Anda di halaman 1dari 5

Inilah Rahasia Kesuksesan

Seorang wartawan (W) mewawancarai satu orang bernama "Kesuksesan" (S). Berikut adalah perbicangan yang mereka lakukan. W: "Kamu begitu dipuja-puja, dicintai dan dikejar banyak orang di dunia ini, tapi kenapa kamu begitu jual mahal?" S: "Aku memang harus jual mahal, kalau tidak, semua orang tidak akan mengejarku lagi." W: "Lalu, boleh tahu tidak kamu itu orangnya seperti apa?" S: "Intinya aku orangnya jual mahal dan tidak gampang mencintai seseorang." W: "Bisakah dijelaskan lebih detail, saya masih belum paham." S: "Di saat orang lain mengejarku, aku akan berlari menjauh. Aku akan membuat mereka lelah, capek, frustrasi, putus asa, hilang semangat, dan bahkan menyerah. Bukan hanya itu, aku akan mengerahkan seluruh pasukan terbaikku yaitu rintangan, tantangan, halangan, masalah, cobaan, dan kegagalan. Aku perintahkan mereka untuk menghadang siapa pun yang berusaha mendapatkanku." W: "Kalau begitu, Anda termasuk orang yang berhati kejam!" S: "Tidak, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin mereka belajar sesuatu." W: "Apa itu?" S: "Aku ingin mereka belajar menjadi lebih kuat ketika menghadapi pasukanku. Aku ingin agar ketika mereka berhasil mendapatkanku, mereka lebih menghargaiku, agar mereka sadar betapa berharga dan berartinya diriku bagi hidup mereka. Memang aku jual mahal, tapi jika mereka bisa mendapatkanku, aku pasti akan membuat mereka bahagia dan bangga. Aku hanya akan menjadi milik orang-orang yang bersungguh-sungguh, serius, berkomitmen dan berani melakukan apa pun untukku. Aku mencintai orang-orang seperti itu. Aku tidak begitu suka dengan orang yang gampang menyerah, yang baru gagal sekali saja langsung mundur dan tidak berani berjuang lagi." W: "Apakah ada lagi yang ingin Anda sampaikan pada mereka yang sedang dan berusaha mengejar Anda?" S: "Siapa pun berhak mengejarku. Tapi tidak semua orang bisa mendapatkan diriku. Hanya orang-orang yang pantang menyerahlah yang benar-benar bisa meluluhkan hatiku dan membuatku jatuh cinta padanya." W: "Terima kasih atas wawancaranya."

Pesan kepada pembaca: Kesuksesan dari waktu ke waktu selalu menjadi daya tarik dan menjadi incaran semua orang. Kesuksesan memungkinkan orang yang mencapainya dapat menikmati hidup yang lebih berkualitas, lebih baik dan lebih bahagia. Tapi kenyataannya, tidak semua orang bisa mencapainya. Lebih banyak orang yang tidak berhasil daripada yang berhasil di dunia ini. Kesuksesan memang adalah hak semua orang. Tapi, sebelum mendapatkan haknya, seseorang haruslah melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu. Apa kewajiban yang harus dilaksanakan? Tidak lain adalah usaha dan tindakan nyata, bukan hanya ucapan belaka. Bukan hanya itu, seseorang juga harus membutuhkan sikap mental positif, optimis, gigih, dan pantang menyerah. Di depan setiap kesuksesan, terdapat berbagai tantangan dan rintangan yang harus dilewati. Tantangan dan rintangan itulah yang sudah memakan banyak "korban", yakni orang-orang yang memutuskan menyerah dan pensiun dari usaha mengejar apa yang sebelumnya dicita-citakan. Jika kewajiban sudah kita lalui dengan baik, maka hak untuk sukses akan datang dengan sendirinya. Jangan terjebak dalam sikap yang salah, di mana kita hanya menuntut hak kita tanpa mau membayar harga dari hak tersebut. Mengubah Mindset Harus PNS, Be Enterpreneur! Semoga mencerahkan pikiran kita-kita semua, gan!! Siapa yang tak senang menjadi pegawai negeri sipil (PNS)! Mindset harus PNS bahkan didengung-dengungkan oleh banyak orang tua semenjak sang anak masih dalam buaian. PNS menjadi semacam barisan frase yang mendendangkan keterjaminan ekonomi, masuk dalam bagian elitisme status sosial masyarakat, dan terpenting menghindarkan diri dari himpitan ekonomi di kala tua menjelang (gaji pensiun). Alhasil, menjadi PNS banyak digadang-gadangkan orang tua yang anaknya telah lulus kuliah atau bahkan SMA/U/K, rela mengorbankan apapun untuk membiayai anaknya menjadi PNS. Pengalaman penulis sendiri, PNS memang dipandang banyak orang menjadi obat mujarab dalam mengangkat posisi sosial dalam konteks relasi kebermasyarakatan, relatif dianggap satu-satunya sumber penghidupan yang menjanjikan, serta bisa jadi bahkan menjadi jaminan. Betapa tidak, tak sedikit orang tua yang mempunyai anak perempuan menginginkan anaknya tersebut kelak menikah dengan pria yang bekerja sebagai abdi negara (baca: PNS). Dalam kondisi itu, pesona PNS begitu mewah, istimewa, dan bak ucapan sakti para pesulap, bim salabim, dan semua keinginan akan terwujuddengan label PNS. Iya, menjadi PNSterlepas dari berbagai kekisruhannya dimulai dari pendaftaran, proses

seleksi, gentayangannya calo-calo, praktik gratifikasi, KKN, dsbmasih menjadi mata pencaharian primadona bagi mayoritas masyarakat kita. Mereka tak sadar, bahwa banyak profesi lainnya yang (sangat mungkin) lebih baik dari hanya menjadi PNS. Nabi Muhammad dalam sebuah hadisnya bersabda bahwa sembilan dari sepuluh jalan rejeki itu adalah perniagaan (bukan PNS). Meski demikian, tentu tulisan ini bukan hendak menganjurkan untuk tak menjalani profesi PNS, lebih dari itu hendak memberikan pilihan dan solusi serta mencerabut mindset kaku harus PNS yang masih begitu dalam mengerangkeng pola pikir dan alam bawah sadar masyarakat di republik ini. Lebih jauh, tulisan ini bersumber dari kegelisahan setelah menyimak berbagai kabar bahwa banyak sekali modus penipuan berkedok jalan mulus untuk menjadi PNS. Tak tanggungtanggung, uang miliran rupiah bisa dihasilkan dari praktik penipuan dengan mengatasnamakan Satgas Anti Mafia. Sasaran empuknya yakni para CPNS yang memiliki mental instan, suka menerabas, dan tak menghargai proses serta minim kreatifitas, kredibilitas. Para penipu dengan cekatan berhasil memanfaatkan kecerobohan dan titik lemah mereka yang sudah kadung dibutakan untuk segera menjadi PNS. Mengapa PNS begitu seksi dan banyak diminati oleh banyak kalangan (sehingga modus penipuan tersebut banyak terjadi)? Pertama, mainstream banyak masyarakat bahwa dengan menjadi PNS berarti sudah berada di jalur yang benar atau safety zone. Dengan income tiap bulan yang tetap, sekalipun kinerja yang apa adanya, maka keterjaminan hidupnya menjadi stabil. Bagi mereka yang masih kontrak rumah atau setor ke mertua (dan orang tua) tak mesti bingung karena fixed income sudah ditangan. Kedua, prestise dan nilai kedudukan sosial akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang nonPNS. Harus diakui bahwa frame atau asumsi demikian masih terjadi dikalangan masyarakat kita, status sosial terbentuk karena kepemilikan harta dan kedudukansekalipun menduduki strata terendah dalam internal kepegawaian birokratis. Ketiga, mental dan daya juang yang melempem ditunjukkan oleh sebagian besar masyarakat kita. Berbeda dengan menjadi enterpreneur misalnya, dimana otak terus-menerus dipakai untuk berfikir guna sustainability usaha atau bisnis dan perutnya. Dengan menjadi PNS, fixed income didapat tiap bulan, otomatis daya juang dan mental petarung tak akan dimiliki. Dalam banyak kasus, hanya sedikit alasan untuk menjadi seorang PNS karena bentuk pengabdian kepada masyarakat, terlebih cukup berbekal pragmatis saja: mendapatkan gaji yang tetap (dan tepat), to. Masa iya, penduduk di republik ini menjadi PNS semua? Ada banyak profesi yang dalam hal ini bisa pula ikut meringankan beban pemerintah, misalnya dengan menjadi enterpreneur (pengusaha). Dan tulisan ini akan membawa Anda menelisik komparasi antara menjadi PNS dan enterpreneur.

Be Enterpreneur Idealnya, dalam sebuah entitas bernegara minimal mesti ada 2% yang menjadi enterpreneur (berwirausaha). Indonesia, data tahun 2006 masih kekurangan banyak pengusaha, angkanya masih 0,18%. Bandingkan dengan beberapa negara maju, AS (2,14% tahun 1983), Singapura menurut laporan Global Enterpreneurship Moneter sudah mencapai 2,1% (2001) dan berkembang menjadi 7,2% (2005). Intinya, mereka rata-rata sudah melebihi angka idealnya untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan solid sehingga berimplikasi pada kesejahteraan dan kemakmuran. Berarti kita masih membutuhkan 1,82% atau sekitar 4 juta orang lagi untuk menjadi enterpreneur. Dan jika program serta concern untuk menciptakan banyak para enterpreneur maka ekspektasinya 10-15 tahun lagi bisa terpenuhi. Saat ini banyak sekali program-program pemerintah seperti kredit usaha rakyat (KUR), bantuan langsung tunai (BLT), serta bantuanbantuan lain oleh LSM atau perusahaan swasta dalam bentuk corporate social responsibility (CSR) yang tiap tahunnya dialokasikan untuk masyarakat sekitar. Itu semua bisa dijadikan sebagai modal untuk ber-enterpreneur. Tentu banyak keuntungan dengan menjadi seorang enterpreneur. Pertama, dibandingkan PNS yang fixed income, seorang enterpreneur bisa mengotak-atik pendapatannya sesuai dengan yang diharapkan. Teori kausalitas disini berlaku, dimana uang akan datang sesuai dengan porsi kinerja yang diberikan. Jika ingin penghasilan berlebih maka rajin bekerja menjadi sebuah keharusan. Begitupun berlaku sebaliknya, malas bekerja berarti fulus menjauh. Kedua, seorang enterpreneur secara bertahap akan dilatih untuk memiliki mental tangguh, tanggungjawab, responsif, profesional, dan kompeten. Hal-hal demikian tentu harus didapatkan dengan dilatih dan digembleng. Mental tangguh misalnya, hanya akan didapatkan sebagai implikasi dari akumulasi menghadapi rintangan usaha, kesemrawutan bisnis, bahkan ancaman kebangkrutan. Ketiga, ikut membantu dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka yang masih menganggur. Di negeri ini, pengangguran bukan hal baru dan aneh. Dan yang sangat ironis, masih banyak ternyata angka pengangguran intelektual (berpendidikan minimal sarjana). Tahun 2005 saja, 183.629 sarjana yang menganggur, naik menjadi 409.890 (2006), 740.000 (2007), dan tahun 2009 makin melonjak mendekati angka 1 juta penganggur intelek. Maka, dengan makin terbukanya jumlah lapangan kerja (salah satunya karena makin banyaknya pengusaha), choice pekerjaan yang sesuai dengan tenaga kerja terdidik yang masih menganggur tersebut menjadi berkurang rasionya. Aktifis perempuan, Marwah Daud Ibrahim pernah mengungkapkan bahwa sukses suatu bangsa

merupakan akumulasi dari suksesnya individu-individu. Semakin banyak orang yang menjadi pengusaha (be enterpreneur) bisa sedikit mengurai permasalahan bangsa, terutama di bidang ekonomi. Membangun ekonomi kreatif Di ranah globalisasi, dimana kemajuan teknologi semakin gilang-gemilang, dunia semakin tak bersekat, membuka ruang-ruang kesempatan bagi para pihak yang mampu melihat kesempatan (opportunity) menuju kemakmuran dan kesejahteraan sebagaimana amanat konstitusi negara kita. Maka, gambaran diatas bisa menjadi salah satu penopang ekonomi kreatif yang rajin digalakkan oleh pemerintah. Jika kreatif, inovatif dan cerdas, ada banyak peluang yang bisa kita ambil. Diluar menjadi PNS, masyarakat bisa menjadi enterpreneur dengan pola dan ragam usaha yang bisa dijalankan: menjadi agen penjual pulsa, membuka warung internet, pedagang kaos bermotif khas, penerbitan buku, usaha sablon atau design, konsultan kepenulisan, sampai bisnis online di internet yang makin marak dilakukan. Secara empiris, hasilnya pun bisa membelalakan mata. Seorang teman, sedang begitu giatnya membangun bisnis lewat media internet dengan penghasilan perbulan 2-4 juta. Ada lagi seorang dosen, merangkap menjadi konsultan kepenulisan, penulis buku, juga pemilik beberapa website tentang writingpreneurship mampu meraup income 10-20 juta perbulan. Belum lagi, pakar internet marketing sekelas Anne Ahira yang mempunyai website asianbrain.com bisa mendapatkan income sampai dengan 500 juta/ bulan. Atau, kisah sukses seorang pengusaha penerbitan buku, kelompok Agromedia, hanya dalam kurun 9 tahun mampu menghasilkan income miliaran rupiah perbulan dan kini masuk 5 besar penerbitan buku nasional. Bandingkan dengan gaji PNS yang piramida terbawahnya (paling besar jumlahnya) rata-rata mendapat Rp 1,8-2,5 juta/bulan saja! Jadi, banyak jalan menuju hidup sukses diluar menjadi PNS. Dan, hanya dirinya saja yang mampu/tidak mampu meraih sukses itu. Ingat, Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang akan merubahnya.

Anda mungkin juga menyukai