa buku mengenai Gypsies dan juga mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya mengenai kaum minoritas.

Pertanyaan Penelitian Dengan latar belakang di atas, Penulis ingin mengajukan pertanyaan penelitian yang dapat memberikan gambaran yang memadai mengenai kaum minoritas tersebut. Maka dari itu, penelitian ini akan mencakup dua buah pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa itu minoritas?


2. Apa saja kebijakan luar negeri Pemerintah Prancis terhadap kaum

Gypsi?

Literature Review Setelah melakukan beberapa literature review pada tulisan-tulisan maupun berita mengenai Prancis dan Gypsi, penulis akan menggunakan dua konsep yang sekiranya dapat membantu dalam menjelaskan topik penelitian ini. Kedua konsep tersebut adalah minoritas dan kebijakan luar negeri. Minoritas, seperti yang sering dikutip oleh kebanyakan peneliti merupakan hasil pemikiran dari Capotorti. Sebagai United Nations Special Rapporteur, dalam studinya yang berjudul Study on the Rights of Persons belonging to Ethnic, Religious and Linguistic Movement pada tahun 1977, berikut adalah definisinya mengenai minoritas:
A group numerically inferior to the rest of the population of a State, in a nondominant position, whose members being nationals of the State possess ethnic, religious, or linguistic characteristics differing from those of the rest of the population and show, if only implicitly, a sense of solidarity, directed towards preserving their culture, traditions, religion or language.3

Kebijakan Luar Negeri

Ada banyak definisi tentang kebijakan luar negeri dengan tekanan yang berbeda-beda. Di bawah ini akan diberikan definisi yang sering digunakan oleh akademisi maupun praktisi selama ini. Mark R. Amstutz mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai explicit and implicit beyond a countrys territorial boundaries.4
3

F. Capotorti, Study on the Rights of Persons belonging to Ethnic, Religious and Linguistic Minorities, 1991, p. 96 in Peter Malanczuk, 1997, Akehursts Modern Introduction to International Law, 7rh revised edition, New York: Routledge, p. 105-106. 4 Mark R. Amstutz, 1995, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politcs, Dubuque: Brom & Benchmark, hal 148 dalam Aleksius Jemadu, 2008, Politik Global dalam Teori & Praktik, Yogyakarta, Graha Ilmu, hal. 64.

Dalam definisi ini ada tiga tekanan utama yaitu tindakan atau kebijakan pemerintah, pencapaian kepentingan nasional dan jangkauan kebijakan luar negeri yang melewati batas kewilayahan suatu negara. Menurut Howard Lentner, pengertian kebijakan luar negeri harus mencakup tiga elemen dasar dari setiap kebijakan: penentuan tujuan yang hendak dicapai (selection of objectives), pengerahan sumber daya atau instrumen untuk mencapai tujuan tersebut (mobilization of means) dan pelaksanaan (implementation) dari kebijakan yang terdiri dari rangkaian tindakan dengan secara aktual menggunakan sumber daya yang sudah ditetapkan.5

Analisis Kaum Gipsi di Prancis merupakan kaum minoritas yang rata-rata miskin dan selalu berpindah-pindah. Sejak bulan agustus 2010, Pemerintah Prancis mendeportasi besar-besaran warga Gipsi. Masalah imigran gelap yang terjadi pada kaum gipsi yang tinggal di Prancis sudah seringkali terjadi. Deportasi terhadap orang Gipsi oleh Negara Prancis juga mendapatkan kecaman masyarakat internasional. Bisa dikatakan hal ini sebagai bentuk nyata diskriminasi dan rasisme terhadap kaum gipsi. Kemudian, Pemerintah Prancis juga dituduh telah melakukan pelanggaran HAM secara sistematis terhadap warga gipsi di Prancis. Namun pemerintah Prancis tidak menggubris hal tersebut hingga akhirnya komisi

Howard Lentner, 1974, Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach, Ohio, Charles F. Merill Publishing Company, hal. 3 dalam Aleksius Jemadu, 2008, Politik Global dalam Teori & Praktik, Yogyakarta, Graha Ilmu, hal. 65.

pengadilan Uni Eropa akan melakukan tindakan hukum terhadap Pemerintah Prancis. Beberapa pihak berpendapat bahwa pendeportasian ini merupakan xenophobia6 dari pemerintah Prancis. Presiden Nicholas Sarkozy mengatakan tindakan pemerintahnya itu sesuai dengan undang-undang imigrasi dan HAM, walaupun para pengamat mengatakan ada upaya untuk mengaitkan perkampungan gipsi illegal dengan tindakan kejahatan yang semakin meningkat7. Pemerintah Prancis juga beralasan pemukiman Gipsi merupakan sumber perdagangan manusia, standar kehidupan yang sangat rendah, eksploitasi anak untuk jadi pengemis, prostitusi dan kejahatan. Memang beberapa hal tersebut ada yang dilakukan oleh kaum Gipsi karena beberapa faktor seperti susahnya mencari pekerjaan di sana (orang Gipsi tidak terlalu di anggap) dan juga karena minimnya pendidikan yang mereka dapatkan. Bagaimanapun, tidak semua orang Gipsi melakukan tindakan kriminal. Masih banyak yang memang bekerja dengan cara yang benar tanpa menyalahi aturan. Menurut Amnesty internasional, kaum gipsi Roma dan kelompok minoritas lainnya sering mendapat tidak adil. Sebagai kaum minoritas di Prancis, seringkali kaum gipsi yang tinggal di sana mendapatkan perlakuan yang rasis dan tidak adil. Seperti contohnya ketika ada terjadi pencurian, maka biasanya mereka yang pertama kali dicurigai dan dituduh sebagai pelaku, padahal belum ada bukti yang memberatkan mereka. Perlakuan rasis ini tidak hanya sekali atau dua kali mereka alami; hal ini terjadi berulangulang. Kaum Gipsi atau Roma dikenal mendapat perlakuan diskriminatif dalam soal
6 7

Xenophobia adalah ketakutan atau kebencian yang tidak masuk akal terhadap orang asing. BBC Indonesia, Prancis Deportasi Kaum Gipsi, diakses pada 15 Desember 2010, dari: http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/08/100819_francegypsi.shtml

perumahan, pekerjaan, dan pendidikan di seantero Eropa. Sebagai penduduk Uni Eropa, kaum Gipsi Roma berhak pergi ke Prancis, tetapi mereka harus memiliki surat keterangan resmi untuk bekerja atau tinggal dalam waktu lama di Prancis. Membuka kisah kelabu beberapa waktu lalu, seorang lelaki Gipsi yang mengendarai mobil, menerobos pos pemeriksaan. Tindakannya itu memancing peluru panas keluar dari sarangnya, dan mencabut nyawa si lelaki Gipsi itu. Insiden penembakan di Saint Aignon itu berbalas kerusuhan. Sejumlah warga melakukan aksi balas dendam, menyerang polisi.8 Tragedi berdarah di Saint Aignon pun dipandang oleh kalangan pembela HAM sebagai upaya main api Pemerintah Prancis. Kejadian yang terbaru adalah penggusuran kampung ilegal warga Gipsi di Saint Etienne. Ada sekitar 300 perkampungan ilegal warga Gipsi yang ditutup paksa oleh aparat berwenang Prancis, atas perintah Zarkozy yang menurut jajak pendapat menunjukkan paling tidak 65% warga Prancis juga mendukung kebijakan pemerintah.9 Stigma dan generalisasi sumber masalah memang bisa terjadi, oleh siapa saja dan kepada siapa saja. Tetapi pertimbangannya tentu tidak sedangkal, bahwa kaum Gipsi dianggap merupakan ras pembuat kerusuhan dan kekacauan, penyulut kekerasan, pengidap penyakit malas dan miskin. Pada saat ini, Zarkozy benar-benar dangkal menganalisa permasalahan dalam negerinya, sehingga kambing hitam

BBC Indonesia, Prancis Gusur Perkampungan Gipsi, diakses pada: 15 Desember 2010, dari: http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/08/100806_francegipsy.shtml 9 Ibid.

ditujukan kepada kaum yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan jalan yang lebih santun dan beradab. Apalagi Prancis dikenal sebagai motor pembela HAM. Dari lembaran kisah kelabu di Prancis ini, memberikan gambaran umumnya, bahwa penduduk Eropa juga melakukan tindakan diskriminatif terhadap kaum Gipsi. Kaum Gipsi dianggap sebagai kaum terasing dan menyebalkan di seantero Eropa. Pembelaan Uni Eropa terhadap kaum Gipsi tersebut seakan tidak berarti, mengingat selama ini memang ada diskrimasi nyata terhadap kaum Gipsi tersebut. Dan perlakuan Zarkozy ini merupakan akumulasi dari diskriminasi yang sudah menggumpal sedemikian rupa, sehingga tidak dapat dibendung. Pada akhirnya, tidak seharusnya kaum minoritas dianggap sebagai pengganggu dan dipandang sebelah mata. Seperti contohnya orang gipsi. Walaupun mereka seringkali dikaitkan dengan perbuatan kriminal, pengemis dan prostitusi, ternyata mereka juga orang-orang yang kreatif. Mereka berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain dengan menggunakan caravan. Mereka sering mengadakan hiburan seperti tari-tarian karena mereka terkenal sebagai penari yang baik. Mereka juga menjual barang dagangan dan juga terkenal sebagai peramal nasib.
Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy mengatakan warga Prancis keturunan asing yang mengancam jiwa anggota polisi harus dicabut kewarganegaraannya.10 Lebih lanjut lagi ia mengatakan status warga negara orang-orang yang "mengancam jiwa anggota polisi maupun orang-orang yang terlibat dalam pengamanan umum" harus dibatalkan. Sarkozy juga mengatakan ingin meningkatkan masa hukuman penjara untuk berbagai
10

BBC Indonesia, Sarkozy akan Basmi Penjahat Asing, diakses pada: 15 Desember 2010, dari: http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/07/100730_sarkozycriminals.shtml

kejahatan dengan kekerasan, dan bahwa anak muda keturunan asing di bawah umur yang melakukan kejahatan akan sulit untuk mendapatkan kewarganegaraan ketika sudah dewasa. Sarkozy memerintahkan penggusuran perkampungan ilegal kaum Gipsi di berbagai tempat di Prancis dan memulangkan langsung banyak warga Gipsi Bulgaria dan Romania yang melanggar ketertiban umum.11 Kebijakan Sarkozy terhadap Gypsi mendapatkan perlawanan dari Uni Eropa dan juga dari partai liberal. Terdapat sebuah kritik bahwa Sarkozy membuat kebijakan terhadap kaum gypsi untuk mengalihkan kebijakan yang tidak populer, yaitu mengenai rencana nya untuk menaikkan standar minimum usia pensiun, yaitu dari usia 62 ke usia 60. Tahun lalu Prancis mengusir 12,000 warga gypsi menurut advocacy group Rom Europe.12 Komisi keadilan Uni Eropa menyatakan bahwa Prancis telah melanggar nilainilai Uni Eropa dan juga hak bagi setiap warga negara Uni Eropa untuk berpindah dalam wilayah kesatuan sebagai prinsip fundamental dari Uni Eropa.13 Kaum Gypsi yang merupakan salah satu minoritas terbesar yang tersebar di wilayah Eropa. Pada era Perang Dunia Kedua, Nazi juga menargetkan mereka untuk dibunuh dan ditahan di camp konsentrasi. Gaya hidup yang nomaden, dan anggapan bahwa mereka mempunyai asosiasi dengan pencurian membuat kaum gypsi di Eropa dipandang sebelah mata. Padahal tidak semua dari mereka terasosiasikan dengan tindakan kriminal. Namun karena sudah bertahun-tahun hidup dalam stigma masyarakat, warga gypsi seringkali ditolak dari pekerjaan yang mereka lamar karena stigma orang-orang lain terhadap mereka. Akibatnya mereka hidup dalam kemiskinan, dan acap kali terpaksa harus melakukan tindakan kriminal dan juga mengemis untuk bertahan hidup. Rentannya
11

Ibid. The Wall Street Journal, France defends its Policy to Roma, diakses pada: 15 Desember 2010, dari: http://online.wsj.com/article/SB100014240527487044211045754638229847978 14.html# articleTabs%3Darticle 13 EurActiv.com, France hande ultimatum in Roma row, diakses pada: 15 Desember 2010, dari: http://www.euractiv.com/en/future-eu/france-handedultimatum-roma-row-news-498287
12

kaum gypsi terhadap kriminalitas juga membuat mereka ditargetkan dalam perdagangan manusia dan juga prostitusi. Kebijakan Sarkozy terhadap kaum gypsi di Prancis mendapat sorotan internasional sejak ia menginisiasikan program pada bulan Juli 2010 untuk meratakan perkemahan yang dihuni oleh kaum Gypsi dan untuk mendeportasikan mereka kembali ke Romania dan Bulgaria. Walaupun mendapat kritik, Sarkozy tetap menjalankan kebijakan tersebut. Bagaimanapun, akan ada sanksi yang dihadapi Prancis yang diduga akan berupa disciplinary action atau denda dari Uni Eropa karena telah mentargetkan kaum Gypsi secara spesifik dari Romania and Bulgaria dari seluruh etnis minoritas.14 Beberapa pihak masih mempertanyakan motif dibalik pengusiran kaum Gypsi dari Prancis. Hal ini jelas melanggar prinsip dasar Uni Eropa mengenai free movement of people within union, namun tidak menutup kemungkinan bagi orang-orang yang telah diusir ini untuk kembali ke Prancis secara diam-diam. Untuk mencegah repatriasi kaum Gypsi yang telah dipulangkan, Pemerintah Prancis telah mendata sidik jari dari orangorang tersebut, sehingga akan lebih susah bagi mereka untuk kembali. Orang-orang Gypsi yang dideportasi dikirim pulang ke negara asalnya di Romania dan Bulgaria dengan dibekali uang sekitar 300 euro per orang.

Penutup Keberadaan kaum gypsi di eropa tidak bisa dielakkan walaupun mereka selama ini dipandang sebelah mata. Gaya hidup mereka yang nomaden membuat mereka tersebar di beberapa negara di Eropa. Kebijakan Prancis terhadap kaum Gypsi bukanlah hal yang baru. Namun pada pertengahan tahun ini, dengan program deportasinya, Sarkozy telah menunjukkan betapa peliknya sengketa Prancis dengan
14

The Christian Science Monitor, France Bristles at Comparison of Roma roundups to Nazi tactics, diakses pada: 15 Desember 2010, dari: http://www.csmonitor.com/World/Global-News/2010/0915/France-bristles-atcomparison-of-Roma-roundups-to-Nazi-tactics.

10

kaum minoritas ini. Sarkozy menganggap bahwa kaum gypsi mempunya peran dalam peningkatan jumlah tindakan kriminal di Prancis. Perkemahan kaum gypsi yang kumuh dianggap merusak pemandangan kota Paris dan Lyon. Sarkozy sebenarnya berusaha untuk melindungi Prancis dari pencemaran yang dianggap telah dilakukan oleh kaum Gypsi. Namun ia juga mendapat kecaman atas kebijakannya tersebut, dan dituduh ingin mengalihkan isu-isu lainnya dan juga karena ia dihadapkan dengan kenyataan popularitasnya yang telah menurun akan mempersulit ia untuk mendapat dukungan untuk mencalonkan diri sebagai president di periode berikutnya. Walaupun begitu, aksi Sarkozy sepertinya tidak akan diperkarakan, karena sebagai president ia memegang kuasa penuh. Kebijakan Pemerintah Prancis terhadap orang-orang gypsi tentu

mengundang kecaman, kritik, dan rasa penasaran. Bagaimana nasib kaum gypsi seterusnya? Bagaimana dengan segelintir warga keturunan gypsi yang sudah mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan berusaha untuk menepis stigmastigma dari masyarakat terhadap mereka? Akankah usaha ini sia-sia saja mengingat stereotype dan labelling terhadap kaum gypsi telah berlangsung sejak sangat lama?
Hal ini menimbulkan perdebatan dilematis bagi Prancis, di satu sisi, salah satu tujuan mereka adalah mengurangi kerentanan kaum gypsi terhadap perdagangan manusia dan prostitusi. Tetapi apakah mereka akan hidup lebih baik di Romania dan Bulgaria? Cukup banyak pertanyaan dan asumsi yang dapat kita ajukan mengenai isu diatas. Termasuk diantaranya adalah kenyataan bahwa di kawasan Eropa yang kebanyakan telah maju (khususnya Eropa Barat), masih juga didapati kasus diskriminasi terhadap minoritas mereka yang telah berusaha bertahan selama beratus tahun dan tetap kondisi sosial dan ekonomi mereka tidak mengalami perubahan yang berarti. Kebijakan 11

yang arogan ini seperti ingin menunjukkan bahwa kaum gypsi adalah masalah bagi Prancis, dan maka dari itu Prancis dapat menjustifikasi tindakannya ini sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan keamanan nasional.

Referensi
Buku Amstutz, Mark R. 1995. International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politcs. Dubuque: Brom & Benchmark. Gibney, Matthew J. dan Randall Hansen. 2005. Immigration and Asylum: from1900 to the present, Volume 1. United States of America: ABC Clio Inc. Jemadu, Aleksius, 2008. Politik Global dalam Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Malanczuk, Peter. 1997. Akehursts Modern Introduction to International Law, 7rh revised edition. New York: Routledge.

Jurnal The Wall Street Journal, France defends its Policy to Roma, diakses pada: 15 Desember 2010, dari: http://online.wsj.com/article/SB10001424 052748704421104575463822 984797814.html# articleTabs%3Darticle

Artikel BBC Indonesia, Prancis Deportasi Kaum Gipsi, diakses pada 15 Desember 2010, dari:http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/08/100819_francegypsi.s html BBC Indonesia, Prancis Gusur Perkampungan Gipsi, diakses pada: 15 Desember 2010,dari:http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/08/100806_francegi psy.shtml BBC Indonesia, Sarkozy akan Basmi Penjahat Asing, diakses pada: 15 Desember 2010,dari:http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/07/100730_sarkozy criminals.shtml
12

EurActiv.com, France hande ultimatum in Roma row, diakses pada: 15 Desember 2010, dari: http://www.euractiv.com/en/future-eu/france-handedultimatum-roma-row-news-498287 The Christian Science Monitor, France Bristles at Comparison of Roma roundups to Nazi tactics, diakses pada: 15 Desember 2010, dari: http://www.csmonitor.com/World/Global-News/2010/0915/Francebristles-at-comparison-of-Roma-roundups-to-Nazi-tactics. The Danish Center for Holocaust and Genocide Studies. The Gypsies during the Holocaust. [Home-page Online], diakses pada 15 Desember 2010, dari: http://www.holocausteducation.dk/holocaust/sigojnerne.asp#Hvem%20er %20sig%C3%B8jnerne?

13

Anda mungkin juga menyukai