Anda di halaman 1dari 27

SISTEM LIMFATIK DAN SISTEM RETIKULO-ENDOTELIAL

A. PENDAHULUAN

Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa atau getah bening di dalam tubuh. Limfa berasal dari plasma darah yang keluar dari sistem kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Cairan ini kemudian dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke dalam kelenjar limfa dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi.. Saluran limfe dan kelenjar limfe (nodus limfe) bersama organ limpa, hati dan sumsum tulang membentuk Retikulo-Endotelial Sistem (RES) Sistem limfatik berperan penting dalam mengangkut protein dan zat partikel besar keluar dari ruang jaringan, yang tidak dapat dipindahkan dengan proses absorpsi langsung ke dalam kapiler darah. Pengembalian protein dari interstisial ke dalam darah merupakan fungsi yang penting. Hampir semua jaringan tubuh mempunyai saluran limfe, kecuali permukaan kulit, SSP, endomisium otot, dan tulang. Namun, jaringan tersebut mempunyai pembuluh interstisial kecil (saluran pralimfatik) yang dapat dialiri oleh cairan interstisial; pada akhirnya mengalir ke pembuluh limfe, atau pada otak, mengalir ke cairan serebrospinal dan kemudian kembali ke dalam darah.

Konsentrasi protein dalam cairan interstisial di sebagian besar jaringan 2 g/dl, dan konsentrasi protein cairan limfe yang mengalir dari jaringan tersebut mendekati nilai ini. Di hepar, cairan limfe yang dibentuk mempunyai konsentrasi protein 6 g/dl, di usus 3-4 g/dl, karena kurang lebih 2/3 seluruh cairan limfe normalnya berasal dari hepar dan usus, cairan limfe duktus torasikus, yang merupakan campuran cairan limfe dari seluruh tubuh, mempunyai konsentrasi protein 3-5 g/dl.

B. ANATOMI SISTEM LIMFATIK

Kapiler limfe merupakan tempat absorpsi limfe seluruh tubuh. Kapiler-kapiler ini bermuara kedalam pembuluh pengumpul yang melewati ekstremitas dan rongga tubuh, yang kemudian bermuara kedalam sistem vena melalui duktus torasikus. Pembuluh pengumpul secara periodik diselingi oleh kelenjar limfe, yang menyaring limfe dan terutama melakukan fungsi imunologi. Kapiler limfe serupa dengan kapiler darah, kecuali bahwa membran basalis tidak begitu tegas. Telah diketahui adanya celah besar antara sel endotel pembuluh limfe yang berdekatan,

sehingga partikel sebesar eritrosit dan limfosit bisa berjalan melaluinya. Jaringan tertentu tampaknya tidak mempunyai pembuluh limfe. Keseluruhan epidermis, sistem saraf pusat, selubung mata dan otot, kartilago dan tendon tidak mempunyai pembuluh limfe. Dermis kaya akan pembuluh limfe yang mudah dikenal dengan penyuntikan intradermis zat warna tertentu. Pembuluh tanpa katup ini berhubungan dengan pembuluh pengumpul pada sambungan dermissubkutis. Pembulu limfe superfisialis ekstremitas terdiri dari beberapa saluran berkatup yang terutama melewati sisi medial ekstremitas ke arah lipat paha atau aksila, dimana saluran ini berakhir dalam satu kelenjar limfe atau lebih. Pembuluh ini mempertahankan kaliber yang seragam waktu naik dan sering berhubungan satu sama lain melalui cabang yang menyilang. Sistem pembuluh limfe profunda yang terpisah juga terdapat pada ekstremitas. Jalinan ini mengikuti dengan dengan rapat jalur vaskular utama profunda terhadap fasia otot. Pada individu normal, ada sedikit (jika ada) hubungan antara dua sistem. Pembuluh limfe mempunyai struktur yang serupa dengan pembuluh darah dengan adventisia berbatas tegas, suatu media yang mengandung sel otot polos dan suatu intima. Pembuluh ini juga dipersarafi dan, telah diamati adanya spasme maupun kontraksi alamiah berirama. Kelenjar limfe secara periodik diselingi di seluruh perjalanan saluran limfe pengumpul. Masing-masing kelenjar limfe bisa mempunyai beberapa saluran limfe eferen yang masuk melalui kapsul. Kemudian limfe memasuki sinus, membasai daerah korteks dan medula, dan keluar melalui saluran eferen tunggal. Daerah korteks terutama mengandung limfosit, yang tersusun dalam folikel yang dipisahkan oleh perluasan trabekular kapsula ini. Di dalam folikek terdapat sentrum germinativum diskrit. Medula bisa mengandung makrofag dan sel plasma maupun limfosit, dan sel-sel ini dianggap dalam keseimbangan dinamik di dalam kelenjar limfe. Tiap kelenjar limfe juga mempunyai supali saraf dan vaskular yang terpisah, dan sekarang sudah diketahui bahwa interaksi pembuluh limfe-vaskular bisa timbul di dalam kelenjar limfe. Saluran limfe ekstremitas bawah dan visera bersatu untuk membentuk sisterna kili dekat aorta di dalam abdomen atas. Struktur terakhir ini berjalan melalui diafragma untuk menjadi duktus torasikus. Di dalam dada, duktus ini menerima pembulu limfe visera totem vena melalui persatuan dengan vena subklavia sisnistra. Duktus limfatikus dekstra yang terpisah, memberikan drainase untuk ekstremitas kanan atas dan leher serta memasuki vena sublavia dekstra.

Struktur Mikroanatomi A. Kapiler getah bening Terdiri dari: 1. Saluran yang berdinding tipis 2. Dilapisi Endotel 3. Lumen nya tidak teratur Merupakan pembuluh Limfe yang terkecil, membentuk anyaman yang luas dan berakhir buntu. Berfungsi untuk menampung cairan Limfe yang berasal dari masing-masing kapiler . B. Pembuluh getah bening yang lebih besar Kapiler-kapiler getah bening bergabung dengan pembuluh getah bening yang lebih besar .Terdiri dari saluran yang dindingnya lebih tebal memiliki katub. Dindingnya terdiri dari 3 lapisan:
1. T. Intima terdiri dari endotel dan serabut elastis 2. T. Media terdiri dari serabut otot polos 3. T. Adventitia terdiri dari serabut kollagen, serabut elastic dan serabut otot polos

Dalam perjalanan pembuluh getah bening yang besar, pembuluh getah bening ini mencurahkan isinya ke dalam kelenjar getah bening (Lymph Nodes). Katub pembuluh getah bening merupakan lipatan T. Intima yang erdiri dari jaringan ikat kendor, dilapisi endotel, terletak berpasangan dan berhadapan. Ke dua ujung bebasnya searah dengan aliran limfe. C. Pembuluh Limfe besar Merupakan gabungan dari pembuluh limfe, membentuk 2 pembuluh limfe utama: 1. Ductus Lymphaticus Dexter Menerima cairan limfe dari bagian kanan atas tubuh 2. Ductus Thoracicus Menerima cairan limfe dari bagian tubuh kiri & kanan saluran pencernaan makanan. Dindingnya terdiri dari:
1. T. Intima: tersusun atas endotel, serabut Kollagen & Elastis 2. T. Media: terdapat beberapa lapis otot polos

3. T. Adventitia: terdiri dari serabut kollagen, serabut elastis dan otot polos serta vasa

vasorum D. Limpa (Lien)

Kapsula dan trabekula pada limpa kaya serabut otot polos dan serabut elastic. Limpa juga terdiri dari pulpa putih dan pulpa merah. Pulpa putih adalah jaringan limfatik padat yang didominasi oleh limfosit kecil dan berhubungan erat dengan cabang-cabang arteri trabekuler terletak di sentralis dan para sentralis. Sedangakan untuk pulpa merah merupakan pulpa yang dihuni oleh semua sel darah, sinusoid maupun tali-tali limpa yang tersusun granulosit, progenitor granulosit, sel fagosit dan sel retikuler. Limpa tergolongkan menjadi tiga yaitu 1. Limpa tipe pertengahan atau intermedier yaitu antara pulpa merah dan pulpa putih seimbang, kapsula dan trabekula juga seimbang

2. Limpa tipe pertahanan atau defensive, pada limpa ini pulpa putih lebih dominan daripada pulpa merah. Trabekula dan otot polos sedikit serta kapsulanya tipis. Contoh hewan ini adalah kelinci maupun manusia. 3. Limpa tipe ketiga adalah limpa tipe penyimpan. Pada limpe ini pulpa merah lebih dominan daripada pulpa putih. Trabekula dan kapsula tebal, serta kaya otot poloas dan serabut elastic. contoh dari hewan ini adalah Anjing, kucing dan kuda. 4. Sedangkan untuk limpa ayam terbungkus oleh kapsula muskule tebal tanpa trabekula. Batas antara pulpa merah dan pulpa putih tidak jelas. Pulpa putih tersebar merata terutama tersusun oleh limfosit kecil, sedangkan untuk limfa merah tersusun dari sinus venosus dan tali-tali sel yang terdiri dari sel retikuler, makrofag, limfosit dan eritrosit. 5. Nodus limfatikus Pada nodus limfatikus terbungkus oleh jaringan ikat kolagen padat dengan serabut otot dan serabut elastic. Untuk kapsula melepaskan trabekula ke dalam organ. Pada bagian perifer korteks terisi nodulus limfatikus dengan dikelilingi oleh jaringan limfatik difus. Selanjutnya jaringan limfatik difus melanjut ke medulla dan membentuk tali-tali medulla atau korda medulla. jadi tali-tali medulla tersebut terisi oleh limfosit, sebgian leukosit, makrofag dan sel plasma. Sedangkan kapsula sendiri terbungkus oleh vasa limfatik aferen, yang selnjutnya vasa tersebut menuju ke sinus kapsuler, kemudian ke sinus subkapsularis, kemudian ke sinus kortikalis, kemudian ke nodulus dan kemudian ke sinus medularis kemudian ke kapsula dan terakhir ke hilus. D. Bursa Fabricius Bursa fabricius merupkan sebuah kantong buntu tebuka yang terletak di dinding proktodeum kloaka bagian dorsal. Pada bursa fabricius epithelium permukaannya berbentuk epithelium pseudokolumner kompleks, sedangkan untuk apeks folikelnya dibatasi oleh epithelium kolumner simpleks. Untuk tunika mukosa berlipat-lipat membentuk plika saraf folikel organ limfatik yang lebih spesifinya folikel organ limfatik tersebut terletak di lamina propia mukosa. Folikel terbagi korteks dan medulla, pada korteks terisi limfosit kecil sedangkan pada medulla terisi limfosit besar.

C. FISIOLOGI SISTEM LIMFATIK Salah satu fungsi utama sistem limfe adalah untuk berpartisipasi dalam pertukaran kontinyu cairan interstial merupakan filtrat plasma yang menyilang dinding kapiler dan kecepatan pembentukannya tergantung pada perbedaan tekanan di antara membran ini. Pappenhimer dan Soto-Rivera mendukung konsep bahwa pori-pori kapiler adalah kecil dan hanya permeabel sebagian bagi molekul besar seperti protein plasma. Molekul besar ini yang tertangkap di dalam kapiler menimbulkan efek osmotik yang cenderung menjaga volume cairan di dalam ruang kapiler. Sehingga pertukaran cairan antara kapiler dan ruang interstiasial tergantung pada empat faktor : tekanan hidrostatik di dalam kapiler dan di dalam ruang interstiasial serta tekanan osmotik di dalam dua ruangan ini. Tekanan onkotik plasma normal sekitar 25 mmHg, sementara tekanan onkotik cairan interstisial hanya kira-kira 1 mmHg. Tekanan hidrostatik pada ujung arteiola kapiler diperkirakan 37 mmHg. Dan pada ujung vena 17 mmHg. Tekanan Hidrostatik cairan interstisial bervariasi dalam jaringan yang berbeda sebesar 2mmHg dalam jaringan subkutis dan +6 mmHg di dalam ginjal. Ada aliran bersih cairan keluar dari kapiler ke dalam ruang interstisial pada ujung arteriola yang bertekanan tinggi dari suatu kapile, dan aliran bersih ke dalam pada ujung venula. Normalnya aliran keluar bersih melebihi aliran masuk bersih dan cairan tambahan ini kembali ke sirkulasi melalui pembuluh limfe. Aliran limfe normal 2 sampai 4 liter perhari. Kecepatan aliran sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor lokal dan sistemik, yang mencakup konsentrasi protein dalam plasma dan cairan interstisial, hubungan tekanan arteri dan vena lokal, serta ukuran pori dan keutuhan kapiler. Tenaga pendorong limfe juga merupakan proses yang rumit. Saat istirahat, kontraksi intrinsik yang berirama dari dinding duktus pengumpul dianggap mendorong limfe ke arah duktus torasikus dalam bentuk peristeltik. Kontraksi otot rangka aktif , menekan saluran limfe dan karena adanya katup yang kompeten dalam saluran limf, maka limfe di dorong ke arah kepala. Peningkatan tekan intra-abdomen akibat batuk atau mengejan, juga menekan pembulu limfe, mempercepat aliran limfe ke atas. Perubahan fasik dalam tekanan intratoraks yang berhubungan dengan pernafasn, membentuk mekanisme pompa lain untuk mendoong limfe melalui mediastitinum. Aliran darah yang cepat dalam vena subklavia bisa menimbulkan efek siphon pada duktus torasikus.

Di sepanjang pembuluh limfa terdapat organ yang disebut nodus (simpul) limfa (lymph node) atau nodus getah bening yang menyaring limfa. Di dalam nodus limfa terdapat jaringan ikat yang berbentuk seperti sarang lebah denagn ruang-ruang yang penuh dengan sel darah putih. Selsel darah putih tersebut berfungsi untuk menyerang virus dan bakteri. Organ-organ limfa diantanya kelenjar getah bening (limfonodus), tonsil, tymus, limpa ( spleen atau lien) , limfonodulus. System limfe terdiri dari pembuluh limfe, nodus limfatik, organ limfatik, nodul limfatik, sel limfatik. Pembuluh limfe merupakan muara kapiler limfe, menyerupai vena kecil yang terdiri atas 3 lapis dan mempunyai katup pada lumen yang mencegah cairan limfe kembali ke jaringan. Kontraksi otot yang berdekatan juga mencegah limfe keluar dari pembuluh. Tonsil merupakan kelompok sel limfatik dan matrix extra seluler yang dibungkus oleh capsul jaringan pemyambung, tapi tidak lengkap.Terdiri atas bagian tengah (germinal center) dan Crypti.Tonsil ditemukan dipharyngeal yaitu :

1. tonsil pharyngeal (adenoid), dibagian posterior naso pharynx 2. tonsil palatina, posteo lateral cavum oral 3. tonsil lingualis, sepanjang 1/3 posterior lidah Nodus limfaticus terdapat di sepanjang jalur pembuluh limfe berupa benda oval atau bulat yang kecil. Ditemukan berkelompok yang menerima limfe dari bagian tubuh. Fungsi utama nodus limfaticus untuk menyaring antigen dari limfe dan menginisiasi respon imun.

Timus terletak di mediastinum anterior berupa 2 lobus. Pada bayi dan anak-anak, timus agak besar dan sampai ke mediastinum superior. Timus terus berkembang sampai pubertas mencapai berat 30 -50 gr. Kemudian mengalami regresi dan digantikan oleh jaringan lemak Pada orang dewasa timus mengalami atrofi dan hampir tidak berfungsi. Limpa terletak di Quadran atas kiri abdomen, di inferior diaphragma yang memanjang dari iga 9 11, terletak dilateralis ginjal dan posterolateral gaster. Fungsi limfa yaitu: 1. Menginisiasi respon imun bila ada antigen didalam darah 2. Reservoir eritrosit dan platelet 3. Memfagosit eritrosit dan platelet yang defective 4. Phagosit bacteri dan benda asing lainnya

Proses Jalan Limfe Proses jalan limfe di mulai dari keluarnya cairan, yang disebut cairan interstisiil yang mengandung zat-zat makanan didalamnya keluar dari kapiler darah. Setelah keluar dari kapiler darah kemudian masuk ke dalam jaringan-jaringan disekelilingnya. Kemudian akan memberikan zat-zat makanan dari jaringan. Cairan tersebut akan berkumpul di lekak-lekak jaringan yang kecil. Dari lekak-lekak tersebut limfe mengalir melalui jalan-jalan limfe. Proses masuknya seperti pada susunan jalan darah, pertama limfe itu masuk kedalam kapiler, antara kapiler yang satu dengan yang lain bertemu dan akhirnya menjadi besar yaitu pembuluh limfe. Pada akhirnya jalan-jalan limfe akhirnya menjadi dua buah, yaitu ductus thoracicus dan ductus lymphaticus dexter. Ductus thoracicus ini dimulai dari sebuah perluasan yang dinamakn systerna cycli. Ductus thoracicus ini menerima limfe dari isi badan dari seluruh pasangan belakang dari dinding dada, dinding perut, daerah bahu sebelah kiri, leher sebelah kiri dan kepala sebelah kiri. Sedangkan untuk truncus lymphaticus dexter, pangkalnya menreima limfe dari sebagian besar dinidng dada sebelah kanan, kepala sebelah kanan, leher sebelah kanan dan bahu sebelah kanan, kelenjar limfe yang ada ditempat semuanya itu berkumpul di kelenjar limfe sebelah kanan, yang tereltak didekat pintu masuk dada., dari perkumpulan tersebut terdiri dari 3-4 pangkal, dan akhirnya menjadi satu yaitu ductus lymphaticus dexter. Pembuluh limfe ini lebih kecil dan dindingnya lebih tipis dari pembuluh darah. Sebelum limfe dialirkan kedalam darah limfe ini akan disaring di nodus-nodus limfatikus, karena limfe saat

di lekak-lekak jaringan bisa terdapat kuman penyakit dan benda-benda debu seperti zat arang. Jadi sebelum dialirkan kedalam pembuluh darah limfe-limfe tersebut disaring terlebih dahulu. Pembersihan tersebut terjadi di nodus limfatikus atau di kelenjar-kelenjar limfe. Dan kumankuman tersebut yang tertahan disana akan dimusnahkan oleh limfosit yang terdapat di kelenjarkelenjar limfe. Terkadang terdapat kuman yang lebih kuat dan akibatnya kelenjar tersebut akan bernanah. Dan kelenjar-kelanjar limfe juga bisa berwarna hitam bila terdapat seperti zat arang. Setelah masuk ke vasa darah, limfe tersebut pertama akan dibawa ke ren, di ren tersebut zat-zat yang ada di dalam cairan tersebut akan dikeluarakan. Didalam pembuluh limfe juga terdapat klepklep sehingga cairan limfe tidak bisa kembali. D. FUNGSI SISTEM LIMFATIK Secara garis besar, sistem limfatik mempunyai 3 fungsi : 1. Aliran cairan interstisial Cairan interestial yang menggenangi jaringan secara terus menerus yang diambil oleh kapiler kapiler limfatik disebut dengan Limfa. Limfa mengalir melalui system pembuluh yang akhirnya kembali ke sistem sirkulasi. Ini dimulai pada ekstremitas dari sistem kapiler limfatik yang dirancang untuk menyerap cairan dalam jaringan yang kemudian dibawa melalui sistem limfatik yang bergerak dari kapiler ke limfatik (pembuluh getah bening) dan kemudian ke kelenjar getah bening. Getah bening ini disaring melalui benjolan dan keluar dari limfatik eferen. Dari sana getah bening melewati batang limfatik dan akhirnya ke dalam saluran limfatik. Pada titik ini getah bening dilewatkan kembali ke dalam aliran darah dimana perjalanan ini dimulai lagi. 2. Mencegah infeksi Sementara kapiler getah bening mengumpulkan cairan interstisial mereka juga mengambil sesuatu hal lain seperti virus dan bakteri, ini terbawa dalam getah bening sampai mereka mencapai kelenjar getah bening yang mana dirancang untuk menghancurkan virus dan bakteri dengan menggunakan berbagai metode. Pertama sel makrofag menelan bakteri, ini dikenal sebagai fagositosis. Kedua sel limfosit menghasilkan antibodi, ini dikenal sebagai respon kekebalan tubuh. Proses ini diharapkan akan berhubungan dengan semua infeksi yang berjalan melalui getah bening tetapi sistem limfatik tidak meninggalkan ini di sana. Beberapa sel Limfosit akan meninggalkan node dengan perjalanan di getah bening dan memasuki darah ketika getah bening bergabung

kembali, ini memungkinkan untuk menangani infeksi pada jaringan lain. Ini bukan satu-satunya daerah dimana perlawanan berlangsung, limpa juga menyaring darah dengan cara yang sama seperti sebuah nodus yang menyaring getah bening, sel B dan sel T yang bermigrasi dari sumsum tulang merah dan Thymus yang telah matang pada limpa (Ada 3 jenis sel T yang menakjubkan, itu adalah memori T sel yang dapat mengenali patogen yang telah memasuki tubuh sebelumnya dan dapat menangani mereka dengan lebih cepat. Sel T lainnya disebut helper dan sitotoksik) yang melaksanakan fungsi kekebalan, sedangkan sel makrofag limpa menghancurkan sel-sel darah patogen yang dilakukan oleh fagositosis. Ada nodul limfatik seperti amandel yang menjaga terhadap infeksi bakteri yang mana ini menggunakan sel limfosit. Kelenjar timus mematangkan sel yang diproduksi di sumsum tulang merah. Setelah sel-sel ini matang, sel sel ini kemudian bermigrasi ke jaringan limfatik seperti amandel yang mana kemudian berkumpul pada suatu wilayah dan mulai melawan infeksi. Sumsum tulang Merah memproduksi sel B dan sel T yang bermigrasi ke daerah lain dari sistem getah bening untuk membantu dalam respon kekebalan.

3. Pengangkutan Lipid Jaringan kapiler dan pembuluh juga mengangkut lipid dan vitamin yang larut lemak A, D, E dan K ke dalam darah, yang menyebabkan getah bening berubah warna menjadi krem. Lipid dan vitamin yang diserap dalam saluran pencernaan dari makanan dan kemudian dikumpulkan oleh getah bening pada saat ini dikirimkan ke darah.

SISTEM RETIKULOENDOTELIAL
Asshoff adalah orang yang pertama kali menamakan endotelium organ-organ seperti hati, kelenjar limfe dan limpa yang mempunyai kemampuan fagositosis sebagai sistem retikuloendotelial. Menurut Aschoff sistem ini mengandung 4 struktur: 1. Fagosit-fagosit limpa dan darah 2. Sel-sel retikulum pulpa limpa, korteks kelenjar limfe, pulpa kelenjar limfe dan sel-sel retikulum jaringan limfatik lain 3. Histiosit jaringan pengikat, yang disebut makrofag jaringan 4. Retikuloendotelium dari sinusoid kelenjar limfe, sinusoid limpa, kapiler hati, sumsum tulang, korteks adrenal dan adenohipofisis. Menurut Athony dan Kolthoff, sistem retikuloendotelial adalah jarinagn pengikat retikular yang tersebar luas menyelubungi sinusoid-sinusoid darah 3 sel: 1. Sel-sel retikuloendotelial yang melapisi sinusoid darah di hati, limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe, termasuk sel-sel kupffer di hati dan sel-sel serupa di paru-paru dan sumsum tulang
2. Makrofag adalah sel-sel terbanyak yang menempati jaringan pengikat dan disebut histiosit

di hati, sumsum tulang dan juga

menyelubungi saluran-saluran limfe di jaringan limfatik. Sistem retikuloendotelial ini mengandung

atau resting wandering cells atau clasmatocytes 3. Mikroglia yang menyokong pusat susunan saraf Sel-sel retikuloendotelial dapat melepaskan diri dari kerangkanya dan mengembara, pengembaraan ini tidak menggunakan darah. Dalam pengembaraannya sel-sel retikuloendotelial menemukan benda-benda asing yang memerlukan fungsi dari sel-sel retikuloendotelial, maka ia mengadakan fagositosis terhadap benda-benda asing tersebut, dan setelah menyelesaikan tugasnya, ia kembali ke tempat asalnya. Sistem retikuloendotelial yang terdapat di kelenjar limfe berfungsi untuk menyingkirkan sel-sel badan yang telah tua, sel-sel cacat, sel-sel asing dan menghancurkan sel-sel kanker. Hal ini mungkin karena aliran limfe menjadi sangat lambat sewaktu melalui kelnjar limfe yang strukturnya khas. Sistem retikuloendotelia di limpa juga berfungsi menghancurkan eritrosit-eritrosit yang sudah tua. Menurut Guyton sistem retikuloendotelial meliputi sel-sel jaringan yang menyelubungi saluran-saluran darah dan saluran-saluran limfe, yang berkemampuan fagositosis terhadap bakteria,

virus dan benda-benda asing, dan berkemampuan membuat zat-zat imut terhadap mereka. Sistem retikuloendotelial meliputi sel-sel fagosit di sumsum tulang, limpa, hati dan kelenjar limfe. Sel-sel tersebut berhubungan satu sama lain, sehingga membentuk struktur retikular. Menurut Keele dan Neil sistem retikuloendotelial adalah sel-sel fagosit tertentu yang terdapat pada jaringan yang menyelubungi saluran darah pada pulpa limpa, hati dan sumsum tulang, juga fagosit-fagosit tertentu yang terdapat pada jaringan yang menyelubungi saluran limfe di jaringan-jaringan limfatik, dan fagosit-fagosit yang terdapat pada jaringan subkutan dan submukosa. Fungsi sitem ini adalah: 1. Menghancurkan sel-sel darah yang sudah tua, membuat dan melepaskan bilirubin ke sirkulasi 2. Memakan bakteria, melipatgandakan jika ada infeksi, bertanggung jawab mempertahankan badan melawan infeksi 3. Memakan dan meproses antigen dan merangsang sel-sl plasma untuk membuat antibodi Seluruh sistem retikuloendotelial bekerja sebagai satu unit fingsional,sehingga jika ada salah satu sistem organ yang dikeluarkan dari badan maka akan terjadi hipertrofi, kompensasi dari organ-organ yang masih ada. Menurut Weiss sistem retikuloendotelial adalah suatu sitem yang bersifat menyerap dan fagositik, yang meliputi monosit sumsum tulang, promonosit sumsum tulang, darah, limfe, ruang-ruang serosa, jaringan pengikat, semua sistem yang digunakan untuk lalulintas makrofagtetap menjadi makrofag pengembara. Sistem retikoloendotelial adalah sistem yang selalu siap siaga berproliferasi cepat dan terus menerus dalam waktu lama, apabila badan kemasukan jasad-jasad infektif atau antigen, sistem ini merupaka salah satu dalam reaksi imunologis yang non spesifik maupun spesifik, dan merupaka penggerak reaksi imunologis. Sumsum tulang sebagai organ sistem retikuloendotelial bersifat hematologis dan imunologis. Ia melepaskan bentuk awal makrofag dan limfosit-limfosit yang nantinya akan membentuk populasi-populasi limfosit B dan limfosit T di jaringan-jaringan limfatik seperti limpa, timus, kelenjar limfe dan jaringan limfatik semacamnya. Sumsum tulang juga membuat antibodi.

Sebelum limfosit-limfosit yang akan membentuk populasi limfosit B menempati tempatnya yang tetap di jaringan-jaringan limfatik, ia sebelumnya singgah di organ yang analog dengan bursa Fabricius burung, walaupun organ ini belum jelas yang mana pada manusia. Limfosit-limfosit B merupakan 10-20 % populasi limfosit kelenjar limfe, 20-35 % populasi limfosit limpa dan merupakan 5 % limfosit yang mengalir di saluran limfe utama (ductus thoracicus) dan tidak terdapat di timus. Populasi limfosit B bentukan dari limfosit yang telah diselubungi antibodi yang dilepaskan oleh sumsum tulang dan pernah singgah dan dipengaruhi oleh organ analog bursa

Fabricus burung, kemudian dikenal sebagai centrum germinativum atau pulpa-pulpa putih yang bermunculan di tepi-tepi peryarteriolar lymphatic sheath dan zona marginal limpa dan di organ limfatik lain.limfosit-limfosit ini merupakan bentuk awal sel-sel plasma. Timus sebagai organ sistem retikuloendotelial adalah organ epitelial yang sangat banyak di infiltrasi oleh limfosit. Timus mengadakan turn over limfosit dengan cepat sekali, sehingga 95 % limfosit-limfosit timus telah mati dalam beberapa hari saja. Timus melepaskan limfosi-limfosit yang umurnya mencapai beberapa bulan sampai beberapa yahun, limfosit seperti ini yang dsebut sebagai limfosit T yang asalnya dari sumsum tulang. Limfosit T mengandung antigen permukaan yang disebut antigen teta. Limfosit T ini juga mengembara dan menetap di jaringan limfatik lain, misalnya pada tikus: limfosit T merupakan 75-80 % populasi limfosit kelenjar limfe, 30-50 % populasi limfosit limpa, 80-90 % limfosit yang mengalir di limfe saluramn limfe utama, dan hampir tidak ada yang menempati sumsum tulang. Limfosit T tergantung pada timus. Di limpa, limfosit T menempati periarteriolar lymphatic sheath dan di kelenjar limfe ia menempati deep perinodular cortical zones. Limfosit T merupakan antibodi selular dan menghasilkan antibodi yang disebut lymphokines. Diduga timus menghasilkan faktor humoral yang merangsan perkembangan lomfosit T di kelenjar limfe dan limpa. Limpa dan kelenjar limfe adalah kerangka retikular yang dibentuk untuk memerangkap sel-sel imunologis aktif tersebut dengan antigen, sehingga di limpa dan di kelenjar limfe tersebut terjadi pembentukan antibodi selular maupun antibodi humoral. Jadi limpa terutama menangani benda-benda asing yang terdapat di dalam darah, dan kelenjar limfe terutama menangani benda-benda asing yang terdapat di dalam limfe. Darah dan limfe mengaliri jaringan-jaringan imunologis, mengangkut antigen dan antibodi dan memberi kesempatan keduanya saling mempengaruhi, selain itu juga memberi kesempatan interaksi antara antigen dengan sel-sel imunologis dan interaksi sel-sel imunologis satu sama lain (antara lain interdigitasi dan emoeripolesis-penyusun). Darah dan limfe mencurahkan sel-sel yang berasal dari sumsum tulang dan timus ke limpa dan kelenjar limfe, dan mencurahkan sel-sel yang berasal dari sumsum tulnag ke timus. Jaringan limfatik seperti limpa, kelenjar limfe dan sumsum tulang, dengan hubungan vaskular dan kerangka retikularnya, merupakan tempat produksi antibodi yang efisien. Tetapi sel-sel, yang berkemampuan membuat antibodi, adalah sel -sel motil yang beredar ke seluruh tubuh, yang jika menemukan benda asing. mereka mulai terlihat dalam aksi imunologis dan mulai memproduksi antibodi.

Menurut Greep & Weiss jaringan pengikat retikular adalah jaringan bentuk khusus jaringan pengikat di mana sel-selnya mempunyai sifat khusus yang berbeda dengan sifat sel jaringan pengikat biasa, yaitu sel-sel tersebut bersifat dapat mengadakan fagositosis. Jaringan pengikat yang dimaksudkan adalah jaringan pengikat retikular penguat pada sumsum tulang. timus, limpa, kelenjar limfe, tonsil, adenoid dan jaringan limfatik lain. Sel-selnya membentuk serabut-serabut bercabang-cabang dan beranastomosis satu sama lain, sehingga terwujud jaringan retikular. Yang termasuk sel-sel jaringan pengikat retikular adalah: Fibroblas Sel adiposis Sel mast (granulosit basofil disebut wandering mast cell oleh Vander dkk) Makrofag tetap dan makrofag pengembara atau monosit Granulosit eosinofil Limfosit Sel plasma Sistem retikuloendotelial di sumsum tulang merupakan sumber monosit, limfosit B dan limfosit T, mcnghasilkan antibodi, mcng-inaktif-kan toksin dan berkemampuan fagositosis. Sistem retikuloendotelial di limpa merupakan jaringan yang cermat, yang dapat rnemilih yang tidak berguna bagi badan, yang asing dan yang berbahaya bagi badan. Limpa adalah tempat terjadinya pcrubahan limfosit mnnjadi sel-se1 plasma, dan tempat pembuatan antibodi. Menurut Dorland (1974) sistem retikuloendotelial meliputi jaringan-jaringan yang mengandung kedua sel-sel retikular maupun sel-sel endotelium. Ia penting dalam melayani mekanisnme pertahanan badan, karena sel-sel yang menyusunnya berkemampuan tinggi dalam mengadakin fagositosis dan dapat mengambil partikel-partikel dan larutan koloidal, ia juga disebut sistem makrofag. Ia meliputi: makrofag, sel-sel Kupffer, sel-sel retikular, sel-sel yang menyelubungi sinus-sinus hipofisis dan sinus-sinus kelenjar adrenal, monosit, mungkin juga mikroglia. Menurut Sodernan & Sodernan adanya sistem retikuloendotelial adalah samar-samar, sebab: 1. Sel-sel yang merupakan komponennya terletak dalam jaringan-jaringan yang terletak tersebar luas di dalam badan 2. Jaringan sistem ini terletak di dalam jaringan-jaringan yang berbeda. 3. Bentuk dan fungsinya berubah sehingga membingungkan.

Sistem retikuloendotelial meliputi makrofag-makrofag jaringan yang rnenyelubungi sinusoid berbagai organ, mikroglia. Sel-sel retikular jaringari limfatik, histiosit, sel-sel khas seperti sel Kupffer di hati, Iimpa dan sumum tulang. Fungsi sistem retikuloendocelial: 1. 2. 3. 4. menangani rcspons imun, yaitu pembentukan antibodi selular maupun humoral Fagositosis bakteria dan berbagai partikel asing Pembentukan sel darah, Filtrasi darah dan cairan ekstra sel. menyingkirkan sel-sel badan yang telah tua, sel-

sel badan yang telah cacat dan sel-sel badan yang telah diselubungi oleh antibodi, 5. Hemopoiesis dan penambahan area seI induk.

Peranan vital sistem retikuloendotelial adalah melayani dipertahankannya keenceran normal darah, membersihkan darah dan partikel-partikel toksis atau infektif seperti bakteria, emboli rnikro, fibrin dan hasil-hasil koagulasi lain, kompieks antigen antibodi dan lipid-lipid tertentu secara singkat dikatakan bahwa fungsinya adalah fagositosis. Organ sistem retikuloendotelial pada manusia meliputi: 1. Kelenjar limfe: mengandung sel-sel retikuloendotehal dan sel-sel plasma, aliran darahnya mcncapai 1 % dan pengeluaran jantung semenit; berfungsi memfiltrasi cairan ekstrasel dan membuat antibodi. 2. Limpa; mengandung se1-sel retikuloendotelial, limfosit dan sel-sel plasma: jumlab aliran darahnya mencapai 34% pengeluaran jantung semenit; fungsinya adalah memfiltrasi darah dan membuat antibodi. 3. Hati: mengandung selsel retikuloendotelial dan hepatosit; aliran darahnya mencapai 2035% dan pengeluaran jantung semenit; Fungsinya adalah memfiltrasi darah. 4. Sumsum tulang: rnengandung sel-sel retikuloendotelial, sel-sel awal darah dan sel-sel lemak; aliran darahnya mencapai 5% dan pengeluaran jantung semenit; fungsinya adalah pembentukan sel-sel darah. Menurut Selkurt sistem retikuloendotelial meliputi sel-sel fagositik yang terikat maupun yang motil, yang terutama berkedudukan di hati, limpa, kelenjar limfe, paru-paru dan tractus digestivus. Kalau gambaran-gambaran yang mengenai sistem retikuloendotelial yang tersebut di atas dijumlahkan, maka sistem retikuloendotelial meliputi sel-sel:

Makrofag termasuk monosit, fibroblas dan histiosit Sel mast dan granulosit basofil Granulosit eosinofil Limfosit dan sel plasma Sel Kupffer dan semacamnya yang terdapat di paru-paru dan sumsum tulang Mikroglia

Yang semuanya adalah sel-sel yang dapat bergerak di dalam maupun di luar sistem sirkulasi, dan dapat juga beristirahat di jaringan-jaringan yang tersebar luas, yang sesungguhnya kesemuanya merupakn satu kesatuan fungsional, yaitu jaringan-jaringan: Jaringan pengikat yang menggantung berbagai organ badan, peritoneum, pleura, mesenterium, atau jaringan-jaringan retikular yang mengisi ruang serosa Jaringan pengikat yang mengikat uni-unit fungsional sesuatu organ, misalnya antara lain pengikat alveolus satu sama lain, pengikat nefron satu sama lain Jaringan limfoletikular dan retikuloendotelial pada sumsum tulang, hati, limpa, timus dan kelenjar limfe Jaringan pengikat yang menyokong susunan saraf Limfe dan darah

Yang secara singkat fungsinya adalah bertanggung jawab dalam mekanisme pertahanan badan yang bertujuan mempertahankan ketunggalan diri sendiri. Mempertahankan ketunggalan diri meliputi semua mekanisme yang bertujuan : Menghancurkan semua benda asing yang berasal dari luar badan, hidup atau mati, meliputi bakteria, debu, eritrosit asing dan jaringan transplantasi serta alergen. Menyingkirkan sel-sel badan terutama sel-sel darah yang telah uzur Menghancurkan sel-sel badan yang telah mengalami mutasi spontan maupun oleh virus atau oleh kemikalia, yang kemudian mekanisme ini disebut mekanisme pengawasan terhadap perkembangan ganas, atau pengawasan perkembangan kanker Pembuatan sel darah Peranan sistem retikuloendotelial dalam menanggulangi adanya invasi mikrob ke dalam badan:

1. Yang mula-mula terlihat dalam peristiwa invasi mikroba ke dalam badan adalah beberapa dari sel-sel sistem retikuloendotelial. Invasi mikrob mengakibatkan pecahnya sel-sel mast, granulosit basofil dan trombosit, sehingga terbebaslah histamin. Terbebasnya histamin memulai respons inflamasim yaitu mengakibatkan vasodilatasi setempat, sehingga memberi kesempatan granulosit neutrofilmendekati tempat inflamasi atau mikrob, dan mengadakan fagositosis. Granulosit neutrofil disebut bodys first line defence against bacterial infections, dan dia adalah satu-satunya fagosit yang tidak termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Dalam respons inflamasi, monosit segera mengikuti jejak aktivitas granulosit neutrofil, segera meninggalkan sistem sirkulasi dan berubah menjadi makrofag, mendekati daerah inflamasi dan mengadakan fagositosis. Monosit disebut bodys second line defence against bacterial infections, walaupun peranan monosit ini jauh lebih penting daripada peranan granulosit neutrofil, atau malahan mungkin monosit atau makrofag yang patut disebut bodys first line defence bacterial infections pada jaringan. 2. Sementara mikrobA sedang ditangani oleh makrofag-makrofag, maka dapat terjadi proses pembentukan sel-sel memorim yaitu sel-sel yang mengadakan memori terhadap adanya selsel yang asing, untuk kemudian dipersiapkan antibodi yang khas untuknya. Benda asing dapat dikenal sebagai bukan diri sendiri sebab setiap sel mempunyai antigen permukaan. Sel-sel badan sendiri, walaupun juga mempunyai antigen permukaan, tidak dikenal sebagai yang asing, karena mereka telah di-kode-kan dan dimemorikan sebagai diri sendiri dan tidak dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial. Sel-sel badan yang telah tua, sel-sel yang pertama-tama mampu mengadakan proliferasi dan menghasilkan antibodi secara besar-besaran. Adanya antigen berlebih-lebihan di dalam badan dapat mengakibatkan terjadinya paralisis imunologis atau toleransi terhadap antigen. Disuga paralisis imunologis secara alamiah dihindari dengan cara mengikat atau memerangkap dengan cepat sejumlah besar antigen tersebut, kemudia memperkenalkannya kepada sel-sel kompeten membuat antibodi secara sedikit demi sedikit. Antigen juga disebut imunogen karena ia merangsang pembuatan zat imun. Yang merangkap secar besar-besaran imunogen untuk kemudian memperkenalkannya sedikit demi sedikit kepada sel berkompetensi membuat antibodi adalah makrofag, sel-sel

berkompeten membuat antibodi adalah limfosit B, makrofag memerangkap antigen dan merubah antigen dan menyimpannya, kemudian secarabsedikit demi sedikit makrofag memperkenalkan antigen tersebut kepada limfosit B, mungkin dengan cara yang terlihat sebagai fenomen emperipolesis. Selain daripada itu, limfosit T yang mempunyai reseptor pada membrannya juga ikut mengikat antigen secara besar-besaran, memegangnyaterus samapai diperkenalkan kepada limfosit B sedikit demi sedikit, mungkin caranya adalah mengadakan interdigitasi dengan lomfosit B. Setelah limfosit B mengadakan memori terhadap imunogen, ia akan membentuk kelompok sel-sel plasma awal yang seaktu-waktu akan membuat antibodi khas untuk imunogen yang dikenalnya tadi untuk berikutnya, maka akan disintesis antibodi secara besar-besaran, dan sel-sel memori tadi menjadi sel-sel plasma yang matur. Interaksi antar makrofag dengan limfosit B dan limfosit T dengan limfosit B terjadi pada pulpa putih atau centrum germinativum di tepi-tepi periarteriolar lymphatic sheath limpa dan korteks kelenjar limfe. Pembedahan kedua kalinya imunogen yang telah dikenal mengakibatkan perkembangan pulpa putih atau centrum germinativum di pulpa merah limpa dan medulla kelenjar limfe. 3. Setelah itu badan siap siaga rnenghancurkan mikrob yang telah dikenalnya. Antibodi dapat mengikat antigen karena kcduanya mempunyai struktur komplementer. Pengikatan antibodi terhadap antigen mengaktifkan sistem komplemen. Penyelubungan atau pengikatan antibodi terhadap antigen bersama rnikrobnya debut opsonisasi, dan mikrob yang telah di-opsonisasi-kan menjadi lebih sedap untuk difagositosis oleh makrofag. Aktifnya sistem komplemen menggalakkan respons inflamasi. dan berarti lebih menggiatkan makrofag-makrofag untuk ber-fagositosis; yang terlibat dalam fagositosis ini adalah makrofag, monosit dan 1imfoit. Limfosit T beraksi mendekati antigen atau mikrob, mungkin dia menghancurkan secara Iangsung, tetapi dia juga melepaskan zat sitotosis dan sliolitik yang disebut lymphokines. Penghancuran sel-sel badan yang telah uzur sesungguhnya termasuk dalam mekanisme homeostasis yang ditangani oleh sistern imun badan, tepatnya adalah limpa, yaitu organ sistem retikuloendotelial yang terbesar.

Penghancuran eritrosit tua: Limpa berkernarnpuan memerangkap Sel-sel darah, kemudian memilihkan arah berbagai sel darah yang diperangkap tersebut, apakah untuk: 1. Direservoikan disimpan beberapa waktu, kalau telah diperlukan oleh sirkulasi umum, dilepaskan lagi. Limpa sebagai reservoir darah 2. Dideferensiasikan, misalnya antara lain limfosit B dideferensiasikan menjadi sel-sel plasma untuk menghasilkan antibodi 3. Di destruksi, misalnya eritrosit tua. Anatomis aliran darah limpa adalah aliran darah terbuka, tetapi fisiologis adalah aliran tertutup, ini mengakibatkan terjadi 1. Skimming plasma dan sel-sel yang berkompeten membuat antibodi (Ig) dan sel-sel yang mengandung antigen, ke arah pulpa putih 2. Darah yang kaya eritrosit, pergi ke arah pulpa merah, sehingga terjadilah a. Produksi Ig pulpa putih b. Penyimpanan eritrosit sebagai reservoir c. Destruksi eritrosit di pulpa merah Darah yang mengalir dengan dua cara melalui limpa: 1. Aliran darah yang kecepatanya sama dengan kecepataaliran darah organ lain, dialami oleh darah dengan eritrosit normal 2. Aliran darah yang sangat lambat, yaitu di zona marginal, batang-batang limpa dan di sinusoid limpa, di ana eritrosit-eritrosit tua dipengaruhi dan dihancurkan Aliran darah di zona marginal, batang-batang limpa dan di pulpa merah (sinusoid limpa) dapat menjadi sangat lambat, karena: 1. Adanya kerangka retikular yang simpang siur melintasi aliran darah dan memberikan aliran pusaran 2. Adanya makrofag-makrofag yang berjubel-jubel menambah rintangan aliran darah dan menambah baiknya saringan atau memperkecil lubang saringan. Sangat lambatnya aliran darh mengakibatkan tertimbunnya metabolit yang bersifat asam, dan mengakibatkan eritrosit menjadi kurang diskoid, sehingga menjadi lebih fragil. Selain daripada itu: 1. Fagosit-fagosit mensekresi enzim hidrolitik yang bersifat asam

2. Kadar oksigen, kadar glukose dalam zona marginal adalah lebih rendah daripada kadarkadarnya di darah sirkulasi umum, sehingga pH darah di zona marginal sangat rendah Sehingga keadaan-keadaan tersebut diatas (suasana sangat asam): 1. Menggalakkan perubahan monosit menjadi makrofag yang siap siaga untuk memakai eritrosit-eritrosit yang telah fragil tersebut 2. Keadaan asam tersebut destruktif terhadap eritrosit-eritrosit yang memang telah sangat atau makin sangat fragil tersebut. Eritrosit-eritrosit uzur dapat lolos dari sistem retikuloendotelial lain, tetapi pasti dihancurkan oleh limpa, sedang eritrosit-eritrosit normal akan lolos dari penghancuran limpa. Dulu kala, imun berarti tahan terhadap penyakit-penyakit infektif. Tetapi kini terbukti bahwa respons imun tidak selalu menguntungkan badan, malahan sebaliknya dapat mengakibatkan efek yang merugikan badan. Pertahanan terhadap invasi mikrob menjadi efektif jika elemen-elemen selular sistem imun berkembang dengan normal, tepat cukup ; tetapi kalau sistem imun ini menjadi hiperaktif, dapat terjadi hal yang tidak diharapkan seperti hipersensitivitas dan kalau sistem imun ini hipoaktif, dapat terjadi mudah sakit yang berulang-ulang. Reaksi hipersensitif terhadap kerusakan jaringan dibagi menjadi empat kategori: 1. Reaksi hipersensitif segera (immediate hypersensitivity), diperantarai oleh sistem imun humoral. Pada prinsipnya, di sini terjadi kesalahan, yaitu, pertama-tama, imunogen yang masuk badan merangsang sintesis atau mengakibatkan terjadinya sintesis IgE, kemudian setelah terjadi pengikatan IgE terhadap imunogen, ikatan ini mengikat sel-sel mast dan sel-sel granulosit basofil, dan mengakibatkan agregasi trombosit, sehingga terbebaslah vasodilator-vasodilator histamin, serotonin, Slow Reacting Substance of Anahylaxis (SRS-A), kallikrein, bradykinines heparin, enzim lisosomal dan prostaglandins; sehingga mengakibatkan timbulnya gejala-gejala alergi kalau ringan, dan gejala anafilaksi kalau berat. 2. Reaksi hipersensitif lambat (delayed hypersensitivity), merupakan manifestasi imunitas selular yang normal, yang diperantarai oleh limfosit T; limfosit T bergerak mendekati antigen, mengikatnya dan melepaskan zat yang bersifat sitolisis dan sitotoksis, yaitu lymphokines.

3. Penyakit imun kompleks sebagal akibat perlekatan kompleks antigen antibodi yang terlarut plasma dan beredar dalam sirkulasi, pada dinding saluran darah atau pada glomerulus ginjal. Ini disebut penyakit autoimun oleh Vander. 4. Kelainan autoallergi yang mungkin terjadi sebagai konsekuensi reaksi imunologis terhadap komponen-komponen jaringan badan sendiri. Autoimun dan autoalergi adalah kelainan fungsi sistem imun, di mana ada tendensi penghancuran terhadap sel-sel badan sendiri, yang pada prinsipnya ada kegagalan dalam pengenalan terhadap diri sendiri. Diduga sebabnya adalah: badan terdedah kepada antigen yang mirip sekali dengan antigen badan sendiri, sehingga antibodi yang terbentuk tkeliru menghancurkan sel badan yang mirip sekali dengan antigen tersebut. Pengawasan terhadap perkembangan kanker ditangani oleh lirnfosit T. Diduga timbulnya kanker kilnis adaiah karena ada kesalahan: sel-sel kanker tidak hanya menjadikan limfosit T reaktif, tetapi juga merangsang limfosit B menjadi reaktif dan membentuk antibodi. Setelah sel kanker diikat antibodi, tidak mengaktifkan sistem komplemen, sehingga sel-sel kanker yang telah terikat antibodi tersebut tidak dihancurkan; peristiwa ini disebut blocking antibody atau immune enhancement.

REFERENSI

Darmono. 2006. Farmakologi Dan Toksikologi Sistem Kekebalan: Pengaruh Penyebab Dan Akibatnya Pada Kekebalan Tubuh. Jakarta: Universitas Indonesia. Fedik A.Rantam. 2003. Metode Imunologi. Jakarta: Universitas Airlangga. Pacito. 2010. Sistem Imunitas.
Anonim 3. 2011. Radang amandel. Anonim 4. 2009. Obstruksi limfatik.

Anda mungkin juga menyukai