Anda di halaman 1dari 11

REFERAT TERAPI CAIRAN

Di susun oleh :

Ahmad Afianto Agnes Triana Basja Fani Dyah Rahmawati Nihayatul Amaliyah Siti Hardianti FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2011

Terapi Cairan Pasca Bedah A. PENDAHULUAN Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batasbatas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena. Terapi cairan ini dilakukan pada pasien-pasien khususnya dalam pembedahan dengan anestesia yang memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah dimana saluran pencernaan belum berfungsi secara optimal untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas. Dengan demikian, secara garis besar tujuan dari terapi cairan adalah : 1. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit tubuh 2. Dukungan nutrisi 3. Akses intravena 4. Mengatasi syok Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit perioperatif berdasar kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra, saat, dan pasca pembedahan. Saat pembedahan harus dilihat banyaknya perdarahan untuk digantikan, selain mengganti cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk menggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien. B. FISIOLOGI CAIRAN TUBUH Enam puluh persen dari berat tubuh kita adalah air. Cairan tubuh dipisahkan oleh membran sel sehingga ada yang terdapat di dalam sel (intraseluler) yang berjumlah 40 % dan ada yang terdapat diluar sel (ekstraseluler) yang berjumlah 20 %. Cairan Intraseluler Pada orang dewasa, sekitar 2/3 dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraseluler (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan BB sekitar 70 kg), sebaliknya pada bayi hanya dari BB merupakan cairan intraseluler. Cairan Ekstraseluler Jumlah relatif cairan ekstraseluler berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraseluler. Setelah usia 1

tahun, jumlah cairan ekstraseluler menurun sampai sekitar 1/3 dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg. Cairan Ekstraseluler dibagi menjadi : a. Cairan Interstitial Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa. b. Cairan Intravaskular Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3 Liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. c. Cairan Transeluler Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Jumlah cairan transeluler adalah sekitar 1 liter. Baik cairan intraseluler maupun ekstraseluler memainkan peranan penting dalam mendukung kehidupan. Cairan intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh, sementara cairan ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat toksik. Selain air, cairan tubuh mengandung 2 jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit. ELEKTROLIT Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama. Kation Cairan ekstraseluler sodium (Na+) Cairan intraseluler potassium (K+) Anion Cairan ekstraseluler klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-) Cairan intraseluler ion fosfat (PO43-)

NON ELEKTROLIT Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainnya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin. Gangguan elektrolit yang sering mengancam kehidupan pada pasien dalam keadaan kritis adalah Natrium, Kalium dan Fosfat. Dimana peran Natrium adalah untuk mempertahankan tekanan osmotik tubuh dan memelihara cairan ekstraseluler dalam keadaan konstan. Kadar Na serum normal adalah 135-145 mEq/L. Kalium memainkan peranan penting dalam saraf dan perangsangan otot serta penghantaran impuls listrik.Kadar normal kalium dalam serum adalah 3-5 mEq/L. Sedangkan Fosfat berperan dalam metabolisme energi sel. 1.Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan Normal Asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidarat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-1000 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (1500 ml), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastrointestinal (100-200ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di GIT). FLUID GAINS Oxidative Metabolism Oral Fluids Solid Fluids TOTAL 1100-1400 ml 800-1000 ml 2700 3200 ml 300 ml Kidneys Skin Lungs GIT TOTAL FLUID LOSES 1200-1500 ml 500-600 ml 400 ml 100-200 ml 2700 3200 ml

2.Proses pergerakan cairan tubuh Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transport pasif dan aktif. Mekanisme trranspor pasif tidak membutuhkan energi (difusi dan osmosis) sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi (pompa Na-K yang memerlukan ATP). a. Osmosis Adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar

lebih tinggi hingga kadarnya sama. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285 5 mOsm/L. -

Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer Laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (aquadest) Larutan dengan tekanan osmotik lebih tinggi disebut hipertonik Pergerakan air dalam tubuh diatur oleh tekanan osmotik. Tekanan osmotik mencegah perembesan atau difusi cairan melalui membrane semipermeabel ke dalam cairan yang memiliki konsentrasi lebih tinggi. Larutan isotonik, yaitu larutan yang memiliki tekanan osmotik sesuai plasma adalah NaCl 0,9 %, Dextrosa 5 %, dan Ringer laktat, larutan hipotonik misalnya aquades, dan larutan dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dari plasma disebut larutan hipertonik misalnya infus dengan tekanan osmotik lebih tinggi dari plasma. Makin banyak partikel termasuk ion-ion yang dikandung larutan, makin tinggi tekanan osmotiknya. Larutan infus memliki tekanan osmotik karena mengandung zat-zat elektrolit. Air dari larutan infus tersebar diseluruh tubuh sesuai dengan perbedaan tekanan osmotik dalam cairan tubuh. Jika cairan ekstrasel mempunyai tekanan osmotik yang lebih tinggi dari intrasel maka akan terjadi krenasi atau pengerutan sel karena air dari dalam sel keluar menuju ke tekanan yang lebih tinggi sehingga dapat terjadi dehidrasi sel. Sebaliknya jika cairan ekstrasel tekanan osmotiknya lebih rendah dari intrasel maka akan terjadi pembengkakan sel, dan jika pembengkakan sel ini berlebihan dapat mengakibatkan sel menjadi lisis.

b. Difusi Adalah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

c. Pompa Natrium Kalium Adalah suatu proses transpor yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

C. JENIS CAIRAN 1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Jenis Cairan Kristaloid : a. Ringer Laktat Larutan Ringer laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida. b. Ringer Komposisi mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan dengan RL ada beberapa kekurangan, karena tidak mengandung laktat sehingga tidak dapat dikonversi menjadi bikarbonat untuk memperingan asidosis. c. NaCl 0,9% (Normal Saline) Dipakai sebagai cairan resusitasi terutama untuk kasus : o Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala o Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi 2. Cairan Koloid Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau plasma expander. Didalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hemorrhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar)

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match. Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid :
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% (plasmanat) dan albumin

manusia (5 dan 2,5%).

b. Koloid sintesis yaitu : Dextran Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B. Dextran mempunyai efek anti trombolitik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Hydroxylethyl Starch (Heta Starch) Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000- 1.000.000. Pemberian 500ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Gelatin Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu : Modified fluid gelatin (Plasmion dan hemacell) Urea linked gelatin Oxypoly gelatin

Gelatin ini merupakan plasma expander dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin. D. TERAPI CAIRAN

Terapi cairan ada 2 : 1. Terapi cairan resusitasi Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar, peningkatan sirkulasi kapiler seperti syok kardiogenik, hemoragik atau syok septik. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel, gelafunin, gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes, ekspafusin) 2. Terapi cairan rumatan Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan rumus 4:2:1, yaitu :
4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama 2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua 1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan

E. TERAPI CAIRAN UNTUK LUKA BAKAR

Rumus Evans

Koloid: 1ml X kg BB X % luas luka bakar Elektrolit (saline): 1ml X kg BB X % luas luka bakar Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible

Hari1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam selanjutnya. Hari 2: Separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensible. Rumus Parkland/Baxter

Larutan ringer laktat : 4ml X kg BB X luas luka bakar Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam selanjutnya. Hari 2 : Separuh dari hari pertama dalam 24 jam.

F. GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN

Kehilangan cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan yang mengakibatkan dehidrasi, misalnya pada keadaan gastroenteritis, demam tinggi, pembedahan, luka bakar, dan penyakit lain yang menyebabkan input dan output tidak seimbang. G. TEKNIK DAN KOMPLIKASI Teknik pemberian Pemberian dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena dipunggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, dan daerah kubiti. Pada anak kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki dalam atau dikepala. Bayi baru lahir dapat digunakan vena umbilikaslis. Pemakaian jarum anti karat atau kateter plastik anti trombogenik vena perifer sebaiknya diganti tiap 1-3 hari. Pemberian cairan secara sentral, yaitu melalui venavena yang dekat dengan atrium kanan seperti vena subklavia, jugularis eksterna dan interna. Komplikasi pemberian Sistemik :
Kelebihan / kekurangan cairan tubuh Kelainan elektrolit Ketidakseimbangan asam-basa Kelainan gula darah Emboli udara

Lokal : Flebitis dan infeksi local

H. KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh ini didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan. Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Maka terapi cairan amat diperlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan terlalu banyak yang bisa membahayakan.

Cairan tubuh terdistribusi dalam ekstrasel dan intrasel yang dibatasi membran sel. Adanya tekanan osmotik yang isotonik menjaga difusi cairan keluar sel atau masuk ke dalam sel. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Pemberian infus yang tidak sesuai untuk keadaan tertentu akan sia-sia dan tidak bisa menolong pasien.

Anda mungkin juga menyukai