Anda di halaman 1dari 6

TRADISI PEUPOK LEUMO, ACEH

Peserta berusaha mengendalikan sapinya saat berlangsung permainan tradisional Peupok Leumo (adu sapi) di lapangan bola Desa Lamnyong, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, pekan lalu. Permainan Peupok Leumo yang sudah turuntemurun dan sudah menjadi agenda wisata itu, bertujuan untuk melatih fisik ternak dan bagi sapi yang menang dalam pertandingan dihargai antara Rp 20 juta hingga Rp 40 juta.(ant/ampelsa)

foto:bd/ant

(Berita Daerah - Banda Aceh) Warga mengadu sapi (Pupoek Leumo) di lapangan Kopelma Darussalam Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh, Minggu (25/3/12). Pupoek Leumo merupakan tradisi masyarakat di kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh yang berkembang sejak zaman Kerajaan Aceh pada abad ke-16 dan kini sudah langka dilaksanakan.

PACU JAWI, PADANG SUMBAR

TANAH DATAR, 16/6 - PACU JAWI. Seorang joki berusaha mengendalikan sapi (Jawi) saat mengikuti kegiatan olah raga tradisional Minangkabau wilayah Tanah Datar, Pacu Jawi (Balap Sapi), di Nagari Luak Gadang, Sungai Tarab, Tanah Datar, Sumatera Barat, Sabtu (16/6). Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu setelah masa panen datang atau menjelang musim tanam padi tersebut melombakan sekitar 500 ekor sapi yang didatangkan dari sejumlah tempat di wilayah Tanah Datar, Sumatera Barat. FOTO ANTARA/Ismar Patrizki/ed/ama/12.

PADANG, HALUAN Tak terbayang ada orang yang mau menggigit ekor sapi hidup yang berlumpur, berbulu, bau lagi. Tontonan unik ini bisa dilihat dalam acara Pacu Jawi di sejumlah lokasi di Tanah Datar. Dalam arena itu sang joki akan menggigit ekor sapi keras-keras agar sapinya berlari kencang. Tradisi yang menarik wisatawan ini dilakukan dalam bentangan sawah yang berundak, dan cukup lebar dengan panjang sekitar 60 meter. Tanahnya berlumpur halus dan cukup dalam karena sudah empat pekan dijajal puluhan sapi yang ikut Pacu Jawi. Di lokasi Pacu

Jawi ini tidak tercium lagi aroma kotoran sapi, tapi yang ada aroma lumpur sawah yang segar.

Suasana keceriaan di alek nagari terasa kental, tiupan saluang mengalun riang diiringi gendang. Ibu-ibu membawa nampan yang tudungnya berhias berisi makanan ringan. Puluhan ekor sapi yang akan berpacu juga terlihat dipersiapkan pemiliknya untuk siap bertanding di lapangan. Ada empat kecamatan yang punya tradisi Pacu Jawi di Tanah Datar, yaitu Sungai Tarab, Pariangan, Rambatan, dan Lima Kaum. Pacu Jawi ini dilaksanakan usai panen padi dan tempatnya digilir tiap kecamatan yang dilaksanakan selama empat pekan setiap Sabtu. Aturannya, dua ekor sapi masing-masing diberi kala, atau kayu bajak, yang akan diinjak kaki kanan dan kiri sang joki. Joki mengendalikan sapi dengan menarik kedua ekor sapinya. Sapi yang dilepaskan hanya sepasang, dan tidak ada lawannya. Yang dianggap juara adalah sepasang sapi yang larinya lurus, tidak berbelok ke sawah sebelah, dan jokinya tidak jatuh. Tidak ada pemenang karena penonton yang menyaksikan sapi siapa yang paling jagoan. Tentu saja setelah itu harga sang jagoan menjadi lebih tinggi. Kadang terjadi keributan kecil di lokasi start karena sapi-sapi itu sulit diatur. Tiba-tiba saja seekor sapi berlari karena tak sengaja bajaknya terinjak oleh joki. Ini soal insting sapi. Sebab setiap bajaknya diijak, sapi merasa itu saatnya berlari. Makanya joki-joki harus memegang bajak dan tidak meletakkannya di lumpur agar sapi tidak lari sebelum pertandingan dimulai. Pacu Jawi dimulai dengan diiringi teriakan Heyahhh..! dari pemimpin lomba. Teriakan yang membuat kedua sapi lari kencang. Di sinilah unik dan lucunya, ada cipratan lumpur di mana-mana, wajah dan tubuh joki bersimbah lumpur sawah. Ada joki yang langsung terpental jatuh karena kedua sapi berlari sangat kencang. Ada joki yang terjatuh karena hanya salah satu sapi yang lari kencang. Di antara hujan cipratan lumpur telihat seorang joki yang berusaha mengendalikan kedua sapinya dengan menarik ekor dan menggigit salah satu ekor sapi. Akhirnya dua sapi dan jokinya sukses sampai ke ujung yang disambut sorakan penonton. Tentu saja ajang Pacu Jawi masuk dalam salah satu event wisata favorit di Tanah Datar. Inilah salah satu obyek wisata dari banyak obyek wisata sejarah dan budaya tempat asal dan pusat

kebudayaan Minangkabau di Ranah Minang. Di daerah tempat Istana Pagaruyung terletak. (haluan/rvo/*)

SAPI SONOK, MADURA

Sapi Sonok kali pertama diciptakan oleh warga Batu kerbui, pesisir utara Pamekasan. Sepasang sapi akan didiamkan ke satu tancek setelah membajak dan dimandikan. Kebiasaan ini dilakukan oleh petani dalam satu petak swah sehingga tampak ramai. Dalam perkembangannya kemudian kebiasaan ini dilombakan, sapi kemudian didandani dengan aksesoris lain sehingga nampak lebih bagus. Kemudian dari inilah tradisi sapi sonok itu muncul, yang pada akhirnya menjadi sebuah budaya masyarakat Pamekasan dan Madura pada umumnya. Saat ditanya, apakah dengan mematenkan sapi sonok itu lantas tidak menimbulkan konflik diantara daerah tingkat dua lainnya di Madura seperti Bangkalan, Sampang dan Sumenep mengingat sapi sonok ini juga banyak digemari didaerah itu.

CIKAR, JAWA SUMATRA LOMBOK

Cikar adalah alat transportasi darat tradisional dari Indonesia. Cikar banyak dijumpai di daerah-daerah seperti Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Lombok. Cikar yang ada saat ini sudah tidak lagi seperti cikar tempo dulu, terutama pada bagian roda. Pada zaman dulu roda Cikar terbuat dari kayu jati tua yang dilapisi oleh besi dengan diameter yang besar, yaitu 160 cm; saat ini roda-roda

tersebut digantikan oleh roda-roda yang terbuat dari karet. Kerangka cikar yang ada sekarang juga terbuat dari berbagai macam kayu seperti kayu bengkirai atau kayu-kayu lain yang mempunyai ketahanan dan keawetan sedangkan kerangka cikar-cikar tempo dulu terbuat dari kayu jati pilihan yang sangat kuat, terutama dari kayu jati jenis kembang dan doreng yang banyak dijumpai di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berbeda dengan delman atau dokar, cikar pada umumnya ditarik oleh dua ekor sapi dan dipergunakan untuk angkutan yang memuat barang, berupa hasil bumi atau orang. Walau saat ini sudah sulit untuk ditemui, namun bagi beberapa orang, terutama di pedesaan, cikar masih digunakan sebagai alat transportasi untuk mengangkut hasil bumi, terutama di daerah-daerah yang sulit dilalui oleh kendaraan/ truk, karena kondisi alam yang terjal dan bebatuan. Sapi-sapi ini mampu menarik beban yang sangat berat. Sapi-sapi tersebut pada musim penghujan dimanfaatkan untuk menarik bajak di sawah, sedangkan pada musim kemarau di saat para petani tidak membajak sawah, maka sapi-sapi ini dimanfaatkan untuk menarik cikar sebagai mata pencarian sampingan para petani.

SYAWALAN SAPI, BOYOLALI JATENG

Sejumlah warga membawa sapi menyusuri jalan desa di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, Jateng, Jumat (17/9). Tradisi yang sudah turun temurun tersebut diadakan dalam rangka syawalan sapi dan merupakan tradisi warga dalam menghargai hewan yang menjadi peliharan dan mata pencaharian utama warga desa.(ant/hasan sakri ghozali/hms)

BALI

Anda mungkin juga menyukai