Anda di halaman 1dari 3

Berkatalah Tidak

Duma Rachmat Artanto

Berkatalah, Tidak. Ketika anak mulai meminta sesuatu dengan berlebihan. Sesuatu yang telah ditetapkan oleh kehendak kitaorangtuauntuk membatasinya. Ketika anak meminta menonton Spongebob saat dia sudah selayaknya berangkat sekolah. Atau ketika saatnya televisi harus sudah dimatikan sebab itu adalah jadwal keluarga untuk makan. Berkatalah, Tidak. Ketika anak ingin terus bermain bola padahal itu saatnya untuk mandi dan makan. Ketika anak meminta permen, padahal itu saatnya untuk makan. Sebab kebiasaannya makan pasti akan terganggu kalau dia makan permen terlalu banyak. Berkata, Tidak, itu bukan sesuatu yang diharamkan dalam proses pendidikan dan pengasuhan anak. Bagaimana pun setiap kata memiliki power. Memiliki kekuatan yang terkandung di kata tersebut, selain makna tentunya. Namun seringkali power kata ini tidak didapatkan. Mengapa demikian? Pertama, sebab kita sendiri terkadang tidak mengetahuinya. Bahwa kata memiliki kekuatan untuk mengubah situasi. Yang kedua, kita tidak mengetahui bagaimana cara untuk mendapatkannya. Kata menjadi kehilangan powernya sebab kita tidak mengenali kemampuannya yang mampu mengubah sesuatu. Mengubah perilaku. Mengubah tindakan. Mengubah situasi. Kata atau bahasa dalam artian umum adalah sarana untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa juga digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan atau mengekspresikan pikiran, perasaan, minat, ataupun pengalaman yang dialami. Sarana, sebab dengannya pikiran kita menjadi tersampaikan. Sebab dengannya perasaan kita mengenai sesuatu bisa juga ditangkap oleh yang lain. Kekuatan bahasa ada di kemampuannya yang sedemikian simbolis untuk menyiratkan, untuk menggambarkan dan untuk mendeskripsikan pengalaman kemanusiaan kita. Bagaimana tidak? Kata sungai adalah simbol untuk menggambarkan tempat yang berkelok, dengan batu-batuannya di mana air mengalir dari pegunungan hingga ke samudera. Kata jatuh cinta adalah simbol untuk kondisi perasaan yang menggebu-gebu disebabkan kita merasakan perasaan yang sedemikian bahagia, suka, bercampur aduk dengan satu dengan pengalaman degdeg-an ketika bertemu dengan seseorang yang kita sukai dan sayangi. Kata sedemikian hebat karena dia menjadi perwujudan secara simbolis dari pengalaman-pengalaman manusia. Walau tidak setiap detil aspek pengalaman yang dialami akan mampu terangkum di dalamnya, namun kata dan bahasa cukup representatif untuk mengaitkan kembali manusia dengan kesan-kesan yang diterimanya ketika dulu dialami. Ketika mendengar kata jatuh cinta pastilah kita akan mejadi terkenang dengan pengalaman-pengalaman yang kita alami ketika jatuh cinta. Yang indahnya, yang tersipu malunya, yang bingungnya, yang tidak mengertinya, dan banyak hal yang lain. Sedemikian juga dengan kata tidak. Kata tidak merupakan representasi dari pengalaman penolakan atau pengalaman yang berkebalikan dengan kondisi yang dialami atau yang diindera. Hal ini ada dapat dilihat pada contoh berikut. Tidak hitam berarti ada kemungkinan warna lain, semisal

putih, merah, hijau atau yang lain. Tidak laki-laki berarti perempuan atau waria. Namun kata tidak juga merupakan representasi dari pengalaman penolakan. Sebagaimana ketika anak ditolak untuk mendapatkan permen tambahan, ketika seorang perempuan mengatakan, tidak pada seorang lakilaki yang meminangnya, atau ketika seorang suami yang menolak membelikan kendaraan bagi istrinya. Tidak-nya ini menggambarkan pengalaman penolakan terhadap keinginan atau kemauan manusia. Setiap kata yang mendapatkan konteksnya dengan tepat juga pastinya akan menghasilkan kesan yang lebih mendalam, dibandingkan yang tidak. Maksudnya, kata ketika ditempatkan kembali dalam latar belakang yang tepat dengan apa yang berusaha disimbolkannya, tentu juga lebih powerfull dirasakan kesannya. Kata jatuh cinta menjadi lebih bermakna dirasakan ketika misalnya ketika kita melintas jalanan di mana dulu kita bertemu dengan pasangan kita sekarang ini. Tentu kesannya akan lebih mendalam, dibandingkan tidak ada konteksnya. Atau kata tidak akan terasa lebih kuat dirasakan anak sebab wajah kita menyiratkan ketidakmauan. Perilaku kita menolaknya dan bersungguh-sungguh mengabaikan permintaannya. Yang kedua, kata menjadi kehilangan power-nya sebab kita tidak tahu bagaimana cara untuk mendapatkannya. Kita tahu kata-kata dan bahasa mampu merubah kehidupan seseorang. Mampu menginspirasi seseorang. Namun terkadang tidak menyadari bagaimana itu dapat dilakukan. Pernahkah Anda mendengar pidato Presiden Soekarno? Pidatonya menggetarkan. Kata-katanya menggerakkan anak-anak bangsa untuk terus memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Atau katakata Mario Teguh, misalnya. Bagaimana kata-kata dan kalimat yang keluar darai bibir beliau begitu bermakna dan penuh arti. Penuh kejutan. Kita tahu itu. Kita mengenal kata itu. Kita juga tahu pesan yang disampaikannya sebenarnya sama juga dengan perkataan bijak yang lain. Tapi kok sepertinya kata-kata dan kalimat itu menjadi kuat bermakna saat keluar dari bibir beliau. Bagaimana mungkin? Kata-kata menjadi bermakna ketika keluar dari mulut seseorang dikarenakan beberapa hal berikut: Pertama: Sebab orang yang mengatakannya adalah orang yang signifikan dalam kehidupan kita. Entah itu orangtua, kekasih, sahabat, guru atau orang yang kita anggap lebih memiliki ilmu, cenderung akan kita percaya kata-katanya. Kata-katanya akan digunakan sebagai panduan untuk melakukan sesuatu. Untuk bertindak ketika menghadapi sesuatu. Termasuk di sini, adalah orang-orang yang berseberangan dengan kita, musuh kita, atau orang yang berkonflik dengan kita. Umpatan yang keluar dari mulut orang yang menabrak kita bisa pastilah berkesan, karena kejadian tabrakan adalah kejadian yang tidak setiap saat kita alami. Sehingga umpatan itu pastinya juga berkesan. Kedua: Sebab orang yang mengatakannya adalah orang yang merasakan benar arti kata tersebut. Artinya kita lebih merasakan makna penderitaan dari mulut seseorang yang hidupnya jatuh-bangun, seseorang yang terus berjuang untuk kehidupannya, dan hidup dalam tekanan. Dibandingkan dengan seorang remaja yang mengeluhkan tentang temannya yang mencuranginya dan dia merasa disakiti. Kata menjadi lebih kuat karena pengalaman hidup yang melatarbelakanginya. Pengalaman

orang yang mengatakannya. Ini mengapa kata-kata menjadi begitu kuat menggerakkan orang. Sebab energi yang dihasilkan dari pengalaman hidup seseorang, yang membuatnya begitu menjiwai kata itu. Sehingga ketika dia berkata tentang hal itu, kesannya akan kuat. Ketiga: Sebab orang mengatakannya dengan sepenuh hati. Setiap orang yang mampu mengatakan sesuatu dari dalam hatinya, dengan sepenuh penghayatan, saya kira akan bernilai sama kuatnya dengan orang yang berkata sebab pengalaman hidupnya. Hati itu organ internal yang begitu misterius sebenarnya. Sebab khazanahnya memang terlalu dalam hanya untuk dipahami. Khazanahnya dapat dikenali sebab kita merasakannya. Berkatalah sepenuh hati Anda sebagai seorang ibu atau ayah, maka kata-kata Anda pun akan lebih kuat bermakna bagi anak-anak Anda. Lebih dirasakannya. Sebab semua persyaratan kata menjadi lebih powerfull ada pada peran Anda sebagai orangtua. Anda ibunya. Anda ayahnya. Anda yang melahirkannya. Anak adalah pengejawantahan kita. Sebab Anda juga berperan sebagai orang yang telah lama mengecap kehidupandi mana lamanya waktu kita hidup tak akan bisa membantah banyaknya hal telah kita alami dalam hidup. Entah itu sukanya. Entah itu dukanya. Berkatalah dengan sepenuh hati, sebab Anda adalah orangtuanya. Berkatalah dengan sepenuh hati, tak perlu banyak kata, asalkan itu keluar dari lubuk hati Anda yang terdalam, itu akan bernilai mendalam dan membantu mengubah hidup anak-anak Anda. Berkatalah dengan sepenuh hati sebab Anda dianugerahi kewenangan oleh Tuhan untuk merawat anak-anak Anda. Artinya, ada power dalam kehidupan Anda yang itu anugerahNya yang memampukan Anda merawat, menjaga, memelihara, mengarahkan, bahkan hingga mengubahnya. Lihatlah, banyak anak yang menjadi kuat karena referensi dirinya berasal dari kata-kata hebat yang diterbitkan orangtuanya. Lihatlah juga banyak anak menjadi lemah, tidak berdaya, bahkan kehilangan masa depannya, sebab kutukan, cacian yang hebat dari orangtuanya. Jadi yakinlah untuk berkata, Tidak untuk setiap hal yang merusak kehidupan anak-anak kita. Berkatalah dengan sepenuh hati, dengan kesungguhan jiwa untuk berkata, Tidak pada setiap kemauannya yang berlebihan, pada ketidakmauannya untuk diarahkan menjadi baik dan benar. Berkatalah, Tidak pada setiap hal yang akan membuatnya kehilangan karakter, karena kita hanya mampu mengiyakan setiap kehendaknya. Berkatalah sungguh-sungguh untuk, Tidak, insya Allah anak-anak akan lebih seimbang karakter dan kepribadiannya.

Anda mungkin juga menyukai