Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier. Demam typhoid juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus Abdominalis, Typhoid fever, atau enteric fever. Demam typhoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu, yang juga disertai perut membesar, limpa dan erupsi kulit. Demam typhoid (termasuk paratyphoid) disebabkan oleh kuman salmonella typhi, S paratyphy A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphy, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi. Demam typhoid abdominalis atau demam typhoid masih merupakan masalah besar di indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam typhoid di Indonesia, cukup tinggi berkisar antara 354-810/100.000 penduduk pertahun.

BAB II PEMBAHASAN
Demam Tifoid Page 1

1.1 Identifikasi istilah Pada kasus yang saya dapatkan terdapat istilah yang belum kami ketahui yaitu adalah Compos mentis, Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. 1.2 Anamnesis Dari hasil pemeriksssan berdasarkan anamnesadapat di peroleh data sebagai berikut: demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore / malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. 1.3 Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik : febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu

10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali,splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).2
Pemeriksaan Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit

normal,aneosinofilia, limfopenia, peningkatan Led, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titerantibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.5 Kultur jaringan Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella typhi dari specimen yang berasal dari darah penderita. Pengambilan specimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 80-90%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotic. Pada minggu ke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu ke-4 hanya 10-15%.6 Uji widal Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman s,thypi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman s.thypi dengan antiboby
Demam Tifoid Page 2

yamg di sebut aglutinin. Antigen yang di gunakan pada ujiwidl adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan di olah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demem tifoid yaitu: a) b) c) Aglutinin O dari tubuh kuman Aglutinin H dari flagella kuman Aglutinin v simpai dari simpai kuman

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di gunakan untuk diagnostok demam tifoid semakin tinggi titernya semakin tinggi kemungkinan terinfeksi penyakit ini. Ada beberapa faktor yang memepengaruhi uji widal yaitu 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Pengobatan dini dengan antiboitik Gangguan pembentukan antibody dan pemeberian kortikosteroid Waktu pengambilan darah Daerah endemik atau non endemik Riwayat vaksinasi Reaksi anamnestik, yaitu penigkatan titer aglutinin pada infeksi bukan Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang

demem tifoid akibat infeksi demem tifoid masa lalu atau vaksinasi. dan starin salmonella yang di gunakan untuk suspensi antigen. Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer glutinin yg bermakna diagnostik untuk demem tifoid. Batas titer yg dipakai hanya kesepakatan saja, haya berlaku setempat saja,dan dapat berbeda pada tiap-tiap laboratorium.6
Pemeriksaan penunjang : Darah parifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah

(biakan empedu).

1.4

Diagnosis

Deferential diagnosis Demam tifoid


Demam Tifoid Page 3

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.1 1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. 2. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi. 3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma. Working diagnosis
1. Influenza

2. Malaria 3. Bronchitis 4. Sepsis 5. Broncho Pneumonia 6. I.S.K 7. Gastroenteritis 8. Keganasan : - Leukemia - Lymphoma 9. Tuberculosa

1.5

Patofisologi

Kuman S. typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami
Demam Tifoid Page 4

hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman S. typhi kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk kealiran darah melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotial.6 Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin S. typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.4

1.5a Patofisiologi demam tifoid

Demam Tifoid

Page 5

1.6 Etiologi

Demam Tifoid

Page 6

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.2 1.7 Epidemologi Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekwensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan terkait dengan sanitasi lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Kemudian Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT DEPKES RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.2,3 1.8 Terapi Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Kadang-kadang perlu konsultasi ke Divisi Hematologi, Jantung, Neurologi, bahkan ke Bagian lain/Bedah. Pengobatan medikamentosa Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin atau kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.6

Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi

ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
Page 7

Demam Tifoid

amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari, atau kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2 kali pemberian, oral, selama 14 hari.6

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance), maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. Pengobatan non-medikamentosa

Istirahat dan perawatan : tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk pencegahan komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuh nya di tempat seperti makan,minum,mandi,buang air kecil, dan buang ari besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dan sangat oerlu sekali di jaga kebersihanya.6

Diet dan terapi penunjang : diet muerupakan hal yang cukup penting dlam proses penyembuhan penyakit demem tifoid, karena makanan yang kurang dapat mempengarui kondisi pasien demem tifoid, di masa lampau penederita demem tifoid hanya di beri bubur saring, kemudian di tingkatkan mejadi bubur kasar dan akhir nya di berikan nasi. Pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.6

1.9 Komplikasi
Demam Tifoid Page 8

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :

1. Komplikasi intestinal : a.Perdarahan usus b.Perforasi usus c.Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstra-intestinal : a.Komplikasi kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. b.Komplikasi darah : Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik. c.Komplikasi paru : Pneumonia, empiema dan pleuritis. d.Komplikasi hepar dan kandung empedu : Hepatitis dan kolesistisis. e.Komplikasi ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. f.Komplikasi tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis. g.Komplikasi neuropsikatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.

Demam Tifoid

Page 9

BAB III PENUTUP


Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Dan melalui peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama hati dan limpa. Oleh karena itu kita harus dapat menjaga segala macam asupan yang kita konsumsi, karena bakteri salmonella typhi dapat mengkontaminasi kamanan yang tidak bersih dan sehat cara pengolahnya. Demikianlah makalah pribadi menegani kasus demam tifoid trimaksih atas segala dukungannya, mohon maaf bila masih terdapat kekurangan dalama pembuatan makalah ini untuk lebih baik lagi.

Daftar pustaka
Demam Tifoid Page 10

1. Juwono R. Demam Tifoid. In: Noer MS, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 3th ed.

Jakarta: BalaiPenerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003. p. 435-441. 2. Jawetz E, Melnick JL, Andelberg EA. Batang gram negatif enterik. In Setiawan I, editor. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta:EGC, 1996. 299-303.
3. Christie AB. Typhoid and Paratyphoid Fevers in : Infectious Disease Vol. 1, 4th ed.

Churchill Livingstone : Medical Division of Longman Group UK Limited, 1987 : 100.


4. Cleary Th G. Salmonella species in longess, Pickerling LK, Praber CG. Principles and

Practice of Pediatric Infectious Disease Churchill Livingstone, New York 1nd ed, 2003 : hal. 830. 5. Hoffman S. : Typhoid fever in Warren KS dan Mahmpud AAF (eds) : Tropical and Geographical ed ke 2, New York, Mc Graw-Hill Information Services Co. (1990).
6. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K.Marcellius S,Setati S. Buku ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi V. Jakarta: internal publishing,2009. P. 2797-2809.

Daftar isi

Demam Tifoid

Page 11

BAB I...................................................................................................................... A. Latar belakang.................................................................................................... BAB II.................................................................................................................... 1.1 1.2


1.3

1 1 2

Idnetifikasi istilah........................................................................................ 2 Anamnesis.................................................................................................... 2 Pemeriksaan................................................................................................. 2-3 Diagnosis .................................................................................................... 4 Patofisiologi................................................................................................. 5-6 Etiologi ........................................................................................................ 7 Epidemiologi ............................................................................................... 7 Terapi .......................................................................................................... 7-8 Komplikasi .................................................................................................. 9 10 10

1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9

BAB III ................................................................................................................... B. Penutup ...............................................................................................................

Demam Tifoid

Page 12

Anda mungkin juga menyukai