Anda di halaman 1dari 25

KOMANDO DAERAH MILITER XVI/PATTIMURA PERHUBUNGAN

PERENCANAAN SISTEM PENGEREMAN ABS MEKANIK DENGAN VIBRATOR PADA KENDARAAN KIJANG

Ambon,

Mei 2011

KOMANDO DAERAH MILITER XVI/PATTIMURA PERHUBUNGAN

BAB I PENDAHULUAN

1.

Umum.

Kendaraan merupakan suatu fasilitas yang sangat penting dalam

kehidupan manusia dewasa ini yang berfungsi sebagai alat transportasi yang juga merupakan sarana penunjang kehidupan yang diperlukan manusia untuk dapat berpindah dari suatu tempat ketempat lain. Sarana transportasi terbesar yang digunakan saat ini adalah transportasi darat. Pengembangan teknologi kendaraan bermotor menuntutsemua industry otomotif untuk bersaing dalam memproduksi kendaraan bermotor yang praktis, ekonomis dan selalu memperhatikan keamanan serta kenyamanan berkendaraan.

Sistem pengereman merupakan salah satu bagian kendaraan yang membutuhkan perhatian lebih dari produsen maupun pemilik kendaraan bermotor dengan maksud untuk mendapatkan kenyamanan bahkan keselamatan pengemudi dan penumpang, hal ini dapat kita ketahui bahwa sering terjadinya kecelakaan lalulintas yang disebabkan oleh sistem pengereman yang kurang sempurna. Oleh karena itu hal tersebut harus dapat kita minimalisir dengan menggunakan sistem pengereman yang baik dan aman.

Agar sistem pengereman dapat berfungsi dengan baik adalah pengereman yang tidak mengakibatkan terkuncinya roda-roda belakang pada waktu dilakukan pengereman tiba-tiba dan juga mampu mengontrol roda-roda depan agar kendaraan tidak berputar (slip), sehingga pengendalian kemudi dapat terjaga dengan baik. Dalam hal ini sistem pengereman yang baik yang dikenal dengan sistem pengereman ABS (Anti Lock Brake System).

2.

Maksud dan tujuan.

Maksud penulisan naskah ini adalah untuk memberikan

masukan tentang pemasangan Vibrator pada system pengereman kendaraan dengan tujuan untuk mendapatkan system pengereman yang baik, aman dan ekonomis.

3.

Metode dan Pendekatan.

Penulisan

naskah

ini

dilaksanakan

dengan

menggunakan metode pendekatan Literatur dan Eksperimen.


1

4.

Ruang Lingkup dan Tata Urut.

Ruang

lingkup

penulisan

naskah

ini

meliputi latar belakang masalah yang berkaitan dengan kondisi sistem pengereman kendaraan saat ini, faktor-faktor yang mempengaruhi, kondisi sistem pengereman yang diharapkan pada masa mendatang dikaitkan dengan upaya-upaya realistis dan aplikatif yang dapat dilaksanakan dan ditutup oleh kesimpulan dan saran dengan tata urut sebagai berikut : a. b. b. c. d. e. BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI : PENDAHULUAN. : DASAR PEMIKIRAN : KONDISI SISTEM PENGEREMAN KENDARAAN SAAT INI. : FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI. : KONDISI SISTEM PENGEREMAN YANG DIINGINKAN : IMPLEMENTASI SISTEM PENGEREMAN YANG DI INGINKAN. f. BAB VII : PENUTUP.

5.

Pengertian pengertian.

a.

Sistem Pengereman.

Adalah salah satu komponen kendaraan yang

digunakan untuk mengurangi laju dan menghentikan kendaraan pada saat bergerak.

b.

ABS.

Adalah sistem pengereman yang bertujuan untuk mencegah

terjadinya penguncian roda-roda dan juga mengontrol roda-roda agar tidak terjadi slip pada saat kendaraan di rem secara mendadak..

c.

Vibrator.

Adalah alat yang digunakan untuk menimbulkan getaran pada

sistem pengereman ABS mekanik.

d.

Stoping Distance.

Adalah jarak yang ditempuh kendaraan ketika

dilaksanakan pengereman.

e.

Stoping Time.

Adalah waktu yang dibutuhkan oleh kendaraan untuk

berhenti setelah dilakukan pengereman.


2

BAB II DASAR PEMIKIRAN


6. Umum. Rem dirancang untuk mengurangi kecepatan (perlambatan) dan

menghentikan kendaraan atau untuk memungkinkan parkir pada tempat yang menurun. Dewasa ini para ahli permobilan, rem merupakan peralatan penting untuk keamanan berkendaraan sehingga kendaraan dapat berhenti di tempat maupun dan dalam berbagai kondisi dan berfungsi dengan baik dan aman.

Gambar 1 Sistem Pengereman Konvensional 7. Prinsip rem. Kendaraan tidak dapat berhenti dengan segera apabila mesin

dibebaskan (tidak dihubungkan) dengan pemindah daya, kendaraan cenderung tetap bergerak. Kelemahan ini harus dikurangi dengan maksud untuk menurunkan kecepatan gerak kendaraan hingga berhenti. Mesin mengubah energi panas menjadi energi kinetik (energi gerak) untuk mengarahkan kendaraan, sebaliknya rem merubah energi kinetik menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan. Umumnya rem bekerja disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan melawan sistem gerak putar. Efek pengereman (braking effect) diperoleh dari adanya gesekan yang ditimbulkan antara dua objek.

Gambar 2 Gesekan antara dua permukaan. 8. Tipe rem. Rem yang digunakan pada kendaraan bermotor dapat digolongkan

menjadi beberapa tipe tergantung penggunaanya, antara lain : a. Rem kaki (foot brake) digunakan untuk mengontrol kecepatan dan

menghentikan kendaraan dengan menggunakan gaya penekan pada pedal oleh kaki pada saat mengoprasionalkannya. b. c. Rem parkir (parking brake) digunakan terutama untuk memarkir kendaraan. Rem tambahan (auxiliary brake) digunakan pada kombinasi rem biasa (kaki)

yang dipakai pada truk diesel dan kendaraan berat. 9. Rem Hidraulis. Rem kaki (foot brake) dikelompokan menjadi dua tipe yaitu

rem hidraulis (hidraulic brake) dan rem pneumatis (pneumatic brake). Rem hidraulis lebih respon dan lebih cepat dibanding dengan tipe lainnya dan juga konstruksinya lebih sederhana. Rem hidraulis juga mempunyai konstruksi yang khusus dan handal (superior design flexibility), dengan adanya keuntungan tersebut rem hidraulis banyak digunakan pada kendaraan penumpang dan truk ringan.3) Rem kaki/rem hidraulis juga terdiri dari dua jenis yaitu rem cakram (disc brake) dan rem tromol (drum brake).

Gambar 3 Rem kaki (Hidraulis)


4

10.

Rem Tromol (Drum brake).

Pada

jenis

rem

tromol,

kekuatan

tenaga

pengereman diperoleh dari sepatu rem yang diam menekan permukaan tromol yang berputar bersama roda. Karena self energizing action ditimbulkan oleh tenaga putar tromol dan tenaga mengembangnya sepatu rem, maka kekuatan tenaga pengereman yang besar diakibatkan oleh usaha pedal yang relatif kecil.

Gambar 4 Bagian-bagian Rem Tromol Komponen utama rem tromol terdiri dari backing plate, wheel cylinder, sepatu dan kanvas rem dan tromol rem. a. Backing plate. Backing plate terbuat dari baja pres yang

dibuat pada axle housing bagian belakang. Karena sepatu rem terkait pada backing plate, maka aksi daya pengeremantertumpu pada backing plate. b. Wheel cylinder / master roda. Prinsip kerja wheel cylinder yaitu

berdasarkan tekanan fluida rem daru silinder master, sehingga dapat menggerakan piston cup, piston tersebut menekan kearah sepatu rem, kemudian secara bersama-sama menekan tromol rem. c. Sepatu dan knvas rem. Sepatu rem bentuknya seperti tromol (drum) yaitu

setengah lingkaran. Biasanya sepatu rem dibuat dari plat baja, kanvas rem dipasang dengan cara dikelilingi atau dilem pada permukaan sepatu rem, kanvas ini harus dapat menahan panas, aus dan harus memiliki nilai koefisien gesek yang tinggi. Biasanya kanvas rem terbuat dari bahan campuran antara fiber metalik dengan brass dan lead dan diproses dengan ketinggian panas tertentu, selain iti ada bahan utama lainnya yang digunakan pada kanvas rem yaitu asbes, serbuk
5

tembaga, kuningan dan timah hitam yang memiliki sifat lebih tahan terhadap panas dan penyebaran panas, dan bahan tmbahan yaitu aspal dan plastik dengan sifat sebagai penyebar panas dan mengeraskan bahan utama. d. Tromol rem (brake drum). Tromol rem umumnya terbuat dari bahan besi

tuang, tromol ini letaknya sangat dekat dengan sepatu rem tanpa bersentuhan dan berputar bersama roda. Ketika kanvas rem menekan permukaan bagian dalam dari tromol rem bila rem bekerja, maka panas yang ditimbulkan akibat gesekan mencapai suhu 200oC sampai 300oC. 11. Rem Cakram. Rem cakram (disc brake) pada dasarnya terdiri dari cakram

yang terbuat dari besi tuang (disc rotor) yang berputar dengan roda dan bahan gesek (disc pad) yang mendorong dan menjepit cakram. Sewaktu pedal rem ditekan, minyak rem menekan piston pada caliper, maka pada rem akan menjepit disc rotor (cakram). Putaran roda akan diperlambat atau berhenti, bila pedal rem dilepas, maka minyak rem akan kembali ke tangki reservoir pada slinder master melalui lubang/saluran pengembali, piston pada caliperpun akan kembali pada posisi semula sehingga disc rotor (cakram) terbebas dari jepitan pad rem.

Gambar 5 Kerja Rem Cakram Karakteristik rem cakram hanya mempunyai sedikit aksi energi sendiri (self energizing action), daya pengereman itu sedikit dipengaruhi oleh fluktuasi koefisien gesek yang menghasilkan kesetabilan tinggi, selain itu karena permukaan bidang gesek selalu terkena udara, radiasi panasnya terjamin baik, hal ini dapat mengurangi dan menjamin dari terkena air. Rem cakram mempunyai batasan pembuatan pada bentuk dan ukurannya, ukuran disc pad juga agak terbatas, hal ini berkaitan dengan aksi self
6

energizing limited, sehingga perlu tambahan tekanan hidraulis yang perlu besar untuk mendapatkan daya pengereman yang koefisien.4) 12. Pipa penyalur. Jenis pipa penyalur yang digunakan adalah jenis pipa padat

untuk keperluan ekstra berat yaitu jenis tube baja yang tak berlapis yang sudah diperkeras atau disepuh dikhususkan untuk kerja tersebut (instalasi sistem pengereman) yang masih memungkinkan untuk dapat dibentuk untuk keperluan sejumlah belokan dan pelebaran ujung tube dapat dilakukan dengan mudah jika diperlukan. 13. Minyak rem. Fluida rem atau minyak rem yang digunakan pada kendaraan ada

tiga jenis diantaranya: a. DOT 3dan 4 yaitu minyak rem berdasar etilglikol yang masih umum

digunakan, dan bersifat beracun, korosif, mengabsorsi air, dan merusak cat. b. DOT 5 yaitu minyak rem berdasar oli silikon yang baru dipasarkan di

Amerika dan Eropa, sebagai penggantu DOT 3 dan 4, dan bersifat anti karat. c. LHM dan LHS yaitu minyak rem berdasar oli hidrolik dan digunakan pada

mobil Citreon. 14. Mekanisme penggerak rem hidraulis. Prinsip kerja rem hidraulis yaitu

berasal dari tekanan yang diberikan pada pedal sehingga minyak rem yang terdapat pada master rem tertekan dan mengakibatkan tertekannya fluida menekan mekanisme rem yang lain dan mekanisme pengereman akan menimbulkan daya pengereman. 5) a. Pedal rem. Berfungsi sebagai pengantar gaya penekanan kaki (F f) pada

batang pendorong piston master rem sehingga menimbulkan gaya mekanis (F m) pada batang pendorong tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyetelan pedal rem yaitu tinggi pedal rem adalah jarak dari lantai kendaraan kepermukaan pedal rem jika pedal tidak ditekan, langkah pedal rem adalah jarak antara permukaan karet pedalrem kelantai jika pedal rem ditekan penuh, kebebasan pedal rem adalah gerak langkah pedal rem pada saat ditekan hingga menyentuh lantai.

Gambar 6 Pedal Rem Parameter yang dihitung pada pedal rem yaitu: Fm = dimana:

K = Dimana: Fm Ff I2 K = Gaya mekanis = Gaya penekanan pedal rem = Jarak tumpuan kebatang pendorong = Perbandingan jarak

BAB III KONDISI SISTEM PENGEREMAN KENDARAAN KIJANG SAAT INI.

15.

Umum.

Jika kita ingin menghentikan putaran roda, maka kita akan menginjak

pedal rem. Suatu injakan yang lemah akan menghasilkan gaya gesek antara pada rem dan disk rotor kecil, sehingga jarak pengereman menjadi panjang. Pada kondisi jalan yang bebas rintangan hal tersebut masih layak untuk dilakukan, namun pada kondisi jalan ramai dan dilakukan pengereman secara mendadak, maka kita akan menginjak pedal rem dengan kuat dimaksudkan agar mendapatkan jarak pengereman yang diinginkan, ternyata hasil yang diperoleh berbeda dengan keinginan, sehingga roda kendaraaan akan terkunci dan selanjutnya akan tergelincir dijalan. 16. Sistem pengereman kendaraan kijang saat ini. Meskipun saat ini banyak

kendaraan dinas yang menggunakan sistem pengereman modern, namun di daerah8

daerah penggunaan kendaraan kijang sebagai sarana transportasi untuk para Kabalak maupun Asisten masih banyak digunakan. Kendaraan kijang masih menggunakan sistem pengereman konvensional. Sistem pengereman konvensional tidak menggunakan elemen statis yang berfungsi untuk menghasilkan efek ABS, sehingga akan terjadinya lock pada sistem ini pada saat kendaraan direm secara mendadak dan terjadi slip pada kendaraan tidak dapat dihindari.

Gambar 7 Prinsip Kerja Sistem Pengereman Konvensional Sistem pengereman secara konvensional prinsip kerjanya berdasarkan gaya penekanan pedal rem yang dirubah menjadi gaya mekanis pada batang pendorong piston boster rem, didalam boster rem gaya pengereman ditingkatkan dan kemudian mendorong batang piston silinder master sehingga menimbulkan gaya tekan fluida (hidraulis) yang diteruskan ke kaliper, di dalam kaliper fluida mendorong piston caliper dan pad rem yang mencengkeram disk rotor, gaya cengkeram ini disebut dengan gaya pengereman.

BAB IV FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI.

17.

Umum.

Saat pengereman dilakukan, maka terjadi gesekan antara dua

permukaan yang berlawanan baik gesekan antara permukaan roda dan permukaan jalan maupun antara permukaan pad dan permukaan disk rotor/tromol. Diantara gesekangesekan tersebut memiliki nilai koefisien gerak yang berbeda berdasarkan

kekasaran/kehalusan permukaan kedua benda yang bergerak. Hasil studi baru tentang karakteristik adhesi antara roda dan jalan terbesar terjadi pada saat roda belum lock, hal ini berarti bahwa jika pada pengereman, roda dapat dipertahankan sedemikian rupa (tidak lock) dan pada desirable range (20%) maka diharapkan jarak pengereman menjadi lebih pendek. Hal ini menggambarkan bahwa roda dalam keadaan lock tidak mampu menahan gaya kesamping, kondisi ini sangat berbahaya pada saat kendaraan berbelok ada roda yang lock. 18. Faktor Internal. Merupakan faktor faktor yang dapat memperngaruhi sistem

pengereman dilihat dari perangkat dari sistem itu sendiri yaitu : a. Pegas. Suatu pegas dengan ujung polos (plain ends) mempunyai

suatu gulungan ulir yang tak terganggu, ujungnya sama seperti suatu pegas panjang yang dipotong-potong menjadi beberapa bagian.

Gambar 8 Pegas tekan Pegas dibuat baik melalui proses perlakuan panas atau dingin tergantung pada ukuran dari bahan pegas tersebut, indeks pegas dan sifat-sifat yang diinginkan. Pada umumnya kawat yang diberi perkerasan hendaknya jangan
10

dipakai jika D/d > 4 atau d > in. Penggulungan pegas menimbulkan tegangantegangan sisa melalui lenturan, tetapi hal ini tegak lurus terhadap arah dari tegangan kerja puntir pada suatu pegas bergulung. b. Vibrator. Prinsip kerja vibrator adalah untuk menghasilkan getaran yang

dibutuhkan oleh spring (pegas) yang bekerja secara berfluktuatif sesuai dengan kemampuan tekan dari pegas tersebut. 1). Getaran bebas teredam visco-spring-plunger vibrator. Bila

sistem linier dengan satu derajat kebebasan dirangsang, maka responnya akan tergantung pada jenis rangsangan dan redaman yang ada. 2). Getaran harmonik paksa. Eksitasi harmonik sering dihadapi dalam

sistem rekayasa. Eksitasi ini biasanya dihasilkan oleh ketidakseimbangan pada disk brake yang berputar. Walaupun eksitasi harmonik murni lebih jarang terjadi dibanding eksitasi periodik atau eksitasi jenis lain. 3) Frekuensi. Semua sistem yang memiliki massa dan elastisitas

dalam mengalami getaran bebas atau getaran yang terjadi tanpa rangsangan luar. Hal yang penting dalam sistem ini adalah frekuensi getarannya, yang merupakan fungsi masa dan kekakuan sistem. Untuk mengetahui frekuensi yang terjadi dalam sistem, sebelumnya harus mengetahui nilai konstanta pegas yang digunakan dan massa plunger, dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: 19. Faktor Eksternal. Selain faktor internal ada juga faktor eksternal sebagai faktor

yang menentukan bagaimana sistem pengereman ABS mekanik dengan vibrator ini dapat bekerja, yaitu : a. Slip ratio. Kendaraan yang dijalankan pada kecepatan yang tetap, maka

kecepatan bodi kendaraaan dengan kecepatan roda-rodanya sama. Akan tetapi bila terjadi pengereman yang memperlambat kendaraan, maka kecepatan rodarodanya akan berangsur-angsur berkurang dan tidak lagi sama dengan kecepatan bodi kendaraan yang melaju dalam kelambanan sendiri yang memungkinkan terjadinya slip antara roda dan permukaan jalan. b. Koefisien gesek ( ). Saat pengereman dilakukan, maka terjadi pula

gesekan antara dua permukaan yang berlawanan baik gesekan antara permukaan
11

roda dan permukaan jalan maupun antara permukaan pad dan permukaan disk rotor/tromol. Diantara gesekan-gesekan tersebut memiliki nilai koefisien gerak yang berbeda berdasarkan kekasaran/kehalusan permukaan kedua benda yang bergesek.

BAB V KONDISI SISTEM PENGEREMAN YANG DIINGINKAN

20.

Umum.

Pemasangan

Vibrator

pada

sistem

pengereman

konvensional

(setelah modifikasi) dapat dilakukan dengan dipasang antara master silinder dan kaliper sehingga getaran yang dihasilkan oleh vibrator dapat menggetarkan pada rem dalam kaliper. Untuk pemasangannya tiap kaliper dilayani oleh satu kaliper.

Gambar 9 Pemasangan Vibrator pada Sistem Pengereman Konvensional Prinsip kerja pengereman ABS mekanik sama dengan sistem pengereman konvensional, namun pada saat rem digunakan diharapkan terjadi efek ABS yaitu getaran yang dihasilkan oleh Vibrator.

12

BAB VI IMPLEMENTASI SISTEM PENGEREMAN YANG DI INGINKAN.

21.

Umum.

Sistem pengereman Elektrik banyak digunakan pada kendaraan

mewah, namun untuk kendaraan biasa dapat kita modifikasi sistem pengeremannya dengan menggunakan vibrator sehingga lebih sederhana disbanding dengan sistem pengereman ABS elektrik.

22.

Rancangan Vibrator.

Sistem

pemgereman

ABS

mekanik

dengan

menggunakan vibrator memakai elemen elastis pada sistem rem sehingga menghasilkan tekanan fluida pada sistem re mini akan berfluktuasi sesuai dengan kebutuhan agar roda tidak lock saat kendaraan direm secara tiba-tiba tetap stabil. Berdasarkan perencanaan, didapat rancangan vibrator seperti pada gambar berikut :

Gambar 10 Rancangan Vibrator

23.

Pemodelan Getaran pada Sistem Rem dan Vibrator.

Dalam

menganalisa

getaran yang terjadi pada rem sangat perlu untuk memodelkan sistem dengan tujuan untuk menyederhanakan sistem.

13

Gambar 11 Pemodelan getaran sistem rem dan vibrator

Keterangan gambar : m1 m2 c1 c2 c3 c4 k1 k2 F1 F2 Z : Massa pluger dan minyak rem. : Massa piston dan pad. : Konstanta redaman pegas. : Konstanta redaman plunger. : Konstanta redaman minyak rem. : Konstanta redaman pad. : Konstanta kekakuan pegas. : Konstanta kekakuan minyak rem. : Gaya tekan minyak rem pada vibrator. : Gaya tekan minyak rem pada pad. : Profil disk rotor.

Sehingga fluktuasi gaya rem akibat adanya spring plunger dapat dianalisa yaitu gaya (F1 dan F2) yang bekerja pada massa (m1 dan m2) agar dapat memilih kekakuan pegas yang sesuai untuk sistem rem ini.

24.

Upaya yang dilaksanakan.

Untuk melaksanakan suatu modifikasi terlebih

dahulu melaksanakan perhitungan-perhitungan yang didukung oleh teori-teori yang sesuai, sehingga ditemukan suatu hasil yang memenuhi syarat, agar alat yang direncanakan dapat bekerja sesuai dengan beban yang diterima. Dalam perhitungan ini
14

dititik beratkan pada vibrator (penghasil getaran) dan tekanan yang dihasilkan oleh sistem rem tersebut. Untuk mengetahui nilai kekakuan pegas, maka sebelumnya perlu diketahui nilai tekanan dan gaya pada sistem rem tanpa dan dengan vibrator. a. Perhitungan gaya tanpa Vibrator. 1) Gaya mekanis ( Fm ) Fm = dimana : K = =

Maka Fm =

2).

Gaya Output boster rem (F0) F0 = (R TK-T TV) x A0, dimana A0 = = 0,785 x (0,19 m)2 = 0,0283 m2 Maka : F0 = (1013,25 N/m2 0 ) x 0,0283 m2 = 28,67 N

3)

Tekanan output (P1) dan gaya pada silinder master (F1) a) Tekanan Output P1 = Dimana : A1 = = 0,785 x (0,01539 m)2 = 0,0001859 m2 Sehingga : P1 = = 154225,82 N / m2

b)

Gaya output pada silinder master F1 = P1 x A1


15

= 154225,82 N/m2 x 0,0001859 m2 = 28 ,67 N

4)

Gaya Output caliper roda kiri sama dengan roda kanan (F2) F2 = P1 x A2 Dimana : A2 = D22

= 0,785 x ( 0,0471m)2 = 17,41 . 10-4 m2 Karena pada kaliper terdapat 2 piston, maka : F2 = 154225,82 N/m2 x 17,41 . 10-4 m2 x 2 = 513,152 N

5)

Gaya Output master roda belakang kiri sama dengan roda kanan (F3) F3 = P1 x A3 Dimana : A3 = D32

= 0,785 x ( 0,032m)2 = 8,03 . 10-4 m2 Karena pada master roda terdapat 2 piston, maka : F2 = 154225,82 N/m2 x 8,03 . 10-4 m2 x 2 = 247,68 N Sehingga gaya pengereman total pada sistem pengereman secara konvensional adalah : Ftot = F0 + F1 + (F2 x 2) + (F3 x 2) = 28,67 N + 28,67 N + (513,152 N x 2) + (247,68 N x 2) = 1579,004 N

b.

Perhitungan gaya dengan Vibrator. 1) Gaya mekanis ( Fm ) Fm = dimana : K = =

16

Maka Fm =

2).

Gaya Output boster rem (F0) F0 = (R TK-T TV) x A0, dimana A0 = = 0,785 x (0,19 m)2 = 0,0283 m2 Maka : F0 = (1013,25 N/m2 0 ) x 0,0283 m2 = 28,67 N

3)

Tekanan output (P1) dan gaya pada silinder master (F1) a) Tekanan Output P1 = Dimana : A1 = = 0,785 x (0,01539 m)2 = 0,0001859 m2 Sehingga : P1 = = 154225,82 N / m2

b)

Gaya output pada silinder master F1 = P1 x A1 = 154225,82 N/m2 x 0,0001859 m2 = 28 ,67 N

4)

Gaya Output vibrator (F2) Fv = P1 x A2 Dimana : Av = D22


17

= 0,785 x ( 0,048m)2 = 1,8 . 10-3 m2 Karena pada kaliper terdapat 2 piston, maka : Fv = 154225,82 N/m2 x 1,8 . 10-4 m2 x 2 = 278,949 N

5)

Gaya Output master roda belakang kiri sama dengan roda kanan (F3) F3 = P1 x A3 Dimana : A3 = D32

= 0,785 x ( 0,032m)2 = 8,03 . 10-4 m2 Karena pada master roda terdapat 2 piston, maka : F2 = 154225,82 N/m2 x 8,03 . 10-4 m2 x 2 = 247,68 N Sehingga gaya pengereman total pada sistem pengereman secara konvensional adalah : Ftot = F0 + F1 + (F2 x 2) + (F3 x 2) = 28,67 N + 28,67 N + (513,152 N x 2) + (247,68 N x 2) + 278,949 N = 1857,953 N Sesuai hasil perhitungan, didapat gaya pengereman dengan menggunakan Vibrator lebih besar dibanding tanpa vibrator., sehingga gaya pengereman yang lebih besar akan memperpendek jarak pengereman.

25.

Perhitungan Pegas.

Sesuai beban yang diterima oleh pegas tekan, maka

dapat direncanakan pegas yang sesuai untuk digunakan, dengan data awal. a. indek pegas (c) c= c=

= 9,25

b.

Faktor tegangan Wahl (K) K=


18

K=

= 1,15

c.

Momen tahanan puntir (Zp) Zp = =


3

= 12,56 mm3

d.

Momen puntir (T) T= = x W1 x 28,435 kg = 263,024 kg mm

e.

Tegangan geser ( ) = = = 20,941 kg / mm2

f.

Tegangan geser maksimum


maks =

maks)

Kx

= 1,15 x 20,941 kg/mm2 = 24,082 kg / mm2

g.

Bahan pegas yaitu baja SUP 4,

B=

115 kg / mm2
B

Tegangan awal ( ) = ( 0,5 s/d 0,8) x = 0,8 x 115 = 92 kg/mm2 Modulus geser (G) = 8000 kg/mm2 Tegangan rencana
d)

= 0,8 x 92 kg / mm2 = 73,6 kg / mm2

19

h.

Cek

d>

maks

73,6 kg / mm2 > 48,162 kg / mm2

i.

Jumlah lilitan yang bekerja (n) k = = = 0,7 kg/mm n = = = 7,21.

j.

Lendutan total (
total

total)

= = = 45 mm

k.

Beban awal terpasang (W 0) W0 = ( Hf Hs) x k = (120 mm 120 mm) x 0,7 kg/mm = 0 kg

l.

Tinggi mampat ( Hc) Hc = ( n + 1,5)d = ( 8 + 1,5)4 mm = 38 mm.

m.

Kelonggaran kawat pada awal terpasang (Cs) Cs =


20

= = 8,6 mm

n.

Kelonggaran kawat pada lendutan maksimum (C1) Lendutan efektif (h) h = = 45 mm 40 mm = 5 mm

Tinggi pada lendutan maksimal (H1) H1 = H2 - h = 120 mm 5 mm = 115 mm Jadi : C1 = = Dengan menggunakan pegas dengan nilai konstanta kekakuan sebesar 0,7 kg/mm, dihasilkan kawat pada awal terpasang yaitu 8,6 mm dan kelonggaran kawat pada lendutan maksimum sebesar 8,1 mm, sehingga jarak antara kawat dengan lendutan maksimum adalah selisih antara kelonggaran kawat awal terpasang dengan kelonggaran kawat pada lendutan maksimum dikali dengan jumlah lilitan, maka didapat (8,6 mm 8,1 mm) x 8 = 4 mm.

26.

Perhitungan frekuensi getaran.

Dari perencanaan pegas diatas, konstanta

pegas yang dihasilkan adalah 0,7 kg/mm dengan massa plunger yang akan dipakai dala vibrator diasumsikan yaitu 0,12 kg, sehingga : f = ,

dimana : =

21

= = 2,41 rad / s Sehingga : F = = 0,38 Hz Jadi tiap 1 detik, pegas akan menghasilkan getaran sebanyak 3 kali.

27.

Perhitungan tebal tabung silinder vibrator (ts).

Untuk tebal tabung silinder

vibrator menggunakan persamaan : ts =

[
P Ds Sd

]
= 15,72 (Dari perhitungan) = 48 mm (Direncanakan) = 72 kg/mm2 (Dari tabel)

Dimana :

Sehingga : ts =

= 5,76 mm

Dan untuk batas mulur bahan silinder Vibrator dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut : S = = = 36 kg / mm2 Jadi tebal tabung silinder Vibrator adalah 6 mm, dengan batas mulur 36 kg/mm2.

22

28.

Pemilihan Bahan.

Berdasarkan hasil perhitungan, didapat spesifikasi alat

sebagai berikut : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Spesifikasi Gaya Pengereman tanpa Vibrator Gaya Pengereman dengan Vibrator Tebal tabung silinder Vibrator Batas mundur bahan tabung silinder Index pegas Konstanta pegas Faktor tegangan Wahl Momen tahanan puntir Momen puntir Tahanan geser Tegangan geser maksimum Jumlah lilitan Lendutan total Tinggi mampat Kelonggaran kawat pada awal terpasang Kelonggaran kawat pada lendutan meksimum Frekuensi getaran Satuan 1579,004 N 1857,953 N 6 mm 36 kg/mm2 9,25 0,7 kg/mm 1,15 12,56 mm3 263 kg mm 20,941 kg/mm2 24,082 kg/mm2 8 45 mm 38 mm 8,6 mm 8,1 mm 0,38 Hz

23

BAB VII PENUTUP

29.

Kesimpulan. a. Menggunakan rem ABS mekanik dengan vibrator didapat gaya pengereman

lebih besar dari sebelum memakai rem ABS mekanik (konvensional). b. Untuk merencanakan alat perlu adanya pemilihan bahan yang disertai

dengan perhitungan-perhitungan agar tidak terjadi kelelahan bahan pada saat alat digunakan.

30.

Saran.

Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan alat pendeteksi

kebocoran fluida (minyak rem) pada unit vibrator di bagian belakang plunger utama.

24

Anda mungkin juga menyukai