Anda di halaman 1dari 19

SKABIES

I. SINONIM Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agago, budukan dan penyakit ampera.1

II. DEFINISI Skabies merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis pada kulit yang penularannya melalui kontak langsung2. Skabies merupakan penyakit yang ditandai dengan rasa gatal yang mengganggu, timbulnya kemerahan dan mempunyai kemampuan menular. Skabies biasa disebut juga itch mite yang ditandai dengan pruritus berat. Pruritus tersebut sendiri disebabkan distress yang signifikan, kerusakan epitel, akibat tungau yang bersembunyi di bawah kulit dan kerusakan kulit yang terjadi berupa ekskoriasi dapat menjadi pintu masuk bagi bakteri patogenik. 4 Skabies merupakan suatu infeksi ektoparasit yang ditandai oleh suatu terowongan pada superficial kulit dan rasa gatal yang sering dan adanya keterlibatan infeksi sekunder. Scabies sendiri merupakan istilah Latin untuk gatal.5

III. ETIOLOGI Skabies pada manusia disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var hominis yang menyelusup ke bawah kulit, namun rash dan gatal yang ditimbulkan menyebar jauh lebih luas dibanding letak tungau tersebut. Tungau ini dapat dengan mudah ditularkan melalui kontak langsung dan pada umumnya berawal dari sekitar pergelangan tangan yang mungkin ditimbulkan akibat berjabat tangan. Transmisi secara tidak langsung seperti melalui perantara kain jarang terjadi pada tipe scabies klasik, namun dapat terjadi pada tipe crusted scabies. Penularan secara seksual dapat terjadi walaupun jarang6 Sarcoptes scabei adalah tungau yang termasuk famili Sarcoptidae ordo Acari, kelas Arachnida. Badannya berbentuk oval atau gepeng, yang betina

berukuran 300 x 350 mikron sedangkan yang jantan berukuran 150 200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 kaki, 2 pasang merupakan pasangan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Setelah melakukan kopulasi S. Scabei jantan mati, tetapi kadang-kadang dapat bertahan hidup beberapa hari. 4 Kutu betina berukuran 0,4-0,3 mm. Kutu jantan membuahi kutu betina kemudian mati. Kutu betina setelah impregnasi akan menggali lubang ke dalam epidermis kemudian membentuk terowongan di dalam stratum korneum. Kecepatan menggali terowongan 1-5 mm/hari. Dua hari setelah fertilisasi skabies betina mulai mengeluarkan telur yang kemudian berkembang melalui stadium larva, nimpa dan kemudian menjadi kutu dewasa dalam 10-14 hari. Lama hidup kutu betina kira-kira 30 hari. Kemudian kutu mati di ujung terowongan. Terowongan lebih banyak terdapat didaerah yang berkulit tipis dan tidak banyak mengandung folikel pilosebasea.4 Tungau betina biasanya dapat ditemukan pada akhir terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup selama sebulan. Telur menetas biasanya dalam waktu 3-4 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Setelah 2-3 hari larva menjadi nimpa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya dari telur sampai dewasa memerlukan waktu 8-12 hari. Semua stadium dalam siklus hidup tungau dapat penetrasi ke dalam epidermis yang utuh melalui sekresi enzim yang dihasilkannya. 2 Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi melalui kontak fisik yang erat. Penularan melalui pakaian dalam, handuk, seprei, tempat tidur dan perabot rumah. Kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu kamar 21oC dengan kelembaban relatif 40-80%. Masa inkubasi skabies bervariasi, ada yang beerapa minggu bahkan beberapa bulan tanpa menunjukkan gejala. Mellany menunjukkan sensitasi dimulai 2-4 minggu setelah penyakit dimulai. Selama waktu itu kutu berada diatas kulit atau sedang menggli terowongan tanpa menimbulkan gatal. Gejala gatal timbul setelah penderita tersensitasi oleh ekskret kutu. 1

Gambar 1. Sarcoptes scabiei larva, nimfa, dewasa jantan dan betina

IV. EPIDEMIOLOGI Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PHS (penyakit akibat hubungan seksual). Cara penularan (transmisi) melalui 2 cara yaitu 1. Kontak langsung ( kontak kulit dengan kulit ) misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. 2. Kontak tak langsung (melalui benda) misalnya pakaian, handuk sprei, bantal dan lain-lain. Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes Scabei var. Animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharan misalnya anjing.2 Insidens skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan epidemi berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Insidensnya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa barat. Amiruddin dkk., dalam penlitian skabies di rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya menemukan insidens penderita skabies selama 1983-1984 adalah 2,7%. Abu A dalam penelitiannya di RSU Dadi Ujung Pandang mendapatkan insidens skabies 0,67% (1987-1988).2 Skabies banyak menyerang anak-anak walaupun orang dewasa dapat pula terkena. Biasanya mempunyai frekuensi yang sama antara pria dan wanita. Lingkungan populasi yang padat pada suatu tempat dapat mempermudah penularan penyakit. 3 Skabies terdapat di seluruh dunia, mengenai semua ras, tingkat sosial ekonomi, umur, terutama anak dan dewasa muda, dan pada semua iklim, serta telah terdistribusi secara luas ke seluruh duna. Diperkirakan ada 300 juta kasus skabies di seluruh dunia tiap tahun. Skabies didapatkan endemis pada berbagai komunitas

seperti di pemukiman kumuh, penjara, asrama dan barak ketentaraan dimana banyak terjadi kontak langsung. Beban penyakit ini tertinggi pada negara berkembang dimana penyakit ini menjadi endemik dan di beberapa daerah pedesaan India prevalensinya mencapai sekitar 100%. 6

V. PATOGENESIS Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. 2 Gejala klinis yang ditimbulkan oleh S. Scabiei adalah gatal-gatal yang timbul terutama pada malam hari (pruritis nokturna) yang dapat mengganggu ketenangan tidur. Gatal-gatal disebabkan sensitasi terhadap ekskret dan sekret tungau setelah terinfeksi selama satu bulan dan didahului dengan timbulnya bintikbintik merah (rash). 11 Tungau hidup didalam terowongan ditempat predileksi yaitu jari tangan, pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depan,umbilikus, daerah gluteus, ekstremitas, genital eksterna pada laki-laki dan aerola mammae pada perempuan. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukn terowongan berwarna putih abu-abu dengan panjang bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Terowongan ini ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Di ujung terowongan dapatditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan yang berkelok-kelok umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang ditemukan pada penderita Indonesia. 3

Gambar 2. Siklus hidup dan predileksi Sarcoptes scabiei10 Gejala gatal timbul akibat reaksi hipersensitivitas terhadap tungau, telur, atau skibala. Tungau meninggalkan liang hanya ketika suhu temperatur tinggi (bed warmth) dan ini menyebabkan nocturnal itching. Proses imunologis pada skabies masih belum jelas. Hipersensitivitas yang terjadi adalah hipersensitivitas tipe cepat dan lambat .Pada infeksi pertama, sensitisasi akan timbul dalam beberapa minggu setelah infeksi parasit. Pada infeksi kedua (reinfeksi), gatal muncul dalam 24 jam. Pada hipersensitivitas tipe lambat terjadi pembentukan papul dan nodul inflamatorik. Hal ini tampak dari perubahan histologis dan banyaknya limfosit T di infiltrat cutaneus. Selain itu terdapat peningkatan IgG dan IgM, IgE dapat normal atau meningkat. 10

VI. MANIFESTASI KLINIS Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan, penderita selalu mengeluh gatal, terutama malam hari. Kelainan kulit mula-mula berupa papula, vesikel. Akibat garukan timbul infeksi sekunder sehingga terjadi infeksi pustula. Lokalisasinya pada daerah sela jari tangan, ketiak, sekitar pusat, paha bagian dalam, genetelia pria dan bokong. Pada bayi tampak pada kepala, telapak tangan dan kaki. Efloresensi/sifat-sifatnya tampak papula dan vesikel miliar sampai lentikular disertai ekskoriasi (Scratch mark). Jika terjadi infeksi sekunder tampak pustula lentikular. Lesi yang khas adalah terowongan (kanalikulus) miliar, tampak berasal dari salah satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Akhir/ujung kanalikuli adalah tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabei betina.3 Tanda- tanda kardinal pada skabies 1. Pruritis nokturna yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungou ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungou tersebut. Dikenal keadaan hiposensitasi yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungou tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya metupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis yaitu: sela-sela jari tanga, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae (wanita), umbilikulus, bokong, genetelia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

4. Menemukan tungou merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungou ini. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut. 2 Lesi tampak beralur, sedikit menonjol dan kemerahan pada permukaan kulit. Vesikel kecil kemerahan yang tampak di ujung galur merupakan reaksi iritasi. Rasa gatal yang sangat, ditambah kehangatan tubuh dan keringat memacu penderita menggaruk sehingga memperluas infestasi, menambah iritasi dan menimbulkan infeksi sekunder. Akibatnya papula, vesikel dan pustula bertambah.8 Di daerah tropis infeksi sekunder hampir selalu disebabkan oleh Streptococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes. Pada infestasi pertama gejala gatal ringan, sesudah 4-6 minggu kulit tersensitasi akan timbul eritema dan gatal yang sangat. Dapat pula timbul scabies rash yang merupakan reaksi alergi yang terjadi bukan saja di lokasi lesi tetapi bisa saja di tempat lain seperti di lengan, betis dan pergelangan kaki. Rash tidak terdapat di kepala, bagian tengah dada dan punggung, telapak tangan dan kaki. Berat ringannya rash tidak tergantung jumlah tungau. Pasien yang sudah pernah tersentisasi akan mengalami rash beberapa hari setelah reinfestasi11. Selain tanda dan gejala skabies klasik seperti yang disebutkan di atas dapat ditemukan beberapa manifestasi klinis lain dari scabies : 1. Skabies pada orang yang bersih. Sering tidak dapat didiagnosis karena sering tidak ada lesi dan terowongan sukar ditemukan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.1 2. Skabies pada bayi dan anak kecil. Pada usia ini wajah, kulit kepala, telapak tangan dan telapak kaki sering terkena. Lesi biasanya berupa papula, vesikopustula dan nodul. Distribusi biasanya tidak khas dan sering terjadi infeksi sekunder. Lesi sekunder sering terlihat tetapi terowongan sulit ditemukan. Prevalensi skabies tinggi pada anak dibawah 2 tahun.1,5,11 3. Skabies pada orang tua. Pada usia ini skabies sering tidak terdiagnosis, karena perubahan kulit yang minimal dan tidak khas. Rasa gatal yang sangat sering dipikirkan sebagai

pruritus senilis, xerosis atau karena obat-obatan atau psikologis. Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa tingal lama di tempat tidur dapat menderita skabies pada bagian punggungnya.1,11 4. Skabies inkognito. Ditemukan pada pasien yang mendapat terapi kortikosteroid dan obat imunosupresan lain. Obat-obat tersebut dapat menyamarkan gejala dan tanda dari scabies, sementara infeksi tetap ada dalam tubuh. Lesi dari scabies sering dianggap sebagai dermatitis kontak atau Dariers Disease. Harus benar-benar dipertimbangkan sebagai scabies jika lesi tersebar di seluruh tubuh, bersisik, dan gatal.1,11 5. Skabies pada HIV/AIDS. Skabies mengenai 2-4 % penderita AIDS. Bentuk yang tidak lazim dari scabies pada AIDS dianggap sebagai crusted scabies dan atypical popular scabies. Pasien AIDS yang terkena skabies klasik akibat sistem imunnya yang menurun akan berkembang menjadi crusted scabies. Pada bentuk ini rasa gatal akan hilang. Karena gambaran kliniknya tidak khas diagnosis sering terlambat dan meningkatkan resiko penyebaran kepada orang lain.11 6. Skabies yang ditularkan oleh hewan Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaanya berhubungan erat dengan hewan. Gejalanya ringan, kurang gatal, tidak timbul terowongan, lesi di tempat kontak, dan dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih1 7. Nodular scabies. Nodul mungkin terjadi akibat reaksi hipersensitif untuk melawan tungau atau antigen lainnya. Lesi terlihat merah kecoklatan, adanya papul yang gatal dan ada nodul-nodul pada daerah yang tertutup (sering dijumpai pada genetalia laki-laki, paha, dan daerah aksila) yang sering menetap beberapa bulan bahkan hingga 1 tahun biarpun sudah mendapat pengobatan anti skabies..1,11 8. Crusted (Norwegian) scabies. Keadaan ini berhubungan dengan orang tua, orang yang menderita retardasi mental (Downs syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, tabes

dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia, diabetes) dan penderita dengan system imun tubuh yang rendah. Hyperkeratosis dan adanya lesi yang tidak gatal sering ditemukan. Dapat juga berupa adanya krusta yang tidak gatal maupun gatal, papul-papul dan mungkin lesinya seperti Dariers Disease atau psoriasis. Sering mengenai kuku tangan maupun kaki. Ribuan tungau dapat ditemukan pada lesi. Sering terjadi bakteremia akibat infeksi dari fisura-fisura dan kulit yang ekskoriasi yang berakibat sangat fatal.1,11,16 9. Skabies pada kepala. Skabies jarang mengenai kulit kepala orang dewasa, jika mengenai kepala berhubungan atau disebabkan oleh dermatitis seboroik atau dermatomyositis pada kulit kepala. Biasanya mengenai bayi, anak-anak, orang tua, orang yang sakit kronis, pasien dengan crusted scabies, penderita AIDS 16 10. Bullous Scabies. Vesikel pada skabies biasa ditemukan pada anak-anak, jarang pada orang dewasa. Bullous scabies yang ditemukan pada orang dewasa berhubungan

dengan proses erupsi pada penderita bullous pemfigoid. Dari pemeriksaan klinik didapatkan eosinofilia dan pada pemeriksaan kulit ditemukan sejumlah scabies dewasa, terdapat celah epidermal jika bula dibiopsi. Biasanya pada pasien tua dengan terapi kortikosteroid. Terapinya dengan menghentikan kortikosteroid dilanjutkan pemberian antiscabies.11

VII. DIAGNOSIS Penegakan diagnosis bermula dari anamnesis adanya keluhan utama berupa timbulnya rasa gatal yang menghebat terutama pada malam hari. Kecurigaan skabies bertambah bila lebih dari satu anggota setempat tinggal menderita gatal juga. Gatal pada malam hari disebabkan oleh naiknya suhu tubuh sehingga aktivitas tungau meningkat. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan terlihatnya terowongan yang sedikit meninggi, membentuk garis lurus atau berkelok-kelok, sepanjang beberapa milimeter sampai 1 cm dengan vesikula, papula atau pustula pada ujungnya. Lokasi predileksinya adalah kulit yang tipis dan berkelut seperti sela antar jari, pergelangan

tangan bagian volar, siku, lipat ketiak, lipat mammae bagian bawah, areola mammae, sekitar umbilikus, abdomen bagian bawah, lipat paha dan genitalia eksterna pria. Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi di seluruh permukaan kulit. Cepat sembuh setelah diberi obat antiskabies topikal. Diagnosis pasti dapat ditegakkan bila ditemukan tungau dewasa, telur, larva atau ekskreta (skibala). Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:: 1. Pemeriksaan langsung di bawah mikroskop. Satu atau dua tetes minyak mineral diteteskan pada lesi yang telah digores atau diiris dengan pisau pada bagian atas terowongan atau papul. Kemudian hasil goresan diletakkan pada obyek glas dan diperiksa dengan mikroskop dengan pembesaran lemah. Sebaiknya tidak menggunakan potassium hidroksida karena dapat menghancurkan skibala. Teknik ini tidak menakutkan bagi anak-anak dan pasien yang mudah cemas dan metode yang disukai pada pasien yang diduga menderita HIV/AIDS.5,11

2. Dermoskopi Dermoskopi merupakan teknik alternatif yang digunakan untuk mendiagnosis scabies. Sebuah kaca pembesar illuminasi yang biasa disebut juga dengan stereomikroskop epiluminescent dibutuhkan disertai dengan alat pemegang. Naynader dkk dan Zolandek dkk melaporkan bahwa dermoskopi (epilumenesce microscopy) efektif secara in vivo untuk berguna untuk menegakkan diagnosis

skabies. Pada metode ini terowongan dengan telur dan skibala akan terlihat kecil, gelap, terlihat struktur triangular yang merupakan bagian pigmen anterior dari kutu dan segmen garis lurus di belakang struktur triangular yang berisi gelembung gelembung udara 10

3. Diagnostik antigen dan Polymerase Chain Reaction Kunci kelemahan pemeriksaan PCR untuk diagnosis scabies adalah bergantung pada diagnosis mikroskopik utnuk menemukan bagian dari sampel apakah mengandung serangga apa tidak sehingga tidak disarankan untuk penggunaan diagnostik secara luas di samping juga memiliki sensitivitas yang rendah. PCR yang dilanjutkan dengan pemeriksaan ELISA disarankan sebagai teknik sensitif untuk diagnosis pasien dengan scabies atipikal. Namun demikian, pemeriksaan ini membutuhkan pemeriksaan labpratorium yang sensitif dan memakan waktu.9 4. Skin test skabies intradermal Metode skin tes intradermal tidak layak untuk memeriksa ekstrak keseluruhan tungau karena ketidakmampuan membiakkan sejumlah S. Scabiei dalam jumlah yang cukup. Selain itu keseluruhan ekstrak tungau yang didapat dari model hewan mengandung campuran heterogen antara antigen parasit dan pejamu, termasuk debu rumah cross reactive epitop tungau, dan variasi dalam komposisi, potensi dan proses purifikasi. Rekombinan allergen tungau scabies yang telah dipurifikasi dan komposisi protein yang telah dikarakteristik dapat

menjadi alat yang berpotensi di masa depan sebagai skin tes terutama untuk kasus yang sulit didiagnosis dan juga berperan sebagai imunoterapi.9 5. Deteksi Antibodi Dokumentasi studi infestasi tungau skabies menyebabkan produksi antibodi pada pejamu yang terinfeksi. Selain itu, Ig G pejamu muncul pada anterior midgut dan esofagus dari tungau yang masih segar.Studi dengan marker molekular menunjukkan bahwa organisme S.scabiei dari hewan dan manusia secara genetik berbeda dan jarang sekali terjadi perkawinan silang atau infeksi silang9 VIII. KOMPLIKASI Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan dapat timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal yaitu

glomerulonefritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan baik pada awal terapi atau dari pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur dengan konsentrasi 15% dapat menyebabkan dermatitis bila digunakan terus menerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzilbenzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari terutama pada genetalia pria. Gamma Benzen Heksaklorida sudah diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan.1

IX. DIAGNOSIS BANDING Ada pendapat yang mengatakan penyakit Skabies merupakan the great imitator disease karena menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Diagnosis bandingnya ialah prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis dan lain-lain. Setiap dermatitis yang mengenai daerah areola, selain penyakit paget harus dicurigai sebagai skabies. Skabies krustosa dapat menyerupai dermatitis hiperkeratosis, psoriasis dan dermatitis kontak.1,2

X.

PENATALAKSANAAN A. MEDIKAMENTOSA Pasien yang terinfeksi dan mereka yang kontak fisik seharusnya diobati saat itu juga meskipun tidak timbul gejala. Produk terapi topical atau oral dapat digunakan dalam pengobatan. Terapi topikal harus menjangkau seluruh tubuh kecuali kepala dan leher. Terapi yang efektif termasuk penggunaan air panas dan dua kali pengolesan pada seluruh tubuh. Terapi oral digunakan bila mengalami intoleransi terhadap terapi topical sepertil menyebabkan rasa terbakar, tersengat terutama bila ada luka ekskoriasi atau eksematous dan potensi absorbsi perkutan menimbulkan resiko1,5 1. Permethrin 5% cream (Scabimite). Tampaknya paling aman sebagai pengobatan yang paling efektif untuk skabies. Permethrin adalah pyrethroid sintetik yang dapat membunuh tungau yang mempunyai toksisitas yang benar-benar rendah untuk manusia. Krim permethrin 5% dalam bentuk dosis tunggal. Cara penggunaan permethrin adalah dengan mengoleskan di belakang telinga dan menyeluruh dari leher ke tapak kaki, terutama pada bagian lipatan-lipatan seperti sela-sela jari tangan dan kaki, umbilicus, lipat paha, pantat, dan bagian bawah jari tangan dan kaki. Penggunaannya selama 8-12 jam kemudian dicuci bersih-bersih. Jika belum sembuh, obat digunakan 5 sampai 7 hari kemudian. Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan skabies klasik hanya perlu ditambahkan salep keratolitik. Skabies subungual susah diobati. Bila didapatkan infeksi sekunder perlu diberikan antibiotik sistemik. Permethrin tidak boleh diberikan pada bayi kurang dari 2 bulan dan pada wanita hamil dan menyusui karena dapat menimbulkan reaksi panas, eksaserbasi gatal, dan dermatitis kontak9. 2. Malathion. Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian1. 3. Benzyl Benzoat 25%.

Tersedia dalam bentuk krim atau lotion 25%. Sebaiknya obat ini digunakan selama 24 jam, kemudian digunakan lagi 1 minggu kemudian. Obat ini disapukan ke badan dari leher ke bawah. Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan iritasi. Bila digunakan untuk bayi dan anak-anak harus ditambahkan air 2-3 bagian. 4. Lindane 1% (gamma benzene heksaklorida). Tersedia dalam bentuk cairan atau lotion, tidak berbau, tidak berwarna. Obat ini membunuh kuta atau nimpa. Obat ini digunakan dengan cara menyapukan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam kemudian dicuci bersih-bersihpada pagi hari. Jika belum membaik, pengobatan diulang 1 minggu kemudian. Penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek pada sistem saraf pusat. Pada bayi dan anak-anak bila digunakan berlebihan dapat menimbulkan neurotoksisitas. Obat ini tidak aman digunakan untuk ibu menyusui, wanita hamil, pasien dengan gangguan otak, dan pasien dengan riwayat kejang9. 5. Monosulfiran. Tersedia dalam bentuk lotion 25% yang sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hati selama 2-3 hari. Selama dan segera setelah pengobatan penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat menyebabkan keringat yang berlebihan dan takikardi. 6. Sulfur. Dalam bentuk parafin lunak sulfur 10% secara umum aman dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam dan dicuci 24 jam kemudian. Obat aman digunakan buat wanita hamil dan menyusui. 7. Pyrethrin Pyrethrin biasa digunakan dalam bentuk aerosol spray ( contoh : allethrin ) untuk mengobati scabies. Namun obat ini mengakibatkan bronkospasme pada pasien asma sehingga obat ini tidak boleh diresepkan untuk pasien yang mempunyai riwayat asma 8. Ivermectin.

Ivermectin adalah anti parasit. Sejak 1993, ivermectin diberikan oral dengan dosis 200 mikrogram/BB efektif sebagai antiskabies. Dosis yang lebih tinggi efektif diberikan terutama untuk pasien yang imunosupresif seperti penderita AIDS. Ivermectin topikal seperti 1% propilen glycol solution diteliti juga merupakan obat skabies yang cukup efektif. Ivermectin bekerja dengan cara menginterupsi induksi glutamat dan asam gamma amino butirat dalam transmisi parasit sehingga mengakibatkan paralisis dan kematian parasit. Dalam tubuh manusia ivermectrin tidak menembus sawar darah otak. 8. Anti pruritus. Rasa gatal pada skabies akan tetap ada sampai beberapa minggu setelah pemberian terapi. Antihistamin sedatif bisa mengurangi rasa gatal.14 Tetapi kortikosteroid topikal atau sistemik potensi rendah lebih efektif. Pada anak-anak dapat diberikan 1% krim hidrokortison. Pada dewasa dapat diberikan krim triamsolon (0,1%). Untuk mengatasi gatal sebaiknya jangan menggunakan steroid ataupun kortikosteroid karena dapat melemahkan imunitas dan menciptakan penyakit baru maupun varian scabies yang lebih buruk.5 Beberapa penyebab gejala yang persisten setelah pengobatan scabies8: Diagnosis awal yang kurang tepat Hipersensitivitas terhadap antigen tungau Ekzema sekunder Sensitisasi terhadap acaricide topikal Reinfeksi dari kontak yang tidak terobati atau kontaminasi Kegagalan pengobatan akibat penggunaan accaride yang tidak tepat Kegagalan pengobatan karena penetrasi obat yang kurang ke dalam kulit yang hiperkeratosis atau kuku Kegagalan pengobatan akibat populasi tungau yang resisten B. NON MEDIKAMENTOSA Terutama dengan memberikan edukasi yang dapat berupa : 1. Terapi juga harus dilakukan pada anggota keluarga lain dan partner sexual.

2. Penggunaan obat sesuai aturan dan memperhatikan cara pemakaian, jangan terlalu berlebihan karena dapat menyebabkan iritasi. 3. Pakaian, sprei, handuk dll cuci dengan air panas. 4. Dijaga kebersihan rumah setiap hari. Alat-alat pribadi (handuk, sabun, selimut) sebaiknya tidak dipakai bersama-sama dalam satu keluarga.4

XI. PROGNOSIS Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, termasuk higiene perseorangan maupun lingkungan, maka penyakit ini dapat dikendalikan dan memberi prognosis baik.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Maskur Z. Infeksi Parasit dan Gangguan Serangga. Dalam : Marwali Harahap, Prof., Dr.(Ed), Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta. 2000 : 109-113.

2. Handoko RP. Skabies. Dalam Djuanda A., Hamzah M., Aisah S (Ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima (Cetakan Kedua, dengan perbaikan). Fakultas Kedokteran UI. Jakarta, 2007 : 122-125.

3. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC. Jakarta, 2005:100-102. 4. Sungkar S, Penyakit yang Disebabkan Artropoda, dalam Srirasi G., H. Herry D., dan Wita Pribadi (Ed). Parasitologi Kedokteran. Edisi III Fakultas Kedokteran UI Jakarta, 2003 :264-267 5. Chosidow O. Scabies. NEJM. 2006; 354: 1718-27. 6. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: newer perspectives. Postgrade Med J 2005; 81: 7-11. 7. Sarkar R, Kanwar A.J. Three Common Dermatological Disorders in Children (Scabies, Pediculosis and Dermatophytoses). Indian Pediatrics 2001; 38: 9951008. 8. McCroskey A.L. Scabies in Emergency Medicine.

http://emedicine.medscape.com/article/785873-overview#showall Diakses tanggal 11 Februari 2012 9. Wikipedia, the free encyclopedia. Scabies. http://en.wikipedia.org/wiki/Scabies. Diakses tanggal 11 Februari 2012.

10. Cordoro

K.M.

2009.

Dermatologic

Manifestations

of

Scabies (Diakses

http://emedicine.medscape.com/article/1109204-overview#showall tanggal 11 Februari 2012)

11. Wolff K., Johson R.A. 2009. Arthropod Insect Bites Stings and cutaneus infections : Mites bites and infestation : scabies. In : Fitzpatricks colot atlas and Synopsis of clinical Dermatology New York: Mc Graw Hill Company

Anda mungkin juga menyukai