Anda di halaman 1dari 27

BAB III METODOLOGI

3.1

Metodologi Survey Metoda adalah cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan melalui teknik serta alat-alat tertentu. Metode yang akan diuraikan meliputi metode pengumpulan inventarisasi data dan analisis. Dalam metodologi ini akan lebih banyak dibahas mengenai metode survey, sedangkan metode analisis dan penyusunan konsep perencanaan akan dibahas lebih detail dalam bab IV. Untuk menghasilkan dokumen pembangunan jalan apapun klasifikasinya, yang diperlukan secara teknik adalah rencana alinemen dan kondisi tanah dasar (subgrade) yang memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Dalam perencanaan teknik jalan diperlukan pekerjaan lapangan (survey) dan beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian seperti aspek sosial ekonomi dan budaya penduduk setempat, sehingga pembangunan jalan kelak akan memberikan dampak positif bagi penduduk sekitarnya. Selain itu perlu pula diperhatikan aspek lingkungan setempat sehingga pembangunan jalan tidak akan merusak ekosistem daerah sekitarnya, disamping itu juga yang perlu dipertimbangkan adalah masalah efesiensi.

3.1.1

Survey Pendahuluan (Reconnaissance Survey)

III-1

Kegiatan survey pendahuluan harus dilakukan sebelum survey detail lainnya. Survey pendahuluan dimaksudkan untuk menetapkan route (sumbu jalan rencana) yang ideal sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku agar hasil desain dapat memenuhi dasar keamanan dan kenyamanan pengguna jalan, serta ekonomis dalam pelaksanaan pembangunannya. Kegiatan survey ini meliputi pengumpulan data lapangan

berdasarkan pengamatan visual dan pengukuran juga masukan dari berbagai sumber sehingga didapatkan gambaran kondisi lapangan pada trase jalan rencana (sepanjang rute terpilih), terutama menyepakati batas wilayah perencanaan dengan tim teknis sehingga diperoleh gambaran yang lengkap mengenai kondisi wilayah perencanaan. 3.1.2 Survey dan Pengukuran Topografi Tujuan Survey dan Pengukuran Topografi untuk membuat gambaran kondisi fisik permukaan bumi sepanjang Jalan Tanah Baru Tegal Lega sampai Simpang Pomad). Dalam survey dan pengukuran terdiri dari pekerjaan 3.1.2.1 Orientasi lapangan dan pematokan Orientasi Lapangan dan Pematokan dilaksanakan untuk mencari patok BM orde 3 yang akan digunakan sebagai titik ikat pengukuran dan menentukan penempatan patok-patok utama setiap 100 meter sepanjang jalan Tanah Baru Tegal Lega sampai Simpang Pomad Setelah orientasi maka dilanjutkan dengan pematokan. Sistem penomoran patok sebaiknya sbb:PU/1 berarti : Patok PU / Nomor patok

III-2

Bila pematokan telah selesai, siapkan peralatan pengukuran poligon dan sipat datar. 3.1.2.2 Pengukuran kerangka horizontal (poligon) Pengukuran Kerangka Horisontal (poligon) digunakan untuk

menentukan koordinat patok utama sepanjang jalan Tanah Baru Tegal Lega sampai Simpang Pomad dan dijadikan titik ikat pengukuran selanjutnya. Pada pengukuran Kerangka Horisontal digunakan alat T-2 dan Pita Ukur dan metoda pengukuran yang disesuaikan dengan ketelitian spesifikasi. 1. Alat yang digunakan : 1 buah theodolit + statip 3 buah unting unting 2 kaki tiga 1 pita ukur Formulir pengukuran kerangka horizontal 2. Jalannya pengukuran Ketentuan pengukuran poligon : a. Pengukuran sudut :

Alat pembidik/teropong selalu diputar searah jarum jam. Pembacaan sudut dilakukan BIASA dan LUAR BIASA. Besarnya sudut yang diperoleh disesuaikan dengan posisi titik titik poligon di lapangan.

Hasil pengukuran sudut langsung dihitung di lapangan sehingga bila terjadi kesalahan segera dapat diketahui.

III-3

b. Pengukuran jarak :

Jarak diukur pergi pulang dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran jarak pada daerah yang tidak datar/miring berikan potongan potongan jarak (artinya pengukuran jarak pada seksi yang bersangkutan dibagi bagi), gunakan unting-unting.

Pengukuran jarak dibuat selurus mungkin antara titik poligon.

3.1.2.3

Pengukuran kerangka vertikal (sipat datar memanjang) Pengukuran kerangka vertikal (Sipat datar memanjang) digunakan

untuk menentukan Tinggi patok utama sepanjang jalan Tanah Baru (Tegal Lega sampai Simpang Pomad) dan dijadikan titik ikat pengukuran selanjutnya. Pada pengukuran Kerangka Vertikal digunakan alat Sipat datar / Waterpas dan metoda pengukuran yang disesuaikan dengan ketelitian spesifikasi. 1.Alat yang digunakan 1 buah sipat datar + statip 2 buah rambu ukur 2 buah tatakan rambu Formulir pengukuran kerangka vertikal, kalkulator ilmiah, Alat tulis.

2. Jalannya pengukuran

Sebelum dan sesudah pengukuran harus dilakukan pengamatan "Kemiringan garis bidik"

III-4

Pengukuran tiap seksi dilaksanakan pergi dan pulang dan setiap berdiri alat, pengukuran dilakukan secara ganda.

Pembacaan rambu selalu didahulukan ke rambu belakang kemudian ke rambu muka.

Apabila pengukuran sipat datar terlalu jauh maka pengukuran dilakukan dalam beberapa seksi (jumlahnya harus genap); dari setiap seksi tersebut dibagi lagi menjadi jumlah slag yang genap.

Setiap pindah slag, rambu muka menjadi rambu belakang dan sebaliknya rambu belakang menjadi rambu muka. Disini rambu tidak dapat ditukartukar.

Pembacaan rambu harus lebih besar dari 0,5 meter dan lebih kecil dari 2,7 meter.

Jarak alat sipat datar ke rambu maksimum 75 meter. Toleransi pengukuran beda tinggi pergi-pulang ialah 8 D mm. D = panjang seksi/jarak pengukuran dalam satuan km.

Selisih bacaan stan I dan stan II tidak lebih dari 2 mm Pengukuran profil memanjang dan Melintang sepanjang jalan Pengukuran Profil Memanjang digunakan untuk menentukan

3.1.2.4

ketinggian profil antara titk ikat utama dan profil melintang untuk menetukan ketinggian profil jalan dan utilitas lainnya sepanjang jalan Tanah Baru (Tegal Lega sampai Simpang Pomad). Pada pengukuran Profil Memanjang dan Melintang digunakan alat Sipat datar/ Waterpas dan metoda pengukuran yang disesuaikan dengan ketelitian spesifikasi:

III-5

1. Alat yang digunakan : 1 buah sipat datar + statip 2 buah rambu ukur 2 buah tatakan rambu Formulir pengukuran kerangka vertikal, kalkulator ilmiah, Alat tulis.

2. Jalannya pengukuran :

Sebelum dan sesudah pengukuran harus dilakukan pengamatan "Kemiringan garis bidik"

Pengukuran profil memanjang dilakukan antara dua titik ikat utama dan seluruh profil yang diperlukan ditentukan ketinggiannya

Pengukuran Profil Melintang dilakukan pada setiap jarak 50 m dan seluruh profil yang diperlukan ditentukan ketinggiannya.

3.1.3 1.3.1.1

Survey Hidrologi Pengukuran Penampang Saluran Pengukuran mendapatkan penampang saluran dimaksudkan saluran untuk serta

penampang,

melintang/memanjang

ketinggian muka air disetiap penampang. Pengukuran dilakukan dengan alat ukur waterpass otomatis atau T0, pengukuran detail penampang saluran dilakukan pada jarak yang ditentukan dan akan memuat keadaan topografi dasar, tebing dan tepi saluran serta daerah sekitarnya.

III-6

Untuk kegiatan pengukuran ini diperlukan pemahaman tentang saluran yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor. 35 Tahun 1991, tentang saluran yaitu Ketentuan Umum Bab I pasal 1 mengenai Sub Bab Bantaran saluran yang dimaksud dengan bantaran adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung saluran dihitung dari tepi saluran dengan kaki tanggul sebelah dalam. Selain itu juga berdasarkan Keputusan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tanggal 27 Februari, tentang Garis Sempadan saluran, Daerah Manfaat saluran, Daerah Penguasaan saluran dan Bekas saluran, sebagai berikut : 1) Tanggul adalah bangunan pengendali sungai/saluran yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai/sungai terhadap limpasan air sungai/saluran. 2) 3) Garis sempadan adalah garis batas luar pengamanan sungai/saluran. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan. 4) Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai/saluran yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai/saluran.

3.1.3.2 Perencanaan Kapasitas Saluran dan Bangunan a. Tujuan Perencanaan Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk mengetahui kapasitas saluran dan bangunan existing dan rencana. b. Peralatan Perencanaan

III-7

Alat bantu yang dipergunakan dalam kegiatan ini yaitu alat tulis dan komputer. c. Hasil Perencanaan Dalam perencanaan ini akan didapatkan hasil yang berupa: Potongan melintang dan memanjang dari prasarana drainase dan pengairan. Kapasitas dari sarana dan prasarana drainase dan pengairan. Bentuk jaringan prasarana drainase dan pengairan. 3.1.4 Survey Lalu Lintas (Traffic Counting) Komponen yang diamati untuk menghitung konstanta lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah jenis dan jumlah kendaraan. Pengamatan lalu lintas dilakukan di dua (2) lokasi yang berbeda yaitu : 1. Di simpang Bogor Baru Jalan Tegal Lega. 2. Di simpang Pomad Jalan Raya Bogor Arah Bogor 3. Di simpang Pomad Jalan Raya Bogor Arah Jakarta 4. Di simpang Jalan Ajimar Dasar pemikiran pemilihan kedua titik pengamatan tersebut adalah untuk menghitung volume traffic yang melawati jalan raya bogor dan keluar masuk kejalan tanah baru, serta yang keluar masuk ke jalan tegal lega. Adapaun waktu pengamatan dilakukan selama 24 jam, guna menghitung nilai LHR. Sedangkan pengamatan distribusi volume lalu lintas pada jam padat dilakukan pada waktu berikut : pagi hari pada jam 06.00 09.00 Wib III-8

siang hari pada jam 11.00 14.00 Wib sore hari pada jam 16.00 19.00 Wib. Formula Penghitungan Nilai LHR yang digunakan mengikuti buku

petunjuk teknis perencanaan dan penyusunan program jalan Direktorat Jendral Bina Marga dan Direktorat Bina Program Jalan Departemen Pekerjaaan Umum Tahun 1991.
n

LHR =

. .Kij Fi N

(Rumus 3.1)

Dimana : Kij = Jumlah kendaraan jenis i yang diamati pada hari ke j i j = Jumlah kendaraan = Hari ke j

N = Jumlah hari pengamatan Fi = Faktor koreksi untuk jenis kendaraan.

3.1.4.1 Tingkat Pelayanan Dalam menentukan tingkat pelayanan suatu ruas jalan akan ditinjau dari tingkat perbandingan antara volume arus lalu lintas yang melalui ruas jalan tersebut berbanding terbalik dengan kapasitas ruas jalan tersebut. Range nilai perbandingan tersebut berkisar antara 0 sampai dengan 1, pada dasarnya semakin kecil nilai tersebut maka tingkat pelayanan ruas jalan tersebut akan semakin baik, namun juga akan memperhatikan kecepatan pada ruas jalan tersebut.

III-9

Untuk menentukan fungsi jalan akan dipertimbangkan volume arus lalu lintas yang melalui arus tersebut, semakin besar volume yang lewat maka akan semakin tinggi fungsi jalan tersebut. Dalam penentuan fungsi jalan juga akan ditetapkan tingkat pelayanan yang harus dapat diberikan guna mempertahankan fungsi fungsi jalan tersebut agar tidak menurun. Untuk memberikan pelayanan pada ruas jalan sesuai dengan fungsinya yang telah ditetapkan, maka perlu dijaga dan dipelihara tingkat pelayanan jalan, dimana tingkat pelayanan jalan merupakan suatu ukuran untuk melihat kualitas agar dapat memberikan pelayanan yang dianggap memadai oleh pengemudi kendaraan. Tingkat pelayanan sesuai dengan karakteristik dari arus lalu lintas yang melewati ruas jalan serta kecepatan operasi kendaraan dapat diketahui pada gambar 3.1

B C D E

Kecepatan Operasi

Kecepatan Operasi

Gambar 3.1 Karakteristik Tingkat Pelayanan

Tingkat Pelayanan A

Karakteristik Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan volume lalu lintas rendah

Batas Lingkup 0.00 - 0.20

III-10

Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan Arus stabil, tapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas Pengemudi mempunyai kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan Arus stabil tapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan Pengemudi kecepatan dibatasi dalam memilih

0.20 - 0.44

0.44 - 0.74

Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan V/C Ratio masih dapat diterima Volume lalu lintas mendekati / berada pada kapasitas Arus tidak stabil, kecepatan kadang terhenti Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, antrian panjang dan terjadi hambatan yang besar Tabel 3.1 Karakteristik tingkat pelayanan

0.74 - 0.84

0.84 - 1.00

> 1.00

3.1.4.2 Penentuan Kapasitas Jalan Yang dimaksud kapasitas jalan menurut Indonesia Highway Capacity Manual (IHCM) atau Manual Kapasitas jalan Indonesia (MKJI) adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat ditampung pada suatu ruas jalan pada priode waktu tertentu pada geometri, pola dan komposisi arus lalu lintas dan faktor disekitar jalan tersebut Dengan berdasarkan pada referensi dari IHCM tersebut diketahui bahwa kapasitas jalan tidak hanya tergantung pada lebar badan jalan saja, namun masih III-11

banyak faktor yang mempengaruhi untuk mengetahui kapasitas jalan tersebut, dalam hal ini IHCM mencoba memberikan suatu perhitungan untuk melihat kapasitas jalan dengan lebih teliti. Faktor yang mempengaruhi dari perhitungan kapasitas jalan akan dapat diketahui dari formula yang yang dipergunakan untuk menghitung kapasitas jalan, formula tersebut adalah sebagai berikut C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs smp/jam (Rumus 3.2) Dimana : C Co Fw/FCw Fsp/ FCsp Fsf/ FCsf FCcs = Kapasitas jalan = Kapasitas dasar = Faktor penyesuaian lebar jalan = Faktor penyesuaian pemisah arah atau median = Faktor penyesuaian hambatan samping/friksi = Faktor ukuran kota

3.1.5

Survey Geoteknik Survey bidang geoteknik diperlukan sehubungan dengan rencana pelebaran Jalan eksisting dan rehabilitasi jaringan drainase, jaringan pengairan dan beberapa jembatan yang ada didalam lingkup daerah pekerjaan akibat adanya rencana pelebaran jalan Tanah Baru. Penyelidikan tanah diperlukan untuk mendapatkan parameter fisik maupun teknis tanah dalam rangka perencanaan tebal perkerasan jalan dan pondasi jembatan. Untuk mengetahui parameter fisik dan teknis tanah

III-12

diperlukan adanya penyelidikan tanah baik di lapangan maupun di laboratorium. Dalam pelaksanaan uji laboratorium digunakan acuan standar yang umum berlaku di Indonesia, yaitu SNI (Standar Nasional Indonesia) dan standar ASTM (American Society for Testing and Materials). Ada beberapa pendekatan pencapaian yang akan dilakukan dalam penyelidikan tanah, yaitu: a.Profil Kekerasan dan Kelekatan Tanah Profil kekerasan tanah dan kelekatan tanah diperoleh dari hasil Uji sondir Cone Penetration Test (CPT). Profil yang disajikan adalah hubungan besarnya tahanan ujung konus (qc) dan besarnya jumlah hambatan pelekat (JHP) terhadap variasi kedalaman. Makin besar angka qc, tanah mangkin keras dan nilai JHP makin besar, sifat lekatan tanah makin besar. Dari hasil pembacaan akan diperoleh : Tabel 3.2. Pengujian Laboratorium menurut ASTM No. I. 1. 2. 3. 4. Jenis Test Physical Propertis Unit Weight Water Content Specific Gravity Atterbeg Limit a. Plastic Limit b. Liguid limit c. Plastic Index III-13 Standard Yang Dipakai ASTM D 2937 83 ASTM D 2216 92 ASTM D 854 92 ASTM D 4318 93

5.

Grain Size Analysis a. Mechanical Method b. Hydrometer Method Enginereing Propertis Unconfined Com. Test Consolidation Test Triaxial UU Test Compaction Test CBR Lab. Test -

ASTM D 421 85 & 422 - 63

II 1. 2. 3. 4. 5.

ASTM D 2166 91 ASTM D 2435 90 ASTM D 2850 87 ASTM D 698 91 ASTM D 1883 92

Hambatan Pelekat (HP) dihitung dengan rumus HP = (JP qc) A/B (Rumus 3.3) dimana: qc = perlawanan penetrasi konus dan JP = jumlah perlawanan. A B = Luas penampang melintang ujung konus ( 20 cm2) = faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm2.

Jumlah hambatan Pelekat JHP =

HP ( i = ked.Lapisan)

(Rumus 3.4)

Hasilnya digambarkan dalam bentuk grafik berdasarkan hubungan antara: Perlawanan penetrasi konus (qc), Jumlah hambatan pelekat (JHP) pada setiap interval pembacaan kedalaman. b.Visual Description Diskripsi jenis dan kondisi tanah dilakukan secara visual pada setiap contoh tanah tertanggu (disturbed sample) yang diambil, baik dari hasil pengeboran dalam maupun dari pengambilan dengan tabung pada boring dangkal. Hasil deskripsi dilaporkan sesuai dengan standard

III-14

ASTM D 2487 85 dan D 2488 84, Standard Practice for Description and Identification of Soils (Visual Manual Procedure). c.Profil Lapisan Tanah (Boring Log) Profil lapisan tanah berdasarkan nilai SPT disusun bersama dengan Visual Description dari lubang bor. Profil tanah dapat dilihat dalam Boring Log. Penyelidikan profil lapisan tanah diperoleh dari undisturbed sample yang diperoleh dari bor dangkal. Penelitian visual jenis tanah dilakukan pada disturbed sample sepanjang lubang bor. Pengujian di laboratorium dilakukan untuk mengetahui : Indeks Properties Tanah (berat jenis butir, berat volume massa, angka pori, derajat kejenuhan dan kadar air dalam, gradasi butiran, batasbatas konsistensi/Atterberg); Engineering Properties Tanah : indek

pemampatan/pengembangan dan koefisien konsolidasi, konsistensi relatif dan derajat kepekaan tanah, parameter tanah kohesi dan sudut geser dalam tanah kondisi tegangan total maupun tegangan efektif. 1. Percobaan di Lapangan a) Uji Sondir (CPT) Penyondiran dilakukan dengan alat tipe Begemann dengan peralatan yang terkalibrasi. Prosedur pekerjaan dan alat sondir ini mengikuti standard ASTM D-3441-86, Method for Deep, Quasi-Static Cone and Friction-Cone Penetration Tests of Soils. Hasil tegangan III-15

konus dan selakup dihitung berdasarkan dimensi konus dan selakup yang dipakai. Luas potongan melintang cone harus 1,00 mm2 dengan sudut puncak 60o. Luas permukaan selubung gesek 15,00 mm2. Kecepatan penekanan penetrasi berkisar antara 1-2 cm/detik. Ketelitian pengukuran gaya maksimum 5%. Pembacaan setiap interval 20 cm. Pelaksanaan penyelidikan dilakukan sampai mencapai lapisan tanah keras dengan tekanan konus qc > 150 kg/cm2, atau sampai kedalaman 20 m. Jika ditemukan lapisan batuan pada kedalaman kurang dari 3 (tiga) m maka penyondiran harus diulangi/dipindahkan pada tempat lain sejarak maksimum 5 m. b) Pemboran Dangkal Pengeboran Dangkal digunakan bor tangan yang dilengkapi dengan mata bor. Pengeboran dilakukan sampai kedalaman 2.00 meter. Pengambilan contoh tanah tidak terganggu (undisturb sample) menggunakan tabung berdiameter 76 cm dan panjang 50 cm dilakukan pada kedalaman tanah tertentu. Tabung yang telah terisi tanah segera ditutup dengan lilin/paraffin untuk mencegah penguapan dan tabung disimpan ditempat kering dan aman. Pada saat pengeboran, tanah tertanggu yang diperoleh sebagai hasil pengeboran dideskripsi untuk mengetahui susunan lapisan tanah disamping dari contoh undisturb. c) Dynamic Cone Penetrometer (DCP) Test Pengujian DCP untuk mendapatkan harga CBR lapangan dengan cara Curve Fitting (korelasi) atau menggunakan individual

III-16

CBR, namun yang paling lazim dilakukan adalah Curve Fitting. Percobaan dilakukan dengan menjatuhkan hammer seberat 9.00 kg setinggi 0.46 meter dari landasan penumbuk, sehingga konus masuk ke dalam tanah. Selama percobaan harus dijaga agar peralatan tetap vertikal sehingga hammer dapat jatuh secara bebas ke bagian atas landasan penumbuk. d) Test Pit Test Pit dilakukan dengan melakukan penggalian test pit secara manual dan mempunyai ukuran 1 x 1 x 1 meter. Lubang test pit lemudian diamati untuk membuat deskripsi susunan tanah pada dinding-dinding test pit tersebut. Contoh tanah undisturbed yang diambil pada kedalaman tertentu sebanyak kurang lebih 40-50 kg, dimaksudkan untuk dilakukan uji laboratorium agar diperoleh parameter tanah yang dikehendaki. 2. Percobaan di Laboratorium Percobaan di laboratorium dengan menguji contoh tanah dilakukan untuk mengetahui deskripsi jenis dan kondisi tanah untuk visual description yang dituangkan dalam profil lapisan tanah (Boring Log). Dalam pelaksanaan uji laboratorium digunakan acuan standard yang umum berlaku di Indonesia, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) dan American Society for Testing and Materials (ASTM). Macam pengujian tanah di laboratorium seperti pada Tabel 3.2, antara lain : a. Pengujian Penentuan Fisik Tanah/Indek Properties Tanah

III-17

Specific gravity Gs, mengikuti prosedur ASTM D.854-83-92, Standard Test Method for Specific Gravity of Soils Kadar air asli wn, mengikuti prosedur ASTM D.2216-92, Standard Method for Laboratory Determination of Water (Moisture) Content of Soil, Rock, and Soil-Aggregate Mixtures Void ratio e, dan porosity n, dihitung dari harga specific gravity dan berat jenis kering d Atterberg Limits, mengikuti prosedur ASTM D.4318-93, Test Method for Liquid Limit, Plastic Limit, and Plasticity Index of soils. Menentukan jenis tanah butir halus berdasarkan kadar air dilakukan dengan percobaan Atterberg. Batas-batas Atterberg tanah, yaitu Liquid Limit, Plactic Limit, Srinkage Limit, dan Plasticity Index, Klasifikasi tanah ditentukan mengkuti prosedur ASTM D-248785, Standard Test Method for Classification of Soils for Engineering Purposes Koefisien Keserbasamaan Butiran Menentukan jenis tanah butir kasar didasarkan pada besarnya koefisien keserbasamaan butiran. Koefisien keserbasamaan ini diperoleh dari lengkung distribusi besar butir yang ditest dengan saringan dan hydrometer, mengikuti prosedur ASTM D.421-85. Standard Practice for Dry Preparation of Soil Samples for

III-18

Particle-Size Analysis and Determination of Soil Constants, ASTM D.422-63/72, Standard Method for Particle-Size analysis of Soils, dan ASTM D.2217-85, Standard Practice for Wet Preparation of Soil Samples for Particle-size analysis and Determination of Soil Constants. b. Pengujian Penentuan Teknis Tanah/Engineering Properties Tanah Uji Prisma Bebas (Unconfined Compresssive Strength) Uji Prisma bebas digunakan untuk memperoleh parameter tanah clay jenuh yaitu nilai kohesi tanah undrained. Besaran lain yang penting adalah relatip konsistensi tanah dan derajat kepekaan tanah (Sensitivity tanah). Uji tekan tanah ini ditentukan mengikuti prosedur ASTM D-2166-85,Standard Test Methods for Unconfined Compressive Strength of Cohesive Soils

Uji Geser Langsung (Direct Shear Strength) Uji Geser Langsung ini digunakan umtuk menentukan parameter kohesi tanah dan sudut geser dalam tanah. Uji geser langsung ini mengikuti prosedur ASTM D-3080-72, Standard Method for Direct Shear Test of Soils Under Consolidated Drained Conditions. Compression Index dan Coefficient of Consolidated Indek kompresi dan koefisien konsolidasi ditentukan mengikuti prosedur ASTM D-2435-90, Standard Test Method for One-

III-19

Dimensional Classification. 3.2

Consolidation

Properties

of

Soils

Soil

Data Teknis Jalan Tanah Baru Panjang Jalan Lebar Perkerasan Lebar Bahu Lebar Saluran Drainase : + 6 KM :34m : 0,5 m : 0,3 0,5 m

Dalam Perencanaan DED Pelebaran Jalan Tanah Baru, direncanakan tidak menggunakan perkerasan Lentur/Flexible melainkan menggunakan Perkerasan Kaku/Rigid. Perhitungan perkerasan kaku menggunakan data hasil penyelidikan tanah berupa nilai CBR, prosentase pertumbuhan Lalu Lintas dan mutu beton sebagai berikut

Tanah Dasar (CBR) Umur Rencana

= 5% = 20 Tahun

Pertumbuhan Lalu lintas = 3.6% Beton Menggunakan Baja = K-350 = U-25

Dengan komposisi lalulintas : Mobil Penumpang 2 ton = 2616 kendaraan III-20

Truk 2 as 10 ton Bus 8 ton

= 111 kendaraan = 54 kendaraan

Jumlah kendaraan yang melewati jalur rencana menurut koefisien distribusi kendaraan. Pada ruas jalan terdiri atas 2 jalur dengan 4 lajur dan 2 arah, berdasarkan tabel 2.14 pada lampiran didapat harga koefisien distribusi kendaraan (C) sbb : Mobil Penumpang 2 ton Truk 2 as 10 ton Bus 8 ton 3.3 Volume Lalu Lintas Survey lalu lintas dilaksanakan pada tanggal 11 dan 13 September, yakni hari kamis yang mewakili hari kerja, dan hari sabtu yang merupakan hari libur. Survey diestimasi dengan asumsi nilai ultimate yaitu 1 menit/arah dalam 24 jam operasi per hari. Untuk keperluan perencanaan perkerasan kaku dan perkerasan lentur pada pekerjaan ini diasumsikan jenis kendaraan niaga yang beroperasi adalah kendaraan niaga yang mempunyai bobot maksimum 1 As 8 ton yang ditinjau dengan kemungkinan konfigurasi sumbu Sumbu Tunggal Roda Tunggal (STRT). Berdasarkan survey yang dilakukan pada Tanggal 11 & 13 September 2008 selama 24 jam penuh di Simpang Pomad dan Tanah Baru diperoleh hasil survey seperti pada Tabel 3.2. kendaraan/ = 0.3 x 2616 = 0.45 x 111 = 0.45 x 54 = 785 kendaraan = 50 kendaraan = 25 kendaraan

III-21

Berdasarkan hasil survey di lapangan diketahui bahwa kendaraan yang mendominasi ruas jalan masing-masing pos pengamatan adalah sepeda motor, mobil pribadi, dan bis kecil (angkutan kota).

Tabel 3.2. Hasil Survey Lalu Lintas Harian Secara Keseluruhan Angkutan Pribadi Hari Sepeda Mobil Motor Kamis 13354 Sabtu 15912 Pribadi 1111 1247 Pos Pengamatan I Angkutan Umum Angkutan Barang Bis Bis Bis Pick Truk Truk Kecil Sedang Besar Up 3/4 2 As (Angkot) 80 0 0 274 66 1 830 0 1 265 78 4 Pos Pengamatan II Angkutan Umum Angkutan Barang Bis Bis Bis Pick Truk Truk Kecil Sedang Besar Up 3/4 2 As (Angkot)

Truk Kontainer, 3 As 11 4 Trailer 4 0

Angkutan.Pribadi Hari Sepeda Mobil Motor Pribadi

Truk Kontainer, 3 As Trailer

III-22

Kamis 13145 Sabtu 32358

3382 3463

4578 3884

Angkutan Pribadi Hari Sepeda Mobil Motor Kamis 18671 Sabtu 21056 Pribadi 3505 3304

518 92 975 879 182 60 112 1043 737 152 Pos Pengamatan III Angkutan Umum Angkutan Barang Bis Bis Bis Pick Truk Truk Kecil Sedang Besar Up 3/4 2 As (Angkot) 4231 524 106 1014 901 188 3473 477 118 953 692 143 Pos Pengamatan IV Angkutan Umum Bis Kecil Bis Bis Angkutan Barang Pick

158 128

42 44

Truk Kontainer, 3 As 164 163 Trailer 65 87

Angkutan Pribadi Hari Sepeda Mobil Motor Kamis 12958 Sabtu 14197 Pribadi 2435 2578

Truk Truk Truk Kontainer, 3/4 74 50 2 As 0 0 3 As 0 2 Trailer 0 0

Sedang Besar Up (Angkot) 3958 40 0 472 3301 0 0 573

3.4

Lalu Lintas Rencana 3.4.1 Angka Pertumbuhan Lalu lintas

Dari hasil survey yang telah dilaksanakan, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai LHR, hasil perhitungan LHR jalan raya Jakarta Bogor dapat dilihat pada tabel 3.3 Tabel 3.3 Hasil Perhitungan LHR 2008 Jumlah Jenis Kendaraan (Kendaraan) Mobil penumpang 2 ton Minibus 5 ton Truk ringan 10 ton 2616 287 159 Koefisien Satuan Mobil Penumpang 1 2 2 Jumlah (SMP)

2616 574 318

III-23

Bus kecil 12 ton Tronton 20 ton Truk gandeng 30 ton Trailer 35 ton Jumlah

54 111 14 6 3247

3 3 3 3 Jumlah

162 333 42 18 4063

Perencanaan Untuk 20 Tahun Kedepan dengan Perkembangan Lalu lintas 3.6 % Diambil dari Jumlah Jalur Bogor-Jakarta Jumlah Kendaraan di Tahun 2008 = 4063 smp/jam Jumlah Kendaraan di Tahun 2028 = 4063 (1+0.036)^20 = 8243 smp/jam Perhitungan V/C Ratio Keadaan 4 Lajur, 2 Arah 20 Tahun Kedepan ~ Menghitung Nilai Kapasitas ( C ) 4/2 C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs smp/jam (Rumus 3.5) C = (1650x4) x (1x4) x 1 x 0,92 x 0,93 x 1 22587.84 smp/jam V/C Ratio untuk kondisi 4/2 V/C Ratio = Volume Kendaraan (Smp/Jam) (Rumus 3.6) Kapasitas ( c ) smp/jam = 8243 22587.84 = 0.364 Perhitungan V/C Ratio Keadaan 6 Lajur, 2 Arah 20 Tahun Kedepan ~ Menghitung Nilai Kapasitas ( C ) 6/2 C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs smp/jam (Rumus 3.7) C = (1650x6) x (1x6) x 1 x 0,92 x 0,93 x 1 50822.64 smp/jam

V/C Ratio untuk kondisi 6/2

III-24

V/C Ratio =

Volume Kendaraan (Smp/Jam) (Rumus 3.8) Kapasitas ( c ) smp/jam = 8243 50822.64 = 0.162

(Rumus 3.9) LHR pada tahun 20028 (Akhir Umur Rencana) didapat dengan menggunakan Formula (1+i)^n Dimana I = Tingkat Pertumbuhan Lalu lintas n = Umur rencana

- Mobil penumpang 2 ton = - Minibus 5 ton - Truk ringan 10 ton - Bus kecil 12 ton - Tronton 20 ton - Truk gandeng 30 ton - Trailer 35 ton
= = = = = =

2616 Kendaraan 2616 ( 1 + 0.036 )^ 20 287 Kendaraan 287 ( 1 + 0.036 )^ 20 159 Kendaraan 159 ( 1 + 0.036 )^ 20 54 Kendaraan 54 ( 1 + 0.036 )^ 20 111 Kendaraan 111 ( 1 + 0.036 )^ 20 14 Kendaraan 14 ( 1 + 0.036 )^ 20 6 Kendaraan 6 ( 1 + 0.036 )^ 20 LHR thn

= = = = = = = 2028

5307 583 323 110 226 29 13 = 6591

kend. kend. kend. kend. kend. kend. kend. kend

Tabel 3.4. LHR Pada tahun 2028 (Akhir umur Rencana) Jumlah Jenis Kendaraan (Kendaraan) Mobil penumpang 2 ton Minibus 5 ton Truk ringan 10 ton Bus kecil 12 ton Tronton 20 ton 5307 583 323 110 226 1 2 2 3 3 5307 1166 646 330 678 Koefisien Jumlah (SMP)

III-25

Truk gandeng 30 ton Trailer 35 ton Jumlah

29 13 4063

3 3 Jumlah

87 39 8253

3.4.2

Konfigurasi Sumbu dan Eqivalensi Tabel 3.5. Jumlah lintasan Menurut Sumbu

Jenis kendaraan Konfigurasi sumbu Mobil Penumpang STRT/STRT Truk 2 as 10 ton STRT/STRT Bus 8 ton STRT/STRT Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas R =

Beban sumbu (ton) 1/1 4/6 3/5

Jumlah lintas/hari 785 + 785 = 1570 50 + 50 = 100 25 + 25 = 50

(1 + i )n 1 (Rumus 3.10) Ln(1 = i ) i = Pertumbuhan lalu - lintas n = umur rencana (UR)

Dimana :

R =

(1 + 0,036)^ 20 1 0.424287143 = = 11.9966471 Ln(1 + 0,036) 0.035367144

Jumlah kendaraan niaga (I) I = 111 + 54 = 165

Jumlah Kendaraan Niaga (JKN) selama umur rencana (20 tahun) : JKN = 365 x 165 x 11.997 = 722498 kendaraan

Jumlah Sumbu Kendaraan niaga :

III-26

= 150 sumbu kendaraan ~ Jumlah Sumbu Kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana (20 tahun) JSKN = 365 x 150 x 11.997

= 656835.8 sumbu kendaraan ~ kombinasi konfigurasi/beban sumbu pada Tabel 3.5 Tabel 3.6. Persentasi Konfigurasi Sumbu Konfigurasi Sumbu STRT STRT STRT STRT ~ Beban Sumbu (ton) 3 4 5 6 Persentasi Konfigurasi Sumbu 24.3 : 150 = 16.20 % 49.95 : 150 = 33.30 % 24.3 : 150 = 16.20 % 49.95 : 150 = 33.30 %

Jumlah repetisi komulatif tiap-tiap sumbu pada jalur rencana selama umur rencana (JSKN = 650248.26) pada Tabel 3.6. Tabel 3.7. Persentasi masing masing konfigurasi Sumbu

Konfigurasi Sumbu STRT STRT STRT STRT

Beban Sumbu (ton) 3 4 5 6

Persentasi Konfigurasi Sumbu 106407.4 218726.3 106407.4 218726.3

III-27

Anda mungkin juga menyukai